II. TINJAUAN PUSTAKA A. FRUIT SOY BAR Fruit soy bar merupakan salah satu jenis makanan ringan yang terbuat sepenuhnya dari tepung kedelai dan buah-buahan asli yang dikeringkan. Kedelai dan buah sebagai bahan baku utama mengandung nutrisi penting bagi tubuh seperti protein, serat, vitamin, dan mineral. Protein kedelai merupakan protein nabati yaitu protein yang bersumber bukan dari hewan. Protein yang terkandung pada fruit soy bar adalah 4 g/30 gram bahan. Protein kedelai telah terbukti mempunyai efek menurunkan kolesterol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi diet dengan protein kedelai akan menurunkan kolesterol darah dan mengurangi resiko penyakit kronis (Koswara 2006). Koswara (2006) menambahkan bahwa asam amino glisin dan arginin yang terdapat pada kedelai turut membantu menurunkan total kolesterol darah dengan cara menurunkan kadar insulin darah yang diikuti dengan penurunan sintesis kolesterol. Protein hewani mempunyai kandungan lisin yang tinggi sehingga cenderung meningkatkan insulin darah dan mendorong sintesis kolesterol. Selain itu, peningkatan ekskresi fekal asam empedu dan steroid oleh protein kedelai dapat mengakibatkan hati lebih banyak mengubah kolesterol dalam tubuh menjadi asam empedu sehingga dapat menurunkan kolesterol dan meningkatkan afinitas reseptor kolesterol LDL (Koswara 2006). Jenis protein terbesar kedelai adalah globulin yang diberi nama 11S (glycinin) dan 7S (βconglycinin). Kedua jenis globulin tersebut, terutama 7S, telah terbukti dapat menstimulir tingginya afinitas reseptor kolesterol LDL dalam hati manusia, yang akan menyebabkan penurunan kolesterol darah (Koswara 2006). Menurut hasil penelitian Adam et al. (2003), diet tinggi globulin 7S mempunyai efek atheroprotective terhadap tubuh tikus percobaan. Kedelai juga mengandung senyawa lain yang bermanfaat bagi tubuh, yaitu isoflavon. Isoflavon adalah senyawa polifenolik yang memiliki struktur mirip seperti estrogen. Karena alasan inilah mereka terkadang juga diklasifikasikan sebagai senyawa fitoestrogen yang mana memiliki aktivitas estrogenik yang diturunkan dari tanaman. Isoflavon pada kedelai berada dalam bentuk glikosida yang terikat kepada satu molekul gula. Ada tiga glikosida isoflavon kedelai yang biasa terdapat pada kedelai, yaitu genistin, daidzin, dan glisitin. Isoflavon dalam bentuk glikosida mempunyai aktivitas fisiologis kecil (Pawiroharsono 2002). Selama proses fermentasi atau pengolahan dan dalam proses pencernaan, gugus gula yang mengikat glikosida isoflavon akan terlepas dan menghasilkan aglikon isoflavon (genistein, glisitein, dan daidzein). Senyawa ini mempunyai aktivitas fisiologis yang lebih tinggi. Tidak hanya protein yang terdapat pada kedelai yang dapat memperbaiki profil lipid darah akan tetapi isoflavon yang terdapat pada kedelai turut membantu dalam menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Selain itu, konsumsi protein kedelai dengan isoflavon telah terbukti dapat mencegah kerapuhan tulang pada tikus yang digunakan sebagai model untuk penelitian osteoporosis (Koswara 2006). Makanan yang terbuat dari kedelai mempunyai jumlah isoflavon yang bervariasi. Hal ini bergantung pada bagaimana mereka diproses. Fruit soy bar diolah dengan cara oven bake untuk mempertahankan rasa dan kandungan nutrisi secara alami serta memperpanjang umur simpan. Isoflavon yang terkandung dalam fruit soy bar yaitu sebesar 13mg/30 gram bahan. 3 B. KASEIN Kasein berasal dari bahasa Latin yaitu caseus. Kasein merupakan protein susu yang sering ditemukan pada susu mamalia. Protein susu sapi sebagian besar terdiri dari 80% kasein sedangkan pada susu manusia terdiri dari 60-65% kasein (Kunz dan Lonnedral 1990). Kasein mengandung asam amino penting, karbohidrat, kalsium, dan fosfor. Sejumlah besar peptida prolin menyusun kasein. Kasein mempunyai beberapa karakteristik, yaitu mempunyai struktur tersier relatif kecil, bersifat hidrofobik, mempunyai titik isoelektrik 4.6 , dan tidak dapat atau sangat sulit terdenaturasi dikarenakan kasein mempunyai struktur sekunder dan tersier yang sedikit (Walstra et al. 2006). Kasein pada umumnya didapatkan dari susu skim dengan menggunakan berbagai metode, yaitu rendering, pengendapan dengan menggunakan asam, pengendapan asam dengan perlakuan lanjut yaitu pelarutan dalam larutan basa, dan mikrofiltrasi (Walstra et al. 2006). Kasein yang diperoleh dengan cara rendering disebut dengan rennet casein dimana kasein diubah menjadi tidak larut dengan penambahan rennet dari anak sapi yang diikuti dengan pengadukan pada suhu 55°C. Curd yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Produk akhirnya terdiri dari kalsium parakaseinat-kalsiumfosfat. Kasein ini tidak larut dalam air dan kadar abunya sangat tinggi (Walstra et al. 2006). Kasein yang diperoleh dari metode pengendapan asam disebut dengan kasein asam. Metode ini menggunakan asam hidroklorida, asam sulfat, atau asam laktat. Asam ditambahkan pada susu skim sambil diaduk hingga mencapai titik isoelektrik 4.6. Setelah itu, proses dilanjutkan seperti pada pembuatan rennet casein. Kasein yang diperoleh tidak larut air dan tidak mengandung kalsium fosfat. Selanjutnya, kasein dapat dimurnikan dengan melarutkannya ke dalam larutan basa (NaOH, KOH, NH4OH, Ca(OH)2, dan Mg(OH)2) sehingga didapatkan produk akhir berupa kaseinat yang dapat diproses lebih lanjut menggunakan spray drying (Walstra et al. 2006). Nakaseinat adalah produk yang sering diproduksi. Ca-kaseinat mempunyai karakteristik fisiko kimia yang berbeda dibandingkan dengan Na-kaseinat atau K-kaseinat. Produk ini lebih larut dalam air dan lebih memiliki rasa jika pH selama pembuatan tidak lebih dari 7. Micellar casein adalah produk kasein yang diperoleh dari susu skim dengan cara mikrofiltrasi (Walstra et al. 2006). Produk ini secara umum dikenal dengan fosfokaseinat. Miselmisel yang diperoleh tampak mempunyai karakteristik mirip misel kasein alami. Fosfokaseinat banyak digunakan untuk bahan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian Kritchevsky (1990), kasein bersifat lebih kolesterolemik pada tikus dibandingkan dengan protein yang berasal dari kedelai. Penyerapan kolesterol lebih besar pada tikus yang diberi pakan kasein daripada tikus yang diberi pakan protein kedelai (Nagata et al. 1982). Menurut Ryzhenkov et al. (1984), hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan rasio arginin dan lisin pada kedua bahan tersebut dimana rasio arginin yang lebih besar memiliki efek hipokolesterolemik. C. ISOLAT PROTEIN KEDELAI Isolat protein kedelai adalah sejumlah protein yang diisolasi dari kedelai. Pembuatan isolat protein bertujuan untuk memperoleh protein dalam kosentrasi tinggi sehingga dapat digunakan untuk memperkaya protein pada berbagai makanan. Isolat protein kedelai digunakan pada makanan sejak tahun 1959. Isolat protein kedelai minimum mengandung protein 90% (Waggle et al. 1989). Isolat protein kedelai dibuat dengan cara menyingkirkan komponen-komponen lain dalam kedelai seperti karbohidrat dan lemak. Pembuatan isolat protein kedelai dilakukan menggunakan sifat-sifat fungsional protein. Salah satu sifat fungsional protein yang paling 4 berpengaruh adalah sifat kelarutan protein. Isolat protein dibuat dengan cara mengendapkan protein pada titik isoelektriknya. Dengan cara ini, protein dapat diisolasi dan dipisahkan dari bagian bahan lainnya yang tidak diinginkan. Pembuatan isolat protein kedelai yang kini dilakukan pada umumnya mengikuti proses tradisional yang dikembangkan pada tahun 1950 (Waggle et al. 1989). Pertama, minyak yang terdapat pada kedelai diekstraksi menggunakan larutan heksana. Selanjutnya, protein dan karbohidrat yang terdapat pada tepung kedelai tersebut diekstraksi dengan air dimana perbandingan air:tepung (10:1) atau larutan alkali dengan perbandingan 6:1 (pH 7-10). Residu yang tak larut dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Fraksi protein kemudian diendapkan pada pH 4.5 dan dipisahkan dari whey dengan sentrifugasi. Fraksi protein yang didapatkan kemudian dicuci untuk membuang residu karbohidrat yang larut dan whey yang larut pada pengendapan protein pada pH 4.5. Isolat protein kedelai yang didapatkan kemudian dinetralisasi dan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan berbagai bentuk produk (bubuk, serat, atau granula) dan karakteristik fungsional. Daya cerna protein isolat kedelai adalah 98.7% sedangkan kasein 98.5% pada tikus percobaan (Waggle et al. 1989). Seperti halnya dengan turunan kedelai lainnya, isolat protein kedelai juga mengandung isoflavon yaitu 91.05 mg/100 gram bahan (USDA 2008). D. DAGING Daging adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan ternak yang sehat sewaktu dipotong (SNI 1998). Lawrie (1995) menjelaskan bahwa daging dapat terdiri dari tiga macam jaringan otot, yaitu jaringan otot rangka, jaringan otot jantung (cardiac), dan jaringan otot halus. Daging merupakan salah satu sumber nutrisi yang baik bagi pertumbuhan tubuh dikarenakan kandungan asam aminonya yang lengkap serta kandungan proteinnya yang tinggi. Daging menyediakan asam amino esensial yang cukup seperti lisin dan threonin. Biological value dari protein daging adalah 0.75 (susu manusia=1; protein gandum=0.5) dan daya cerna protein daging adalah 94-97% dan 7888% pada protein nabati (Varnam dan Sutherland 1995). Lemak daging yang tinggi berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan energi setiap hari. Komponen utama lemak hewan adalah palmitat, stearat, dan oleat dengan sejumlah linoleat dan sangat sedikit asam arakhidonat. Kandungan lemak yang sangat tinggi pada daging dapat berdampak negatif pada tubuh seperti timbulnya arterosklerosis dan kegemukan. Daging sapi dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan area pemotongan daging (primal cuts). Kategori-kategori ini mungkin berbeda di beberapa negara. Pembagian kategori daging berdasarkan standar Amerika (Gambar 1) dilakukan dengan cara karkas sapi dibagi sepanjang sumbu simetri menjadi setengah bagian, kemudian dipotong membentang ke depan dan belakang quarters (forequarters dan hindquarters). Forequarter cuts dibagi menjadi chuck, rib, brisket, plate, dan shank. Bagian hindquarters dibagi menjadi loin (short loin, sirloin, tenderloin), round, dan flank. Daging tenderloin atau yang dikenal juga sebagai eye fillet di Selandia Baru dan Australia dipotong dari pinggang daging sapi. Tenderloin mengacu pada anterior otot utama proses melintang dari vertebra lumbar dekat ginjal. Otot ini bekerja sangat sedikit sehingga merupakan bagian yang paling empuk dibandingkan dengan bagian yang lain. Komposisi gizi dari 100 gram daging tenderloin rebus adalah protein 24 gram, lemak 9 gram, kolesterol 70 mg, dan kalori 180 kal (Goldstein dan Mark 2002). 5 Gambar 1.Pembagian daging berdasarkan standar Primal America Cut E. DARAH Plasma dan sel darah merupakan salah satu cairan tubuh yang bersirkulasi di dalam tubuh. Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama, yaitu cairan ekstraselular dan cairan intraselular. Komponen cairan intraselular memiliki berat sekitar 40% berat badan dan komponen cairan ekstraselular memiliki berat sekitar 20% berat badan (Ganong 2003). Cairan ekstravaskular pada hewan dengan susunan vaskular tertutup dibagi ke dalam 2 komponen, yaitu cairan interstitial yang merupakan tiga perempat cairan ekstravaskular dan cairan intravaskular yang terdiri dari plasma darah (Guyton dan Hall 1996). Sekitar 25% komponen cairan ekstraselular berada dalam susunan vaskular dan 75% berada di luar pembuluh darah (Ganong 2003). Darah merupakan kumpulan elemen-elemen dalam bentuk suspensi atau kumpulan sel yang terendam di dalam cairan transparan berwarna kuning yang disebut plasma darah (Williams 1987). Perbedaan antara plasma dengan serum darah yaitu terletak pada ada tidaknya protein fibrinogen dimana pada serum tidak terdapat protein tersebut. Volume darah total sekitar 7% dari berat badan yang terdiri dari sel darah dan plasma dengan perbandingan 2:3 (Silverthorn 2009). Phillis (1976) mengatakan bahwa volume darah hewan dipengaruhi oleh umur, keadaan kesehatan, kecukupan nutrisi, ukuran tubuh, waktu menyusui atau laktasi, derajat aktivitas, dan faktor lingkungan. Sel-sel darah berasal dari satu sel prekusor yang dikenal sebagai sel hematopoietik yang berada di sumsum tulang (Silverthorn 2009). Sel ini dapat berdiferensiasi menjadi berbagai sel yang berbeda (Gambar 2). Hematopoiesis (haima=darah dan poiesis=pembentukan) merupakan proses sintesis sel-sel darah. Senyawa kimia yang mengontrol hematopoiesis adalah sitokin. Sitokin adalah suatu protein yang dilepaskan dari suatu sel yang dapat mempengaruhi pertumbuhan atau aktivitas sel lain (Silverthorn 2009). Fungsi darah di dalam tubuh, yaitu membawa nutrisi dari sistem pencernaan menuju sel, membawa oksigen dari paru-paru menuju sel, membawa sisa metabolisme dari sel ke organ pembuangan, membawa hormon dari sel sekresi ke bagian tubuh yang lainnya, menyebarkan panas yang dibentuk oleh jaringan yang aktif ke seluruh tubuh, mengatur keseimbangan asam dan basa di dalam tubuh, dan membantu tubuh melawan toksin dan bahan-bahan patogen dengan membawa sel-sel darah putih ke dalam jaringan yang terinfeksi (Martini et al 1992; Scott dan Elizabeth 2009). 6 Gambar 2. Hematopoiesis menunjukkan pembentukan sel-sel darah dan trombosit dari sel induk hematopoietik (Lindh et al. 2010) 1) Hemoglobin Hemoglobin merupakan komponen utama dari sel darah merah. Hemoglobin adalah protein terkonjugasi yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida. Ketika hemoglobin berada dalam keadaan jenuh, setiap gram hemoglobin dapat membawa kira-kira 1.34 mL oksigen. Sel darah merah orang dewasa mengandung 600 gram hemoglobin yang dapat membawa 800 mL oksigen. Molekul hemoglobin terdiri dari dua pasang rantai polipeptida (globin) dan empat gugus prostetik heme yang tiap gugusnya mengandung 1 atom besi. Globin adalah suatu polipeptida pembentuk hemoglobin yang disintesis di dalam sitoplasma sel darah merah (Schalm dan Carroll 1975). Heme adalah suatu senyawa metalik yang mengandung satu atom besi (Guyton 1993). Heme terletak dekat dengan permukaan molekul sehingga dapat secara balik berikatan dengan satu molekul dari oksigen atau karbondioksida. Ketika grup heme telah berikatan dengan salah satu oksigen maka disebut dengan oxyhemoglobin. Besi yang terdapat di dalam oxyhemoglobin berada dalam bentuk fero. Akan tetapi, jikalau besi dioksidasi menjadi bentuk feri maka akan terjadi pengurangan kapasitas darah untuk membawa oksigen atau karbondioksida. Sintesis hemoglobin memerlukan suplai zat besi yang cukup dari makanan yang dimakan setiap hari. Beberapa makanan memiliki kandungan zat besi yang lebih banyak dari yang lain, seperti daging merah memiliki kadar zat besi lebih tinggi daripada susu sapi (Estridge et al. 2000). Zat besi diserap di usus kecil oleh transpor aktif. Kemudian zat besi tersebut diangkut ke dalam 7 darah oleh transferrin. Zat besi tersebut akan digunakan untuk membentuk gugus heme dari hemoglobin oleh sel darah merah dalam sumsum tulang belakang (Silverthorn 2009). Bila eritrosit tua dirusak di dalam sistem retikuloendotel, maka bagian globin molekul hemoglobin dipecah dan heme diubah menjadi biliverdin. Selanjutnya, biliverdin diubah menjadi bilirubin yang selanjutnya diekskresikan ke dalam empedu (Ganong 2003). Besi dari heme akan digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Kadar hemoglobin dalam darah dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode. Metode-metode yang sering digunakan akhir-akhir ini adalah teknik gravitasi khusus, metode cyanamethemoglobin, dan metode yang menggunakan alat analisis diskrit (Estridge et al. 2000). Satuan yang biasa digunakan dalam menyatakan kadar hemoglobin di dalam darah adalah gram/dL. Kadar normal hemoglobin manusia, yaitu pada pria 14-16 gram/dL dan wanita 12.5-15 gram/dL (Vander et al. 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin di dalam darah yaitu makanan, umur, dan jenis kelamin (Estridge et al. 2000). 2) Eritrosit Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel darah terbanyak dimana setiap satu mikroliter darah mengandung 5 juta sel darah merah, 5,000-25,000 sel darah putih, dan 200,000-400,000 trombosit (Silverthorn 2009). Eritrosit berfungsi sebagai alat transportasi oksigen dari paru-paru ke seluruh sel dan karbondioksida dari sel kembali ke paru-paru. Eritrosit yang dibentuk di sumsum tulang belakang berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter 7.5µm. Inti eritrosit pada mamalia akan menghilang sebelum memasuki sistem sirkulasi (Ganong 2003). Eritropoiesis merupakan proses pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang belakang. Proses ini bekerja berdasarkan prinsip umpan balik. Pembentukan eritrosit dihambat oleh peningkatan kadar eritrosit yang bersirkulasi ke tingkat supernormal (Ganong 2003). Menurut Silverthorn (2009), proses ini dikendalikan oleh suatu hormon glikoprotein yang biasa disebut dengan eritropoietin. Hormon ini pada umumnya dibuat sebagian besar di ginjal. Eritrosit yang bersirkulasi di dalam darah mempunyai waktu hidup ± 120 hari (Silverthorn 2009). Eritrosit tua lama-kelamaan akan dihancurkan oleh sistem retikulo endoplasmik setiap hari atau mereka akan dimakan oleh makrofag ketika memasuki sistem limpa. Beberapa komponen dari eritrosit yang mati akan didaur ulang, seperti asam amino yang terdapat pada beberapa globin akan dibentuk menjadi protein baru dan beberapa zat besi dari gugus heme akan digunakan kembali untuk membentuk heme baru (Silverthorn 2009). Eritrosit dapat dihitung menggunakan hematology analyzer. Nilai eritrosit menunjukkan banyaknya sel darah merah setiap mikroliter. Menurut Daniels (2010), nilai eritrosit dapat dipengaruhi oleh hilangnya darah akibat luka, kesalahan sumsum tulang belakang untuk membuat sel darah merah, anemia hemolitik, dan penekanan pada eritropoiesis yang dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit lain, seperti penyakit ginjal. Eritrosit normal pada manusia adalah 5-5.5 juta/dL pada pria dan 4.5-5 juta/dL pada wanita (Vander et al. 1994). 3) Hematokrit Hematokrit atau Packed Cell Volume (PVC) adalah rasio sel darah merah terhadap plasma (Silverthorn 2009). Menurut Estridge et al. (2000), penentuan nilai hematokrit sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya anemia dan memperkirakan darah yang hilang akibat kecelakaan. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai hematokrit. Pertama, nilai hematokrit dalam darah dapat ditentukan secara manual dengan menggunakan sentrifuse atau spun 8 hematocrit. Metode manual ini terkadang disebut mikrohematokrit dikarenakan hanya sedikit sampel darah yang diperlukan untuk analisis (Estridge et al. 2000). Metode kedua yaitu mengunakan hematology analyzer yang mencakup hematokrit sebagai bagian total darah lengkap. Nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh faktor psikologi atau patologi. Nilai hematokrit yang rendah menunjukkan terjadinya anemia atau pendarahan. Sedangkan, nilai hematokrit yang tinggi dapat disebabkan oleh terjadinya dehidrasi pada spesimen (Estridge et al. 2000). Hodges (1977) menambahkan bahwa nilai hematokrit menurun dengan bertambahnya temperatur dan dapat meningkat pada temperatur yang lebih rendah. Nilai hematokrit juga akan bertambah jika terjadi keadaan hipoksia atau polisitemia dimana jumlah eritrosit lebih banyak dibanding dengan jumlah normal. Selain itu, kecepatan sentrifugasi juga mempengaruhi nilai hematokrit. Semakin tinggi kecepatan dan semakin lama waktu sentrifugasi akan menyebabkan nilai hematokrit semakin menurun dan begitu sebaliknya (Estridge et al. 2000). Manusia memiliki nilai hematokrit normal, yaitu 42-50% pada laki-laki dan 37-45% pada wanita (Vander et al. 1994). 4) Trombosit Keping-keping darah atau trombosit adalah fragmen-fragmen sel yang diproduksi di sumsum tulang dari sel besar yang disebut dengan megakariosit (Silverthorn 2009). Trombosit memiliki karakteristik, yaitu berukuran 2 µm, tidak berwarna, berbentuk bulat atau batang (dalam sirkulasi darah hewan), tidak mempunyai inti sel, dan merupakan fragmen sel (Gadjahnata 1989). Lapisan glikoprotein yang terdapat pada permukaan trombosit menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada endotel normal. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari sel megakariosit, yaitu sel yang sangat besar pada susunan hematopoietik di dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit (Guyton dan Hall 1996). Produksi trombosit diatur oleh trombopoietin (TPO). TPO merupakan suatu glikoprotein yang mengatur pertumbuhan dan kematangan megakariosit. TPO sebagaian besar diproduksi di hati dan terdapat sebagian kecil di ginjal. Trombosit selalu berada di dalam darah dalam keadaan tidak aktif kecuali jika terjadi luka pada sistem sirkulasi. Waktu hidup trombosit adalah 10 hari (Silverthorn 2009). Trombosit kemudian diambil dari sistem sirkulasi oleh makrofag jaringan untuk dibawa ke sumsum tulang dan diganti dengan trombosit baru. Trombosit berfungsi dalam sistem pembekuan darah. Ketika pembuluh darah rusak, jaringan kolagen pada pembuluh akan berhubungan dengan trombosit. Kemudian trombosit akan memproduksi senyawa yang dapat menyebabkan trombosit dan pembuluh saling berikatan. Reaksi ini berlangsung terus-menerus untuk menghentikan pendarahan. Trombosit juga mengeksresikan suatu senyawa kimia yang disebut dengan serotonin. Senyawa ini menyebabkan pembuluh darah berkontraksi dan menyempit sehingga menurunkan jumlah darah yang hilang hingga akhirnya terbentuk clot (Scott dan Elizabeth 2009). Pembekuan darah merupakan suatu proses yang kompleks (Gambar 3) dan penting di dalam tubuh yang dipengaruhi oleh banyaknya trombosit di dalam darah (Scott dan Elizabeth 2009). Ketika pembuluh darah terluka, trombosit akan mengeluarkan tromboplastin. Tromboplastin merupakan suatu senyawa yang dapat menyebakan terjadinya pembekuan darah jika disertai dengan tersedianya kalsium dan protrombin. Protrombin adalah protein plasma yang disintesis di hati (Scott dan Elizabeth 2009). Tromboplastin akan bereaksi dengan protrombin dan kalsium membentuk trombin. Trombin akan bereaksi dengan fibrinogen membentuk fibrin yang akan menutupi jaringan yang terluka (Gadjahnata 1989). Trombosit membantu dalam memperbaiki pembuluh darah yang rusak dengan merekatkan permukaan yang rusak. 9 Gambar 3. Proses pembekuan darah oleh trombosit (Scott dan Elizabeth 2009) Jumlah trombosit normal pada manusia adalah 250,000-400,000 sel/mm3 (Scott dan Elizabeth 2009). Jumlah trombosit yang sangat rendah dapat menyebabkan pemanjangan waktu pembekuan. Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit darah berkurang. Penyebab utama trombositopenia dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu (1) kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan trombosit dalam jumlah memadai dan (2) Peningkatan destruksi perifer atau sekuestrasi trombosit (Sacher dan McPherson 2000). 5) Leukosit Leukosit atau sel darah putih merupakan sel aktif yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit mempunyai inti, berbentuk seperti amoeba yang dapat mengalami pergerakan sendiri, dan memiliki sifat diapedesis yaitu kemampuan untuk menembus pori-pori membran kapiler dan masuk ke dalam jaringan. Leukosit diproduksi di sumsum tulang dan jaringan limpatik (Scott dan Elizabeth 2009). Leukosit beredar di dalam sirkulasi darah yang akan membawa mereka menuju lokasi invasi mikroorganisme atau jaringan yang terluka. Sejumlah besar leukosit keluar dari tubuh melalui saliva dan saluran mekanisme pertahanan tubuh melawan penyakit (Kelly 1984). Leukosit dapat diklasifikasikan menjadi dua grup utama, yaitu polimorfonuklir/granulosit (netrofil, eosinofil, dan basofil) dan mononuklir/ agranulosit (limfosit dan monosit) (Scott dan Elizabeth 2009). Klasifikasi ini berdasarkan ada tidaknya granula sitoplasma, struktur nuklir, dan reaksi terhadap pewarna, seperti pewarna Wright. Granulosit dibentuk di sumsum tulang dari sel myeloblasts. Granulosit dihancurkan ketika sudah tua dan setelah dipakai untuk menghancurkan bakteri (Scott dan Elizabeth 2009). Waktu hidup sel-sel darah putih sangat beragam. Akan tetapi, granulosit hanya dapat hidup dalam beberapa hari. Produksi leukosit di dalam tubuh dikontrol oleh hormon sitokin yang akan merangsang sumsum tulang dan jaringan limpatik untuk memproduksi leukosit sesuai dengan yang diperlukan tubuh. Jumlah leukosit di dalam tubuh dapat meningkat secara drastis yang diakibatkan oleh 10 adanya peningkatan sekresi epinefrin dan kortikosteroid yang terjadi pada kondisi stres, baik secara fisik maupun emosional. Menurut Scott dan Elizabeth (2009), sel darah putih melindungi tubuh dari infeksi dengan cara fagositosis, penghancuran bakteri, sintesis molekul antibodi, pembersihan sisa-sisa sel pada jaringan yang mengalami inflamasi, dan melindungi area yang terinfeksi. Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah akan menyebabkan sel-sel leukosit bermigrasi ke dalam jaringan luka/infeksi (Martinni et al. 1992). Jumlah total leukosit dapat diukur secara manual dengan menggunakan hemasitometer atau secara otomatis menggunakan hematology analyzer. Total leukosit di dalam darah dinyatakan dalam satuan jumlah sel per milimeter kubik darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit di dalam tubuh adalah aktivitas, kesehatan, dan umur (Schalm dan Carroll 1975). Manusia dewasa memiliki jumlah leukosit normal berkisar antara 4,500-11,000 sel/mm3 (Davidshon dan Douglas 1974). F. LIPID DARAH Lipid atau lemak merupakan suatu istilah yang mencakup sekelompok persenyawaan heterogen yang mempunyai persamaan sifat dapat larut dalam kloroform, eter, atau benzena dan hanya sedikit larut dalam air. Smaolin dan Grosvenor (1997), mengklasifikasikan lemak menjadi tiga macam yaitu lemak sederhana (trigliserida dan ester asam lemak), lemak majemuk (fospolipid dan lipoprotein), dan lemak turunan (asam lemak dan sterol). Lipid di dalam tubuh berada dalam 4 bentuk, yaitu fosfolipid, trigliserida, asam lemak, dan sterol. Muchtadi et al. (2006) mengklasifikasikan lemak di dalam tubuh menjadi dua, yaitu lemak struktural dan lemak cadangan. Lemak struktural adalah lemak yang merupakan bagian integral dari membran biologis yang dijumpai pada semua sel, jaringan, dan organ-organ. Lemak ini dapat berupa fosfolipid, glikolipid, dan kolesterol. Lemak cadangan merupakan lemak sumber energi yang terdapat di dalam jaringan adiposa. Lemak ini terutama terdiri dari triasilgliserol dan sedikit kolesterol, vitamin larut lemak, dan senyawa larut lemak lainnya. Plasma darah juga mengandung lipid yang diangkut oleh suatu senyawa yang disebut lipoprotein. Lipid yang terdapat di dalam lipoprotein berada dalam bentuk trigliserida dan kolesterol. Parameter yang sering diukur untuk melihat profil lipid darah seseorang adalah kolesterol, high density lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL), dan trigliserida. Metabolisme lipid dapat dibagi menjadi dua bagian yang saling berhubungan, yaitu metabolisme eksogen dan endogen (Gambar 4). Metabolisme eksogen memetabolisme lipid yang berasal dari makanan yang dimakan. Lipid yang dimakan dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan monogliserida di dalam usus. Metabolit ini dapat langsung diserap oleh mukosa usus kemudian disintesis ulang menjadi trigliserida dan fosfolipid. Lipid baru yang terbentuk ini dikemas ke dalam kilomikron. Aksi lipoprotein lipase akan mengurangi kandungan trigliserida pada kilomikron dan membentuk rennant yang akan segera dihilangkan dari dalam darah oleh reseptor rennat pada hati. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada jalur metabolisme endogen, kolesterol yang berada di dalam hati dikemas menjadi very low lipoprotein (VLDL). VLDL dihidrolisis oleh enzim lipase protein menjadi intermediate density lipoprotein (IDL) yang kosentrasi kolesterolnya lebih tinggi dibandingkan VLDL. LDL terbentuk dari hidrolisis VLDL secara ekstensif. LDL mengantarkan kolesterol ke dalam jaringan dengan cara berikatan dengan reseptor LDL pada sel. HDL mengambil kolesterol berlebih yang terdapat di dalam jaringan untuk dibawa kembali ke hati. 11 Kolesterol tersebut akan didaur ulang menjadi VLDL atau digunakan sebagai prekusor pembentuk asam empedu. Gambar 4. Metabolisme lipid di dalam darah (Muchtadi 2008) 1) Kolesterol Kolesterol adalah lemak sterol yang ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah. Sterol adalah molekul yang besar dan cukup rumit yang terdiri dari cincin atom karbon yang saling berhubungan dengan rantai samping dari karbon, hidrogen, dan oksigen yang terikat (Sizer dan Ellie 2008). Jenis lemak sterol lainnya adalah hormon sterol seperti kortisol, estrogen, testosteron, serta Vitamin D yang terbuat dari kolesterol. Menurut Sizer dan Ellie (2008), sterol yang terdapat pada tumbuhan dapat menghambat penyerapan kolesterol pada saluran pencernaan manusia sehingga menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Gambar 5. Struktur kimia kolesterol (Sizer dan Ellie 2008) 12 Kolesterol tidak larut dalam air atau darah. Agar dapat menyebar di dalam tubuh, kolesterol perlu pengangkut khusus yang disebut lipoprotein. Kolesterol dapat disintesis secara de novo oleh asetil koenzim A di hati atau diperoleh melalui makanan. Kolesterol berfungsi sebagai prekusor pembentuk asam empedu, membentuk dinding sel, membantu sel syaraf dalam menjalankan fungsinya, dan merupakan prekusor utama beberapa jenis hormon, yaitu progesteron, androgen, estrogen, glukokortikoid, serta mineralkortikoid (Hames dan Hooper 2005). Sintesis kolesterol di dalam tubuh dilakukan di hati, korteks adrenal, kulit, testis, lambung, otot, jaringan adiposa, serta otak. Kolesterol dapat diproduksi di dalam tubuh sehingga kolesterol bukanlah senyawa penting yang harus ditambahkan dari luar tubuh. Kolesterol dalam jumlah yang melebihi kadar normal yaitu 160-200 mg akan memberikan pengaruh negatif pada tubuh yaitu menimbulkan plak pada pembuluh darah arteri yang berujung kepada arterosklerosis. Kadar kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah disebut juga hiperkolesterolemia. 2) High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) Lipoprotein adalah alat transportasi lipid di dalam darah. Berdasarkan densitas, lipoprotein dapat dibagi menjadi High Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) (Sizer dan Ellie 2008). Lipoprotein tersebut mempunyai fungsi masing-masing di dalam tubuh. VLDL berfungsi membawa trigliserida dan lipid lainnya yang dibuat di dalam hati menuju sel-sel tubuh untuk digunakan. LDL berfungsi mentransportasikan kolesterol dan lipid lainnya ke dalam jaringan. Dan HDL berfungsi untuk membawa kolesterol dari sel tubuh ke hati untuk diresirkulasi sebagai VLDL atau sebagai prekusor untuk sintesis asam empedu. LDL dibuat dari VLDL (Sizer dan Ellie 2008). VLDL mempunyai ukuran yang sangat besar sehingga VLDL tidak dapat mensuplai jaringan periferal dengan trigliserida. Oleh karena itu harus diubah menjadi IDL lalu LDL (Aora 2007). LDL adalah makromolekul kompleks yang mengantarkan hampir 50% total kolesterol di dalam plasma. Poliunsaturated fatty acid (PUFA) utama yang terdapat pada LDL adalah asam linoleat (18:2) yang terikat pada ester kolesteril dan asam arakhidonat (20:4) yang terikat pada fosfolipid. LDL mensuplai jaringan periferal dengan lemak, kolesterol, dan trigliserida dikarenakan lipid-lipid ini tidak larut dalam plasma. LDL pembawa utama kolesterol pada sel periferal. Kolesterol dibutuhkan baik sebagai pembangun maupun komponen fungsional. Oleh karena itu, suplai kolesterol ke seluruh sel haruslah cukup dan konstan. LDL bersifat aterogenik dan disebut juga dengan kolesterol jahat dikarenakan mudah melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukkan lemak yang lambat laun mengeras (membentuk plak) dan menyumbat pembuluh darah yang disebut dengan aterosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri). Aterosklerosis dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. HDL adalah lipoprotein dengan densitas paling tinggi dibandingkan dengan lipoprotein lainnya. Lipoprotein ini mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan lipoprotein lainnya. HDL terdiri dari 50% protein, 20% fosfolipid, dan 20% kolesterol. Peranan HDL di dalam darah, yaitu mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan ke hati yang kemudian didegradasi atau dikonversi menjadi asam empedu (Muchtadi et al. 2006). Dorfman et al. (2004) menyebutkan bahwa peningkatan kosentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding arteri terhadap pengembangan plak yang difasilitasi oleh mekanisme balik transpor kolesterol dalam mengeluarkan kolesterol pada jaringan periferal menuju hati. 13 Perbedaan densitas HDL dan LDL dipengaruhi oleh perbedaan rasio protein:lipid. Baik HDL dan LDL membawa lipid di dalam darah akan tetapi LDL lebih kaya lipid sehingga ukurannya lebih besar dan lebih berat. Sedangkan HDL lebih kecil, lebih ringan, dan lebih banyak protein. Adanya radikal bebas akan mengubah LDL menjadi LDL teroksidasi. Radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif didefinisikan sebagai suatu atom atau senyawa yang memiliki satu atau lebih senyawa yang tidak berpasangan sehingga memiliki kecenderungan untuk menarik elektron dari molekul lain. Radikal bebas sangat reaktif dan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan sel. LDL teroksidasi akan menempel pada dinding arteri dan meningkatkan kemungkinan terjadinya aterosklerosis (Aora 2007). 3) Trigliserida Trigliserida merupakan salah satu contoh lemak sederhana yang dibentuk dari tiga asam lemak dan gliserol. Trigliserida merupakan jenis gliserida utama yang terdapat pada sistem sirkulasi darah dan jaringan. Fungsi utama trigliserida adalah sebagai sumber energi cadangan di dalam tubuh. Sejumlah besar trigliserida akan disimpan di dalam jaringan adiposa dalam bentuk droplet-droplet lemak. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Oleh selsel yang membutuhkan, komponen-komponen tersebut kemudian dibakar dan menghasilkan energi, karbondioksida, dan air (Smaolin dan Grosvenor 1997). Trigliserida dibentuk di hati dari gliserol dan lemak yang berasal dari makanan dengan rangsangan insulin. Dalimartha (2005) menambahkan bahwa konsumsi alkohol, makanan manis, santan, dan karbohidrat secara berlebihan akan meningkatkan kadar trigliserida. Mekanisme penyerapan trigliserida yang berasal dari makanan, yaitu senyawa trigliserida dalam makanan dicerna oleh enzim lipase yang berasal dari usus dan selanjutnya kembali diesterfikasi oleh cairan mukosa usus. Selama absorbsi lemak, trigliserida yang ada dalam epitel usus akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk kilomikron dan dalam bentuk inilah lemak ditransfer ke jaringan-jaringan tubuh. Dalimartha (2005) menjelaskan bahwa lemak atau lipid yang disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida dikenal sebagai lipogenesis akibat energi yang masuk melebihi energi yang keluar. G. TIKUS PERCOBAAN Tikus percobaan memegang peranan penting di dalam model hewan untuk suatu penelitian, baik dalam bidang psikologi, nutrisi, obat, dan bidang lainnya. Tikus termasuk ke dalam ordo Rodentia. Ada beberapa karakteristik tikus, yaitu tergolong sebagai hewan yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan tidur pada siang hari, tidak mempunyai kantong empedu (gall blader), tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, dan tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi 1993). Tikus percobaan yang paling banyak digunakan adalah Albino Norway Rats (Rattus norvegicus). Ada lima jenis tikus albino yang sering digunakan yaitu Long Evans, OsborneMendel, Sherman, Sprague Dawley, dan Wistar. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sprague Dawley. Sprague Dawley adalah tikus yang sering digunakan dalam penelitian mengenai obat-obatan. Tikus ini pertama kali diproduksi di peternakan Sprague Dawley yang kemudian menjadi Sprague Dawley Animal Company di Madison, Wisconsin. Keuntungan menggunakan tikus ini yaitu mudah ditangani dan mempunyai sifat tenang. Data biologis tikus dapat dilihat pada Tabel 1. 14 Tabel 1. Data biologis tikus putih Data biologis Berat dewasa (g) : Jantan Betina Berat waktu lahir (g) Berat waktu disapih (g) Umur waktu disapih (g) Mata membuka (hari ke) Mulai makan-makanan padat (hari ke) Umur hidup (tahun) Makanan per hari (g) Air per hari (ml) Ukuran 300-400 250-330 5-6 35-45 21-23 10-12 10-12 2-3 12-15 25-30 Sumber : Muchtadi (1993) Tikus yang baru disapih (berumur 21-23 hari) paling sering digunakan dalam penelitian gizi dan makanan (Muchtadi 1993). Tikus yang akan diujicobakan terlebih dahulu harus diberi waktu adaptasi 4-5 hari. Selama masa adaptasi, tikus diberi diet semi sintesis, yaitu kasein atau laktabumin sebagai sumber protein dan bahan-bahan lain (karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin). 15