tinjauan hukum terhadap pemberian kredit usaha kecil pada bank

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Perkembangan dunia perbankan begitu kompleks, dengan berbagai
macam jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif.
Kekomplekan ini telah menciptakan suatu sistem dan pesaing baru dalam
dunia perbankan, bukan hanya persaingan antar bank tetapi juga antara bank
dengan lembaga keuangan. Sebuah fenomena nyata yang telah menuntut
manajer keuangan bank untuk lebih antisipatif terhadap perubahan yang terjadi
dalam dunia perbankan. 1
Suatu perkembangan yang boleh dikatakan sangat mengembirakan,
khususnya bagi umat Islam yang selama ini menginginkan investasi dan
pendanaan tanpa unsur riba. Satu hal yang sangat menarik, yang membedakan
antara manajemen Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah terletak
pada pembiayaan dan pemberian balas jasa, baik yang diterima oleh bank
maupun investor. Jika dilihat pada bank umum, pembiayaan disebut loan,
sementara di Bank Syariah disebut financing. Sedangkan balas jasa yang
diberikan atau diterima pada Bank Konvensional berupa bunga pinjaman
(interest of loan) dalam presentase pasti. Sementara pada Bank Syariah dengan
1
H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Penerbit Mulia Sari, Jakarta, 1994, hal. 32
1
Universitas Sumatera Utara
sistem syariah, hanya memberi dan menerima balas jasa berdasarkan
perjanjian (akad) bagi hasil. 2
Dalam menjalankan operasinya, Bank Syariah tidak berdasarkan bunga,
spekulasi, dan ketidakjelasan, serta selalu melakukan penyaluran dana pada
usaha yang halal dan menguntungkan. Sedangkan Bank Konvensional adalah
bank berdasarkan bunga dan penyaluran dananya pada sektor yang
menguntungkan, tetapi aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama.
Selanjutnya dalam perbankan syariah dikenal istilah mudharabah,
murabahah dan musyarakah untuk program pembiayaan. Bank Syariah akan
memperoleh keuntungan berupa bagi hasil, dari proyek yang dibiayai oleh
bank tersebut. Apabila proyeknya mandek, maka akan dicarikan solusi
penyelesaian, misalnya dengan menjual aset proyek. Uang penjualan aset
proyek yang dibiayai Bank Syariah, akan dibagi kepada bank dan nasabah
sesuai penyertaan masing-masing pada usaha tersebut. Lalu bagaimanakah
dengan mekanisme manajemen kredit yang dapat diberlakukan dalam Bank
Syariah, dimana dalam mekanisme ini terjadi tarik-menarik kepentingan antara
peminjam, bank dan investor.
3
Bagi peminjam dana (borrowers), hal ini merupakan kesempatan emas
dimana peminjam tidak terlalu terbebani atas bunga pinjaman tersebut. Tetapi
bagi kalangan investor (deposan atau penanam modal lainnya), sistem
2
Adi Warman Karim, “Menimbang Risiko Kredit di Bank Syariah”, Majalah Investor
No.88 Tahun V. Jakarta, 2003, hal. 56
3
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia UII, Yogyakarta, 2003,
hal. 38
Universitas Sumatera Utara
perbankan ini kurang menjanjikan. Para investor (lenders) menginginkan dana
yang diinvestasikannya, memiliki pengembalian minimal sesuai dengan
harapan mereka. Sebaliknya, bank sebagai media perantara (intermediasi) bisa
mengalami
kesulitan
untuk
menggalang
dana
masyarakat.
Kegiatan
operasional bank dalam bentuk penyaluran kredit, dapat terhambat jika
mobilisasi dana tidak sesuai dengan jumlah permintaan pendanaan. 4
Kredit macet itu sebenarnya tidak ada karena begitu piutang (kredit)
tidak dilunasi oleh debitur, maka dapat ditutup dari hasil penjualan barang
jaminan yang notabene nilainya lebih tinggi dari kredit.
Perlu diketahui bahwa Undang-Undang Perbankan tidak cukup
akomodatif untuk mengatur masalah kredit macet. Hal ini terbukti dari: a) UU
Perbankan No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10
Tahun 1998 pasal yang mengatur tentang kredit macet; b) UU Perbankan tidak
mengatur jalan keluar dan langkah yang ditempuh perbankan menghadapi
kredit macet; c) UU Perbankan tidak menunjuk lembaga mana yang
menangani kredit macet, dan sejauh mana keterlibatannya, dan d) UU
Perbankan tidak memberikan tempat yang cukup baik kepada komisaris bank
sebagai badan pengawas. Untuk itu perlu dibentuk UU khusus tentang
penanggulangan kredit macet pada usaha kecil baik dari segi hukum substantif,
pengawasan preventif ataupun segi prosedural atau segi represif lainnya. 5
4
Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta,
1993, hal.45
5
Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Cetakan
Pertama, UII Press, Yogyakarta, 2002, hal. 83
Universitas Sumatera Utara
Usaha yang tidak bankable dipandang oleh bank mengandung default
risk atau kredit macet. Pada prakteknya untuk menekan resiko kredit macet
tersebut bank mewajibkan jaminan tambahan untuk kredit yang diberikan, baik
mengasuransikan kredit yang diberikan maupun jaminan kredit yang dimiliki
nasabah atau bahkan menolak pemberian kredit meskipun usaha calon debitur
memiliki prospek yang sangat memadai. Upaya menekan resiko kredit macet
menjadi penghambat bagi upaya perluasan akses kredit bagi usaha yang
feasible.
Bagi usaha mikro, kecil, dan menengah kredit dirasa cukup penting
mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan
guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal
mereka. Permasalahan timbul ketika pengusaha mikro, kecil dan menengah
tersebut dihadapkan kepada kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh
pinjaman. Meskipun usaha mereka feasible namun sebagian besar pengusaha
mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi persyaratan jaminan kredit bank.
Namun demikian, dalam perkembangannya bank syariah dalam tahun
1996
sampai
dengan
tahun
1999
menunjukkan
pertumbuhan
yang
mengesankan, khususnya dalam aspek penyaluran pembiayaan. Total
penyaluran pembiayaan ditahun 1996 sebesar Rp.312,16 miliyar sedangkan
ditahun 1997 sebesar Rp.459,21 miliyar. Kemudian ditahun 1998 total
Universitas Sumatera Utara
penyaluran pembiayaan sebesar Rp.462,09 miliyar dan ditahun 1999 sebesar
Rp.423,06 miliyar. 6
Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU
No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, disebutkan bahwa “kredit adalah
penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan. Sedangkan menurut UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah, istilah kredit diganti menjadi istilah pembiayaan yang memiliki makna
yang berbeda satu sama lain. Pasal 1 butir (25) menyebutkan bahwa
pembiayaan menurut sistem Bank Syariah adalah penyediaan dana atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : transaksi bagi hasil dalam
bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa-menyewa dalam bentuk
ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual
beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; transaksi pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan transaksi sewa-menyewa jasa
dalam bentuk ijarah, untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
6
Heri Sudarsono, Op.Cit, hal. 42
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan utama dan menjadi sumber
utama pendapatan bagi Bank Syariah. Namun demikian harus diingat
bahwa bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh resiko, disamping
menjanjikan kentungan yang besar jika dikelola dengan baik dan prudent
(hati-hati). Dikatakan sebagai bisnis penuh resiko (full risk business)
karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat,
baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito. 7
Oleh karena itu, penyaluran pembiayaan Bank Syariah harus
memperhatikan prinsip kehati-hatian bank (prudent banking principle).
Prinsip kehati-hatian adalah suatu azas atau prinsip yang menyatakan
bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat
yang dipercayakan padanya. 8
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian ini merupakan salah satu cara yang
paling efektif untuk menekan terjadinya kredit macet, disamping
sistem/pola penanganan yang sudah dimiliki/disiapkan sendiri (kebijakan
internal) masing-masing bank, baik itu Bank Syariah maupun Bank
Konvensional.
Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis
dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum tentang Penanganan
kredit/pembiayaan macet pada Bank Muamalat Cabang Medan.”
B. Perumusan Masalah
Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian.
Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak
mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
Aspek
Penilaian,
Permasalahan
&
Dampak
Kredit/Pembiayaan Macet?
7
Mulhadi, Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam kerangka UU Perbankan di
Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara Medan, 2005, hal. 2
8
Usman Rachmadi, Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,
2001, Jakarta, hal 18, sebagaimana dikutip oleh Mulyadi, Prinsip Kehati-hati (Prudent Banking
Principle), Ibid hal. 10
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Kredit (Pembiayaan menurut sistem
bank syariah) pada Usaha Mikro, Kecil & Menengah Bank Muamalat
Cabang Medan?
3. Bagaimana Konsep Penanganan Kredit Macet dalam Peraturan
perundang-undangan Pasca UU. No.7/1992?
4. Bagaimana Sistem/Pola hukum penanganan kredit macet pada Bank
Muamalat Cabang Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
Untuk
mengetahui
aspek
Penilaian,
Permasalahan
&
Dampak
Kredit/Pembiayaan Macet.
Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit/pembiayaan pada usaha
kecil menurut sistem bank syariah di Bank Muamalat Cab. Medan.
Untuk mengetahui konsep penanganan kredit macet usaha kecil di dalam
berbagai pertauran perundang-undangan perbankan pasca No.7/1992.
Untuk mengetahui sistem/pola penanganan kredit macet pada usaha kecil
pada Bank Muamalat Cab. Medan.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Sebagai bahan masukan teoritis bagi penulis untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman hukum kredit macet pada usaha kecil
Bank Muamalat Cab. Medan.
b. Untuk menerapkan pengetahuan penulis secara praktis agar masyarakat
mengetahui bagaimana proses pinjaman kredit pada usaha kecil Bank
Muamalat Cab. Medan.
D. Keaslian Penelitian
Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Hukum tentang penanganan
kredit/pembiayaan macet pada usaha kecil di Bank Muamalat Cabang Medan.
Judul kripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama
khususnya di Bank Muamalat Cabang Medan, sehingga tulisan ini asli, atau
dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa fakultas hukum
USU. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam perkembangannya kata kredit berubah makna menjadi pinjaman.
Memang diakui bahwa pinjaman yang diberikan oleh pihak kreditur kepada
debitur dilandasi kepercayaan, bahwa pada suatu waktu tertentu pinjaman
tersebut dikembalikan ditambah imbalan jasa tertentu.
Pengertian kredit menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun
1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
Universitas Sumatera Utara
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan dalam konsep bank syariah, istilah kredit sudah diganti
menjadi istilah pembiayaan, dimana pengertian pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa
imbalan atau bagi hasil. 9
“Dalam pengertian kredit ada terdapat pengertian transfer antara waktu
sekarang dengan waktu yang akan datang. Dengan demikian didefinisikan
sebagai suatu hak untuk menggunakan uang dalam batas waktu tertentu
berdasarkan pertimbangan tertentu.” 10
Kredit berarti suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak
lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang
akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi.
Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang
berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh Bank
sebagai pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah
9
Pasal 1 Butir 25 UU No.21 Tahun 2008 Tentang Bank Syariah
Muchdarsyah Sinungan Dasar dan Teknik manajemen kredit, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta, 1997, hal. 67
10
Universitas Sumatera Utara
diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan
syarat yang telah disetujui bersama. 11
Gejala kredit bermasalah adalah :
a. Adanya penyimpangan dari ketentuan dan syarat-syarat perjanjian
kredit/perjanjian pinjaman biasa dilakukan oleh kreditur atau debitur.
b. Adanya penurunan kondisi keuangan debitur yang kelihatan dari
keterlambatan pembayarannya.
c. Adanya perbuatan dari debitur yang mulai kurang kooperatif dengan
mulai menunggak dan membayar tidak tepat waktu.
d. Adanya penyampaian data atau informasi dan laporan yang tidak benar
atau sama sekali tidak ada laporannya.
e. Adanya penurunan nilai dan kualitas serta kuantitas asset dan agunan
yang telah ditentukan dalam perjanjian.
f. Adanya pergantian pengurusan tanpa persetujuan kreditur baik jabatan,
pemegang saham maupun posisi-posisi yang penting.
g. Adanya penjualan pribadi atau keluarga yang dibawa kedalam
perusahaan atau permasalahan diantara pengurus.
h. Adanya gugatan dari dalam perusahaan sendiri atau dari luar
perusahaan.
i. Adanya permasalahan tenaga kerja atau perburuhan yang mengganggu
kestabilan perusahaan. 12
Pemberian kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian tidak dapat
dilepaskan dari prinsip kepercayaan, yang sering menjadi sumber malapetaka
bagi kreditur sehubungan dengan kredit macet. Berbagai unsur seperti suku
bunga,
Jaminan/Agunan,
perjanjian
kredit
pun
dalam
perundang-
undangan/peraturan perlu mendapatkan perhatian, karena dalam kenyataannya
11
Thomas Suyatno, et. Al. Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. 1999, hal. 44
12
Irman, Tb, Anatomi Kejahatan Perbankan, Penerbit AYYCCS Group, Jakarta 2006, hal.
147
Universitas Sumatera Utara
kurang memuaskan untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet pada
usaha kecil. 13
Selain itu, dalam pemberian kredit usaha kecil, pihak bank juga
mensyaratkan adanya penjaminan. Sebagai penjaminan yang utama adalah
nilai dan kelayakan usaha yang akan dibiayai dengan kredit yang dimohonkan.
Apabila nilai dan kelayakan usaha bank kurang menjamin pengembalian kredit
maka bank mensyaratakan harus menjamin pengembalian kredit yang berupa
jaminan kebendaan. 14
Prinsip pembiayaan dalam bank syariah terbagi menjadi empat, yaitu
prinsip jual beli/bai’, prinsip sewa/ijarah, prinsip bagi hasil/syirkah, dan
prinsip pelengkap. Prinsip jual beli dan sewa memiliki karakteristik natural
certainty contract, yang berarti bawa kontrak dilakukan dengan menentukan
secara pasti nilai nominal dari keuntungan di awal kontrak perjanjian. Prinsip
jual beli didasarkan pada transaksi riil (pembelian barang atau jasa dilakukan
oleh bank syariah kemudian nasabah mengangsur kepada bank syariah).
Nasabah tidak akan secara langsung mendapatkan uang tunai dari bank
syariah. Produk pembiayaan yang menggunakan prinsip jual beli adalah
murabahah, salam, dan istishna.
15
Prinsip bagi hasil memiliki karakteristik natural uncertainty contract,
yang berarti kontrak dilakukan tidak dengan menyepakati nominal keuntungan
13
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, Cetakan ke enam, Penerbit
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 92
14
Arisson Hendry, Et, al, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, Muamalat Institute,
Jakarta, 1999, hal. 67
15
Adi Warman Karim,. 2003, Op.Cit, hal. 86-101
Universitas Sumatera Utara
yang akan diterima melainkan menyepakati nisbah bagi hasil yang akan
diterima sehingga tidak ada kepastian nilai nominal yang akan diterima karena
tergantung pada keuntungan usaha. Prinsip ini mengharuskan pemanfaatan
dana pada bank syariah menggunakan dana yang dimohon untuk usaha
produktif. Produk pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil adalah
musyarakah dan mudharabah.
Prinsip pelengkap dalam bank syariah pada dasarnya adalah prinsip
tabaru’ (kebaikan). Jadi, tidak ada keuntungan yang disepakati pada kontrak
perjanjian. Transaksi tidak bermotifkan keuntungan, tetapi diperbolehkan
mengenakan biaya administrasi.
Dalam menjalankan prinsip syariahnya, bank syariah juga harus
menjunjung nilai-nilai keadilan, amanah, kemitraan, transparansi dan saling
menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah yang merupakan pilar
dalam melakukan aktivitas muamalah. Oleh karena itu, produk layanan
perbankan harus disediakan untuk mampu memberikan nilai tambah dalam
meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang
berlandaskan pada nilai-nilai Islam. 16
Tingkat pembiayaan yang semakin tinggi pada suatu bank juga diiringi
dengan adanya risiko kredit yang besar pula. Risiko kredit ini harus
diminimalisir agar bank dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Salah
satu cara untuk meminimalisir risiko kredit adalah dengan pengadaan suatu
16
Makhalul Ilmi SM, Op.Cit, hal. 67
Universitas Sumatera Utara
pengendalian yang terdiri dari beberapa kebijakan dan prosedur yang
dirancang untuk menjalankan fungsi pengelolaan pembiayaan secara aman,
obyektif dan sesuai dengan ketentuan perbankan syariah yang berlaku.
Hanya dua tahun
setelah didirikan
Bank Muamalat berhasil
menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin
memperkokoh posisi perseroan sebagai Bank Syariah pertama dan terkemuka
di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporak
porandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankkan
nasional tergulung oleh kredit Macet disekmen korporasi, Bank Muamalat pun
terimbas dampak krisis. Di tahun 1998 rasio pembayaran macet (Net Profit
Financial) mencapai lebih dari 60%, perseroan mencatat rugi sebesar Rp. 105
Milyar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39,3 Milyar, kurang
sepertiga modal setor awal.
Dalam kurun waktu tersebut Bank Muamalat berhasil membalikkan
kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap kru Muamalat.
Ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang
tepat serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan
penekanan pada :
a. Resturiksasi asset dan program efiensi
b. Tidak mengandalkan setoran modal tambahan
Universitas Sumatera Utara
c. Tidak melakukan PHK satupun terhadap sumber daya insani yang ada dan
dalam pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru Muamalat sedikitpun
d. Pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru Muamalat menjadi
prioritas utama ditahun pertama kepengurusan direksi baru.
e. Peletakkan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja
Muamalat sebagai agenda utama ditahun kedua dan,
f. Pembangunan tonggak – tonggak usaha dengan menciptakan serta
menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran. 17
Menurut pengalaman, para praktisi bank syariah dalam berhubungan
nasabah pembiayaan, produk itu dibagi menurut tingkat kepercayaan yang
telah terjalin diantara keduanya. Untuk nasabah yang baru, biasanya tidak
langsung
diberikan
pembiayaan
dengan
kepercayaan
penuh,
seperti
Mudharabah atau Musyarakah. Tetapi diberikan produk jual beli, seperti
Murabahah (atau Bai’ Bithaman Ajil menurut BIMB), Salam dan Istisna.
Karena dalam produk ini bank dapat menerapkan semua prinsip perbankan
murni, seperti hutang, kewajiban cicilan, jangka waktu, tingkat harga, jaminan
tambahan dan sebagainya. Ketika melalui produk pembiayaan ini kepercayaan
nasabah sudah dapat dilihat, bank kemudian menawarkan produk yang lebih
beresiko, seperti Mudharabah. Pada produk ini bank tidak dapat lagi
membebankan resiko pada nasabah, karena sepenuhnya ditanggung oleh bank.
Kredibilitas, integritas dan accountibilitas nasabah sebagai mudharib menjadi
17
Sudarsono, Op.Cit, hal. 93
Universitas Sumatera Utara
faktor penentu. Dan jika dengan produk ini nasabah bisa dipercaya, maka
produk yang tertinggi tingkat resikonya, yaitu Qardh (pinjaman tanpa bagi
hasil) dapat diberikan. Pada tingkat ini nasabah telah mencapai taraf prima
(prime customer) karena tanpa jaminan dan tanpa kewajiban memberikan
tambahan, bank dapat memberikan pinjaman. Biasanya diberikan untuk
kebutuhan mendesak, berjangka waktu relatif pendek, tidak bisa dilayani oleh
produk lain dan kemungkinan besar tidak akan macet. 18
Metode Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah data adalah merupakan dasar utama,
karenanya metode penelitian sangat diperlukan dalam penyusunan skripsi.
Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi ini penulis menyusun data
dengan menghimpun data-data yang ada referensinya dengan masalah yang
diajukan.
Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah:
1. Penelitian kepustakaan (Library Research)
Dalam metode pengumpulan data melalui library research ini maka penulis
melakukannya dari berbagai sumber bacaan yang berhubungan dengan judul
pembahasan, baik itu dari literatur-literatur ilmiah, majalah, peraturan
perundang-undangan.
2. Penelitian lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan ini penulis lakukan dengan mengunjungi langsung
objek yang diteliti.
Penelitian lapangan dilakukan pada Bank Muamalat Cab. Medan, yaitu
dengan:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara (Interview) yaitu mengadakan interview kepada ibu Eni
Yuniarta sebagai Assistent Marketing Officer, dan Pak Erwinsyah Bidang
Perbankan dan Perkreditan di Bank Indonesia dianggap dapat mendapatkan
18
Adi Warman Karim, Op.Cit, hal. 105
Universitas Sumatera Utara
data/informasi tentang pola/sistem pembiayaan kredit macet yang diatur
Bank Indonesia.
b. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan
mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip Bank
Muamalat Cabang Medan yang berkaitan dengan penelitian.
Sistematika penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan
agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka
penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam
beberapa sub-sub bab.
Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:
BAB I.
Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi
tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II.
Tinjauan Umum Tentang Usaha Mikro, Kecil & Menengah. Bab ini
berisikan tentang Pengertian Usaha Mikro, Kecil & Menengah, Ruang
Lingkup Usaha kecil Mikro, Kecil dan Menengah, Kriteria Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, Pembiayaan dan Penjaminan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, dan Jenis-Jenis Pembiayaan Syariah
untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
BAB III. Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah, Bab ini berisikan tentang
Pengertian Bank Syariah, Prinsip-prinsip Bank Syariah, Sistem
Universitas Sumatera Utara
operasional Bank Syariah, dan Pembiayaan berdasarkan sistem Bank
Syariah.
BAB IV.
Tinjauan Hukum Tentang Bank
Muamalat dan Perkembangannya, Penanganan
Kredit/Pembiayaan Macet Pada Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Bank Muamalat. Bab ini
berisi tentang Aspek Penilaian, Permasalahan & Dampak
Kredit/Pembiayaan Macet, Pelaksanaan Pemberian Kredit
(Pembiayaan menurut sistem bank syariah) pada Usaha Mikro,
Kecil & Menengah Bank Muamalat Cabang Medan, Konsep
Penanganan Kredit Macet dalam Peraturan perundang-undangan
Pasca UU. No.7/1992, dan Sistem/Pola hukum penanganan kredit
macet pada Bank Muamalat Cabang Medan.
BAB V.
Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini,
dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari
penulis.
BAB II
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
Universitas Sumatera Utara
Download