II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Karet Menurut Nazarudin (1992) tanaman karet secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbioceana, Genus : Havea, Spesies Havea brasiliensis. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau, apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah, biasanya tanaman karet mempunyai jadwal kerontokan daun pada setiap musim kemarau (Ferry, 1992). Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun, panjang tangkai daun utama 3-20 cm dan padang ujungnya terdapat kelenjer, biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet, anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing tepinya rata dan gundul, tidak tajam. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masingmasing ruang terbentuk setengah bola, bila buah sudah masak maka akan pecan dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara aiami. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah, ukuranya biji besar dengan kulit keras, warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yanh khas, biji karet sangat berbahaya karna mengandung racun, akar karet merupakan akar tungang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh besar dan tinggi (Ajeng Wulandari, 2005:10). Junaidi (2008) karet cukup baik dikembangankan di daerah lahan kering beriklim basah. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya, yaitu: dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur, yang pada umumnya terdapat pada daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi lahan kritis. Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi yang tinggi pada kondisi tanah dan iklim sebagai berikut: 1. Di dataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m di atas permukaan laut, suhu optimal 280 °C. 2. Jenis tanah mulai dari vulkanis muda, tua dan aluvial sampai tanah gam but dengan drainase dan aerase yang baik, tidak tergenang air. pH tanah bervariasi dari 3,0-8,0. Curah hujan 2000 - 4000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari. 2.2 Tanah Tanaman karet tergantung pada tanah untuk bertahan hidup. Tanah mempunyai sifat fisik, biologi dan kimia. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut kedalaman 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH kecil 3,0 dan besarpH 8,0. Chairil (2001) menyatakan lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Tanaman karet bisa tumbuh pada gambut dimana tanah gam but merupakan tanah yang tersusun dari bahan organik, baik ketebaian lebih dari 45 cm ataupun terdapat secara berlapis bersama tanah mineral pada ketebaian penampang 80 cm serta mempunyai tebal lapisan bahan organik lebih dari 50 cm. (Suhardjo, 1993). Menurut klasifikasi tanah (soil taksonomi ) gambut dikelompokan dalam ordo Histosoi atau Organosoi yang berbeda dengan jenis tanah umumnya. Gambut sebagai material organik yang tertimbun secara alami dalam kondisi lingkungan yang anaerob yang dapat menghambat aktivitas mikroorganisme perombak dan menyebabkan proses dekomposisi terhambat sehingga penumpukan bahan organik lebih besar dari mineralisasi (Hardjowigeno,1993). Menurut Noor (2001) berdasarkan tinggkat kematanganya,gambut dibedakan menjadi: 1. Fibrik adalah gambut yang tergolong yang dicirikan dengan banyaknya kandungan bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih dapat dilihat keadaan aslinya dengan ukuran beragam, diameter antara 0,15 mm sampai 200 mm. Gambut fibrik dapat ditemukan pada lapisan paling bawah di lahan gambut. 2. Hemik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan bersifat setengah matang ( antara fibrik dan saprik). 3. Saprik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan sangat lanjut dan bersifat matang. Gambut saprik terdapat pada iapisan atas di lahan gambut. . Tingkat kematangan tanah gambut menentukan sifat kimia dan kesuburan selain ditentukan oleh ketebalan lapisan gambut, keadaan tanah mineral yang berada di bawah lapisan gambut serta kualitas dari air yang mengenanginya (Widjaja,1997). Permasalahan pengunaan tanah gambut untuk budidaya tanaman karet adalah tanah gambut berasal dari hasil akumulasi bahan organik, proses pembentukannya tidak dipengaruhi oleh iklim dan terbentuk dalam suasana tegenang air atau berupa rawa. Keadaan demikian menjadi utama dari tanah gambut untuk diusahakan menjadi perkebunaan karet (Sihotang dan lstianto,1990). 10