BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi dan Budaya Studi komunikasi dan budaya telah menjadi bagian yang penting dari teori masyarakat kontemporer, dimana budaya dan komunikasi tengah memainkan peran yang lebih penting. Teorisi media, James W. Carey (1989), pernah melukiskan dua pandangan tentang komunikasi, yaitu model transmisi dan model ritual. Apa yang disebut ‘media lama’ seperti radio, televisi, dan surat kabar termasuk dalam model transmisi. Karena media ini dengan sifatnya, mempromosikan sistem transmisi langsung, satu arah, dan dari atas ke bawah, yang secara teoritis menganggap khalayak pasif dan media kuat.6 Penciptaan dan pemeliharaan budaya yang kurang lebih sama, berlangsung melalui komunikasi, termasuk komunikasi massa. Ini berlangsung ketika kita berbicara dengan rekan kita; ketika kita mencurahkan cinta kita; ketika orang tua mengangkat seorang anak; ketika peminpin agama memerintahkan pengikutnya; ketika guru mengajar; ketika kakek atau nenek menceritakan pengalamannya; ketika politisi berkampanye; ketika profesional media memproduksi pesan yang kita baca, dengar, dan tonton. Maka maknanya dihasilkan bersama, dan budaya dikonstruksi serta dipelihara. Komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk 6 John Fiske, Cultural Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif, Bandung, Jalasutra, 2004, hal ix 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik atau sikap, perilaku dan perasaanperasaan, sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dialami. Fenomena komunikasi dipengaruhi pula oleh media yang digunakan, sehingga media kadang kala juga ikut memengaruhi isi informasi dan penafsiran, bahkan menurut Marshall McLuhan bahwa media juga adalah pesan itu sendiri.7 Dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang selalu hadir dalam setiap komunikasi, yaitu sumber informasi (receiver), saluran (media), dan penrima informasi (audience). Sumber informasi adalah seseorang atau institusi yang memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Saluran adalah media yang digunakan untuk kegiatanpemberitaan oleh sumber berita, berupa media interpersonal yang digunakan secara tatap muka maupun media massa yang digunakan untuk khalayak umum. Sedangkan audience adalah per orang atau kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran informasi atau yang menerima informasi.8 Selain tiga unsur ini, yang terpenting dalam komunikasi adalah aktivitas memaknai informasi yang disampaikan oleh sumber informasi dan pemaknaan yang dibuat oleh audience terhadap informasi yang diterimanya itu. Pemaknaan kepada informasi bersifat subjektif dan kontekstual. Subjektif, artinya masing-masing pihak (sumber informasi dan audience) 7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta, Kencana, 2008, hal. 57 8 Bungin, ibid. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 memiliki kapasitas untuk mekanai informasi yang disebarkan atau yang diterimanya berdasarkan pada apa yang dirasakan, diyakini, dan dimengerti serta berdasarkan pada tingkat pengetahuan kedua pihak. Sedangkan sifat kontekstual adalah bahwa pemaknaan itu berkaitan erat dengan kondisi waktu dan tempat dimana informasi itu ada dan dimana kedua belah pihak itu berada. Dengan demikian, konteks sosial-budaya ikut mewarnai kedua pihak dalam memaknai informasi yang disebarkan dan yang diterima itu. Oleh karena itu, maka sebuah proses komunikasi memiliki dimensi yang sangat luas dalam pemaknaannya, karena dilakukan oleh subjek-objek yang beragam dan konteks sosial yang majemuk pula.9 Berbicara tentang budaya (culture), adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktivitasnya. Dengan demikian, maka kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Kata budaya berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan kata jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya diartikan sebagai ‘hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal’. Koentjaraningrat menjelaskan culture mempunyai kesamaan arti dengan kebudayaan yang berasal dari kata lain colere yang artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Culture 9 Bungin, ibid, 58 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.10 Statemen kebudayaan adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktivitasnya seperti dijelaskan di atas, yang sejalan dengan Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam Soekanto (2001), bahwa kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, cipta, dan karsa masyarakat, berikut penjelasannya. Karya dimaksudkan adalah masyarakat menghasilkan material culture seperti teknologi dan karya-karya kebendaan atau budaya materi yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai dan menundukkan alam sekitarnya, sehingga produk dari budaya materi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Rasa adalah spiritual culture, meliputi unsur metal dan kejiwaan manusia. Rasa menhasilkan kaidah-kaidah, nilai-nilai sosial, hukum, dan normasosial atau yang disebut dengan pranata sosial. Apa yang dihasilkan rasa digunakan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan. Misalnya agama, ideologi, kebatinan, kesenia, dan lainnya. Cipta merupakan immaterial culture, yaitu bukan budaya spiritual culture yang menghasilkan pranata sosial namun cipta yang menhasilkan gagasan, berbagai teori, wawasan, dan semacamnya yang bermanfaat bagi manusia. 10 Bungin, loc.cit., 52 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Karsa adalah kemampuan untuk menempatkan karya, rasa, dan cipta, pada tempatnya agar sesuai dengan kegunaan dan kepentingannya bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian, karsa adalah kecerdasan dalam menggunakan karya, rasa, dan cipta secara fungsional sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat lebih bagi manusia dan masyarakat secara luas.11 2.2 Kreativitas Iklan Iklan yang kreatif menghasilkan iklan yang efektif. Yakni, bisa membedakan dirinya dari iklan-iklan massa yang sedang-sedang saja; iklan yang tidak biasa dan berbeda. Iklan yang sama dengan sebagian besar iklan lainnya, tidak akan mampu menerobos kerumunan iklan kompetitif dan tidak akan dapat menarik perhatian konsumen. Akan lebih mudah untuk memberi contoh-contoh tentang iklan yang kreatif daripada menjelaskan definisinya secara pasti. Apa yang disebut dengan kreativitas? Sayangnya, tidak ada jawaban yang sederhana untuk menjelaskan aspek iklan yang sukar dipahami ini. Jawaban itu jauh diluar tujuan teks ini, untuk menjelaskan proses kreatif secara menyeluruh. Berikut ini disajikan penjelasan dari beberapa orang yang mempunyai tanggung jawab di perusahaan periklanan. Menurut Jack Smith, direktur kreatif kepala perwakilan biro iklan Leo Burnett di Chicago, menggambarkan kreativitas sebagai “suatu sensitivitas 11 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta, Kencana, 2008, hal. 52 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 terhadap sifat alami manusia serta kemampuan untuk mengkomunikasikannya. Iklan kreatif yang terbaik hadir dari suatu pemahaman tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang-orang”. Sedangkan menurut salah seorang musisi Jazz, Charlie Mingus, yang juga bekerja di industri periklanan, menyatakan kreativitas dengan lebih baik, “Kreativitas lebih dari sekadar membuat perbedaan. Siapa pun bisa memainkan hal yang aneh. Yang sulit adalah menjadi sederhana seperti Bach. Membuat sesuatu yang simpel menjadi rumit adalah biasa, tapi membuat hal yang rumit menjadi simpel, sederhana secara mengagumkan, itulah kreativitas”. 12 Secara keseluruhan, iklan yang efektif, kreatif, harus menghasilkan dampak abadi secara relatif terhadap konsumen. Ini berarti, meninggalkan di belakang kerumunan iklan lainnya, mengaktifkan perhatian, serta memberi sesuatu kepada para konsumen agar mengingat tentang produk yang diiklankan. Dengan kata lain, iklan harus membuat suatu kesan. Berdasarkan pada perspektif tersebut tentang krativitas, ini berarti mengembangkan iklan yang empatis (contohnya, iklan yang memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang), yakni melibatkan diri dan mudah diingat, serta yang “memberikan kesan simpel”. 2.3 Iklan Sebagai Susunan Tanda 12 Shimp, Terence A., Periklanan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, edisi kelima, Jakarta, Erlangga, 2003, hal.419 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 Setiap hari kehidupan manusia selalu dikelilingi oleh berbagai macam bentuk iklan. Baik iklan di televisi, radio, surat kabar, dan hampir disetiap sudut jalan perkotaan, kita hampir tidak bisa menghindar dari berbagai macam bentuk iklan. Iklan dan promosi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial masyarakat modern. Dewasa ini, iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi yang sangat penting, tidak hanya bagi produsen barang atau jasa, tetapi juga bagi konsumen. Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh suatu sponsor yang diketahui). Maksud kata ‘nonpersonal’ berarti suatu iklan melibatkan media massa (televisi, radio, majalah, koran, billboard atau papan reklame) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan. Secara struktural, iklan terdiri dari tanda-tanda (signs) yaitu unsur terkecil bahasa yang terdiri dari penanda (signifier) atau sesuatu yang bersifat materi berupa gambar, foto, atau ilustrasi, dan petanda (signified) atau konsep atau makna (meaning) yang ada dibalik penanda tersebut, keseluruhan itu dapat digunakan untuk melukiskan realitas, memalsukan realitas. http://digilib.mercubuana.ac.id/ atau sebaliknya yaitu 23 Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Pada dasarnya, lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu yang verbal dan yang nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, sedangkan lambang nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan oleh iklan, yang tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas.13 Untuk itu suatu iklan sarat akan tanda-tanda di dalamnya, terutama dengan iklan yang semakin berkembang saat ini, dimana iklan tidak hanya menginformasikan karakteristik produk, tetapi sudah membawa pesan-pesan yang selalu terdapat pemaknaan atas ideologi yang tersembunyi dibaliknya. Dalam iklan, bahasa dipakai sebagai sarana pertukaran pesan dan menjadi alat komunikasi antara produsen dengan konsumen. Melalui gambar atau foto dan kata-kata atau teks sebuah iklan menghasilkan tanda dimana di dalamnya terkandung signifier (penanda) dan signified (petanda) yang kemudian membentuk makna denotatif yakni makna ekplisit yang hanya merupakan penyampaian informasi dan makna konotatif yang melibatkan perasaan, emosi dan nilai-nilai budaya. Kesemua ini membentuk sebuah proses komunikasi yang mempunyai kekuatan penting sebagai sarana pemasaran dalam bentuk informasi yang bersifat persuasif. Iklan pada media massa dapat membangun ideologi citra atas produk yang ditawarkan, seringkali menggunakan sistem tanda atau bahasa yang 13 Drs. Alex Sobur, M.Si. Semiotika Komunikasi, Bandung, Rosdakarya, 2004. Hal 116 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 banyak berkaitan dengan nilai-nilai atau ideologi tertentu yang diangap masyarakat memberi pengaruh positif atau negatif. Karena dalam menganalisis sebuah iklan di media massa, tingkat atau daya penerimaan pada masing-masing individu atau khalayak tidak selalu sama. Perbedaan dalam mempersepsi makna inilah yang membuat sebuah iklan dapat diartikan berlainan oleh orang yang melihatnya. Dengan kata lain, makna, tanda dan bahasa yang digunakan dalam iklan sering disalahartikan oleh penerima, sehingga pesan yang ingin disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para pembuat iklan. Jika dilihat lebih lanjut iklan itu sendiri merupakan suatu simbol yang divisualisasikan melalui berbagai aspek tanda komunikasi dan tersusun dalam struktur teks iklan. Tanda-tanda yang terdapat dalam struktur teks merupakan suatu kesatuan sistem tanda yang terdiri dari tanda-tanda nonverbal berupa kata-kata, warna ataupun gambar serta memiliki makna tertentu yang disesuaikan dengan kepentingan produk dan citra perusahaan. Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang, hal ini kemungkinan karena adanya jangkauan yang luas. Iklan juga menjadi instrumen promosi yang sangat penting, khususnya bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat luas. Iklan mempertunjukkan kepada masyarakat suatu simbol tentang diri mereka dengan maksud untuk memikat hasrat mereka dan mengesankan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 bahwa merreka dapat menjadi subjek yang dihadirkan dalam sebuah iklan. Hal tersebut merupakan maksud tersembunyi dalam suatu makna dari sebuah iklan yang dikaitkan dalam suatu produk. Maksud tersembunyinya adalah bahwa tanda-tanda dalam iklan-iklan tentunya, benar-benar merujuk pada realitas, yakni hal-hal yang nyata direpresentasikan, yang diangkat dari materialitas kehidupan kita. Namun, keseluruhan ini ditetapkan sebagai sistem simbolik yang tidak merepresentasikan kedudukan sebenarnya dari benda-benda ini dalam kehidupan kita, mereka didudukan ulang, diberi posisi baru secara ideologis, dibuat bermakna ‘sesuatu’ yang baru. 2.4 Tanda dan Makna Belajar semiotika sama halnya dengan kita belajar tentang berbagai tanda. Dari cara kita berpakaian, apa yang kita rasakan, cara kita bersosialisasi, ketika kita berbicara, ketika kita berkata, ketika tertawa, ketika tersenyum. Tanda-tanda seperti itu ada disekitar kita, bahkan di tubuh kita sendiri. Dengan adanya tanda, maka kita mencoba mencari aturan yang sebenarnya agar kita mempunyai pedoman untuk mendapatkan kebenaran secara umum. Tanda adalah hasil asosiasi antara petanda dan penanda. Sebuah tanda pastilah memiliki penanda dan petanda. Sebuah tanda adalah kombinasi dari sebuah penanda dengan petanda tertentu. “Tertentu” disini berarti sebuah penanda yang sama, dapat mewakili petanda yang berbeda. Tanda adalah setiap ‘kesan bunyi’ yang berfungsi sebagai ‘signifikasi’ yang sesuai, yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 ‘berarti’ suatu objek atau konsep dalam dunia pengalaman, yang ingin kita komunikasikan.14 Peirce melihat tanda (representamen) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant). “Tanda” menurut pandangan Peirce adalah “…something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Tampak pada definisi Peirce ini, peran ‘subjek’ (somebody) sebagai bagian tak terpisahkan dari pertandaan, yang menjadi landasan bagi semiotika komunikasi.15 Setiap tanda yang digunakan dalam komunikasi tentunya memiliki makna, baik itu secara lisan maupun tulisan, secara verbal ataupun nonverbal, baik itu secara perorangan sebagai komunikator kepada orang lain yang sebagai komunikan. Penjelasan Umberto Eco, makna dari sebuah wahana tanda (signvechicle) adalah satuan kultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta, dengan begitu, secara semantik mempertunjukkan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya. Ada tiga hal yang dicoba jelaskan oleh para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni: (1) menjelaskan makna kata secara alamiah, (2) mendeskripsikan kalimat secara alamiah, dan (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi. Dalam kaitan ini Kempson 14 15 Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Massa, Erlangga, 1987, hal. 181 Drs. Alex Sobur, M.SI. Semiotika Komunikasi, Bandung, Rosdakarya, 2009, hal. xii http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi kata, kalimat, dan apa yang dibutuhkan pembicara untuk berkomunikasi.16 Model proses makna menurut Wendell Johnson menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar manusia17: 1. Makna ada dalam diri manusia, makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk mereproduksi, di benak pendengar apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa berubah. 2. Makna berubah-ubah. Kata-kata relatif statis. Tetapi makna dari katakata terus berubah dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. 3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. 4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah 16 17 Mc. Quail, ibid. 255-256 Drs. Alex Sobur, M.SI. Semiotika Komunikasi, Bandung, Rosdakarya, 2009, hal 258-259 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan dengan acuan yang kongret dan dapat diamati. 5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Hal ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. Bila ada keraguan, sebaiknya bertanya bukan dengan membuat asumsi, ketidaksepakatan akan hilang bila makna yang diberikan masing-masing pihak diketahui. 6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut tetap tinggal dalam benak kita. Karenanya pemahaman yang sebenarnya pertukaran makna secara sempurna barangkali merupakan tujuan ideal yang ingin kita capai tetapi tidak pernah tercapai. 2.5 Semiotika Semiotika merupakan sebuah kajian atau ilmu tentang tanda. Kata semiotika itu sendiri berasal dari bahsa Yunani yaitu ‘semion’ yang berarti “tanda”. Semiotika merupakan sebuah studi yang memfokuskan perhatiannya pada teks, semiotika juga merupakan studi tentang tanda segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsi, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakan. Menurut Preminger (2001), ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 masyarakat dan kebudayaan mempelajari sistem-sistem, itu merupakan tanda-tanda. aturan-aturan, Semiotika konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.18 Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda” atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain, sebagai contoh ketika ada asap menandai adanya api.19 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai, berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.20 Teori semiotik yang berkembang selama ini bersumber pada dua pandangan, yakni semiotika strukturalisme dan semiotika pragmatisme. 18 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, Kencana Prenada, 2006, hal. 261 Drs. Alex Sobur, M.Si. Semiotika Komunikasi, Bandung, Rosdakarya. 2004. Hal 16-17 20 Alex Sobur, ibid. 15 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 a. Semiotika Struktural Dasar-dasar semiotik struktural adalah sebagai berikut: 1. Tanda adalah sesuatu yang terstruktur dalam kognisi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan penggunaan tanda didasari oleh adanya kaidah-kaidah yang mengatur (langue) praktik berbahasa (parole) dalam kehidupan bermasyarakat atau bagaimana parole mengubah langue. 2. Apabila manusia memandang suatu gejala budaya sebagai tanda, ia melihatnya sebagai sebuah struktur yang terdiri atas penanda (yakni bentuknya secara abstrak) yang dikaitkan dengan petanda (yakni makna atau konsep). 3. Manusia, dalam kehidupannya, melihat tanda melalui dua proses, yakni sintagmatis (jukstaposisi tanda) dan asosiatif (hubungan antar tanda dalam ingatan manusia yang membentuk sistem dan paradigma). 4. Teori tandanya bersifat dikotomis, yakni selain melihat tanda sebagai terdiri atas dua aspek yang berkaitan satu sama lain. Juga melihat relasi antar tanda sebagai relasi pembeda “makna” (makna diperoleh dari pembedaan). 5. Analisisnya didasari oleh sebagian atau seluruh kaidah-kaidah analisis struktural, yakni imanensi, pertinensi (ketepatgunaan; ketepatan; 21 kegunaan, kamus),21 komutasi (pergantian), Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Surabaya, Gitamedia Press, 2006, 371. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 kompatibilitas, integrasi (penyatuan, penggabungan), sinkroni sebagai dasar analisis diakronis, dan fungsional.22 b. Semiotika pragmatisme Semiotik pragmatis bersumber pada Peirce (1931-1958). Bagi Peirce, tanda adalah ‘sesuatu yang mewakili sesuatu’. Danesi dan Perron menulis bahwa teori semiotik seperti itu sudah ada sejak Hippocrates (460-377 SM) yang mendefinisikan ‘tanda’ dari bidang kedokteran sebagai gejala fisik (physical symptom) yang mewakili (stand for) sesuatu penyakit.23 Menurut Danesi dan Perron, penelitian semiotik mencakupi tiga ranah yang berkaitan dengan apa yang diserap manusia dari lingkungannya (the world), yakni yang bersangkutan dengan ‘tubuh’nya, ‘pikiran’-nya, dan ‘kebudayaan’-nya. Ketiga ranah itu sejajar dengan teori Peirce tentang proses representasi dari representamen. Representasi tanda menyangkut hubungan antara representamen dan objeknya.24 Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika seperti kata Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi menurut Segers (2000:4), semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs atau ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system (code) atau ‘sistem 22 23 Benny H. Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Hal 8-9 Benny H. Hoed, ibid. 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 tanda’. Sedangkan menurut Cobley dan Jansz (1999:4) menyebutnya sebagai “discipline is simply the analysis of signs or the study of the functioning of sign systems” yang artinya ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi. Dan menurut Charles Sanders Peirce dalam Littlejohn (1996:64) mendefinisikan semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object, and a meaning (suatu hubungan diantara tanda, objek, dan makna)”.25 Perlu ditekankan dari berbagai definisi di atas adalah bahwa para ahli melihat semiotika atau semiosis itu sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda. Dengan tanda-tanda, kita mencoba mencari keteraturan di tengah-tengah dunia yang centang-perenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan. Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan membawanya pada sebuah kesadaran. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. 25 Sobur, Drs. Alex, M.Si. Semiotika Komunikasi, Bandung, Rosdakarya, 2004. Hal 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 2.6 Semiotika Charles Sanders Peirce Peirce adalah ahli filsafat dan ahli logika. Peirce mengusulkan kata semiotik (yang sebenarnya telah digunakan oleh ahli filsafat Jerman Lambert pada abad XVIII) sebagai sinonim kata logika. Menurut Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran tersebut, menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. Tandatanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.26 Menurut Peirce, semua gejala (alam dan budaya) harus dilihat sebagai tanda. Pandangannya itu disebut “pansemiotik”. Model tanda yang dikemukakan Peirce adalah trikotomis atau triadik. Prinsip dasarnya ialah bahwa tanda bersifat representatif, yaitu tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain”. Peirce berangkat dari konsep tanda yang lebih luas, tidak hanya tanda linguistis. Oleh karena itu, Peirce tidak hanya menyentuh konsep linearitas tetapi juga logika ruang yang terkait dengan waktu atau proses. Peirce melihat semiotik tidak hanya dalam kerangka komunikasi tetapi dalam proses signifikasi, sebuah proses munculnya tanda dan makna. Tidak seperti Saussure yang “membekukan” tanda dalam kerangka sinkronis, Peirce melihat tanda dalam mata rantai tanda yang tumbuh. Oleh karena itu, sejumlah pengamat menempatkan Peirce sebagai bagian dari pragmatisme. 26 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung, Rosdakarya, 2009 Hal 110-111 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah ketentuan yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh seorang pengendara. Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Icon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petanda bersifat bersamaan bentuk alamiah, atau dengan kata lain, icon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta. Index adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kasual atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut symbol. Jadi symbol adalah tanda yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 menunjukkan adanya hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan tersebut diantaranya bersifat arbiter atau semena, atau hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.27 Tabel 2.1 Tiga tanda Peirce 28 Jenis Hubungan antara Tanda dan Tanda Sumber Acuannya Contoh Tanda dirancang untuk Ikon merepresentasikan sumber acuan Segala macam gambar (bagan, melalui simulasi atau persamaan diagram, dan lain-lain), foto, (artinya, sumber acuan dapat kata-kata onomatopoeia, dan dilihat, didengar dan seterusnya, seterusnya. dalam ikon). Indeks Simbol Tanda dirancang untuk Jari yang menunjuk kata mengindikasikan sumber acuan keterangan seperti di sini, di atau saling atau saling sana, kata ganti seperti aku, menghubungkan sumber acuan. kau, ia dan seterusnya. Tanda dirancang untuk Simbol sosial seperti mawar, menjadikan sumber acuan melalui simbol matematika, dan kesepakatan atau persetujuan. seterusnya. Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau decisign adalah tanda sesuai kenyataan. 27 Drs. Alex Sobur M.SI. Semiotika Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009, hal. 41-42 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, Yogyakarta, Jalasutra, 2012, hal 34 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka ditepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Berdasarkan hasil dari berbagai klasifikasi di atas, Peirce dalam Pateda membagi tanda menjadi sepuluh jenis: 1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras menunjukan kualitas tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan. 2. Iconic sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contohnya foto, diagram, peta dan tanda baca. 3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contoh: pantai yang sering merenggut nyawa orang yang mandi disitu, akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang bermakna berbahaya, dilarang mandi disini. 4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor. 5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya, rambu lalu lintas. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu. Misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku itu?” dan dijawab,”itu!” 7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputarputar di atas mobil ambulans menandakan ada orang sakit atau orang yang celaka sedang dilarikan ke rumah sakit. 8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau. Lantas kita katakan, harimau. Mengapa kita katakan demikian, karena ada asosiasi antara gambar dengan benda atau hewan yang kita lihat yang namanya harimau. 9. Dicent Symbol atau proposition (proposisi) adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata “pergi”, penafsiran kita langsung berasosiasi yang kita dengar hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan dalam membentuk kalimat, adalah proposisi mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu, maka seseorang segera menetapkan pilihan atau sikap. 10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata “gelap”, orang itu berkata gelap sebab dia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argumen merupakan tanda yang berisi penilaian atau http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 alasan seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian tersebut mengandung kebenaran.29 Peirce membedakan tiga keberadaan teori makna yang menekankan halhal yang dapat ditangkap dan mungkin berdasarkan pengalaman subjek. Peirce menjabarkan dasar pemikiran tersebut dalam bentuk tripihak (triadic), yakni setiap gejala secara fenomenologis mencakup: 1. Firstness (ke-pertama-an), bagaimana sesuatu menggejala tanpa harus mengacu pada sesuatu yang lain. 2. Secondness (ke-dua-an), bagaimana hubungan gejala tersebut dengan realitas di luar dirinya yang hadir dalam ruang dan waktu. 3. Thirdness (ke-tiga-an), yaitu bagaimana gejala tersebut dimediasi, direpresentasi, dikomunikasikan, dan ditandai.30 Tabel 2.2 Hubungan Tripihak (Triadic) Relasi dengan Relasi dengan Relasi dengan Representamen Objek Intepretan Bersifat Berdasarkan potensial keserupaan (qualisign) (ikonis) Bersifat Berdasarkan Suatu pernyataan yang keterkaitan penunjukkan bisa benar bisa salah (sinsign) (indeks) (proposisi atau dicent) Ketigaan Bersifat Berdasarkan Hubungan proposisi (thirdness) Kesepakatan kesepakatan yang dikenal dalam Kepertamaan (firstness) Keduaan (secondness) 29 Terms (rheme) Alex Sobur. op.cit., 42-43 T. Chirtomy & Untung Yuwono, Semiotika Budaya. Depok: Pusat penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat. Univeritas Indonesia 2004, hal. 115-116 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 (legisign) (simbol) bentuk logika tertentu (internal) (argumen) Bagi Peirce, semiosis dapat menggunakan tanda apa saja (linguistis, visual, ruang, perilaku) sepanjang memenuhi syarat sebuah tanda. Menurut Peirce, seperti yang dikutip Nӧth, “nothing is a sign unless it is interpreted as a sign”. Dengan demikian, sebuah tanda melibatkan proses kognitif di dalam kepala seseorang dan proses itu dapat terjadi kalau ada representamen, acuan, dan interpretan.31 Gambar 2.1 Model Semiotika Peirce Sign Interpretant Object Tanda adalah sesuatu berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. 31 T. Chirtomy, Ibid. Hal 116-117 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal.32 2.7 Naga Mendengar kata Naga pertama kali yang diasumsikan oleh penulis adalah sebuah nama dari makhluk mitologi yang dipercayai oleh kaum etnis Tionghoa. Bentuk naga yang selama ini penulis ketahui dari melihat penggambaran naga di beberapa bangunan ibadah umat Kong Hu Cu dan Buddha, seperti klenteng dan vihara, makhluk ini menyerupai hewan sejenis ular, berkepala seperti penggabungan buaya, babi, dan singa, memiliki sungut dan berjenggot, namun mempunyai tanduk di bagian kanan dan kiri atas kepala, berkaki empat, serta mampu terbang di langit. Sosok Naga telah banyak dijumpai pada mitologi klasik yang berkembang di Asia Tenggara dan India. Naga dipercaya sebagai hewan mitos serupa ular yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Dalam kepercayaan India, sosok Naga terkadang digambarkan setengah manusia dan setengah ular. Digambarkan pula menurut Stutley dan Stutley (1984), bahwa sosok naga memakai mahkota dan tinggal di bawah tanah tempat bersemayamnya para penjaga kemakmuran dan kesuburan. Naga adalah 32 Drs. Alex Sobur M.Si. Analisis Teks Media Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing Hal. 97 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 keturunan dari bumi yang hidup di air dunia bawah dan berhubungan dengan kesuburan.33 Naga juga merupakan makhluk mitos penting yang berkembang dalam agama Buddha. Menurut mitologi di Thailand, naga sangat setia kepada Buddha dan memegang kepercayaan dari Buddha sehingga ditempatkan pada posisi penting di tempat-tempat suci agama Buddha, seperti di candi atau arca-arca lainnya. Naga merupakan pendamping Buddha yang setia sejak kelahiran sang Buddha ketika akan mencapai nirwana. Naga tinggal di dunia manusia untuk melindungi Trimurti Buddha yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha (kelompok agama dalam ajaran Buddha), serta melindungi sisa-sisa agama Buddha untuk generasi mendatang. Dalam kisah Jataka yang berasal dari agama Buddha, Naga adalah makhluk suci yang mengeluarkan hadiah alam. Dalam cerita tersebut diceritakan ada sekelompok pedagang yang tersesat dan mulai merasa lapar dan haus. Mereka menemukan pohon yang mereka tahu itu sakral. Lalu mereka memotong cabang timur dari pohon tersebut, dan mendapatkan air. Kemudian mereka memotong cabang selatan, barat, dan utara, mendapatkan makanan, wanita, dan tujuh hadiah. Belum cukup sampai disitu, mereka menggali akar pohon, dan naga muncul lalu memusnahkan mereka. Cerita ini menunjukkan Naga yang melindungi air kehidupan, makanan dari musim 33 Robert Wessing, Symbolic Animals in The Land between The Waters: Markers of Place and Transition, dalam Asian Folklore Studies vol. 65, Nagoya, Nanzan University, 2006, hal 208 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 hujan, kekayaan dari bumi seperti batu perhiasan, kesuburan, dan juga memiliki kekuatan untuk mereka yang tamak.34 Kepercayaan masyarakat di Asia Tenggara dan Indonesia pada masa lampau, Naga merupakan hewan yang menghubungkan dunia atas (sakral) dan dunia bawah (profan). Hal ini didasari pada kepercayaan bahwa kehidupan manusia terdiri dari dua dimensi kehidupan, yaitu secara vertikal (dari lahir sampai kematian) dan horizontal (hubungan sosial). Secara vertikal, dunia terdiri dari dunia bawah, bumi, dan dunia atas. Dunia bawah dipercayai sebagai dunia air dan kehidupan, dan didalamnya hidup hewanhewan yang berasosiasi dengan air yaitu ikan, ular (naga), kerbau, kura-kura, dan buaya. Elemen yang paling penting dari dunia bawah adalah Naga. Sebaliknya di dunia atas diasosiasikan dengan burung dan naga. Salah satu fungsi Naga adalah Naga penghubung dunia atas dan dunia bawah, yang digambarkan dalam wujud jembatan pelangi (naga pelangi). Naga adalah penguasa dari dunia bawah, seperti tanah dan air, dan juga sebagai makhluk atau hewan suci yang layak berada di dunia atas.35 2.8 Naga dalam Budaya Tionghoa Naga adalah sebuah gambaran makhluk mitologi yang dipercayai dalam budaya Cina atau Tionghoa. Makhluk ini dianggap sebagai salah satu dewa dalam kepercayaan atau agama Kong Hu Cu dan Buddha. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat Tionghoa menganut agama tersebut, yang dimana dalam 34 Lowell W. Bloss, The Buddha and The Naga: A study in Buddhist Folk Religiosity, dalam History of Religions, Vol. 13 No.1, Chicago, University of Chicago, 1973, hal 37 35 Robert Wessing, op.cit., hal 214 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 kepercayaan kedua agama ini, sama-sama mengajarkan Tri Dharma sehingga penganut agama ini mempercayai adanya salah satu dewa mereka berwujud makhluk yang seperti hewan, yang disebut Naga. Naga merupakan makhluk mitologi yang dipercaya oleh masyarakat di negeri Cina, sejenis hewan atau makhluk yang memiliki perlambangan sangat rumit. Naga dalam kebudayaan Cina atau Tionghoa merupakan simbol dari unsur kebaikan dan keberuntungan (berbeda dengan persepsi masyarakat Eropa dan agama Kristen terhadap naga yang menganggap naga merupakan makhluk yang buruk dan jahat). Naga dalam etnis Tionghoa merupakan perlambangan dari ras bangsa Cina itu sendiri. Masyarakat Tionghoa yang ada di seluruh dunia dengan bangga mengakui bahwa mereka adalah keturunan naga long de chuan ren. Sebagai lambang dari kaisar, kuil-kuil dan tempat-tempat keramat dibangun untuk menghormati mereka atas jasa-jasa dalam mengatur alam untuk kebaikan manusia. Simbol naga dianggap religius pada dasarnya berfungsi menjembatani antara dunia manusiawi dan Tuhan. Maka dari itu perlambangan seperti ini memberikan suatu rasa hormat, takut tetapi dengan bentuk dan makna yang menarik. Simbol-simbol itu bukan saja memberikan imajinasi terhadap setiap penganutnya namun memberikan gambaran hubungan komunikasi antara manusia dan Tuhan.36 Simbol naga saat ini sudah memasuki seluruh aspek dari kehidupan masyarakat Tionghoa dari agama hingga politik dan dari sastra sampai seni. Setiap 36 bangunan, lukisan atau karya sastra, bahkan Pang Jin, Kebudayaan Naga Cina, Chong Qing, Publishing Group, 2007, hal 109 http://digilib.mercubuana.ac.id/ iklan untuk 44 mengagungkan sesuatu maka naga akan muncul di tengah-tengahnya. Naga merupakan mitos yang hidup di dalam jiwa masyarakat Tionghoa turun temurun dan sebagai pedoman serta pandangan hidup dalam bersosialisasi. Kepercayaan terhadap simbol naga menjadi landasan filosofi cara berpikir masyarakat Tionghoa. Kaitan antara agama, kebudayaan, dan kesenian tercermin dalam desain yang mengandung makna simbolis spiritual dalam karya seni. Perwujudan kesenian diwujudkan atas ide, bentuk, gaya, jiwa, dan dasar kepercayaan serta mitologi. Prinsip ‘suatu bentuk akan selalu memiliki makna’, maka bentuk naga memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Tionghoa. Naga merupakan simbol perwakilan dari diri mereka. Simbol merupakan manifestasi dari keadaan kesadaran dan muncul di dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa yang dapat memberikan makna pada kehidupan bersosialisasi. Sehingga ketika masyarakat Tionghoa melihat naga, maka naga adalah sumber dari nasihat, gambaran, sejarah leluhur yang ingin disampaikan kepada generasi penerusnya. Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, bentuk naga merupakan gabungan dari sembilan macam hewan, seperti kepala unta atau sapi, tanduk rusa, mata kelinci, cakar elang, telapak harimau, hidung babi, sisik ikan, bentuk badan ular, janggut kambing. Namun melihat dari sejarah kebudayaan yang berubah pada setiap dinasti yang menyempurnakan bentuk http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 naga, bentuk naga seperti ini bukan sesuatu yang baku. Untuk saat ini, bentuk naga yang menjadi patokan akhir adalah peninggalan dinasti Ming Qing.37 Gambar 2.2 Naga dari dinasti Ming Qing38 Naga yang sering muncul saat ini merupakan peninggalan dinasti Ming dan Qing (Ming Qing). Bentuk naga yang sudah berubah bentuk sekian lama, memiliki bentuk seperti ular. Selain itu terdapat sungut atau janggut pada kanan dan kiri mulutnya, sisik yang tajam di bawah leher dan sebuah mutiara putih dalam genggaman atau di mulutnya, mutiara ini sebagai sumber tenaga dan lambang kearifan. Sebagai petanda kaisar dan kepemimpinan aristokrat pada zaman dinasti Ming Qing, Naga melegenda dalam peradaban Cina klasik dan membentuk kebudayaannya hingga saat ini.39 Naga yang selalu dihubungkan dengan air dan disebut pengatur air, karena ikan, buaya, dan semua hewan memerlukan air untuk hidup. Babi, 37 Zhu Li Li, Traditional Decoration Elements of Ancient Chinese Architecture with Decorating The Temple, Jiangxi, Nanchang University, 2008, hal 97 38 http://www.tionghoa.info/inilah-4-hewan-yang-dipercaya-simbol-keberuntungan-etnis-tionghoa/ 39 Pang Jin, Kebudayaan Naga Cina, Chong Qing, Publishing Group, 2007, hal 74 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 kuda, sapi, dan segala hewan memerlukan air untuk hidup. Ular dan segala jenis hewan melata membutuhkan air untuk kelembaban. Hingga petir, pelangi, angin topan, dan fenomena alam lainnya berhubungan dengan air. Di dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, dewa air adalah dewa para petani, dan negeri Cina merupakan negara pertanian yang besar, sehingga naga selalu digambarkan dengan air atau awan.40 Menurut Pang Jin, dalam bukunya yang membahas tentang Naga dari Cina, membaginya dalam lima jenis berikut ini:41 Menurut 5 unsur: naga emas, naga kayu, naga air, naga api, naga tanah. Menurut tempat: naga selatan, naga utara, naga timur, naga barat, naga tengah, naga gunung, naga padang rumput, naga sungai, naga sumur, naga danau, naga laut, naga atas, naga bawah, naga kiri, dan naga kanan. Menurut warna: naga hijau, naga hitam, naga kuning, naga putih, naga merah, naga ungu, naga berbintik, naga dengan campuran warna pada tubuhnya. Menurut silsilah keluarga: raja naga, ibu naga, anak naga, naga laki-laki dan naga perempuan. 40 41 Menurut relasinya: Qi atau Qilin dan Pixiu. Liu Yu Qing, Zhao Rui Suo, Cultural Explanation of The Dragon, Beijing, Publishing Group, 2000, hal 40 Pang Jin, op.cit. hal 92 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 Gambar 2.3 Qilin atau Kirin 42 Qilin (kirin) merupakan perwujudan makhluk mistis dari hewan rusa, kuda, sapi, kambing, dan serigala. Makhluk ini memiliki bentuk kepala kambing, badan rusa, kaki kuda, menerjang seperti serigala, berekor sapi, dan di kepalanya memiliki tanduk. Makhluk ini sering disebut memiliki hubungan erat dengan naga, kura-kura, dan burung phoenix. Qilin atau Kirin melambangkan kejujuran, burung Phoenix melambangkan kestabilan, kurakura melambangkan kebaikan dan keburukan, sedangkan naga melambangkan perubahan. Pi Xiu atau Pi Xie merupakan hewan tradisional Tionghoa yang berhubungan dengan kekayaan. Menurut legenda, hewan ini adalah saudara dari Kirin. Hewan mistis ini sering digunakan sebagai simbol pemimpin. Memiliki kepala naga, telinga rusa, tanduk kambing, tubuh singa, ekor phoenix, bercakar harimau. Pi Xiu merupakan anak naga yang tidak pernah 42 http://www.tionghoa.info/inilah-4-hewan-yang-dipercaya-simbol-keberuntungan-etnis-tionghoa/ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 menyerang dan dia selalu berjaga di depan tempat tinggal, sehingga Pi Xiu dipercaya sebagai penjaga agar tidak terkena bahaya.43 Naga yang ada pada bangunan-bangunan vihara atau tempat-tempat ibadah umat Buddha maupun Kong Hu Cu, merupakan simbol dari keagungan Yang Maha Kuasa dalam bentuk makhluk mitologi. Simbol naga ini juga merupakan salah satu makna dari chihwen, yang digunakan hampir di seluruh bangunan vihara atau klenteng dengan maksud sebagai penghalang kebakaran dan untuk mendatangkan hujan. Warna yang biasa digunakan pada bangunan tempat ibadah tersebut adalah warna hijau dan biru sebagai lambang kebijaksanaan dan ketenangan jiwa. Bangunan Vihara pada umumnya, terdapat naga sebagai simbol kekuatan yang mampu menjaga dan melindungi yang ditempatkan pada bagian pilar sebagai salah satu struktur penopang. Pasangan feminin mahluk naga, yaitu semacam burung yang dinamakan phoenix (feng atau fenghuang) ini juga dianggap dapat membawa nasib baik dan melambangkan kaisar wanita dan kemakmuran. Makhluk feminin ini bersayap lebar dan menyerupai segala sifat yang ada dari burung merak dan bangau. Phoenix merupakan salah satu simbol penting dalam tradisi Tionghoa, sebagai simbol dari daerah selatan. Makhluk feminin ini digambarkan sebagai burung yang indah dengan kombinasi beberapa warna, menempati posisi tertinggi dalam golongan unggas. Makhluk ini melambangkan matahari dan kehangatan yang menyelimuti daerah selatan dan musuh dari ular atau iblis dan dipercaya 43 Pang Jin, Kebudayaan Naga Cina, Chong Qing, Publishing Group, 2007, hal 93 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 dapat hidup selama lima ratus tahun. Dikenal sebagai Feng Huang, penyatuan dari nama phoenix betina (huang) dan phoenix jantan (feng), burung ini melambangkan kehangatan dan kemakmuran di musim panas dan musim panen. Burung legenda ini mewakili kejelian dalam penglihatan, serta kecakapan dalam mengumpulkan informasi yang berharga bagi pengetahuan manusia.44 Relief naga yang biasanya ada pada serambi depan ruang vihara, naga digambarkan dengan warna biru diantara gelombang laut. Naga biru adalah perlambang kebahagiaan atau kesucian, merupakan manifestasi arah selatan dan musim semi. Warna biru atau hijau merupakan salah satu ciri khas yang sering digunakan pada bentuk naga di bangunan peribadatan Tionghoa, karena naga putih atau kuning hanya digunakan pada yang bersifat duniawi (seperti hari perayaan). Dan naga biru selalu ditempatkan pada sisi timur pintu masuk, hal ini menunjukkan posisinya sebagai unsur Yang (positif).45 Naga dengan gelombang laut dan gelombang awan sering digunakan pada vihara, hal ini disebabkan adanya pengaruh ajaran Tao dan Buddha. Naga dalam kedua agama ini dianggap sebagai pemberi hujan. Naga merupakan raja yang menjaga semua lautan yang ada di dunia. Sedangkan bentuk bola mutiara dari agama Buddha yang dinamakan mutiara “mani”, sebagai lambang dari pengharapan. Kedudukan naga setelah munculnya agama ini sudah tidak tinggi lagi. Dalam konteks Fengshui, naga berada pada 44 Zhu Li Li, Traditional Decoration Elements of Ancient Chinese Architecture with Decorating The Temple, Jiangxi, Nanchang University, 2008, hal 64 45 Zhu Li Li, Ibid, hal 67 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 50 posisi timur yang melambangkan warna biru atau hijau, hal ini pula yang membuat posisi naga selalu ada di sebelah kiri.46 Naga dianggap makhluk langit yang memiliki dua alasan, yang pertama adalah segala yang berhubungan dengan air seperti ikan dan buaya kemudian dihubungkan dengan darat seperti babi, kuda, sapi, dan rusa serta langit seperti petir, pelangi, dan burung-burung yang digabungkan menjadi satu. Dan yang kedua adalah karena kerterbatasan manusia maka memerlukan sesuatu yang melebihi daya pemikiran sendiri seperti agama sehingga manusia dapat melepaskan penderitaan dan memohon atas segala keinginannya melalui bentuk naga untuk disampaikan kepada langit. Fungsinya yang berhubungan dengan langit, membuat naga sering digunakan untuk acara-acara kekaisaran dan makhluk mistis. 47 Bila Naga diteliti lebih dalam lagi menurut suku bangsa yang ada akan banyak muncul bentukan-bentukan lain seperti buaya, kadal, babi, kuda, beruang, salamander, gajah, anjing, monyet, domba, ulat sutera, ngengat, siput, udang, kura-kura, cacing, trenggiling, awan, petir, pelangi, tornado, laut yang pasang surut, tanah longsor, fosil binatang purba, pepohonan, bunga, sungai, dan gunung. Semua yang terdapat di dalam dunia dapat memenuhi kapasitas untuk menjadi bentuk naga. Dari beberapa uraian diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat Tionghoa menjadikan makhluk mitologis ini sebagai salah satu panutan dalam 46 47 Zhu Li Li, Ibid Tian Bing E., The Origin of The Chinese Dragon Culture, Beijing, People Publishing Group, 2008, hal 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 kehidupan mereka. Naga merupakan penggambaran seluruh hewan yang ada di dunia, mulai dari hewan di langit, di laut, melata, berkaki empat serta kekuatan masing-masing dari setiap hewan ada pada bentuk naga. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Tionghoa memiliki beragam bentuk budaya yang menjadi satu dalam suatu Negara. Naga merupakan salah satu syarat pada bangunan-bangunan suci masyarakat Tionghoa, salah satunya adalah klenteng, karena naga merupakan perwujudan kaisar yang hadir di dalam bangunan-bangunan tersebut. Kekaisaran sudah lama hilang, namun masyarakat Tionghoa masih mempercayai bahwa naga merupakan penjelmaan dari kaisar mereka sehingga bentuk naga akan selalu hadir di dalam ruang lingkup kehidupan mereka. Selain sebagai simbol kekuasaan, manusia sejak dahulu selalu mencari suatu kekuatan yang ada diatasnya, dan percaya bahwa kekuatan itu dapat memberikan kebaikan dan keuntungan bagi diri mereka. Ketika kekuatan itu tidak dapat memberikan mereka kebaikan dan keberuntungan, maka manusia akan meninggalkan kekuatan itu. Naga merupakan suatu simbol dari kekuatan yang dapat memberikan kebaikan dan keberuntungan bagi umat manusia. Penggunaan naga tidak hanya dari segi arsitektur bangunan, tetapi juga digunakan dalam kreatifitas sebuah iklan, seperti dalam penelitian skripsi ini yang membahas tentang pemaknaan naga dalam iklan susu Bear Brand. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 2.9 Media Televisi sebagai Media Iklan Televisi memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis media periklanan lainnya yaitu daya jangkauan yang luas. Harga pesawat televisi yang semakin murah dan daya jangkau siaran yang semakin luas menyebabkan banyak orang sudah dapat menikmati siaran televisi. Daya jangkau siaran yang luas ini memungkinkan pemasar memperkenalkan dan mempromosikan produk barunya secara serentak dalam wilayah yang luas bahkan ke seluruh wilayah suatu negara. Kemampuan dalam menjangkau audiens dengan jumlah besar, maka televisi menjadi media ideal untuk mengiklankan produk konsumsi massal (mass-consumption products), yaitu barang-barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari misalnya makanan, minuan, perlengkapan mandi, pembersih, kosmetik, obat-obatan, dan sebagainya.48 Pembuatan iklan di televisi memiliki beberapa strategi dalam merancangnya yang mencakup: Strategi menetapkan audien sasaran Strategi menetapkan sasaran dan anggaran iklan televisi Strategi mencari keunggulan produk yang dipasarkan Merancang ide penjualan utama sebagai tema kampanye (strategi kreatif) 48 Strategi merancang daya tarik pesan iklan Morissan. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta, Kencana, 2010, Hal. 240 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 Strategi merancang gaya dalam mengeksekusi pesan iklan Strategi merancang kata, logo, dan simbol Strategi merancang naskah dan storyboard Strategi memproduksi iklan televisi Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, salah satu keuntungan utama periklanan melalui media televisi adalah kemampuannya dalam membangun citra. Iklan televisi mempunyai cakupan, jangkauan, dan repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan.49 Iklan merupakan media dimana terdapat banyak tanda-tanda, karena secara keseluruhan iklan ditampilkan dengan berbagai scene yang setiap elemen-elemennya terdapat tanda-tanda. Munculnya perubahan sikap dan perilaku yang terjadi merupakan akibat adanya interaksi antara pemirsa dengan iklan televisi yang menyajikan tanda-tanda dalam adegan demi adegan yang dapat memberikan makna bagi penontonnya. Interaksi terjadi karena iklan televisi telah menjadi sosok yang berperan melakukan stimulus kepada pemirsanya. Stimulus yang diberikan oleh iklan televisi telah menimbulkan reaksi bagi khalayak sasaran (bisa positif, atau negatif). Terdapat enam stimulasi iklan di televisi yang dijelaskan berikut ini: 1. Voice (Suara) Voice adalah kata-kata yang terdengar, maksudnya adalah karakter dan penekanan suara didukung dengan gaya penyampaian dalam kata-kata yang 49 M. Suyanto, Strategi Perancangan Iklan Televisi Perusahaan Top Dunia, Yogyakarta, ANDI, 2005, hal 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 54 terdengar, merupakan elemen iklan yang penting, karena mengandung arti emosional dan dapat menimbulkan pesan-pesan dalam pemikiran pemirsa. 2. Music (Musik) Music adalah alunan lagu yang berirama, baik dari suara manusia maupun dari alat-alat. Musik dapat berupa jingle (bunyi-bunyian) atau musik latar belakang. 3. Words atau Seenword (Kata-kata yang Terlihat) Words (Seenword) atau kata-kata yang terlihat berbentuk tulisan, yang dapat dibaca, diingat, dan akan melekat dalam ingatan pemirsa, sehingga mampu mendukung manfaat produk yang diiklankan. 4. Picture (Gambar) Picture adalah tampakan dalam suatu tayangan iklan yang dilihat pemirsa atau masyarakat, yang meliputi objek figur, lokasi, dan latar belakang yang dipakai. 5. Colour (Warna) Colour, yang dimaksud adalah komposisi warna dan keserasian warna dari gambar dan tulisan, termasuk pengaturan cahaya yang terdapat dalam tayangan iklan. 6. Movements (Gerakan) Movements adalah adegan yang disajikan dalam tayangan iklan, yang digunakan dengan tujuan memperjelas maksud dari iklan tersebut, sesuai dengan suara dan irama atau lagu yang diperdengarkan. http://digilib.mercubuana.ac.id/