3 SITOTOKSISITAS PROTEIN KAPANG LAUT

advertisement
13
3 SITOTOKSISITAS PROTEIN KAPANG LAUT
Xylaria psidii KT30 TERHADAP Sel Chang dan Sel HeLa
Pendahuluan
Latar belakang
Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker
yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang
menyerang leher rahim. Jumlah kematian akibat kanker serviks di dunia
diperkirakan lebih dari 300.000 per tahun, dan banyak dari mereka yang
meninggal adalah ibu-ibu muda. Tingkat morbiditas kanker leher rahim di
Indonesia menempati posisi pertama dibandingkan dengan kanker yang lain
(Canavan dan Doshi 2000).
Kanker leher rahim terjadi jika sel-sel yang ada di daerah tersebut
membelah secara tak terkendali dan menjadi abnormal. Jika sel-sel tersebut terus
membelah, maka akan terbentuk suatu massa jaringan yang disebut tumor. Tumor
dapat bersifat jinak atau ganas. Jika tumor tersebut menjadi ganas, maka
keadaannya disebut sebagai kanker leher rahim (Lio 2006).
Pengobatan kanker yang umum dilakukan saat ini adalah dengan cara
kemoterapi. Kemoterapi adalah terapi kimia dengan menggunakan zat-zat
kemoterapi untuk menekan pertumbuhan kanker. Zat-zat kimia yang digunakan
dapat dari hasil sintesis kimia, semisintetik, fitokimia, bioaktif hewan dan dari
mikroorganisme (Taneja et al. 2005).
Metode kemoterapi dilakukan dengan cara memberikan obat dalam bentuk
senyawa kimia untuk membunuh sel-sel kanker dalam tubuh pasien. Kemoterapi
dapat diberikan melalui mulut atau injeksi, kadang-kadang dapat juga langsung
pada bagian tubuh yang terkena kanker. Kebanyakan kemoterapi diberikan secara
infus melalui pembuluh darah vena. Namun, teknik kemoterapi di samping
membunuh sel-sel kanker juga dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel normal yang
kebetulan menyerap obat tersebut. Efek samping pengobatan ini cukup berat,
misalnya mual, muntah, rambut rontok, dan lain-lain (Anica et al. 2011).
Operasi bedah merupakan pilihan efektif untuk tipe kanker yang tidak
terikat erat pada jaringan tubuh lainnya, serta sel-sel kankernya terbungkus dalam
satu kesatuan. Namun, teknik pembedahan ini menjadi kurang menguntungkan
pada jenis kanker terbuka karena dapat meninggalkan sisa-sisa sel kanker yang
dapat tumbuh kembali di kemudian hari. Teknik operasi bedah juga tidak dapat
digunakan untuk jenis kanker yang sudah bermetastasis. Saat ini dengan mahalnya
obat kemoterapi sintetik dan meningkatnya kasus penyakit kanker maka
pengobatan kanker difokuskan pada komponen fitokimia dan bioaktif dari
mikroba dan hewan yang berpotensi menekan pertumbuhan sel normal atau reaksi
metabolik (Kumaran et al. 2009).
Sampai sekarang belum ditemukan obat yang memenuhi kriteria terapi yang
optimal terhadap para penderitanya, sehingga perlu dikembangkan obat baru yang
mempunyai efek terapi yang baik (Heti 2009). Xylaria psidii KT30 adalah salah
14
satu jenis kapang yang dapat menghasilkan protein antikanker. Sitotoksisitas
kapang laut X. psidii KT30 belum diketahui sehingga penelitian ini bertujuan
untuk menentukan sitotoksisitas protein kapang laut X. psidii KT30 terhadap sel
Chang (sel normal) dan sel HeLa.
Bahan dan Metode
Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan
Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut
Pertanian Bogor, Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi Pusat Studi Satwa
Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapang laut
Xylaria psidii KT30. Pengujian sitotoksisitas digunakan bahan antara lain sel
kanker serviks (HeLa ATCC CCL 2), sel hati normal (Chang ATCC CCL 13),
Doxorubicin, Fetal Bovine Serum (FBS), Media Rosewall Park Memorial Institute
(RPMI) 1640, 3-(4-,5 dimethylthiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida
(MTT), larutan SDS 10%, HCl, kristal formazan, dan Phosphate Buffered Saline
(PBS). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi,
micropipet, well plate, inkubator MILLIPORE, microplate reader C-MAG
HS Series H24 dan sentrifus HIMAC CR 21 G.
Metode penelitian
Uji sitotoksisitas ekstrak protein kapang laut Xylaria psidii KT30 terhadap
sel Chang (Hseu et al. 2006)
Pembuatan media sel kanker (LCAG 2009)
Media DMEM bubuk dimasukkan ke dalam botol steril dan ditambahkan
3,7 gram NaHCO3, antibiotik penisilinstreptomisin 1%, dan 10% FBS, kemudian
dihomogenisasi dan ditambahkan akuabides sampai larutan media menjadi
1000 mL.
Persiapan kultur sel Chang (Li et al. 2011)
Sel Chang ditumbuhkan dalam flask yang berisi media DMEM. Sel yang
telah tumbuh (menempel pada dinding flask), kemudian medianya dibuang dan
sel HeLa dalam flask dibilas dengan larutan PBS. Enzim tripsin ditambahkan
sebanyak 5 mL, lalu dinkubasikan selama 5 menit, kemudian ditambahkan media
DMEM. Suspensi tersebut disentrifuse pada kecepatan 700g selama 5 menit.
Supernatan yang diperoleh dibuang dan pelet (sel Chang) yang diperoleh
ditambah dengan 5 mL DMEM. Jumlah sel Chang dihitung hingga
masing-masing sumur akan terisi 5.000 sel dalam 100 μL kultur sel Chang, dan
15
dimasukkan ke dalam tiap sumur sebanyak 96 sumur. Kultur sel tersebut
diinkubasi selama 24 jam (over night) dalam inkubator CO2.
Sitotoksisitas protein
Kultur sel Chang yang telah diinkubasi selama 24 jam medianya dibuang,
kemudian dilanjutkan dengan penambahan sampel protein dari kapang laut
X. psidii KT30. Sampel protein yang diuji yaitu protein kasar dan protein fraksi
terpilih. Tahap awal perlakuan sampel protein adalah dengan membuat stok
larutan sampel dengan konsentrasi masing-masing 10.000 ppm, yang dibuat
dengan cara melarutkan 10 mg sampel protein dengan 50 μL DMSO, kemudian
ditambah dengan 950 μL DMEM. Masing-masing larutan sampel protein
diencerkan dengan menambahkan DMEM untuk mendapatkan konsentrasi akhir
pada microplate. Konsentrasi yang digunakan pada semua sampel adalah 7, 16,
32, 75, 150, 250, 500, dan 1.000 ppm. Sumur microplate yang berisi sel Chang
dari tahap sebelumnya (kultur sel Chang), ditambahkan 100 μL larutan sampel
protein yang uji di atas sebagai perlakuan, dan ditambahkan 100 μL DMEM
sebagai kontrol negatif. Campuran dalam microplate tersebut diinkubasi selama
48 jam dalam inkubator CO2.
Uji sitotoksisitas dengan MTT (CCRC 2000)
Sel Chang yang telah diinkubasi 48 jam, dimasukkan garam tetrazolium
5 mg/mL sebanyak 10 μL tiap sumur. Warna campuran menjadi kuning. Inkubasi
selama 4 jam pada inkubator CO2. Setelah diinkubasi dan telah terbentuk kristal
formazan, larutan ekstrak dibuang. Kristal formazan yang terbentuk dilarutkan
dengan 100 μL etanol 96% pada tiap sumur. Warna larutan menjadi ungu. Nilai
absorban dari formazan yang terbentuk diukur dengan microplate reader pada
panjang gelombang 595 nm. Semua perlakuan dilakukan triplo.
Uji sitotoksisitas ekstrak protein kapang laut Xylaria psidii KT30 terhadap
sel HeLa (Hseu et al. 2006)
Pembuatan media sel kanker (LCAG 2009)
Media DMEM bubuk dimasukkan ke dalam botol steril dan ditambahkan
3,7 gram NaHCO3, antibiotik penisilinstreptomisin 1%, dan 10% FBS, kemudian
dihomogenisasi dan ditambahkan akuabides sampai larutan media menjadi
1.000 mL.
Persiapan kultur sel HeLa (Li et al. 2011)
Sel HeLa ditumbuhkan dalam flask yang berisi media DMEM, setelah sel
tumbuh (menempel pada dasar flask), media dibuang dan sel HeLa dalam flask
dibilas dengan larutan PBS. Setelah itu, dimasukkan enzim tripsin sebanyak 5 mL,
lalu dinkubasikan selama 5 menit, dan kemudian ditambahkan media DMEM.
Suspensi tersebut disentrifuse pada kecepatan 700g selama 5 menit. Supernatan
yang diperoleh dibuang dan pellet (sel HeLa) yang diperoleh ditambah dengan
5 mL DMEM. Jumlah sel HeLa dihitung hingga masing-masing sumur akan terisi
5.000 unit sel dari 100 μL kultur sel HeLa, dan dimasukkan ke dalam tiap sumur
sebanyak 96 sumur. Kultur sel tersebut diinkubasi selama 24 jam (over night)
dalam inkubator CO2.
16
Sitotoksisitas protein
Kultur sel HeLa yang telah diinkubasi selama 24 jam medianya dibuang,
kemudian dilanjutkan dengan perlakuan ekstrak. Protein yang diuji meliputi
protein kasar dan protein fraksi terpilih. Tahap awal perlakuan sampel adalah
dengan membuat stok larutan sampel protein dengan konsentrasi masing-masing
10.000 ppm yang dibuat dengan cara melarutkan 10 mg sampel protein dengan
50 μL DMSO, kemudian ditambah dengan 950 μL DMEM. Masing-masing
larutan sampel protein kemudian diencerkan dengan menambahkan DMEM untuk
mendapatkan konsentrasi akhir pada microplate. Konsentrasi yang digunakan
pada sampel yang diuji meliputi protein kasar, protein fraksi terpilih adalah 30,
60, 90, 180, 270, 360, 720, dan 1080 ppm. Sumur microplate yang berisi sel HeLa
dari tahap sebelumnya (kultur sel HeLa), ditambahkan 100 μL larutan sampel
protein yang uji di atas sebagai perlakuan dan ditambahkan 100 μL DMEM
sebagai kontrol negatif. Campuran dalam microplate tersebut diinkubasi selama
48 jam dalam inkubator CO2.
Uji sitotoksisitas dengan MTT (CCRC 2000)
Sel HeLa yang telah diinkubasi 48 jam, dimasukkan garam tetrazolium
5 mg/mL sebanyak 10 μL tiap sumur. Campuran garam tetrazolium yang
berwarna kuning diinkubasi selama 4 jam pada inkubator CO2. Larutan ekstrak
dibuang setelah terbentuk kristal formazan. Kristal formazan yang terbentuk
dilarutkan dengan 100 μL etanol 96% pada tiap sumur. Warna larutan menjadi
ungu. Nilai absorban dari formazan yang terbentuk diukur dengan microplate
reader pada panjang gelombang 595 nm. Semua perlakuan dilakukan triplo.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari uji sitotoksisitas dengan MTT berupa nilai
absorban tiap sumur, kemudian nilai absorban tersebut dikonversi menjadi %
inhibisi dengan menggunakan rumus (Zhang et al. 2005):
% Inhibisi = A kontrol−A sampel x 100%.
A kontrol
Analisis statistik untuk membandingkan inhibisi tiap ekstrak dilakukan
dengan menggunakan One-Way ANOVA dengan SPSS. Jika terdapat perbedaan
yang nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan program
SPSS.
Hasil dan Pembahasan
Sitotoksisitas protein kapang laut Xylaria psidii KT30 pada sel Chang
Uji sitotoksisitas dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa
besar tingkat sitotoksisitas protein kasar, protein F3.1, F3.2, dan F4 kapang laut
Xylaria psidii KT30 terhadap sel normal (Chang) dan sel HeLa. Uji sitotoksisitas
awal dilakukan terhadap sel Chang. Sel Chang adalah kultur sel yang diisolasi
dari hati manusia.
Uji MTT merupakan uji yang sensitif, kuantitatif, dan terpercaya. Reaksi
MTT merupakan reaksi reduksi selular yang didasarkan pada pemecahan garam
17
tetrazolium MTT berwarna kuning menjadi kristal formazan berwarna biru
keungguan (Basmal et al. 2009). Metode perubahan warna tersebut digunakan
untuk mendeteksi adanya proliferasi sel. Sel yang mengalami proliferasi,
mitokondria akan menyerap MTT sehingga sel-sel tersebut akan berwarna ungu
akibat terbentuknya kristal tetrazolium (formazan). Konsentrasi formazan yang
berwarna ungu dapat ditentukan secara spektrofotometri visibel dan berbanding
lurus dengan jumlah sel hidup. Semakin besar absorbansi menunjukkan semakin
banyak jumlah sel yang hidup (Depamede et al. 2009).
80
a
70
a
a
60
Inhibisi ( %)
50
b
40
30
b
b
20
10
b
bc
0
-10
-20
b
7
b
b
b
b
c
dd
16
b cd
cdd
d dd
cdd
c
c cd
bcd
dd
32
75
150
250
500
1000
Doxo
Konsentrasi (ppm)
Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaaan nyata (p<0.05)
Gambar 6 Pengaruh konsentrasi protein terhadap sel Chang (protein kasar
fraksi F3.1 , fraksi F3.2
, fraksi F4
,dan doxo
)
,
Gambar 6 menunjukkan hasil fluktuatif antara penambahan konsentrasi
sampel protein kasar dan fraksi terpilih terhadap persen inhibisi sel Chang. Protein
kasar pada konsentrasi 500 dan 1.000 ppm serta kontrol positif (doxorubicin)
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan sampel protein kasar dan
fraksi protein terpilih pada konsentrasi 7, 16, 32, 75, 150 dan 250 ppm tidak
berbeda nyata terhadap persen inhibisi sel Chang.
Persen inhibisi tertinggi (61,53%) pada sel Chang terlihat pada protein
kasar konsentrasi 1.000 ppm, sedangkan pada fraksi terpilih (F3.1, F3.2 dan F4)
pada konsentrasi 1.000 ppm hanya memiliki persen inhibisi berturut-turut 29,39%,
15,01%, dan 15,01%.
Nilai IC50 semua konsentrasi protein kasar dan protein fraksi F3.1, F3.2
dan F4 hasil fraksinasi dari kapang laut Xylaria psidii KT30 pada penelitian ini
tidak bisa ditentukan karena pada konsentrasi ekstrak terbesar (1.000 ppm) tidak
menghasilkan % inhibisi lebih dari 50% terhadap sel Chang. Nilai IC50 protein
kasar dan protein fraksi terpilih kapang laut terhadap sel Chang disimpulkan lebih
dari 1.000 μg/mL.
Doxorubicin digunakan sebagai kontrol positif. Doxorubicin merupakan
salah satu agen kemoterapi yang sudah digunakan sebagai obat antikanker
(Arafa et al. 2005). Kontrol positif (doxorubicin) dengan konsentrasi 3 ppm
menunjukkan persen inhibisi sebesar 72,52% terhadap sel Chang. Jika
dibandingkan dengan kontrol positif yang digunakan maka fraksi F4 kapang laut
18
X. psidii KT30 masih memiliki persen inhibisi yang lebih rendah dalam
membunuh sel normal sehingga lebih aman untuk digunakan sebagai agen
antikanker. Heti (2009) melaporkan bahwa terapi dikatakan berhasil baik bila
dosis yang digunakan dapat mematikan sel tumor yang ganas dan tidak
mengganggu sel normal yang berproliferasi.
Sitotoksisitas protein kapang laut Xylaria psidii KT30 pada sel HeLa
Sel kanker merupakan sel abnormal yang telah mengalami transformasi
dari sel normalnya. Sel kanker dapat digunakan sebagai model biologi untuk
menentukan sifat-sifat biologisnya dan analisis obat-obatan sebagai agen
antikanker. Penelitian resistensi obat kanker menggunakan sel kanker dapat
digunakan untuk mempelajari mekanisme pengaturan resistensi obat-obatan untuk
penyakit kanker (Arya et al. 2011).
100
a
80
a*
Inhibisi (%)
a
c
c
60
c
d
d
c
abc
40
ab a
20
a
ab
a
0
30
-20
b ab
abc
60
bcd abc bc
ab
bc ab
bc
cd
c
270
360
b
90
180
c
d
bc
720
a
a
1080
doxo
Konsentrasi (ppm)
Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaaan nyata (p<0.05)
Gambar 7 Pengaruh perlakuan konsentrasi protein terhadap sel HeLa
(protein kasar
, fraksi F3.1
, fraksi F3.2
, fraksi F4
doxo*(Suci 2013 ) )
, dan
Gambar 7 menunjukkan hasil fluktuatif antara penambahan konsentrasi
sampel protein kasar dan fraksi terpilih terhadap persen inhibisi sel HeLa. Protein
kasar pada konsentrasi 720 dan 1.080 ppm serta kontrol positif (doxorubicin)
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan pada sampel protein kasar dan
fraksi terpilih pada konsentrasi 30, 60, 90, 180, 270, dan 360 tidak berbeda nyata
terhadap % inhibisi sel HeLa (< 0.05).
Nilai IC50 semua konsentrasi protein fraksi F3.1, F3.2 dan F4 hasil
fraksinasi dari kapang laut Xylaria psidii KT30 pada penelitian ini tidak bisa
ditentukan karena pada konsentrasi terbesar (1.080 ppm) tidak menghasilkan
persen inhibisi lebih dari 50% terhadap sel HeLa. Pada konsentrasi 30 ppm, fraksi
F4 telah membunuh sel HeLa sebesar 26,85%. Suci (2013) melaporkan bahwa
doxorubicin dengan konsentrasi 3 ppm menunjukkan persen inhibisi sebesar
70,13% terhadap sel HeLa. Jika dibandingkan dengan persen inhibisi sampel
protein kasar dan protein fraksi F3.1 dan F3.2 maka fraksi F4 lebih berpotensi
sebagai agen antikanker.
19
Berdasarkan National Cancer Institute (2012), nilai ini menunjukkan
aktivitas antikanker protein hasil fraksinasi X. psidii KT30 sangat lemah terhadap
sel HeLa, sedangkan protein kasar protein kapang laut memiliki nilai IC50
69,89 μg/mL (Tabel 4). Sitotoksisitas protein fraksi terpilih yang rendah terhadap
sel HeLa karena proses fraksinasi yang dilakukan belum optimal sehingga belum
menghasilkan senyawa tunggal. Sel HeLa diduga bersifat resisten terhadap
senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat dalam protein kapang laut
X. psidii KT30. Kumala (2010) melaporkan kapang endofit isolat 1.3.11 yang
diisolasi dari Brucea javanica terbukti bersifat sitotoksik terhadap sel kanker
payudara MCF-7 dan T47D dengan IC50 berturut-turut 48 μg/mL dan 68 μg/mL
dan menunjukkan sinergisme dengan doxorubicin dalam pemacuan apoptosis.
Tabel 4 Data hasil uji sitotoksisitas ekstrak kasar kapang laut X. psidii KT30
terhadap sel HeLa
Konsentrasi
(ppm)
30
60
90
180
270
360
720
1080
% Inhibisi
46,36
47,01
51,53
59,45
59,12
58,48
68,01
84,32
Log
konsentrasi
1,47
1,77
1,95
2,25
2,43
2,55
2,85
3,03
Probit
4,90
4,92
5,03
5,23
5,23
5,20
5,47
5,99
IC50
69,89 μg/mL
Morfologi sel Chang dan sel HeLa diamati dibawah mikroskop (Gambar 8
dan 9). Bentuk sel Chang dan sel HeLa yang tanpa perlakuan tampak melekat
pada bagian permukaan tempat tumbuh sel, selain itu sel juga masih berbentuk
epithelial-like (CLS 2013). Sel Chang dan sel HeLa yang telah mendapat
perlakuan dan mengalami inhibisi kurang dari 50% masih akan tetap sama
dengan benntuk sel hidup, namun pada beberapa sel akan terlihat telah mengalami
kerusakan. Pada sel yang mengalami inhibisi lebih dari 50% akan jelas terlihat
perubahan morfologinya diantaranya sel sudah tidak lagi terlihat berkonoli dan
telah terlepas dari tempat tumbuhnya. Ikatan antar sel yang terlepasnya dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor enzimatis seperti enzim
tripsin, protease, kolagenase (Freshey 2000).
20
2
1
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Sel Chang (a) inhibisi 0 %, (b) inhibisi < 50 %, (c) inhibisi > 50 % ; 1: sel
hidup, 2: sel mati
1
2
(a)
(b)
(c)
Gambar 9 Sel HeLa (a) inhibisi 0 %, (b) inhibisi < 50 %, (c) inhibisi > 50 % ; 1: sel
hidup, 2: sel mati
Simpulan
Protein kasar kapang laut Xylaria psidii KT30 dikategorikan moderat aktif
berdasarkan National Cancer Institute (NCI) dengan nilai IC50 69,89 μg/mL.
Protein fraksi terpilih tidak bersifat toksik terhadap sel Chang dengan inhibisi
kurang dari 50% yang mengindikasikan protein kapang laut aman untuk sel
normal, sedangkan fraksi F4 merupakan fraksi yang berpotensi sebagai agen
antikanker.
PEMBAHASAN UMUM
Kanker merupakan penyakit degeneratif yang mematikan. WHO
(World Health Organization) (2012) memprediksi kasus kanker dunia yang
menyebabkan kematian akan mengalami 13,1 juta jiwa Tahun 2030. Sebagian
besar penyakit kanker disebabkan oleh lingkungan dan gaya hidup. Faktor
lingkungan yang menyebabkan kanker antara lain polusi, asap rokok, radiasi, dan
infeksi organisme. Faktor gaya hidup yaitu kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
makanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang karsinogenik, dan
makanan berlemak trans serta obesitas (Jemal 2011).
21
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit
yang paling banyak terjadi bagi wanita. Setiap jam, satu wanita meninggal di
Indonesia karena kanker serviks atau kanker mulut rahim ini. Fakta menunjukkan
bahwa jutaan wanita di dunia terinfeksi Human Papilloma Virus (HPV)
(Rasyid 2008). Kanker serviks atau kanker mulut rahim terjadi di bagian organ
reproduksi seorang wanita.
Kanker terjadi karena adanya perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang
akhirnya tumbuh menjadi malignan serta mempunyai ciri -ciri umum sebagai
berikut: (1) mandiri dalam signal pertumbuhan, (2) tidak peka terhadap signal anti
pertumbuhan, (3) menghindari apoptosis, (4) memiliki potensi replikasi yang
tidak terbatas , (5) angiogenesis, (6) invasi dan metastase ke jaringan lain. Oleh
karena itu, target pengembangan obat antikanker diarahkan pada
induksi/pemacuan apoptosis. Apoptosis merupakan program bunuh diri dari
sebuah sel. Program ini memiliki peran yang penting untuk menjaga homeostatis
perkembangbiakan sel dan dengan adanya disregulasinya bisa berakibat timbulnya
macam-macam penyakit. Salah satu peran pentingnya adalah untuk membatasi
proliferasi sel yang tidak diperlukan yang akan dapat menyebabkan kanker. Pada
sel kanker program apoptosis ini telah mengalami gangguan sehingga sel akan
mengalami metastasis (Manahan dan Wierberg 2002).
Teknologi untuk terapi kanker misalnya pembedahan, radiasi, terapi
hormon dan kemoterapi banyak dikembangkan saat ini, tapi pengobatan ini
memerlukan biaya yang mahal dan memiliki efek samping yang tidak baik bagi
tubuh. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu pengobatan yang dapat
mengobati kanker dengan kemampuan mengobati yang kuat dan tanpa efek
samping.
Pengembangan teknologi produksi senyawa aktif dari bahan alami
merupakan teknologi yang memiliki prospek yang baik. Salah satu bahan alami
yang dapat digunakan untuk menghasilkan senyawa obat dalam skala besar adalah
yang diekstrak dari kapang endofit. Penggunaan kapang endofit dapat
meningkatkan efisiensi produksi senyawa antikanker, masa berkembang biak
kapang endofit yang relatif singkat dengan laju pertumbuhan yang tinggi
memungkinkan produksi senyawa antikanker dan penginduksi apoptosis semakin
efisien dalam jumlah besar. Kapang laut Xylaria psidii KT30 merupakan salah
satu kapang yang dapat menghasilkan protein antikanker (Tarman et al. 2011).
Senyawa bioaktif antikanker yang akan digunakan untuk produk antikanker
harus diujikan terlebih dahulu dengan uji sitotoksisitas. Uji sitotoksisitas
merupakan salah satu pengembangan metode untuk memprediksi keberadaan
senyawa yang bersifat toksik pada sel (Kurnijasanti et al. 2008). Uji toksisitas
menggunakan metode BSLT menunjukkan kapang laut X. psidii KT30 bersifat
toksik dengan nilai LC50 104,95 ppm.
Pengobatan kanker misalnya kemoterapi dapat mengganggu sel normal
yang sedang berploriferasi. Penggunaan doxorubicin dilaporkan dapat
menimbulkan risiko efek samping pada jaringan normal terutama jantung serta
menekan sistem imun (Wattanapitayakul et al. 2005). Jaringan jantung memiliki
kemampuan metabolik yang sangat aktif tetapi memiliki sumber antioksidan yang
rendah bila dibandingkan dengan organ lain dalam tubuh. Hal ini menyebabkan
jantung rentan terhadap kerusakan akibat radikal bebas yang ditimbulkan oleh
doxorubicin (Arafa et al. 2005).
Download