PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia buah cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting dan bernilai ekonomi tinggi. Produktivitas cabai di Indonesia mencapai 5.79 ton/ha dan pada tahun yang sama harga jualnya mencapai Rp. 12.000 per kg (Deptan 2006). Namun angka produktivitas cabai ini bersifat fluktuatif, salah satunya diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit. Berbagai hama dari golongan serangga dan tungau diketahui banyak menyebabkan kerugian. Berbagai jenis patogen, antara lain virus, cendawan, dan bakteri juga diketahui menyerang dan menimbulkan kerugian ekonomi pada tanaman cabai. Serangan penyakit virus kuning keriting per Desember 2004 terjadi pada luas lahan ± 984.6 ha (Sukamto 2005). Salah satu jenis hama yang paling merugikan pada tanaman cabai ialah kutu kebul Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae). Kutu kebul merupakan hama yang dapat menyebabkan kerugian secara langsung serta menjadi vektor virus kuning keriting yang merupakan patogen tanaman cabai. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan rhizobakteri yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. PGPR telah diketahui berasosiasi dengan berbagai jenis tanaman. Pardede (2006) berhasil mengisolasi beberapa isolat PGPR dari perakaran tanaman cabai. Organisme ini juga dilaporkan dapat menginduksi ketahanan tanaman. Antibiotik yang diproduksi oleh PGPR mampu mencegah perkembangan patogen yang menyerang tanaman cabai (Tenuta 2005). Perlakuan PGPR pada cabai dapat meningkatkan kemampuan tanaman yang terinfeksi dalam mempertahankan bobot buah yang dihasilkan (Taufik et al. 2005). Samiyyapan (2003) melaporkan bahwa PGPR dapat menghasilkan senyawa antibiotik, asam sianida (HCN), siderofor dan enzim litik seperti kitinase. Genus Pseudomonas, Bacillus, Streptomyces, dan Agrobacterium adalah bakteri yang telah banyak diteliti dan dikembangkan sebagai biokontrol terhadap patogen tanaman (Samiyyapan 2003). Genus ini selain mampu menghambat perkembangan penyakit tanaman dengan menginduksi sistem resistensi, juga mampu memproduksi enzim kitinase. Kitinase yang dihasilkan mampu mengonversi kitin menjadi monomer atau oligomernya (Wen et al. 2002 dan Tsujibo et al. 2003 dalam Nugroho et al. 2003). Wiendi (2005) berhasil membentuk fusi transkripsi gen chi dari Aeromonas caviae dan ekspresinya pada tanaman kentang varietas Desiree sebagai usaha merakit tanaman yang resisten terhadap cendawan dan nematoda patogen. Ajit (2006) melaporkan bahwa Pseudomonas fluoresens memiliki kemampuan menghasilkan kitinase ekstraseluler yang berperan sebagai antiFusarium oxysporum, penyebab penyakit layu jaringan. Kemampuan berbagai jenis PGPR untuk menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan patogen, dan juga kemampuannya untuk menghasilkan enzim kitinase memberikan peluang bagi kita untuk menjadikan PGPR sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi kerugian akibat hama dan penyakit tanaman. Penggunaan PGPR tidak akan menimbulkan pengaruh negatif sebagaimana yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida yang tidak bijaksana, seperti arsenat, sulfur, dan diklorodifeniltrikloretan (DDT) yang seringkali meninggalkan residu berbahaya yang mencemari lingkungan dan merupakan ancaman bagi konsumen. Kemampuan PGPR dalam memproduksi kitinase memberi peluang untuk dijadikan sebagai biokontrol, karena kitinase yang merupakan enzim pendegradasi kitin [polimer dari β(1,4)-N-asetil-D-glukosamin] berpotensi dalam menekan pertumbuhan dan perkembangan serangga. Pechenik (2005) melaporkan bahwa sebagian besar komponen eksoskeleton serangga merupakan polisakarida kitin yang berasosiasi dengan protein. Sampai saat ini, pemanfaatan kitinase dari PGPR untuk diaplikasikan secara langsung pada serangga belum pernah dilakukan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menapis PGPR kitinolitik yang berasal dari perakaran tanaman cabai dan menguji aktivitas hidrolisisnya terhadap kitin kutu kebul (Bemisia tabaci). Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Pebruari sampai Oktober 2007, bertempat di laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium Zoologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.