BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang berkembang, internet merupakan salah satu teknologi yang ada yang paling dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Internet merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi secara cepat karena dapat diakses oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Dengan adanya internet, setiap perubahan sekecil apapun yang terjadi dapat dengan segera diketahui dari belahan dunia manapun. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh internetworldstats.com pada tanggal 30 Juni 2008, jumlah pengguna internet di Indonesia menduduki peringkat ke 5 di Asia. Perkembangan Internet di negara ini mengalami peningkatan sebesar 1,150.0% sejak tahun 2000 hingga 2009 (Andina, 2010). Internet tidak hanya digunakan untuk mencari berita terkini, kegiatan seperti membaca buku, melakukan transaksi keuangan, belanja secara online dan yang paling sering digunakan pada era modern seperti sekarang ini yaitu mengakses situs jejaring sosial (social network sites) seperti Facebook, Twitter, Google+, Path dan lain sebagainya. Menurut The Jakarta Post (2010) penelitian yang dijelaskan sebelumnya telah ditegaskan dari survei lembaga riset Nielsen yang menunjukkan peningkatan penetrasi internet di Indonesia tahun 2009, yaitu mencapai 17 persen dari jumlah penduduk atau naik dua kali lipat dibanding tahun 2005 yang hanya sekitar 8 persen (Andina, 2010). Dari jumlah penggunaan diatas, 1 situs jejaring sosial adalah aplikasi internet seperti social network yang paling banyak digunakan di Indonesia. Boyd & Ellison (2008) mendefinisikan Social Network Sites sebagai website berbasis layanan yang memungkinkan individu untuk : (1) Membangun profil publik atau semi publik dalam sistem yang terikat, (2) Membuat sebuah daftar dengan siapa mereka berkomunikasi atau berhubungan dengan pengguna lainnya, (3) Melihat dan melintasi daftar koneksi mereka dan dibuat dalam sistem oleh orang lain. Mereka menggunakan istilah "social network site" untuk mendeskripsikan fenomena, istilah "social networking sites" juga muncul dalam khalayak publik dan dua istilah ini sering digunakan secara bergantian. Social Network Sites (SNS) pertama kali diluncurkan pada tahun 1997, dengan dihadirkannya SixDegrees.com. Situs ini menghadirkan berbagai fitur yang menarik dalam menjalin interaksi sosial, yaitu fitur penciptaan profil, daftar teman dan mulai tahun 1998 dihadirkan pula fitur pencarian daftar teman untuk melakukan afiliasi. Pengguna kemudian dapat mengirimkan pesan kepada jaringan teman-temannya. Sang pionir diikuti berbagai situs dari pengembang di seluruh dunia, misalnya AsianAvenue, BlackPlanet, MiGente, Cyworld (Korea), LunarStorm (Swedia), Ryze.com, Tribe.net, Linkedln dan Friendster. (Boyd & Ellison, 2008). Maraknya social network juga berdampak pada perubahan lingkungan, terutama dalam bidang sosial. Orang-orang dapat bersosialisi dengan temantemannya tanpa harus bertemu. Bahkan orang tersebut dapat bersosialisasi dengan orang yang belum pernah bertemu sebelumnya. Dengan mengakses social network sites, seperti Twitter, Facebook, Plurk, Path, Google+ dan lain 2 sebagainya kita dapat dengan mudah berinteraksi dengan teman atau sahabat yang berada jauh di belahan dunia lain. Twitter adalah salah satu dari sekian banyak Social Network Sites yang cukup popular. Twitter merupakan percampuran dari pesan, jejaring sosial dan microblogging. Twitter disebut sebagai microblogging karena pengguna hanya bisa memperbarui status dan berkomentar dengan 140 karakter, tentu hal ini berbeda dengan Facebook yang tidak mempunyai batas karakter dalam penulisannya (The New York Times, 2012). Di dalam Twitter, profil penggunanya dituliskan dengan sangat singkat dan memberikan informasi yang minim tentang pemilik akun (Boyd, 2011). Seiring dengan perkembangan zaman interaksi dapat dilakukan secara tidak langsung, salah satunya melalui sosial media Twitter. Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengatakan bahwa attachment terbentuk dari interaksi anak dengan caregiver. Hal ini menunjukkan bahwa attachment merupakan wujud dari suatu interaksi. Sebuah studi menemukan bahwa attachment berperan bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain di dalam internet (dalam Debernardi, 2012). Debernardi (2012) meyakini bahwa perspektif adult attachment adalah kerangka yang berguna untuk menjelaskan perbedaan individu dalam interaksi seseorang di dalam internet. Seseorang dengan nilai PIU yang tinggi mempunyai laporan tentang kurangnya kepuasan dengan hubungan interpersonal dan interaksi yang buruk dengan orangtuanya. Teori attachment mengemukakan bahwa kualitas hubungan anak dengan pengasuh utama mempengaruhi perkembangan dan pemeliharaan dalam internal working models, diantaranya representasi mental dimana kita dapat melihat orang lain (models of others) dan diri kita sendiri (models of self) 3 (Bowlby dalam Debernardi, 2012). Perspektif adult attachment umumnya mengkonseptualisasikan gaya attachment individu yang didasarkan pada dua dimensi: anxiety dan avoidance (Brennan, et.al. dalam Debernardi, 2012). Dua dimensi dari adult attachment ini telah menerima dukungan empiris dengan jelas (Brennan, et.al. dalam Debernardi, 2012) dan konseptual yang konsisten dengan internal working models of self dan models of others seperti yang telah diusulkan oleh teori attachment (Bowlby dalam Debernardi, 2012). Seseorang dengan anxiety dan avoidance yang rendah, dapat dikatakan telah mendapatkan secure attachment. Seseorang mendapatkan secure attachment apabila ia telah merasa nyaman dengan kedekatan dan saling ketergantungan, dan ketergantungan untuk mencari dukungan dari orang lain untuk mengatasi stress (Debernardi, 2012). Individu dengan attachment anxiety yang tinggi diyakini memiliki negative self models. Mereka cenderung memiliki persepsi negatif tentang harga diri, kompetensi dan kemampuan untuk mencintai dan sering disibukkan dengan kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Sama halnya dengan individu dengan attachment avoidance yang tinggi. Mereka diyakini telah membangun sebuah internal working models yang negatif dan cenderung jarang merasakan kebaikan, kepercayaan dan ketergantungan orang lain. Akibatnya mereka sering menunjukkan suatu kebutuhan yang berlebihan dan takut bergantung dengan orang lain (Bowlby dalam Debernardi, 2012). Morse (dalam Din & Haron, 2012) mengatakan bahwa manusia makhluk yang secara alami dilahirkan untuk menjadi makhluk sosial. Mereka suka bersosialisasi, mereka mencintai untuk mengembangkan dan memelihara 4 jaringan sosial dari teman-teman, keluarga dan teman melalui berbagai sarana komunikasi dan teknologi. Internet menawarkan cara yang lebih jauh untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan seseorang secara interaksi face to face yang cocok dengan baik dengan interpersonal preferensi mereka. Orang-orang dengan attachment anxiety yang tinggi menggunakan internet sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau untuk melepaskan suasana hati yang kesepian, dysphonia dan depresi, dan pengendalian impuls (Debernardi, 2012). Sebuah penelitian menyatakan bahwa internet telah memperluas kesempatan bagi masyarakat untuk bertemu dan mengembangkan hubungan melalui layanan jejaring sosial (Facebook, Twitter), layanan kencan online (eHarmony, Match.com), interaktif dunia maya (Second Life), game online pemain ganda, chat room dan blog (Waiten, Hammer & Dunn, 2012). Dalam sebuah jajak pendapat dari 1.000 pengguna internet, 94% melaporkan bahwa internet membuat lebih mudah bagi mereka untuk berkomunikasi dengan teman dan keluarga yang tinggal jauh, dan 87% mengatakan bahwa mereka menggunakan internet secara teratur untuk tujuan tersebut (D’ Amico dalam Waiten, Hammer & Dunn, 2012). Berangkat dari latar belakang dan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan maka peneliti akan melihat gambaran pola attachment pada dewasa muda di Jakarta yang memiliki akun Twitter. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat di simpulkan rumusan masalah yaitu bagaimana pola attachment pada dewasa muda di Jakarta yang memiliki akun Twitter? 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil dan memperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana pola attachment pada dewasa muda di Jakarta yang memiliki akun Twitter. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Menambah ilmu bagi para peneliti lainnya khususnya di bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Perkembangan serta menambah referensi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian dengan topik yang serupa. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis untuk para praktisi psikolog adalah informasi mengenai pola attachment dapat digunakan sebagai landasan untuk mendapatkan profil yang lebih komprehensif mengenai dewasa muda dan dapat menentukan teknik konseling atau terapi yang sesuai. Manfaat praktis bagi orang tua untuk menambah pengetahuan tentang pola attachment antara orang tua dengan anak dan dapat menjaga kelekatan hubungan yang baik antara orang tua dengan anak. Manfaat praktis bagi dewasa muda untuk memperlihatkan gambaran pola attachment pada dewasa muda di Jakarta yang memiliki akun Twitter. 6