F ocus - OoCities

advertisement
VALUE
PRICING
- Penetapan Harga Yang Bertumpu Pada Customer Oriented -
Dheni Haryanto
[email protected]
Marketing Quotient Community
http://www.mqc.cjb.net
Focus
On Marketing
Metode
Markup Pricing
“Harga produk ini akan saya jual Rp 200.000. Modal atau harga pembelian
produk ini adalah Rp 150.000. Jadi, pada tingkat harga ini, saya akan
mendapatkan keuntungan Rp 50.000 atau sebesar 25% dari harga jual.”
Inilah cara menjual yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Kenyataannya, penetapan harga seperti inilah yang sejak dulu
digunakan oleh para pedagang. Dalam bahasa marketing, ini sering disebut
metode markup pricing.
Metode
Target Return
Cara lain yang lebih kompleks dalam penetapan harga adalah metode target
return. Dalam hal ini, perusahaan melakukan penetapan harga dengan lebih
dulu menetukan target return yang ingin mereka capai. Misalnya, mereka
ingin mendapatkan target return sebesar 30%. Dengan mengetahui strutur
biaya produksi suatu produk, mereka dapat menetapkan besarnya harga yang
harus ditetapkan.
Metode
Competition
Based Pricing
Kedua cara diatas adalah cara penetapan harga yang sederhana dan relative
tidak beresiko. Karena itu, banyak shareholder (investor) menyukai cara-cara
ini sebagai metode penetapan harga. Tetapi beberapa perusahaan kurang
menyukai kedua cara diatas karena cara-cara tersebut tidak melibatkan faktor
pesaing. Karena itu, banyak perusahaan yang menetapkan harga dengan cara
lain, yaitu competition-based pricing. Industri penerbangan di Indonesia
adalah salah satu contoh dimana para pemainnya, terutama yang baru saja
masuk dalam industri ini, menggunakan cara-cara penetapan harga dengan
dasar ini. “Yang penting, harus sekian persen lebih murah dibanding pesaing.
Kalau tidak lebih murah, kita sulit mendapatkan pelanggan,” demikian pola
pikir mereka. Bila banyak pemain yang menetapkan harga dengan
competition-based, tak dapat dihindarkan lagi struktur persaingan akan benarbenar ketat. Biasanya, beberapa pemain yang tidak kuat akan meninggalkan
arena persaingan. Pernyataan sebuah maskapai penerbangan baru-baru ini
bahwa beberapa perusahaan penerbangan sudah mulai mengistirahatkan
sebagian pesawatnya tidaklah terlalu mengejutkan. Dalam waktu dekat,
rasanya langkah ini akan disusul oleh maskapi penerbangan lainnya.
Metode
Value Pricing
Cara penetapan harga yang populer dan dianggap efektif adalah metode value
pricing. Inilah salah satu cara penetapan harga yang benar-benar berfokus
pada pelanggan. Mereka mulai dengan pelanggan dan bukan mulai dengan
menghitung besarnya biaya produksi. Pada intinya, dengan metode ini,
mereka berusaha memberikan jawaban atas pertanyaan, “Pada harga berapa
konsumen atau pelanggan mau membayar harga produk atau jasa yang saya
tawarkan?”
Dalam berbagai seminar, Bob Sadino, pemilik supermarket Kem Chick sering
memberikan pernyataan bahwa dalam menetapkan harga sayur yang dijual
dia tidak terlalu memperhatikan berapa harga beli para petani. Yang penting,
bila dijual dengan harga sekian, sayur tersebut akan laku atau tidak. Inilah
hakikat dari metode value pricing.
Bob Sadino beruntung. Lebih dari 90% pelanggannya, terutama sebelum
krisis, adalah para ekspatriat yang umumnya tidak sensitive terhadap harga.
Bagi pelanggan seperti ini, reference point bukanlah harga sayur di pasar atau
supermarket lain, tetapi harga sayur di negara mereka masing-masing. Jadi,
dengan harga yang lebih tinggi dari supermarket lain, mereka masih
mendapatkan value dari Kem Chick.
Contoh
Penerapan
Metode
Value pricing
Setiap pemasar seyogyanya mempertimbangkan cara ini, terutama mereka
yang memasuki industri jasa. Di masa lalu, Telkom selalu menggunakan
penetapan harga dengan lebih banyak memperhatikan faktor biaya produksi.
Kemudian, harga direvisi sesuai dengan rumus-rumus yang melibatkan
besaran inflasi yang pada dasarnya adalah cerminan dari kenaikan biaya
produksi.
Sebenarnya, banyak produk Telkom yang dapat menggunakan penetapan
harga dengan cara value pricing. Misalnya, produk-produk fitur Telkom seperti
Nadasela, Trimitra, Lacak, Hunting, dan sebagainya. Biaya produksi fitur-fitur
ini relative sangat kecil. Telkom akan rugi besar bila harga ditetapkan dengan
memperhatikan biaya produksinya. Jauh lebih baik bila ia memulai penetapan
dengan memikirkan nilai (value) produknya. Berapa nilai yang diberikan oleh
pelanggan terhadap produk ini? Dengan demikian, walaupun biaya produksi
fitur-fitur ini relative hampir sama, Telkom tidak perlu menetapkan harga
yang sama untuk semua fitur. Pelanggan mungkin akan mempunyai persepsi
bahwa Nadasela lebih bermanfaat dibandingkan Lacak dan untuk itu mereka
siap membayar dengan harga lebih mahal.
Seorang kawan saya menderita alergi. Setiap pagi, beberapa kali bersin
karena hidungnya gatal akibat sensitive terhadap allergen tertentu seperti
debu dan kutu rumah. Karena itu, semua produk yang bersifat anti alergi dia
beli. Ada sarung bantal anti alergi. Ada pembersih vakum untuk orang alergi.
Ada deterjen khusus untuk mencuci sprei dan juga filter khusus untuk AC
yang dapat membunuh kutu rumah. Alat-alat seperti ini, harganya kira-kira 34 kali lipat. Saya yakin, biaya produksinya, tidak lebih dari dua kali lipat.
Konsumen yang menderita alergi tidak berpikir demikian. Mereka melihat
bahwa value yang ditawarkan oleh produk-produk ini, sangat memadai
dengan harga yang mereka bayar.
Ada banyak keuntungan dari penerapan metode value pricing. Cara
penetapan harga ini akan memaksa pemasar untuk terus berpikir mengenai
pelanggan. Dengan demikian, secara tidak sadar, budaya customer oriented
lebih mudah terbentuk. Dalam jangka panjang, ini menjadi asset yang besar
bagi perusahaan. Selain itu, para pemasar akan lebih inovatif. Mereka akan
terus-menerus memikirkan apa sebenarnya nilai produknya bagi pelanggan,
fitur dan benefit apa yang sebenarnya dicari oleh pelanggan. Ini yang akan
membuat kesuksesan produk baru menjadi lebih besar.
Pada akhirnya, perusahaan akan mempunyai peluang lebih besar untuk
meningkatkan profitabilitas. Dalam jangka pendek, ia tidak kehilangan
kesempatan untuk menetapkan harga yang optimal. Dalam jangka panjang,
profitabilitas ini akan semakin meningkat karena perusahaan menjadi lebih
inovatif.
Membiasakan menetapkan harga dengan cara-cara ini membuat kita tidak
heran bahwa produk atau jasa yang sama bisa berbeda harganya. Kalau anda
mempunyai kafe di Dago maupun di jalan Riau, harga secangkir kopi yang
anda tetapkan tidak perlu sama dengan harga yang ditetapkan oleh kafe di
Alun Alun apalagi di Dayeuh Kolot. Letak kafe yang berbeda sudah
menciptakan persepsi value yang berbeda sehingga pelanggan siap
membayar dengan harga yang berbeda. Pelanggan tidak tahu berapa biaya
produksinya tetapi mereka tahu bahwa value produk tersebut berbeda karena
situasi dan kondisi yang berbeda pula.
Oleh sebab itu, jadilah seorang marketer yang jeli melihat peluang dari
konsumennya untuk dijadikan sebagai value added service, being customer
oriented. Bersaing secara head to head dengan banyak kompetitor yang
berada pada area yang sama dan dengan positioning bisnis yang sama hanya
akan membuat bisnis Anda stagnan. Keywordnya adalah Differentiation and
Positioning. PERCAYALAH !!!
Download