1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Octocorallia adalah hewan dari Filum Cnidaria yang memiliki ciri utama memiliki tubuh simetri radial rangkap delapan atau memiliki tentakel berjumlah delapan. Hal mendasar ini yang membedakan Octocorallia dengan Scleractinia (Hexacorallia) yang memiliki tentakel yang berjumlah enam atau kelipatannya (Fabricius & Alderslade, 2001). Karang lunak sendiri juga menghasilkan kerangka kapur yang berbentuk duri-duri kokoh yang disebut spikula. Duri-duri ini tersusun sedemikian rupa sehingga tubuh karang lunak lentur dan tidak mudah putus (Manuputty, 2002). Oktokoral (karang lunak) merupakan biota penyusun terumbu karang kedua setelah karang batu. Sedangkan posisinya dalam sistem taksonomi, karang lunak bersama dengan kipas laut (sea fans), tergabung dalam ordo Alcyonacea, termasuk kelas Anthozoa dan sub kelas Octocorallia, yang tersebar luas di perairan Indo-Pasifik (Manuputy, 2008). Karang jenis ini dapat digunakan sebagai indikator suatu perairan yang keruh, maupun perairan dengan kondisi dasarnya berupa pasir halus, dan lumpur demikian pula hubunganya dengan kecerahan air laut, terutama di pulau-pulau yang masih dirasakan adanya pengaruh dari daratan pulau Jawa (Manuputty 2002). Di sisi lain, pemanfaatan yang terus meningkat dari karang lunak tanpa diikuti usaha pelestarian akan mengancam keberadaannya di alam. Ancaman kelestarian tersebut terlihat pada proses pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan dengan tujuan tertentu, di mana pada umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil budidaya, Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan dapat menurunkan populasi secara signifikan jenis ini karena terjadi tangkap lebih (overfishing) dan bahkan terancam kepunahan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemanfaatan berkesinambungan, kelestarian karang lunak ini perlu dijaga dan diperhatikan (Haris, 2005). Dengan adanya pemanfaatan yang terus menerus tanpa diikuti dengan usaha pelestarian, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kepunahan dan dapat mengancam keberadaann karang lunak di alam. Dalam melestarikan pemanfaatan sumberdaya hayati karang lunak yang telah rusak, maka dikembangkan suatu gagasan atau metode, yaitu transplantasi dengan fragmentasi buatan. Transplantasi karang merupakan suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni karang baru dengan metode fragmentasi dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu (Soedharma dan Arafat, 2007). Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan (Harriot dan Fisk,1998 in Soedharma dan Arafat, 2007). Penelitian mengenai transplantasi karang lunak ini telah banyak dilakukan di laut ataupun di kolam, diantaranya pada karang lunak jenis Lobophytum srictum (Hakim, 2009), Sinularia dura (Utama, 2010), Sarchopyton sp (Pramayudha, 2009), dan lainlain. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengamati pertumbuhan dan tingkat kesehatan karang lunak jenis Sinularia dura yang ditransplantasikan pada sistem resirkulasi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik untuk kepentingan penelitian, rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang rusak, perdagangan karang lunak dan dapat menjadi dasar dalam memproduksi anakan karang lunak. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji laju pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan tingkat kesehatan fragmentasi karang lunak jenis Sinularia dura pada sistem resirkulasi.