pendahuluan - Universitas Sumatera Utara

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekspor minyak sawit mentah (CPO) Sumatera Utara pada tahun 2007
dapat mencapai 2 miliar dolar Amerika Serikat. Negara tujuan ekspor terbesar
CPO Sumatera Utara adalah India, Belanda, Cina dan Singapura. Kondisi ini
berdasarkan nilai ekspor CPO Sumatera Utara tahun 2006 yang mencapai 1,79
miliar dolar AS. Berdasarkan catatan BPS angka produksi CPO per tahun
mencapai 4 juta ton dengan luas areal kebun kelapa sawit di Sumatera Utara
seluas 1,1 hektar atau nomor dua setelah propinsi Riau dengan luas 1,4 juta hektar
(BPS Sumut, 2007).
Thosea asigna merupakan hama pada tanaman kelapa sawit di Sumatera
dan Malaysia. Larva berbentuk persegi panjang, berwarna hijau dan memiliki
karakteristik corak pada bagian punggung, di sisi terdapat duri yang menyengat
dan terdiri dari empat pasang secara berkelompok (Kalshoven, 1981).
Hama ulat api seperti Setohosea asigna dan Setora nitens (Lepidoptera:
Limacodidae) dan ulat kantung Metisa plana dan Mahasena corbetti
(Lepidoptera: Psychidae) merupakan Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS)
yang utama serta dapat menimbulkan kerugian. Dari hasil percobaan simulasi
kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit berumur 8 tahun, diperkirakan
penurunan produksi sekitar mencapai 30-40 %. Pada dua tahun setelah terjadinya
kehilangan daun sebesar 50 % (Sudharto, dkk, 2005).
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengendalikan hama,
antara lain secara biologis, kimia dan penggunaan varietas unggul. Pengendalian
Universitas Sumatera Utara
kimia dipandang dapat menimbulkan masalah baru seperti pencemaran
lingkungan, timbulnya resistensi (ketahanan) sasaran, resurgensi (peningkatan)
populasi hama sasaran. Permasalahan ini menimbulkan istilah Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) (Khaerudin, 1990).
Pengendalian hama dengan insektisida kimia telah menimbulkan banyak
masalah lingkungan, terutama rendahnya serangga terhadap insektisida kimia,
munculnya hama sekunder yang lebih berbahaya, tercemarnya tanah dan air dan
bahaya keracunan pada manusia yang melakukan kontak langsung dengan
insektisida kimia. Salah satu alternatif pengendalian yang cukup potensial adalah
penggunaan patogen serangga, khususnya jamur Beauveria bassiana. Mekanisme
infeksinya yang secara kontak melalui kutikula dan tidak perlu tertelan oleh
serangga menyebabkan B. bassiana menjadi kandidat utama untuk digunakan
sebagai
agen
pengendalian
berbagai
spesies
serangga
hama
(Soetopo dan Igaa, 2007).
Berbeda dengan virus, jamur patogen masuk ke dalam tubuh serangga
tidak melalui saluran makanan, tetapi langsung masuk ke dalam tubuh serangga,
jamur memperbanyak dirinya melalui pembentukan hifa dalam jaringan
epikutikula, epidermis, hemocoel, serta jaringan-jaringan lainnya. Pada akhirnya
semua jaringan dipenuhi oleh miselia jamur (Untung, 2006).
Dengan mengetahui hama yang menyerang tanaman, secara tidak langsung
dapat diketahui pula jenis jamur entomopatogen yang sesuai untuk tindakan
pengendalian karena untuk setiap jenis jamur entomopatogen mempunyai inang
yang spesifik. Jamur Metarhizium anisopliae, misalnya dapat menginfeksi
Universitas Sumatera Utara
beberapa jenis serangga ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera dan
Isoptera (Prayogo, 2006).
Jamur Cordyceps militaris sebagai salah satu agensia pengendalian hayati
meruapakan salah satu parasit pada hama ulat api yang perlu mendapat perhatian
karena jamur tersebut berpotensi tinggi untuk mengendalikan populasi ulat api.
Jamur ini menyerang ulat api pada fase larva dan berkembang pada larva sampai
dengan fase pupa (Wahyu, 2004).
Jamur Beauveria, Metarrhizium, Sorosporella, Cephalosporium, dan lainlain memasuki inangnya terutama dari bagian luar setelah mengadakan kontak
dengan kulit luar. Spora-sporanya melekat pada inangnya dengan adhesi
permukaan, dan gerakan menembus ke dalam hanya mungkin terjadi setelah
terjadi aksi gabungan dari enzim-enzim proteinase, lipase dan chitinase yang
dihasilkan oleh konidia jamur. Jamur dapat menyebabkan infeksi terhadap
serangga. Jamur patogenitas mengakibatkan penyakit pada serangga yang sehat.
Pemberian inokulum dengan serangga biasanya mengakibatkan persentase dari
serangga yang terkena pengaruh toksin meningkat bersama dengan meningkatnya
dosis (Huffaker dan Messenger, 1989).
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mendapatkan jenis jamur entomopatogen yang lebih efektif untuk
mengendalikan S. asigna van Ecke.
2.
Untuk mengetahui perbandingan efektivitas masing-masing kerapatan
konidia yang berbeda dalam pengendalian S. asigna van Ecke.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
1.
Cordyceps militaris paling efektif digunakan untuk diaplikasikan pada
larva S. asigna van Ecke.
2.
Kerapatan konidia 107 lebih efektif menyebabkan kematian pada larva
S. asigna van Ecke dibandingkan dengan kerapatan konidia 106 dan 105.
Kegunaan Penelitian
1.
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
2.
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Download