BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pola asupan gizi secara umum telah menuju kondisi yang semakin memburuk. Di satu sisi belahan dunia terjadi masalah gizi berupa kelaparan dan kekurangan asupan gizi yang semakin menghawatirkan seperti di benua Afrika, sedangkan di belahan bumi yang lain pola makan yang berlebihan dan tidak sehat menjadi gaya hidup seperti konsumsi makanan tinggi kalori tetapi sangat rendah serat. Masalah gizi yang umum melanda negara berkembang seperti Indonesia adalah malnutrisi. Malnutrisi merupakan kesalahan pangan terutama dalam ketidakseimbangan komposisi nutrisi. Malnutrisi terbagi menjadi dua macam yaitu gizi lebih dan gizi kurang. Gizi lebih merupakan susunan hidangan yang mungkin seimbang tetapi kuantitas nutrisi yang dikonsumsi melebihi apa yang diperlukan oleh tubuh. Gizi kurang merupakan nutrisi harian yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi (Sediaoetama, 2010). Gizi kurang lebih banyak menjadi sorotan karena penderitanya akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan tubuh bahkan kematian. Gizi kurang digolongkan menjadi 2 yaitu gizi buruk dan gizi kurang (Anonim, 2013). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2015, gangguan gizi masih ditemukan dengan total sebesar 18,7%, yang terdiri dari 3,8% gizi buruk dan 14,9% gizi kurang. Indikasi gizi buruk dan gizi kurang adalah keadaan kurang energi protein (KEP) akibat kekurangan asupan protein. Kekurangan asupan protein dapat dikarenakan rendahnya jumlah konsumsi protein dan kualitas protein yang dikonsumsi (Anonim, 2015). Salah satu pemecahan masalah untuk mengatasi malnutrisi terutama kekurangan energi protein adalah fortifikasi pangan. Fortifikasi merupakan proses penambahan zat gizi makro atau mikro pada makanan yang dikonsumsi sehari-hari agar kualitasnya meningkat sehingga mencukupi angka kebutuhan gizi harian. Fortifikasi dapat berupa penambahan zat gizi yang memang tidak terdapat dalam bahan makanan atau meskipun ada, secara kuantitas sangat sedikit jumlahnya dan 1 2 tidak mencukupi ketentuan. Penambahan zat gizi dalam lingkup kimia diartikan sebagai penambahan senyawa seperti asam amino esensial, asam lemak, vitamin atau zat anorganik seperti mineral-mineral. Zat yang ditambahkan dikenal sebagai fortificant sedangkan zat pembawa dikenal sebagai vehicle (Helmyati, 2014). Fokus penelitian fortifikasi yang sedang berkembang saat ini yakni menemukan bahan fortifikasi asam amino esensial untuk memerangi defisiensi protein. Kriteria terpenting dalam pemilihan bahan fortifikasi alternatif adalah sumber bahan tersebut berasal dari material yang tak termanfaatkan seperti hasil samping suatu proses produksi dan memiliki nilai guna yang rendah. Biji merupakan bagian terpenting dalam regenerasi tumbuhan dan di dalamnya terdapat metabolit primer yang mengandung unsur nitrogen berupa protein maupun nonprotein. Contoh penelitian dalam bidang fortifikasi yang telah berhasil meningkatkan kadar protein suatu makanan adalah biji jambu yang dimanfaatkan sebagai bahan fortifikasi dalam pembuatan roti (Perez-Rocha dkk., 2015) dan biji semangka sebagai bahan fortifikasi dalam pembuatan biskuit (Wani dkk., 2015). Salah satu contoh biji-bijian yang dapat dimanfaatkan adalah biji buah pepaya. Buah pepaya adalah salah satu jenis tumbuhan dari famili Caricaceae yang merupakan sumber protein nabati berkualitas tinggi. Menurut Pangesti dkk. (2013) kandungan protein kasar pada biji pepaya sebesar 19,1%. Berdasarkan data Pusat Statistik tercatat pada tahun 2010 produksi pepaya di Indonesia sebanyak 675 ribu ton dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 955 ribu ton. Produksi buah pepaya dari tahun ke tahun meningkat dan angka ini kemungkinan akan terus bertambah dari tahun ke tahun karena budidaya buah pepaya yang mudah dan sangat cocok dengan iklim di Indonesia (Pangesti dkk., 2013). Penambahan jumlah produksi buah pepaya sejalan dengan jumlah limbah biji pepaya yang dihasilkan. Sampai saat ini, limbah biji pepaya belum banyak dimanfaatkan masyarakat atau dapat dikatakan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan kandungan biji pepaya sebagai sumber nutrisi bahan pangan masih rendah. Hal ini merupakan peluang yang sangat potensial bagi pengembangan teknologi pangan untuk memanfaatkan biji pepaya yang kaya 3 nutrisi untuk menghasilkan produk olahan yang berkualitas cukup tinggi bagi jenisjenis makanan yang banyak digemari oleh masyarakat luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kandungan gizi biji pepaya (Carica papaya L.) sebagai alternatif sumber protein baru yang potensial dan dapat digunakan sebagai bahan fortifikasi pangan. Pengambilan protein sebagai potensi fortifikasi dalam suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan metode fraksinasi. Jika penelitian ini dapat diaplikasi secara menyeluruh dalam bidang pangan, fortifikasi dapat meningkatkan kualitas pangan yang artinya good food, good life untuk memerangi gizi kurang demi mencerdaskan generasi bangsa. Selain itu, nilai guna biji pepaya akan meningkat dan meningkatkan pendapatan para petani buah pepaya maupun unit kecil menengah pengolah buah tersebut. I.2 Tujuan Penelitian 1. Melakukan ekstraksi protein biji pepaya dalam suasana basa dan fraksinasi isolat protein; 2. Mengetahui komposisi asam amino yang terkandung dalam fraksi protein pI 5 dan 8 biji pepaya; 3. Mempelajari potensi fraksi-fraksi protein biji pepaya sebagai bahan fortifikasi pangan. I.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat seperti: 1. Meningkatkan pemanfaatan dan nilai ekonomi biji pepaya. 2. Memberikan sumber informasi baru terkait asam amino biji pepaya yang dapat dipergunakan dalam fortifikasi makanan. 3. Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang kimia serta aplikasinya. 4