bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam manajemen periklanan, terdapat tiga pemain yang saling
bersinergi. Pertama adalah pengiklan, kedua adalah biro iklan, dan yang ketiga
adalah media iklan. Ketiganya memiliki peran dan fungsinya masing-masing
dalam alur manajemen periklanan. Pengiklan adalah pihak yang membutuhkan
iklan sebagai bentuk promosi, biro iklan merupakan pihak yang membuat
materi iklan dan bentuk komunikasinya, dan media adalah tempat pemasangan
iklan tersebut. Dari ketiga komponen itu, media merupakan komponen
strategis dari keseluruahan proses dalam manajemen peiklanan. Dikatakan
strategis karena media berperan sebagai jembatan penghubung bagi iklan dan
juga target konsumennya. Media akan membantu keseluruhan proses dalam
manajemen periklanan untuk berbicara kepada target konsumen yang dituju
oleh pengiklan. Itulah mengapa pemilihan media iklan dalam proses
manajemen periklanan adalah hal serius yang harus dipikirkan, karena setelah
memetakan dengan baik siapa target konsumen dan juga membuat iklan yang
sesuai dengan produknya, maka langkah selanjutnya adalah menempatkan
iklan pada media yang sesuai agar keseluruhan pesannya dapat dipahami
secara utuh.
Pemilihan media iklan didasari oleh beragam pertimbangan, mulai dari
sifat media hingga penyesuaian pola penggunaan media yang dirasa tepat oleh
pengiklan atau biro iklan. Secara garis besar penggolongan media terbagi
menjadi dua golongan, yakni media below the line atau media lini bawah, dan
juga media above the line atau media lini atas. Namun dengan semakin banyak
bentuk teknologi komunikasi baru yang bermunculan, ditambah dengan pola
penggunaan media oleh audiens yang semakin kompleks, penggolongan
media iklan tak lagi sebatas media above the line atau below the line. Dengan
alasan itulah kini media mulai menyesuaikan diri dengan pola baru
1 2 penggunaan media oleh audiens dan melakukan banyak transformasi. Salah
satu media yang kemudian melakukan transformasi cukup signifikan adalah
media radio.
Melihat sejarahnya, radio pernah menjadi media yang menarik bagi
banyak produk untuk beriklan. Pada tahun 1920-an, radio adalah media iklan
yang kuat dan menjadikan para pengiklan berlomba memasang iklan dalam
siaran radio. Pada saat itu, radio memang menjadi media yang banyak diminati
oleh pengiklan. Puncak dari banyaknya iklan radio di dunia terjadi pada tahun
1926, ketika RCA (Radio Corporate of America) membeli jaringan radio
seperti AT&T, termasuk WEAF di New Jersey dan mendirikan Perusahaan
Siaran Nasional. Saat itu radio menjadi magnet tak hanya bagi seluruh
masyarakat Amerika tapi juga bagi seluruh masyarakat dunia sehingga
menjadikan radio sebagai media iklan paling potensial.
Mengamati penggunaan radio sebagai media iklan di dunia yang begitu
luar biasa menggeliat, membuat Indonesia tak ingin kalah langkah. Siaran
radio yang saat itu berfungsi hanya sebagai media untuk mendapatkan
informasi, mulai memberanikan diri sebagai media komersil yang memutarkan
iklan. Dari yang hanya radio darurat, kemudian pembentukan RRI (Radio
Republik Indonesia), dan setelah itu radio-radio swastapun banyak
bermunculan. Bahkan hingga saat ini secara statistikpun, setiap tahunnya
permohonan radio baru semakin bertambah. Dalam lingkup nasional ada
sekitar 2.590 pemohon baru radio pada 2010 dari sebelumnya hanya 1.116
radio existing (Sutrisno: 2013). Namun demikian, walaupun permohonan
pembentukan radio meningkat, data menunjukkan bahwa jumlah pendengar
(radio reach/radio listeners) radio justru cenderung menurun.
Dari data AC Nielsen 2007 dan PRSSNI 2010 di peroleh gambaran
penurunan jumlah pendengar radio seperti dapat dilihat pada tabel di bawah:
3 Tabel 1.1. Jumlah Pendengar Radio
No.
Tahun
Radio Reach (%)
1.
2004
70
2.
2005
67
3.
2006
61
4.
2007
56
5.
2010
37
Sumber: Arifin, 2011
Data ini diambil di kota-kota besar yang menjadi sampel AC Nielsen,
yaitu Jakarta, Medan, Makasar, Surabaya, Semarang, Bandung dan termasuk
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari data tersebut diketahui pula bahwa Time
Listening radio rata-rata 3 jam perhari.
Pola konsumsi media radio pun semakin berubah, Broadcasting Board
of Governors, sebuah badan yang menaungi lembaga-lembaga penyiaran
internasional milik Amerika dan perusahaan riset Gallup melakukan riset
secara nasional di bulan Juli-Agustus 2012 pada 3000 penduduk Indonesia
usia 15 tahun keatas. Riset tersebut dilakukan untuk mengetahui pola
konsumsi media di Indonesia. Dari penelitian itu, pada 2012, hanya sebesar
24% penduduk Indonesia yang mendengarkan radio untuk mendapatkan
berita. Riset tersebut memperlihatkan adanya pergeseran penggunaan media
oleh masyarakat Indonesia secara umumnya. Radio tidak lagi ditempatkan
sebagai media primer untuk mendapatkan informasi. Kini semuanya beralih ke
televisi dan internet. Riset tersebut juga mengungkap bahwa 20,6% atau 1 dari
5 orang Indonesia menggunakan internet dalam 1 minggu terakhir. Hampir
semua (96,2%) pengguna internet di Indonesia menggunakan jejaring sosial
dan 72% menggunakan internet untuk mencari berita terakhir. Hal ini terjadi
tidak hanya di perkotaan, namun sudah menjangkau hingga pelosok daerah.
Kepemilikan telpon selular yang makin merata, berperan banyak dalam
4 meningkatkan penggunaan internet di Indonesia. Hal ini mengakibatkan radio
tidak lagi dijadikan sebagai media primer untuk mendapatkan informasi.
Adanya
konvensional
media
baru
menimbulkan
yang
dampak
menyeruak
pada
diantara
perubahaan
media-media
pola
perilaku
penggunaan media terutama radio di Indonesia. Hal ini berimbas nyata pada
radio yang tak lagi menjadi media potensial dalam pemasangan iklan. Dari
data ADEX (Advertising Expenditure)1 di Indonesia masih menempatkan
radio pada posisi yang memprihatinkan. Bahkan belanja iklan radio (Radio
Advertising Expenditure) di Indonesiapun masih sangat rendah untuk tahun
2012. Belanja iklan radio memiliki prosentase yang semakin menurun, meski
belanja iklan nasional terus meningkat (sekitar 700 M dari 60 T belanja iklan
2010).
Gambar 1.1. Trend Radio Belanja Iklan Radio (RADEX) Terhadap ADEX
Bahkan, ARB (Arbitron) sebuah perusahaan riset di Amerika Serikat
menyatakan bahwa bisnis radio akan terus menurun dan baru akan tumbuh
positif di tahun 2012. Riset tersebut juga menegaskan jika pertumbuhan
industri radio ini akan banyak ditopang oleh perkembangan teknologi dan life
1
Radex adalah kemampuan pengiklan untuk belanja iklan di Media. Dalam situs
http://www.qfinance.com/dictionary/advertising-expenditure dijelaskan bahwa “the amount
spent by an organization on advertising, usually per year. Advertising expenditure is analyzed
by breaking it down into the main advertising channels used by companies, such as newspapers,
magazines, television, radio, movie theaters, and outdoor advertising. Expenditure can show the
total spending nationally, by sector, or by type and size of company, or may relate to one
company's spend on advertising, including the proportion spent on specific brands”
5 style internet dunia. Riset tersebut menjelaskan bahwa di Amerika jumlah
pengakses internet radio dan podcast tumbuh pesat secara eksponensial, pada
saat ini industri radio siaran di US dapat mempertahankan RADEX pada
kisaran 7% ADEX.
Hasil riset tersebut juga menunjukan bahwa munculnya media baru
menimbulkan perubahan pada pola penggunaan media oleh audiens yang ada
di Indonesia. Untuk itu, jika masih ingin mempertahankan diri sebagai media
iklan, maka radio harus mulai bersinergi dengan media baru agar dapat
mempertahankan audiensnya dan juga pemasukan iklannya.
Melihat perubahan kondisi seperti itu, radio mulai berbenah dan
melakukan tranformasi dengan mengadaptasi teknologi yang mampu
menggabungkan antara radio konvensional dan juga media baru. Teknologi
tersebut menjadikan radio tak lagi sekedar sebagai media yang hanya dapat
digunakan secara konvensional dalam arti hanya dapat memutar frekuensi
tertentu pada radio untuk mendengarkan siaran radio namun lebih dari itu kini
radio telah bertransformasi menjadi radio 2.0.
Radio 2.0 hadir sebagai bentuk transformasi media radio yang
menggabungkan antara radio konvensional dengan media baru. Menurut
Dewdney and Ride (2006: 8 & 20), definisi media baru (new media) secara
eksklusif merujuk kepada teknologi komputer yang menekankan bentuk dan
konteks budaya yang mana teknologi digunakan. Sementara digital media
merupakan kecenderungan kepada kebebasan teknologi itu sendiri sebagai
karakteristik sebuah medium. Media baru hadir memberi alternatif kepada
audiens dalam mencari sumber-sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan
informasinya serta merupakan terminologi yang tepat untuk menggambarkan
kondisi dimana segala bentuk teknologi hampir berbentuk digital dan internet
yang memegang peranan penting dalam teknologi radio 2.0
Kadava dalam Joyce (2010:105-109) merinci kemampuan media baru
untuk penyebaran informasi dan melaporkan peristiwa, meliputi: menyiapkan
sebuah website untuk promosi atau organisasi, meluncurkan website untuk
aktivitas tertentu, mempekerjakan media program alternatif (misalnya,
6 Indymedia); penggunaan blogging, micro-blogging, video, dan sistem operasi
berbagi foto (misalnya, Twitter, Blogger, YouTube, Flickr); membuat
informasi tentang konten internet berupa video, foto atau link yang dapat
diakses oleh publik melalui email dan jejaring sosial (misalnya, MySpace,
Facebook) (Mary Joyce 2010:102).
Keberadaan jejaring sosial Facebook dan Twitter yang merupakan
bagian dari media sosial dapat memberikan fasilitas komunikasi yang cepat
dan murah baik untuk kepentingan bisnis dan sosial. Dengan demikian,
implementasi radio 2.0 ini membutuhkan kerjasama yang baik antara
komponen-komponen didalamnya seperti media baru, teknologi komunikasi
dan juga radio konvensional. Munculnya radio 2.0 ini memberikan angin segar
ditengah lesunya industri iklan dalam media radio terutama bagi stasiun radio
lokal, termasuk Yogyakarta.
Di Yogyakarta, perkembangan radio dinilai cukup pesat. Tahun 2005
saja, terdapat 47 stasiun radio di Yogyakarta dengan berbagai macam
segmentasi (Ispandriarno, Skripsi, 2005:15). Walau demikian, belum banyak
stasiun radio di Yogyakarta yang paham akan kondisi media radio saat ini dan
lantas menjadikan radionya sebagai radio 2.0.
Dari sekian banyak stasiun radio yang di Yogyakarta terdapat dua
pionir stasiun radio lokal yang hingga kini masih bermain dalam ranah media
radio. Stasiun radio tersebut adalah radio Unisi dan juga Geronimo FM.
Kedua stasiun radio tersebut memiliki perbedaan yang cukup unik. Geronimo
FM merupakan radio yang telah mengudara sejak tahun 1968 dan hingga hari
ini tetap konsisten dengan segmentasi anak muda serta format radio Top 40.
Berbeda dengan radio Unisi, yang justru telah beberapa kali merubah
segmentasi pendengarnya serta format radionya. Mulai dari radio dengan
segmen dewasa dengan format radio news hingga kini radio Unisi merubah
segmentasi menjadi segmentasi anak muda dengan format lagu Top 40.
Perubahan ini dimulai pada tahun 2010 hingga kini. Besar dan telah memiliki
nama sebagai radio berita, membuat radio Unisi masih meraba-raba pada
target audiens dengan segementasi anak muda. Menariknya, perubahan radio
7 Unisi menjadi radio anak muda ini dilatar belakangi oleh faktor iklan yang
semakin menurun. Hingga tak lama setelah merubah segmenatasi pendengar
dan format radionya, kemudian di pertengahan tahun 2012, radio Unisi mulai
mempelajari tentang radio 2.0 dan mulai mengimplamentasikannya. Sebagai
pinonir stasiun radio di Yogyakarta dan alasan perubahan radio Unisi menjadi
radio 2.0 berdasarkan karena faktor iklan atau finansial menjadikan radio
Unisi sebagai media yang menarik untuk diteliti terkait dengan manajemen
periklanan dalam radio 2.0.
Kedudukan radio Unisi sebagai sebuah media iklan yang kini telah
mejadi radio 2.0 tentu akan mengalami perubahan. Bentuk perubahan paling
sederhana yang kini dirasakan adalah radio Unisi dapat diperdengarkan kapan
saja, dimana saja, selama terhubung dengan internet, sehingga iklan yang
dipasang dapat didengarkan dengan audiens yang lebih luas lagi. Dengan
demikian, iklan tak lagi dipandang sesederhana ketika radio Unisi masih
menjadi radio konvensional yang hanya dapat didengarkan pada frekuensi
tertentu saja. Terlebih dengan media baru yang menjadi kekuatan dalam radio
2.0, tentu radio Unisi harus mampu menjadikan dirinya kembali sebagai media
iklan yang potensial. Lantas bagaimana radio Unisi mengoptimalkan media
barunya? Media baru apa yang digunakan oleh radio Unisi? Bagaimana iklan
diproduksi didalam radio 2.0? Dan bagaimana peran radio Unisi sebagai
media iklan dalam konteks manajemen periklanan setelah bertransformasi
menjadi radio 2.0?
Radio belum mati dan penelitian ini akan membahas secara mendalam
mengenai implementasi media iklan dalam era radio 2.0 di radio Unisi
Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah diatas, dapat
dirumuskan suatu permasalahan:
Bagaimana implementasi radio 2.0 sebagai media iklan yang dilakukan
di radio Unisi Yogyakarta?
8 C. Batasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada peran radio sebagai media iklan yang
kini telah mengalami perubahan dengan hadirnya media baru. Untuk itu,
penelitian ini akan dibatasi pada apa yang dilakukan radio 2.0 di radio Unisi
sebagai media iklan. Termasuk didalamnya mengenai peran media baru,
produksi iklan, hingga implementasi manajemen iklan yang dilaksanakan oleh
radio Unisi.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui manajemen serta produksi iklan di radio Unisi yang
telah bertranformasi menjadi radio 2.0
2. Untuk mengetahui potensi media baru dalam radio sebagai media iklan
3. Untuk mengetahui prospek media radio sebagai media iklan
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua
pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara akademis
maupun secara praktis:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini akan menjadi referensi yang
bermanfaat bagi penelitan sejenis dan dapat memberi kontribusi bagi
pengembangan ilmu komunikasi, khususnya di bidang periklanan yang
berkaitan dengan konsumsi media dan penggunaan media iklan.
2. Manfaat Praktis
a. Secara praktis, penelitian ini akan memberikan gambaran terhadap
pola penggunaan media radio yang telah bergeser dan produksi iklan di
radio yang telah mengalami perubahan.
b. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi biro iklan, pengiklan, dan
stasiun radio untuk dapat mengetahui mengenai radio 2.0 sebagai
media iklan.
9 c. Sebagai referensi untuk semua pihak mengenai manajemen periklanan
di radio 2.0.
F. Kerangka Pemikiran
Pada penjelasan sub bab ini merupakan kerangka berpikir peneliti
mengenai media iklan dalam radio 2.0. Peneliti dihadapkan dengan beberapa
kata kunci yang menjadi acuan dalam pemikiran penelitian ini seperti media
baru yang mendukung radio 2.0, radio 2.0, dan manajemen iklan.
1. Media Baru
Media baru (new media) merupakan simplifikasi terhadap bentuk
media di luar lima media massa besar konvensional, televisi, radio,
majalah, koran, dan film. Diperkenalkan mulai tahun 1990-an, istilah
media baru (new media) pada awalnya mengandung arti negletik
(penolakan)’ media baru bukan media massa, terutama televisi. Sidaf
media baru adalah cair (fluids), kobektivitas individual, dan menjadi
sarana untuk membagi peran kontrol dan kebebasan (Chun, 2006: 1, dalam
Anshori, 2010).
Martin Lister dan Jon Dovey
(2009: 13) menjelaskan definisi
media baru melingkupi:
a. New textial experience. Jenis-jenis baru genre dan format teks,
hiburan, pola, dan kenikmatan dalam mengkonsumsi media.
b. New way of representating the world. Media yang tak mudah
didefinisikan, tetapi mampu memberi pengalaman dan kemungkinan
yang representative.
c. New relationship between subjects (user and consumer) and media
technologies. Perubahan dalam menggunakan dan meresepsi citra dan
media komunikasi dalam kehidupan sehari-hari yang terinvestasikan
dalam teknologi media.
d. New experience of the relationship between embodiment, identity, and
community. Pergeseran dalam pengalaman pribadi dan sosial mengenai
10 waktu, ruang dan tempat (baik lokal maupun global) mempengaruhi
pengalaman kita dalam dunia.
e. New conceptions of the biological body’s relationship to technological
media. Tantangan untuk memahami konsep real dan virtual. Manusia
dan artificial nature dan sebagainya.
f. New patterns of communication and production. Penyusunan ulang
dan integrasi dalam
budaya media, ekonomi, industri, akses,
kepemilikan, dan regulasi secara lebih luas.
Menurut Jenkins (2000: 2), membagi konvergensi dalam empat
jenis yakni: konvergensi teknologi, konvergensi ekonomi, konvergensi
sosial (organik), serta konvergensi budaya dan global.
a. Konvergensi teknologi: merupakan proses penggabungan secara digital
berbagai bentuk isi media. Jika teks, image Icitra) dan suara telah
diubah menjadi bentuk byte, maka dapat mengkompilasi menjadi satu
dan mengirimkannya dengan berbagai platform.
b. Konvergensi ekonomi berhubungan dengan integrasi industri hiburan.
Konvergensi ekonomi merupakan bentuk baru konglomerasi media,
dimana satu perusahaan dapat bergerak di bidang film, televisi, news
online provider, buku, dan lain sebagainya.
c. Konvergensi sosial adalah perilaku dan strategi dari konsumen atau
khalayak yang dapat menjalankan aktivitas atau menyelesaikan
beberapa pekerjaan sekaligus.
d. Konvergensi budaya merupakan persilangan dari berbagai teknologi
media, industri dan konsumen. Konvergensi media telah mendorong
partisipasi dan perkembangan budaya populer, menghubungkan antara
konsumen dengan industri media serta memunculkan berbagai bentuk
informasi berbiaya rendah. Konvergensi budaya juga mendorong
terjadinya penggunaan multimedia dalam produksi kreatif dan
jurnalistik.
Media baru (new media) merujuk pada perkembangan teknologi
digital, tetapi media baru sendiri tidak serta merta berarti media digital.
11 Video, teks, gambar, grafik yang diubah menjadi data-data digital
berbentuk byte, hanya merujuk pada sisi teknologi multimedia, salah satu
dari tiga unsur dalam media baru, selain ciri interaktif dan intertekstual.
Berbicara mengenai media baru, maka tak bisa dipisahkan dengan
keberadaan ineternet. Internet merupakan jaringan antarkomputer “put
simply internet is an almost global network connecting millions of
computers. Using a number of egreed format (know as protocol), users are
able to transfer data (or file), from one computer to the next” (Thurlow,
2009: 28).
Namun secara kultural, thurlow dkk (2009) menjelaskan internet
sebagai transformasi kulutural dan sosial yang dibawa oleh computer dan
lebih tepatnya internet. Lebih dari itu, aspek ini berfokus pada interaksi
sosial seperti bagaimana identitas, hubungan komunitas, dipengaruhi atau
berubah karena internet.
Pada dasarnya, media, baik media baru maupun konvensional
memang telah berperan dalam perubahan sosial masyarakat, bahkan
hingga perubahan budaya. Seperti dijelaskan oleh Roger (1986),
perbedaan secara signifikan dari media lama dan baru terletak pada
kesempatan pengguna untuk berinteraksi (lihat gambar).
Low Press, radio, TV, film, etc Degree of interactivity teletext High Computer communication via video teletext, computer, bulletin boards, electronic messaging systems, computer teleconferencing, interactive cable TV, etc Gambar 1.2. Perbedaan media lama dan media baru
12 Bagan diatas menunjukan bagaimana tingkat interaksi antara media
baru dan media lama sangat berbeda. Interaktivitas adalah kemampuan
dari sistem komunikasi baru (biasanya computer menjadi salah satu
komponen) untuk menjawab pengguna lain, hampir seperti partisipasi
individu dalam suatu percakapan (Rogers, 1986: 34). Media massa baik
surat kabar, radio, televisi, dan film realtif memiliki tingkat interaktivitas
yang jauh lebih rendah, walaupun tidak nol. Dearajat interaktivitas tidak
hanya bergantung pada teknologi komunikasi, seperti yang ditujukan oleh
bagan diatas, tapi juga bagaimana teknologi digunakan dalam situasi
tertentu.
Pavlik (1996:2) menjelaskan bahwa akibat dari digitalisasi
teknologi yang merupakan bentukan dari media baru sangat nyata dalan
merubah berbagai bentuk komunikasi manusia. Pavlik menjelaskan secara
teknis media baru memiliki fungsi dalam produksi, distribusi, display, dan
penyimpanan. Hal yang menarik adalah dalam media baru proses ini
berlangsung dengan cepat dan terus berputar, sebab media baru memberi
kemungkinan interaksi untuk berlangsung terus menerus.
Dari beberapa contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
baru dalam memandang fungsi produksi, distribus, display, dan
penyimpanan yang dikemukakan oelh Pavlik (1996) sampai pada pada
satu kesimpulan bahwa bagaimanapun dunia komunikasi multimedia jauh
melampaui komunikasi, dan akibat dan teknologi digital sangat nyata
dalam merubah semua bentuk komunikasi antar manusia.
2. Radio 2.0
Menurut Nuryanto (2012: 38) Radio 2.0 adalah sebuah inovasi yang
merupakan embrio dari RISE (Radio Broadcasting Intergrated System).
Radio 2.0 juga merupakan teknologi terpadu untuk pengelolaan industri
radio.
13 Indikator bahwa sebuah radio telah menggunakan teknologi radio 2.0
adalah:
a. Dynamics live streaming, fitur ini membuat operasi penyiaran radio
menjadi lebih dinamis
b. Systemic podcast streaming, fitur ini memudahkan para pendengar
menemukan dan memilih hasil produksi dari sebuah radio secara lebih
mudah
c. StayTune social marketing, fitur ini memudahkan berbagai pihak
melakukan promosi hasil produksi semi siaran radio kepada teman dan
relasinya dengan cara mengunggah atau mempublih di berbagai media
sosial
d. Multi Request Intergration, fitur ini memudahkan proses interaksi
dengan pendengar tanpa repot-repot harus membuka berbagai macam
aplikasi.
e. Listen Everywhere, Broadcast Anywhere, fitur ini memungkinkan
setiap orang bisa mendengarkan radio tidak harus menggunakan rdaio.
Siaran radio dapat diakses melalui berbagai macam gadget sehingga
bisa didengarkan kapanpun, dimanapun
f. Radio on App Market, fitur ini menjadikan aplikasi radio dapat diunduh
melalui market aplikasi seperti android ataupun OS
g. Strengthening Core Business, Leveraging New Business Oppurtunity,
fitur ini memungkinkan penguatan bisnis yang ada, baik secara on air
maupun off air
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa radio 2.0 adalah radio
yang menggabungkan antara radio konvensional dan media baru. Iklan
yang hadir didalamnya akan bersentuhan dengan media baru yang dimiliki
radio tersebut. Kegiatan ekonomi di daerah membutuhkan media
periklanan yang efektif dan bisa menjalar tanpa batas. Media periklanan
itu bisa diwujudkan antara lain melalui sinergi antara radio siaran, internet
dan jejaring sosial. Radio siaran yang tersebar di seluruh daerah bisa
mengambil peran sebagai media periklanan daerah atau local advertising
14 dengan metode yang canggih, efektif, dan tanpa batas. Caranya, mereka
harus terlebih dahulu mentransformasikan model bisnisnya dengan sistem
radio 2.0. radio 2.0 yakni sistem radio yang tata kelolanya berbasis internet
dan aditif dengan jejaring sosial yang ada (Nuryanto, 2012: 19)
3. Manajemen periklanan
Untuk mengetahui konsep manajemen periklanan secara lebih
mendalam, perlu adanya pemahaman konsep mengenai manajemen itu
sendiri. Manajemen berasal dari bahasa italia “maneggiare” yang kurang
lebih berarti menangani (to handle). Dalam bahasa Latin, kata yang
pengertiannya hampir sama yaitu “manus” yang artinya tangan atau
menangani. Jadi kata manajemen pada dasarnya adalah menangani atau
mengelola.
McFarland (1979), dalam kehidupan sehari-hari kata manajemen
dapat digunakan dalam empat pengertian yang berbeda. Pertama,
“manajemen dipahami sebagai proses-proses pengorganisasian, yaitu:
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
penggitan,
dan
pengevaluasian. Kedua kata “manajemen” juga berarti karier atau
pekerjaan. Ketiga, kata “manajemen” juga dapat diartikan sebagai
kelompok orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sebuah
organisasi. Dalam hal ini manajemen diartikan sebagai pimpinan dalam
perusahaan,
yang
mengatur
jalannya
organisasi.
Keempat,
kata
“manajemen” dapat juga berarti sebagai ilmu/ seni tentang perencanaan
pelaksanaan dan pengevaluasian
Sedangkan arti kata periklanan menurut menurut Kotler (2002:658),
periklanan didefinisikan sebagai bentuk penyajian dan promosi ide, barang
atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan
pembayaran.
Menurut Rhenald Kasali (1992:21), secara sederhana iklan
didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang
ditujukan oleh suatu masyarakat lewat suatu media. Namun demikian,
15 untuk membedakannya dengan pengumuman biasa, iklan lebih diarahkan
untuk membujuk orang supaya membeli.
Untuk merangkum menjadi sebuah definisi yang tepat mengenai
manajemen periklanan, menurut Rhenald Kasali (1992:18), Pengertian
manajemen periklanan meliputi suatu sistem yang terdiri dari berbagai
organisasi atau lembaga yang saling berinteraksi dan menjalankan peranan
yang saling berbeda dalam proses periklanan. Inti sistem ini adalah
produsen pemasang iklan atau yang biasa disebut pengiklan. Pengiklan
inilah yang memiliki anggran untuk kampanye periklanan guna
mendukung program pemasaran. Pengiklan bisa berupa perusahaan
swasta, koperasi, pemerintah atau publik, baik yang bersifat mencari laba
maupun tidak, dengan menggunakan media untuk mencapai sasaran
perusahaan. Langkah yang diambil adalah suatu keputusan investasi
dengan membeli ruang atau waktu pada berbagai media seperti televisi,
radio, surat kabar, atau majalah. Secara mendasar inilah yang
membedakan pengiklan dengan bukan pengiklan. Pengiklan mencapai
tujuan dengan menggunakan media, sedangkan bukan pengiklan tidak.
Manajemen periklanan memfokuskan perhatian pada analisa,
perencanaan, pengendalian, dan aktivitas pengambilan keputusan pada inti
sistem ini, yakni pengiklan. Pengiklan melakukan seluruh pengarahan
manajerial dan dukungan anggaran untuk mengembangkan program
periklanan perusahaan atau lembaga yang bersangkutan. Sewaktu
membuat
iklan,
pemasang
iklan
perlu
memperhatikan
identitas
perusahaan, strategi pemasaran, serta produk utama andalan perusahaan.
Atas dasar itu strategi periklanan diharapkan dapat mendukung program
pemasaran tanpa menghilangkan kesan konsumen terhadap kepribadian
atau personalitas perusahaan. (Rhenald Kasali, 1992:18)
Dalam mengembangkan dan mengelola kampanye periklanan,
pemasang iklan secara tetap berhubungan dengan berbagai lembaga
sebagaimana ditunjukkan dalam Bagan. yakni biro iklan, media dan
perusahaan jasa riset pemasaran.
16 Lembaga‐lembaga Pemberi jasa Lembaga‐lembaga pengendali 

Pengiklan Pemerintah Pesaing 


Biro Iklan Media Perusahaan Jasa Riset Pemasaran Pasar dan Perilaku Pasar Gambar 1.3. Manajemen Periklanan (Sumber: Rhenald Kasali, 1992)
Dalam bukunnya Manajemen Periklanan, Rhenald Kasali membagi
manajemen periklanan dengan 3 bagian besar yang paling berpengaruh,
yakni pengiklan, media, dan biro iklan.
a. Pengiklan
Rhenald Kasali (1992: 20) mengatakan bahwa pengiklan adalah
lembaga inti dalam sistem manajemen periklanan. Pengeluaran oleh
pengiklan umumnya dapat digunakan sebagai dasar bagi penghitungan
besarnya biro iklan sebagai agen industri.
Sebelum melangkah lebih jauh, hendaknya dipahami perbedaan
pengertian Manajer Periklanan (Advertising Manager) dan Manajer
Iklan (Advertisement Manager).
Pihak pengiklan mungkin bukan perusahaan yang besar
sehingga belum merasa perlu menggunakan jasa biro iklan. Sebab, hal
ini menyangkut biaya yang mungkin tidak sedikit dibanding dengan
total anggaran periklanan.
Pihak pengiklan mungkin sebuah perusahaan yang sangat besar
sehingga merasa perlu membentuk bagian tersendiri di dalam
perusahaan yang secara khusus menangani kegiatna peirklanan
sebagaimana yang dilakukan biro iklan. Dengan demikian jasa
17 periklanan tidak diserahkan pada biro iklan sebagai pihak ketiga di luar
perusahaan.
Beberapa perusahaan pengiklan mungkin hanya memiliki
seorang manajer periklanan dengan seorang sekretaris dan satu atau
dua orang asisten. Mereka hanya melakukan tugas-tugas pokok
periklanan, yakni administrasi, supervisi, dan kontrol atas iklan-iklan
yang telah direncanakan dan dibuat. Teknis pelaksanaannya sebagian
besar diserahkan kepada biro iklan. Dengan demikian, mereka hanya
melakukan pekerjaan-pekerjaan menerjemahkan ide-ide perusahaan
untuk biro iklan, menandatangani kontrak, serta meneliti tagihantagihan yang masuk dan menyetujui pembayarannya. Itulah tugas
manajer periklanan yang sangat tidak kreatif. Dan bilamana kontrak
biro iklan ingin diperpanjang, maka seorang manajer periklanan harus
memikirkan cara untuk memberikan kepuasan bagi pengiklan.
Di sisi lain, ada perusahaan yang sangat kreatif dan sibuk
melakukan tugas-tugas di bidang periklanan yang tidak diserahkan
pada biro iklan, kecuali dalam bentuk ruang di media cetak atau waktu
siaran di radio atau tv sesuai dengan jadwal dan akses yang dimiliki
oleh biro iklan pada sejumlah media. Sebuah supermarket atau toserba
yang memiliki jaringan yang luas dengan tingkat kompetisi yang tinggi
hampir setiap saat harus mengubah desain iklannya dengan
menampilkan barang baru dengan harga merangsang yang bisa
berubah setiap saat. Pengiklan seperti ini tidak memiliki banyak waktu
untuk mengurus dan mendiskusikan desain iklannya dengan biro iklan.
Pengiklan hanya membutuhkan agen untuk memuatkan iklannya ke
media.
b. Media Iklan
Media Iklan adalah media pemasangan iklan yang ditunjuk oleh
pengiklan atau biro iklan yang bersangkutan. Rhenald Kasali (1992)
membagi iklan dalam dua yakni: media lini atas yang terdiri dari
iklan-iklan yang dimuat dalam media cetak, media elektronik (radio,
18 tv, dan bioskop), serta media luar ruang (papan reklame dan angkutan).
Serta media lini bawah terdiri dari sebuah media selain media di atas,
seperti direct mail, pameran, point of sale display material, kalender,
agenda, gantungan kunci, atau tanda mata.
Radio merupakan salah satu ragam dari media lini atas. Ssebagai
salah satu media untuk beriklan, radio memiliki sejumlah keunggulan
dibandingkan dengan media lainnya. Keunggulan itu mencakup antara
lain: biaya iklan yang murah dan efisien, sifat selektif (selektivitas),
fleksibel, mendukung iklan TV (mental imagery), dan peluang
pemasaran terpadu (Morissan, 2010: 250).
Radio adalah media populer bagi periklanan eceran lokal karena
biayanya yang relatif rendah dan cakupan lokalnya. Meski demikian
ini tidak berlaku bagi semua pengiklan. Dibanding media iklan
lainnya, radio memiliki beberapa kelemahan antara lain, radio
hanyalah sebuah media yang didengarkan, para pendengar tidak dapat
melihat produk yang diiklankan. Morissan (2010: 173). Radio tetap
menjadi media iklan yang potensial, juga karena beberapa kelebihan
yang dimiliki seperti:
1) Radio bersifat luwes, iklan dapat diudarakan hampir kapanpun
waktu yang diinginkan.
2) Iklan
radio tidak mahal biaya produksinya, biaya untuk
waktunyapun relatif rendah sehingga anggaran dapat digunakan
untuk memperbanyak jangkauan dan frekuensinya di dalam jadwal
media mereka.
Menurut Widiyatno (2011) kelebihan media radio antara lain
adalah: imaginatif, berjuta pendengar, sifat pribadi, cepat, tidak ada
batasan, sederhana, murah dan mampu menciptakan emotional power.
Dalam kehidupannya terdapat beberapa faktor penunjang, yakni:
modal dan marketing, produksi acara, segmentasi, coverage area dan
kualitas audio. Keberhasilan pengelolaan radio komersial dala program
siarannya menurut Widiyatno adalah ketika stasiun radio mampu
19 membuat diferensiasi yang mempunyai nilai USP (unique selling
point), yang tidak ada atau dimuliki oleh radio lainnya.
c. Biro iklan
Menurut Duncan (2005) yang dimaksud Perusahaan periklanan
(seringkali disebut sebagai “Biro Iklan”) adalah sebuah perusahaan
yang membantu pengiklan (produsen) dalam menangani perumusan
rencana periklanan (dan program promosi), membuat rancangan iklan,
menyiapkan materi iklan hingga mengurus pemasangan iklan di media
massa dan media periklanan lainnya.
Menurut Duncan (2005) Perusahaan periklanan membuat
perencanaan, desain, materi dan pemasangan iklan berdasarkan
perintah, informasi dan persetujuan dari pihak pengiklan (produsen).
Didalam perusahaan periklanan, terdapat beberapa jenis
pekerjaan yang merupakan fungsi dasar dari profesi periklanan, yaitu:
1) Account Service / Account Management.
Adalah
bidang
pekerjaan
yang
menangani
urusan
pemasaran jasa periklanan (dari perusahaan periklanan tersebut).
Tugas utama bidang ini adalah mencari klien baru dengan
mengajukan penawaran atau ikut dalam tender atau pitching
pekerjaan periklanan.
2) Bidang Kreatif
Adalah bidang pekerjaan yang menangani pembuatan
rancangan atau desain kreatif, dalam bentuk visual (gambar/foto)
serta naskah (teks) iklan. Bidang ini juga bertanggung jawab dalam
memberikan panduan atau pengarahan pada saat gagasan kreatif
yang dipciptakannya akan diwujudkan atau direalisasikan menjadi
materi iklan.
3) Bidang Media
Bidang pekerjaan ini bertanggung jawab dalam penentuan
media periklanan yang akan dipilih atau digunakan untuk
menyampaikan
pesan
iklan,
menjadwalkan
pemuncunculan
20 pemuatan iklan pada media yang dipilih, serta menghitung biaya
yang diperlukan untuk menggunakan media tersebut.
Bidang ini juga bertanggung jawab untuk mengurus pemasangan
iklan pada media periklanan yang telah dipilih atau ditentukan.
4) Bidang Produksi
Adalah
bidang
pekerjaan
yang
bertugas
untuk
merealisasikan gagasan kreatif ke dalam bentuk materi iklan.
Bidang ini menangani pembuatan gambar, foto, merekam atau
membuat iklan radio, melakukan shooting atua pembuatan film
iklan untuk TV atau bioskop serta membuat iklan
Menurut Rhenald Kasali (1992: 22) Pembuatan iklan pada umumnya
melalui serangkaian proses, yang diawali dari keinginan pengiklan
(Produsen) untuk meningkatkan pemasaran produknya dengan bantuan
iklan, kemudian kepala bagian pemasaran, promosi atau manajer iklan
perusahaan tersebut akan menghubungi perusahaan periklanan (biro iklan)
untuk membantunya mempersiapkan program periklanan dan membuat
materi iklan guna mendukung promosi penjualan.
Biro iklan tersebut kemudian akan membantu produsen dalam
menyiapkan
kegiatan
periklanan
(memberikan
proposal
program
periklanan, membuat materi iklan dan memasang iklan di media). Setelah
program dan materi iklan disetujui, maka biro iklan akan menghubungi
pihak media (media massa) untuk pemuatan / penayangan iklan.
Secara sederhana, urutan proses tersebut dapat dilihat pada bagan
berikut ini:
Pengiklan
Biro Iklan
Media Periklanan
Gambar 1.4. Proses Pembuatan Iklan (Sumber: Renald Kasali, 1992)
G. Kerangka Konsep
Pembahasan ini secara sederhana ingin mengkonseptualisasikan
kerangka berpikir yang telah dijabarkan di atas. Ada tiga pokok pemikiran
dalam penelitian ini, yakni: media radio, manajemen periklanan, dan radio 2.0.
21 Keterkaitan antara ketiga konsep tersebut telah menciptakan konsep penting
sebagai pisau analisis dalam penelitian ini dalam penelitian ini. Media baru
dilihat dari penggunaannya sebagai sebuah pendukung dalam teknologi radio
2.0 akan berdampak pada manajemen iklan di radio Unisi. Kerangka konsep
penelitian ini dijabarkan berikut ini
1. Peran Radio Unisi Sebagai Media Iklan
Pembahasan dalam penelitian ini diawali dari pemahaman
manejemen periklanan yang meliputi tiga komponen utama yakni
pengiklan, biro iklan, dan media iklan. Ketiga komponen tersebut
memiliki peran dan fungsi yang berbeda dalam alur manajemen
periklanan. Media yang menjadi spotlight dalam penelitian ini memiliki
peran sebagai media placement oleh pengiklan atau biro iklan. Dengan
adanya transformasi radio Unisi yang telah menjadi radio 2.0 hal ini tentu
akan berimbas pada proses manejemen periklanan secara global, terutama
kaitannya sebagai media iklan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan
tentang bagaimana media baru yang telah digunakan oleh radio Unisi ini
mampu berperan sebagai media iklan yang mendukung secara keseluruhan
bisnis radio Unisi.
Radio Unisi, disamping harus mempersiapkan diri pada proses
dengan biro iklan maupun dengan pengiklan, juga harus mempersiapkan
secara matang manejemen iklan didalamnya. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan yang cukup signifikan antara radio konvensional atau 1.0
dengan radio 2.0. Jika pada era radio konvensional, radio Unisi hanya
terfokus pada siaran on air saja, namun dengan transformasi menjadi radio
2.0 kini radio Unisi harus memaksimalkan media baru yang ada. Untuk
itu, manejemen periklanan yang akan menjadi titik fokus dalam penelitan
ini adalah radio Unisi sebagai media iklan yang digunakan serta dituju
oleh pengiklan atau biro iklan. Sementara radio 2.0 yang menjadi fokus
dalam penelitian ini adalah penggunaan (using) konsep radio 2.0 di radio
Unisi dalam memperlakukan iklan yang ada. Kedua fokus ini selaras
dengan peran radio Unisi sebagai media iklan.
22 2. Media Baru Dalam Radio 2.0
Keadaan dimana media radio mulai ditinggalkan, baik oleh
audiensnya dan juga oleh pengiklan berimbas pada penurunan jumlah
RADEX (Radio Advertising Expenditure). Jika ditelisik lebih dalam,
banyak faktor yang menjadikan radio tak lagi sebagai media iklan yang
diminati oleh pengiklan atau biro iklan. Dari banyak faktor tersebut dapat
diidentifikasi dua faktor besar. Pertama adalah pola penggunaan media
radio yang tak sebanyak era 80 an, kedua adalah sifat media radio yang
memiliki keterbatasan pada jangakauan siar dan frekuensi sehingga tidak
mampu menjaring lebih banyak audiens. Radio 2.0 adalah bentuk
teknologi yang menjadi jawaban bagi media radio untuk menjawab kedua
faktor tersebut. Radio 2.0 merupakan gabungan antara media baru dan
juga media radio konvensional yang sanggup memberikan keleluasaan
bagi radio untuk dapat mengembangkan dirinya secara lebih. Perubahan
yang paling terlihat dari adanya Radio 2.0 ini adalah meluasnya jangkauan
siar dan frekuesi sebagai konsekuensi penggunaan media baru, sehingga
audiens yang ditangkap oleh radio tak lagi terbatas.
Transformasi radio 2.0 membuat radio Unisi banyak berbenah
untuk mendukung maksimalnya media baru yang terdapat dalam radio 2.0.
Media baru yang digunakan oleh radio Unisi menjadikannya sebagai
media radio yang mampu menyentuh audiensnya dari berbagai macam
sisi. Penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana media baru yang
digunakan oleh radio Unisi menjadi alat yang dapat berkerja dalam
keseluruhan proses iklan didalamnya. Peneliti akan melihat dan
mengamati satu per satu karakteristik dari media baru yang digunakan oleh
radio Unisi, sehingga dengan itu akan terlihat seperti apa media baru
tersebut bekerja dalam lingkup radio 2.0. Tak hanya itu, peneliti akan
meneliti kemampuan radio Unisi menempatkan iklan pada setiap media
baru yang dimilikinya. Untuk itu, fokus media baru pada penelitian ini
adalah bagaimana kemampuan radio Unisi untuk menjadikan media baru
sebagai alat yang dapat mendukung perannya sebagai media iklan.
23 Selanjutnya, penelitian ini akan berujung pada spasialiasi media.
Peneliti akan melihat konsep radio 2.0 yang digunakan oleh radio Unisi
sebagai media yang mampu menembus ruang dan waktu. Serta pada
kemampuan radio Unisi sebagai media iklan yang mampu menembus
keterbatasan jangkauan siar dengan mengunakan media baru, juga pada
prospek yang dimiliki oleh radio Unisi sebagai media iklan kaitannya
dengan manajemen periklanan.
Untuk lebih memahami alur berpikir peneliti dalam kerangka
konsep ini, dapat dilihat dalam bagan dibawah ini.
MEDIA RADIO MANAJEMEN PERIKLANAN BIRO IKLAN PENGIKLAN MEDIA Radio mengalami penurunan potensial media iklan karena dua hal: 1. Pola perubahan konsumsi media yang berubah 2. Adanya media baru
Radio 2.0: Dengan adanya media baru yang diadopsi oleh radio, radio menjadi media yang dapat didengarkan kapan saja, dimana saja, dengan media apa saja selama terhubung internet RADIO + MEDIA BARU: RADIO 2.0
APA YANG BISA DILAKUKAN RADIO UNISI DENGAN RADIO 2.0 SEBAGAI MEDIA IKLAN DAN BAGAIMANA CARANYA? Gambar 1.5. Alur pikir penelitian
24 H. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Nasution membagi ragam penelitian berdasarkan tujuannya
menjadi tiga kelompok, yakni eksploratoris, deskriptif, dan eksperimental.
Penelitian eksploratoris bertujuan untuk menjajaki sesuatu yang belum
dikenal atau baru dikenal. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mengadakan deskripsi guna memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang situasi-situasi sosial. Sedangkan penelitian eksperimen bertujuan
untuk melakukan uji hipotesis dalam situasi yang mana satu atau beberapa
variabel dapat dikontrol (dalam Rianto, 2008: 90). Selaras dengan apa
yang dijabarkan dalam latar belakang, rumusan, serta tujuan dalam
penelitian ini maka studi deskriptif inilah yang dirasa tepat untuk
menggambarkan kondisi radio Unisi sebagai media iklan yang kini
bertarnsformasi menjadi radio 2.0. Penelitian deskriptif ini akan
memberikan gambaran tentang bagaimana radio 2.0 di radio Unisi dalam
konteks media iklan berhubungan dengan pengiklan dan biro iklan.
Penelitian ini juga akan memberikan deskripsi mengenai media baru yang
digunakan oleh radio Unisi sebagai media iklan dalam konteks manajemen
periklanan.
Dalam penelitian deskriptif dilakukan pengamatan, wawancara dan
penelaahan dokumen. Sehingga data-data yang dikumpulkan berupa katakata dan gambar, bukan berupa angka-angka (data kuantitatif). Data
tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi
lainnya (Moleong, 2007: 6-11). Prinsipnya, penelitian deskriptif
menyajikan gambaran rinci dan akurat tentang sebuah objek penelitian;
membangun kategorisasi dan klasifikasi; serta untuk memaparkan latar
belakang dan konteks sebuah situasi (Neuman, 2000: 22).
2. Metode Penelitian
Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang
menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai
25 metode yang ada dan sesuai dengan tujuan, sifat, objek, sifat ilmu atau
teori yang mendukung. Dalam penelitian objeklah yang menentukan
metode yang akan digunakan (Koentjaraningrat, 1977: 7-8).
Menurut Jalaludin Rakhmat (1997:24), dalam bukunya “Metode
Penelitian Komunikasi” metode deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
Mengumpulkan
informasi
aktual
secara
terperinci
yang
melukiskan gejala yang ada, mendefinisikan masalah atau memeriksa
kondisi praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau
evaluasi, serta menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam
menghadapi masalah yang sama dan keputusan pada waktu yang akan
datang.
Metode deskriptif juga merupakan suatu metode penelitian yang
dilakukan untuk menggambarkan proses atau peristiwa yang sedang
berlaku pada saat ini di lapangan yang dijadikan objek penelitian,
kemudian data atau informasinya di analisis sehingga diperoleh suatu
kesimpulan. Hal ini senada apa yang diungkapkan Sukmadinata dimana
yaitu:
“Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada,
baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.
Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik,
perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan antara fenomena
yang satu dengan fenomena lainnya.“ (Sukmadinata, 2006: 72).
Untuk itulah metode ini digunakan untuk melihat bagaimana radio
Unisi yang telah menggunakan radio 2.0 berperan sebagai media iklan.
Dengan melihat bagaimana media baru digunakan oleh radio Unisi, serta
mempelajari mengenai cara radio Unisi bertindak sebagai radio 2.0, maka
akan terlihat bagaimana radio Unisi sebagai media iklan dalam konteks
manajemen periklanan.
Pada akhirnya, data yang telah terkumpul oleh peneliti di radio
Unisi kemudian diseleksi, dikelompokkan, dikaji, interpretasi dan
disimpulkan. Selanjutnya hasil simpulan itu akan dideskripsikan lebih
26 lanjut. Pendeskripsian data-data dilakukan dengan menggali lebih dalam
mengenai radio 2.0 di radio Unisi sebagai media iklan.
3. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah radio Unisi sebagai media iklan.
Untuk itu, bagian radio Unisi yang akan dijadikan objek penelitian adalah
media baru yang dimiliki, media on air yang dimiliki, hingga media off air
yang dimiliki. Terlebih dengan transformasi radio Unisi menjadi radio 2.0
maka peneliti akan melihat media iklan radio sebagai objek dari segi
tujuan komunikasi yang diinginkan oleh pengiklan atau biro iklan, hingga
bentuk produksi iklannya pada masing-masing media.
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu data
primer (utama) dan data sekunder (penunjang). Data primer digunakan
sebagai fokus utama penelitian ini, sedangkan data sekunder digunakan
sebagai bahan pendukung untuk memahami masalah yang akan diteliti.
Adapun sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Data primer.
Data primer dalam penelitian ini meliputi pendapat dan tindakan
yang dijalankan oleh tiap divisi penunjang media iklan dalam Radio
Unisi. Seperti divisi online, divisi off air, hingga divisi on air yang
menjalankan aktivitasnya sebagai divisi bekerja dalam skema radio 2.0
di radio Unisi. Termasuk bagaimana kinerjanya dalam keseharian
hingga produksi iklannya.
b. Data sekunder.
Data sekunder dalam penelitian ini meliputi teori-teori dan
konsep yang diperoleh melalui literatur-literatur seperti pemikiran
beberapa ahli, pakar komunikasi, jurnal, kajian ilmiah, artikel di media
cetak maupun elektronik serta arsip-arsip yang berkaitan dengan
penelitian. Data sekunder ini mencakup bahan-bahan pendukung radio
2.0 sebagai media iklan dan konsep manajemen periklanan.
27 Dalam penelitia ini sebagian besar data penelitian akan
difokuskan pada data primer. Sedangkan data sekunder dalam
penelitian ini akan digunakan untuk memperkuat data-data yang
disajikan dalam data primer.
5. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat tiga teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini, yaitu wawancara, studi dokumen, dan observasi.
a. Wawancara
Menurut (Arikunto. 2006: 139) wawancara, yaitu cara
pengumpulan data melalui tanya jawab langsung dengan orang yang
memahami obyek penelitian. Proses wawancara dilakukan dalam
beberapa bentuk, yakni tanya jawab secara lisan dengan berhadapan
langsung antara peneliti dengan informan; wawancara melalui email
dengan mengirimkan pertanyaan, serta wawancara via telepon.
Pemilihan informan menggunakan teknik Purposive Sampling yang
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata,
random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya kriteria tertentu
(Arikunto. 2006: 139). Alasan penggunaan Purposive Sampling dalam
penelitian ini adalah untuk mendukung pengambilan data agar lebih
terarah.
Dengan
menggunakan
Purposive
Sampling
peneliti
mengkatagorikan informan berdasarkan ruang lingkup pekerjaan serta
job desk yang dimilikinya. Hal ini membantu peneliti agar
mendapatkan jawaban secara valid oleh informan yang menguasai
jabatan dan peran yang didudukinya. Beberapa kategori informan yang
diwawancarai dalam penelitian ini dibagi sebagai berikut:
1) Divisi online radio Unisi.
Online radio Unisi dijadikan informan dengan alasan
karena peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai media baru
yang digunakan oleh radio Unisi dalam menjalankan radio 2.0.
Divisi online yang diwawancarai oleh peneliti adalah Rifqi Edrus
28 selaku koordinator divisi online radio Unisi serta Julia Alela selaku
koordinator admin media sosial dan riset di radio Unisi
2) Divisi on air radio Unisi.
Divisi on air menjadi pilihan informan oleh peneliti karena
divisi on air adalah core bussines dari radio Unisi, dimana semua
iklan yang ada dan semua aktivitas radio Unisi akan bermuara pada
kegiatan on air. Peneliti mewawancarai Zam Alfaris selaku
koordinator on air di radio Unisi yang bertanggung jawab atas
keseluruhan proses on air mulai dari program hingga iklan.
Penelitipun mewawancari beberapa penyiar yang terlibat dalam
proses pembuatan kreatif iklan seperti Felix Kriz, Denta Aditya,
dan Maya Raditha.
3) Divisi off air.
Divisi off air adalah divisi yang dimiliki radio Unisi untuk
mengeksekusi iklan dalam bentuk event. Katagori ini dipilih karena
karena peneliti membutuhkan data pada setiap aktivitas iklan yang
ada di radio Unisi termasuk yang dilakukan oleh divisi off air.
Divisi off air yang diwawancarai oleh peneliti adalah Aprilia
Widyawati, Cahyo, serta Roby sebagai tim dari divisi off air.
4) Divisi marketing dari radio Unisi.
Pemilihan katagori marketing ini karena penelitian ini
berfokus pada radio Unisi sebagai media iklan dalam konteks radio
2.0. Divisi marketing adalah divisi yang berhubungan secara
langsung dengan pengiklan ataupun biro iklan, sekaligus sebagai
pihak yang memantau perkembangan iklan di radio Unisi. Peneliti
mewawancarai Bapak Luki sebagai koordinator marketing di radio
Unisi
5) Jajaran manajerial.
Jajaran manajerial ini meliputi direktur penyiaran, direktur
umum, direktur keuangan, dan juga bagian produksi. Alasan
peneliti dalam mewawancarai jajaran manajerial adalah karena
29 jajaran ini merupakan stakeholder yang mengerti mengenai seluk
beluk sejarah radio Unisi hingga menjadi radio 2.0.
6) Klien
Klien adalah pihak pengiklan dan atau juga biro iklan yang ada
dalam komponen manajemen periklanan, katagori ini dipilih
karena peneliti membutuhkan data terkait dari iklan yang masuk ke
dalam radio Unisi dan juga untuk melihat radio 2.0 dari kacamata
pengiklan dan biro iklan.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terbuka. Menurut Nazir (1988: 252) menjelaskan bahwa
pertanyaan terbuka atau tidak terstruktur adalah pertanyaan yang
dibuat sedemikian rupa dan jawabannya serta cara pengungkapannya
dapat bermacam-macam. Untuk mendukung pengambilan data maka
peneliti menyiapkan panduan wawancara (interview guide) saat proses
wawancara dengan narasumber.
b. Studi Dokumen
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan sumbersumber berbentuk dokumen yang potensial dan berkaitan langsung
dengan peneliti. Menurut Sugiyono (2008: 83), studi dokumentasi
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumendokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik yang
digunakan oleh objek penelitian. Dokumentasi dibutuhkan sebagai
bukti kinerja radio Unisi sebagai media iklan dalam konteks
manajemen periklanan. Dokumentasi akan banyak berupa print screen,
hal ini dikarenakan transformasi radio 2.0 oleh radio Unisi sebagai
media iklan akan banyak tertuang pada media baru. Dokumentasipun
akan berupa suara serta dokumen yang mendukung penelitian ini untuk
mendapatkan data menganai manajemen periklana radio 2.0 di radio
Unisi.
30 c. Observasi
Menurut Nawawi dan Martini (dalam Afifudin dan Saebani
2009:134) observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam objek penelitian.
Observasi adalah cara pengumpulan data melalui pencatatan secara
cermat dan sistematis langsung di lokasi obyek penelitian yang
berkaitan. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati divis-divisi
yang terdapat di radio Unisi bekerja untuk memaksimalkan media
iklan yang dimiliki oleh radio Unisi. Peneliti akan melakukan
observasi secara langsung tanpa perantara untuk dapat melihat kinerja
dari radio Unisi dalam mengelola iklan yang terdapat didalamnya.
Penelitian ini akan berlangsung di Radio Unisi yang beralamat di Jl.
Demangan Baru No 24 Yogyakarta. Telp: (0274) 540260. Observasi
dilakukan dengan cara mengamati kegiatan yang dilakukan oleh divisi
online serta on air pada jam kantor pukul 10.00-17.00. Tak hanya itu,
peneliti akan melihat segala macam proses iklan yang terjadi dalam
radio Unisi.
6. Teknik Analisis Data
Menurut Moleong (2006: 170) Analisis data dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan
langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
a.
Pengumpulan Data. Data dalam penelitian ini, diperoleh dengan
menggunakan hasil wawancara, hasil analisa tulisan tangan, dan studi
kepustakaan (library research)
31 b.
Reduksi
Data.
Reduksi
data
merupakan
proses
pemilahan,
pengkategorian, dan pemusatan pada data yang relevan dengan fokus
permasalahan penelitian.
c.
Penyajian data dilakukan dengan menggambarkan fenomena atau
keadaan sesuai dengan data yang telah direduksi.
d.
Kesimpulan.
Kesimpulan
diambil
dari
hasil
penelitian
dan
pembahasan.
Semua data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis
menggunakan metode kualitatif dan disajikan dalam tiga tahap: deskriptif,
evaluatif, dan konklusif. Seperti yang dijelaskan Burhan Bungin dalam
bukunya bahwa salah satu hal yang hendak dicapai dari analisis data
kualitatif yaitu menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial
dan memperoleh suatu gambaran tuntas terhadap proses tersebut. Artinya,
penelitian ini mendeskripsikan proses tersebut apa adanya sehingga
tersusun suatu pengetahuan yang sistematis tentang proses sosial, realitas
sosial dan semua atributnya (Bungin, 2007:153).
Setelah peneliti mendapatkan keseluruhan data mengenai radio 2.0
di radio Unisi seperti yang telah dituliskan dalam rumusan masalah, maka
langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah mereduksi data.
Data-data yang sekiranya tidak berhubungan dengan penelitian, tidak akan
peneliti analisis lebih lanjut. Baru setelah keseluruhan data selesai
direduksi, data-data tersebut dianalisis dengan teori yang digunakan oleh
peneliti dalam melihat radio 2.0 ini. Data akan disajikan secara deskriptif
sesuai dengan metode penelitian yang digunakan. Terakhir, peneliti akan
mengambil kesimpulan pada apa yang telah dianalisis dan menjadikan
penelitian ini sebagai penelitian yang komperhensif, sistematis, dan
menarik.
Download