PENGARUH PENGUNGKAPAN KETIDAKPASTIAN POSISI PAJAK, KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS DEWAN KOMISARIS TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2012 Andhika Putra, Debby Fitriasari Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini menguji dan menganalisis pengaruh pengungkapan ketidakpastian posisi pajak perusahaan, karakteristik dan aktivitas dewan komisaris terhadap tindakan penghindaran pajak perusahaan. Karakteristik dewan komisaris meliputi keahlian pajak komisaris independen dan afiliasi komisaris independen dengan badan pajak profesional, sedangkan aktifitas dewan komisaris adalah jumlah rapat dewan komisaris. Penelitian menggunakan sampel 70 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan tahun sampel dari tahun 2010 hingga 2012 sehingga total jumlah observasi adalah 210 data panel. Dengan menggunakan regresi berganda, penelitian ini membuktikan bahwa pengungkapan atas ketidakpastian posisi pajak perusahaan dan afiliasi pajak komisaris independen terbukti berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak perusahaan. Sedangkan keahlian pajak komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris tidak terbukti berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan. The Effect of Uncertainty Disclosure of Tax Positions, Characteristics and Actifity of The Board of Commissioners of the Tax Avoidance Manufacturing Companies in Indonesia Stock Exchange in 2010-2012. Abstract This study examines and analyzes the effect of disclosure of the uncertainty of corporate tax position, the characteristics and activities of the board of commissioners of the tax avoidance measures companies. Characteristics of expertise include tax expertise of independent commissioners and independent commissioners affiliation with a professional tax body, while the activity is jumlh commissioners commissioners meeting. This study used a sample of 70 companies listed in Indonesia Stock Exchange with the sample from 2010 to 2012 so that the total number of observations is 210 panel data. By using multiple regression, this study proves that the disclosure of uncertain tax positions and affiliated tax firm of independent commissioners proved positive effect on corporate tax avoidance. While the tax expertise of independent directors and the frequency of meetings of the board of commissioners are not shown to influence the corporate tax avoidance. Keywords: tax avoidance, independent commissioner, tax uncertainty, tax expertise, tax affiliation. 1 Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi adalah faktor yang sangat penting bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu sumber penerimaan negara dalam membangun ekonomi adalah dari pajak yang dipungut oleh pemerintah. Dalam pemungutan pajak di Indonesia terdapat dua subjek pajak yaitu pribadi dan badan (perusahaan). Akan tetapi pemerintah dalam Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 melakukan pemungutan pajak mengalami beberapa kendala, salah satunya adalah penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajaknya. Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Penelitian yang dilakukan oleh Uppal (2005) tentang kasus penghindaran pajak di Indonesia, dikemukakan bahwa di negara-negara berkembang banyak terjadi kasus penghindaran pajak. Hal ini dilakukan dengan cara tidak melaporkan atau melaporkan namun tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atas pendapatan yang bisa dikenai pajak. Penghindaran pajak merupakan alat untuk penghematan pajak yang mengurangi pajak yang dibayarkan dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham (Hanlon dan Heitzman, 2010). Dengan kata lain, pajak adalah pengurang kemampuan ekonomi perusahaan, maka dari itu perusahaan akan berusaha untuk membayar pajaknya seminimal mungkin. Sedangkan di sisi pemerintah, pajak adalah merupakan pemasukan negara yang berguna untuk membangun dan menyetarakan ekonomi negara, maka dari itu pemerintah akan berusaha memungut pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang- undang perpajakan. Selain perbedaan sudut pandang antara perusahaan dengan pemerintah, menurut Taylor dan Richardson (2014), peraturan pajak internasional yang kompleks dapat mendorong perusahaan dalam melakukan penghindaran pajak. Sedangkan Lisowsky (2007) berpendapat bahwa pengungkapan perusahaan atas pajaknya meliputi estimasi kewajiban pajak perusahaan dimana ketidakpastian atas estimasi pajak tersebut juga merupakan penentu dari penghindaran pajak perusahaan. Maka dari itu peraturan pajak yang kompleks pada suatu negara dapat membuat ketidakpastian pada estimasi pajak perusahaan yang selanjutnya dapat mendorong perilaku penghindaran pajak perusahaan. Penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat legal (Lawful), sedangkan penggelapan pajak (Tax Evasion) adalah usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat tidak legal (Unlawful) (Xynas, 2011). Oleh karenanya persoalan penghindaran pajak merupakan persolan yang rumit dan unik. Tax avoidance merupakan upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang (Chasbiandani, 2012). Menurut Hanlon dan Heitzman (2010), tax avoidance adalah sebagai pengurangan jumlah pajak eksplisit, dimana tax avoidance merupakan rangkaian aktifitas perencanaan pajak. Hanlon dan Heitzman (2010) merangkum proksi-proksi untuk melakukan pengukuran penghindaran pajak pada perusahaan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Proksi tersebut, antara lain aktifitas tax Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 shelter, tarif pajak efektif, book-tax difference, dan lainnya. Setiap masing-masing proksi pengukuran penghindaran pajak tersebut mempunya kekurangan dan kelebihan. Tax avoidance berhubungan langsung dengan kepentingan pemegang saham perusahaan, hal tersebut dikarenakan terdapatnya resiko bagi perusahaan ketika perusahaan memilih untuk melakukan penghindaran pajaknya. Oleh karena hubungan yang sangat erat antara tax avoidance dengan kesejahteraan pemegang saham perusahaan, maka sebagai bentuk penerapan good corporate governance dibentuklah komisaris independen yang menjadi wakil pemegang saham dalam mengawasi manajemen perusahaan dalam aktifitas dan pengambilan keputusan dalam perusahaan. Pengawasan tersebut berguna untuk menyelaraskan antara aktifitas dan pengambilan keputusan manajemen dengan kebijakan dan keinginan dari pemegang saham. Terdapat beberapa penelitian yang menghubungkan variabel dewan komisaris terhadap penghindaran pajak perusahaan. Vafeas (2003) menelti pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap tingkat p-enghindaran pajak perusahaan. Sedangkan Maydew dan Shackelford (2005) meneliti pengaruh keahlian dewan komisaris terhadap tingkat penghindadaran pajak perusahaan. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2014), meneliti pengaruh pengungkapan ketidakpastian posisi pajak, keahlian komisaris independen, afiliasi komisaris independen, dan remunerasi manajemen kunci terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan. Di Indonesia suatu perseroan diwajibkan mempunyai sekurang- kurangnya satu komisaris yang independen dan satu orang komisaris utusan perusahaan (Pasal 120/1 Undang Undang Perseroan Terbatas). Pengertian komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan (Rifai, 2009). Status independen terfokus pada tanggung jawab untuk melindungi seluruh pemegang saham. Maka dari itu, komisaris independen diharapkan dapat secara independen bertindak untuk kepentingan seluruh pemegang saham, baik mayoritas maupun minoritas. Di Indonesia juga telah banyak peneliti yang meneliti tindakan penghindaran pajak perusahaan. Reza (2012) meneliti rapat dewan komisaris terhadap penghindaran pajak perusahaan, sedangkan Chasbiandani (2012) dan Subakti (2012) membuktikan adanya pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan. Fatharani (2012) membuktikan bahwa reformasi pajak tahun 2009 berpengaruh positif terhadap Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 penghindaran pajak perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Faramita (2012) membuktikan bahwa kompensasi terhdap direksi dan penerapan corporate governance berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak, sedangkan kepemilikan direksi terhadap saham perusahaan berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak perusahaan. Sedangkan melalui penelitiannya Budiman dan Setiyono (2012) membuktikan bahwa eksekutif perusahaan yang bersifat risk taker berhubungan positif terhadap penghindaran pajak perusahaan. Dari penilitian yang sudah dilakukan di Indonesia tentang pengaruh dewan komisaris terhadap penghindaran pajak perusahaan, belum ada penelitian tentang pengaruh keahlian pajak dan afiliasi pajak komisaris independen terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini secara spesifik menginvestigasi hubungan antara penghindaran pajak perusahaan dengan variabel independen pengungkapan ketidakpastian posisi pajak (Taylor dan Richardson, 2014), atribut komisaris independen perusahaan seperti keahlian dalam bidang pajak (Taylor dan Richardson, 2014) dan afiliasi pajak (Taylor dan Richardson, 2014), dan frekuensi rapat dewan komisaris (Vafeas ,2003). Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian Taylor dan Richardson (2014). 2 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori terkait dengan pengaruh variabel independen dan variabel kontrol terhadap variabel dependen terdapat 4 hipotesis yang digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian, hipotesisnya adalah sebagai berikut : 2.1 Hubungan Pengungkapan ketidakpastian posisi pajak terhadap Penghindaran Pajak. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lisowsky (2013), terdapat hubungan positif antara perusahaan yang memberikan pengungkapan atas ketidakpastian pada posisi pajak perusahaan dengan penghindaran pajak. Taylor dan Richardson (2014) juga menemukan hal yang sama dengan Lisowsky (2013). Taylor dan Richardson (2014) berpendapat bahwa kompleksnya peraturan pajak yang ada dalam suatu negara akan meningkatkan ketidakpastian perusahaan dalam mengkalkulasikan estimasi pajak yang harus dibayarkannya. Ketidakpastian atas estimasi pajak tersebut adalah penentu dari penghindaran pajak perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis pertama adalah H1: Pengungkapan atas ketidakpastian pada posisi pajak perusahaan berhubungan positif dengan penghindaran pajak perushaan. Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 2.2 Hubungan Komisaris Independen dengan Dengan Keahlian Pajak terhadap Penghindaran Pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Maydew dan Shackelford (2005), dan Taylor dan Richardson (2014) menyatakan bahwa komisaris independen yang mempunyai pengalaman pajak sebelumnya dapat mengidentifikasi kesempatan lebih baik karena pengalaman mereka dalam memformulasikan perencanaan pajak. Insentif untuk melakukan penghindaran pajak adalah untuk meningkatkan laba setelah pajak kepada pemegang saham. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa komisaris independen dengan keahlian pajak berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak perusahaan. Maka hipotesis kedua adalah: H2: Perusahaan yang mempunyai komisaris independen dengan keahlian pajak mempunyai tingkat penghindaran pajak lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak mempunyai komisaris independen dengan keahlian pajak. 2.3 Hubungan Komisaris Independen dengan Dengan Afiliasi terhadap Penghindaran Pajak. Jika komisaris perusahaan mempunyai hubungan dengan badan pajak profesional, maka diharapkan komisaris akan memastikan bahwa praktek pajak perusahaan telah sesuai dengan persyaratan hukum yang berlaku (Taylor dan Richardson, 2014). Hal tersebut dikarenakan pengetahuan komisaris akan pentingnya pembayaran pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku yang didapat dari afiliasinya terhadap badan pajak profesional tersebut. Maka hipotesis ketiga adalah: H3: Perusahaan yang mempunyai komisaris independen terafiliasi dengan badan pajak profesional mempunyai tingkat penghindaran pajak lebih rendah darIpada perusahaan yang mempunyai komisaris independen terafiliasi dengan badan pajak profesional. 2.4 Hubungan Jumlah Rapat Dewan Komisaris terhadap Penghindaran Pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Vafeas (2003), Brick dan Chidambaran (2007), dan Reza (2012) menunjukkan bahwa semakin banyak frekuensi rapat yang diselenggarakan dewan komisaris maka semakin meningkatkan pengawasan kinerja perusahaan. Pengawasan yang dilakukan komisaris juga termasuk pengawasan atas keputusan pajak perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis keempat adalah: Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 H4: Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak perusahaan. 3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode regresi random effect model karena paling representatif menurut pengujian statistika. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012 dan mempublikasikan data laporan tahunan secara lengkap. Dari kriteria pemilihan sampel yang digunakan, didapatkan sampel penelitian sebanyak 70 perusahaan setiap tahunnya, sehingga selama 3 tahun, didapatkan 210 sampel untuk penelitian ini. 3.1 Model Penelitian Penelitian ini mencoba mereplikasikan penelitian yang dilakukan Taylor dan Richardson (2014) di Indonesia. Model yang digunakan adalah: CTAit = β0 + β1TRUit + β2TAXEXPit + β3TAXAFFit + βFREK4it+ β5SIZEit + β6INVINTit + β7AUDit + β8CEOit + εit (3.1) Dimana: CTA Corporate Tax Avoidance (ETR, CETR) ETR rasio antara income tax expense dengan pretax accounting income CETR rasio antara current tax expense dengan pretax accounting income TRU dummy variable di mana nilai 1 diberikan jika perusahaan memberikan pengungkapan atas ketidakpastian posisi pajak dan nilai 0 diberikan jika perusahaan tidak memberikan pengungkapan atas ketidakpastian posisi pajak. TAXEXP dummy variable di mana nilai 1 diberikan jika komisaris independen perusahaan memiliki pengalaman di bidang akuntansi perpajakan dan atau audit pajak dan nilai 0 diberikan jika komisaris independen perusahaan tidak memiliki pengalaman di bidang akuntansi Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 perpajakan dan atau audit pajak. TAXAFF dummy variable di mana nilai 1 diberikan jika komisaris independen perusahaan memiliki afiliasi dengan badan pajak profesional dan nilai 0 diberikan jika komisaris independen perusahaan tidak memiliki komisaris independen perusahaan memiliki afiliasi dengan badan pajak profesional. FREK jumlah rapat komisaris SIZE natural logarithm dari total aset INVNT rasio antara total persediaan dan total aset AUD dummy variable di mana nilai 1 diberikan jika perusahaan diaudit oleh kantor akuntan publik BIG 4 dan 0 jika perusahaan tidak diaudit oleh kantor akuntan publik BIG 4. CEO jumlah tahun masa jabatan CEO β1 hingga β8 parameter β0 konstanta εit error Sumber: Olahan Peneliti (2014) 4 Analisis dan Pembahasan 4.1 Analisis Deskriptif Variabel Nilai rata-rata variabel TAXEXP sebesar 0.5190476, hal tersebut berarti 51,9% perusahaan mempunyai komisaris yang memiliki keahlian di bidang pajak. Bentuk keahlian yang ditemukan antara lain pendiri kantor akuntan publik, pernah bekerja sebagai akuntan publik, mempunyai pendidikan di bidang pajak atau akuntansi, pernah menjabat sebagai auditor atau akuntan perusahaan. Sedangkan pada variabel TAXAFF, nilai 1 diberikan jika komisaris independen perusahaan mempunyai afiliasi dengan badan pajak profesional, dan nilai 0 diberikan jika komisaris independen perusahaan tidak mempunyai afiliasi dengan badan pajak profesional. Nilai rata-rata variabel TAXAFF sebesar 0.1619048, dapat diartikan Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 bahwa terdapat 16,19% perusahaan memiliki komisaris independen yang mempunyai afiliasi dengan badan pajak profesional. Bentuk afiliasi yang ditemukan antara lain Kepala analisa pajak daerah, pejabat karier di kementrian, partner kantor konsultan pajak, ketua ikatan konsultan jawa tengah, menjabat di kantor pajak pemerintah, anggota komite audit BUMN. Pada variabel FREK nilai terkecil adalah 1 dan nilai terbesar adalah 43. Pada variabel FREK terkecil dan terbesar berarti rapat dewan komisaris perusahaan paling sedikit dilakukan 1 kali dan paling banyak dilakukan 43 kali. Nilai rata-rata variabel FREK sebesar 6.057143, yang berarti rata-rata rapat dilakukan dalam perusahaan sampel adalah sebanyak 6,05 kali dalam setahun. Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Variabel N = 210 Mean Std. Dev. Min Max ETR 0.2083 0.1069 0.0038 0.6441 CETR 0.2080 0.1396 0 0.8979 TRU 0.4190 0.4945 0 1 TAXEXP 0.5190 0.5008 0 1 TAXAFF 0.1619 0.3692 0 1 FREK 6.0571 7.4214 1 43 SIZE (Rp 000.000) 5542237 18147236 10582 182247000 INVNT 0.2281 0.1376 0.02 0.72 AUD 0.3571 0.4803 0 1 CEO 11.314 10.2391 Sumber: Olahan Peneliti (2014) 1 42 Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 4.2 Analisis Model Penelitian Tabel 4.2 ini merupakan hasil pengujian model, dimana ETR menggunakan metode random effect yang diberikan treatment Robust, sedangkan CETR menggunakan metode generalize least squares yang tidak memerlukan treatment robust. Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Regresi Penelitian ETR CETR Hipotesis Coef (prob) Coef (prob) TRU - -0,045 (0.004)** -0,481 (0,022)* TAXEXP - 0,012 (0,555) 0,021 -0.263 TAXAFF + 0,007 (0,795) -0,054 (0,044)* FREK + -0,000 (0,955) 0,000 (0,658) SIZE - -0,002 (0,892) -0.04 (0,014)* INVNT + 0,020 (0,772) -0,015 (0,825) AUD + 0,459 (0.033)* 0,076 (0,002)** CEO - 0 (0,595) 0,000 (0,988) R2 0,0488 0.2515 Prob F 0.0151* 0,0184* **signifikan pada α=1%; *signifikan pada α=5%. Sumber: Olahan peneliti (2014) Berdasarkan tabel 4.4 untuk model dengan variabel dependen ETR memiliki nilai Prob F sebesar 0,0151, nilai tersebut lebih kecil dari α 5%, artinya variabel independen di dalam model tersebut dapat secara bersama-sama mempengaruhi variabel ETR secara signifikan atau setidaknya terdapat satu variabel independen yang dapat mempengaruhi variabel ETR secara signifikan. Pada model dengan variabel dependen CETR memiliki nilai Prob F sebesar 0,0184, nilai tersebut lebih kecil dari α 5%, artinya variabel independen di Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 dalam model tersebut dapat secara bersama-sama mempengaruhi variabel CETR secara signifikan atau setidaknya terdapat satu variabel independen yang dapat mempengaruhi variabel CETR secara signifikan. Dalam tabel 4.2 nilai R-square yang dimiliki oleh variabel ETR adalah sebesar 0,0488. Hal ini berarti sebesar 4,88% tingkat variasi rata-rata variabel ETR dapat dijelaskan oleh variabel TRU, TAXEXP, TAXAFF, FREK, SIZE, INVNT, AUD, dan CEO. Sedangkan 95,12% tingkat variasi rata-rata variabel ETR dijelaskan oleh variabel diluar model penelitian. Dalam tabel 4.4 nilai R-square yang dimiliki oleh variabel CETR adalah sebesar 0,2515. Hal ini berarti sebesar 25,15% tingkat variasi rata-rata variabel CETR dapat dijelaskan oleh variabel TRU, TAXEXP, TAXAFF, FREK, SIZE, INVNT, AUD, dan CEO. Sedangkan 74,85% tingkat variasi rata-rata variabel CETR dijelaskan oleh variabel diluar model penelitian. TRU memiliki nilai koefisien -0,045 pada model pertama (ETR), dan sebesar -0,481 pada model kedua (CETR). Hal tersebut berarti jika perusahaan melakukan pengungkapan ketidakpastian posisi pajak maka pada model pertama akan menambah sebesar 0,045 terhadap penghindaran pajak perusahaan (ETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,004 yang berarti signifikan pada α 1%, dan akan menambah sebesar 0,481 terhadap penghindaran pajak perusahaan (CETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,022 yang berarti signifikan pada α 5%. Dapat disimpulkan pada model pertama (ETR), hubungan pengungkapan ketidakpastian posisi pajak perushaan berhubungan positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Pada model kedua (CETR) hubungan pengungkapan ketidakpastian posisi pajak perushaan juga berhubungan positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Maka dari itu H1 dapat diterima oleh hasil kedua model tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2014). variabel TAXEXP memiliki nilai koefisien 0,012 pada model pertama (ETR), dan sebesar 0,021 pada model kedua (CETR). Hal tersebut berarti jika perusahaan mempunyai komisaris independen yang memiliki expertise dalam bidang pajak maka pada model pertama akan mengurangi sebesar 0,012 terhadap penghindaran pajak perusahaan (ETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,555 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%, dan akan mengurangi sebesar 0,021 terhadap penghindaran pajak perusahaan (CETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,263 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%. Dapat disimpulkan pada model pertama (ETR), hubungan perusahaan yang mempunyai komisaris independen yang memiliki expertise dalam bidang pajak berhubungan negatif dan Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Pada model kedua (CETR) hubungan perusahaan yang mempunyai komisaris independen yang memiliki expertise dalam bidang pajak berhubungan negatif dan tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Maka dari itu H2 di tolak oleh hasil kedua model tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2014) yang menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai komisaris independen yang memiliki expertise dalam bidang pajak berhubungan positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. variabel FREK memiliki nilai koefisien -0,000 pada model pertama (ETR), dan sebesar 0,000 pada model kedua (CETR). Hal tersebut berarti jika perusahaan menambah jumlah rapat komisaris sebanyak satu kali maka pada model pertama akan menambah sebesar 0,000 terhadap penghindaran pajak perusahaan (ETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,555 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%, dan akan mengurangi sebesar 0,000 terhadap penghindaran pajak perusahaan (CETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,263 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%. Dapat disimpulkan pada model pertama (ETR), hubungan frekuensi jumlah rapat dewan komisaris dalam perusahaan berhubungan positif dan tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Pada model kedua (CETR) hubungan frekuensi rapat komisaris perusahaan berhubungan negatif dan tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Maka dari itu H4 di tolak oleh hasil kedua model tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Vafeas (2003) yang menyatakan frekuensi rapat dewan komisaris berhubungan negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. variabel SIZE memiliki nilai koefisien -0,002 pada model pertama (ETR), dan sebesar -0,040 pada model kedua (CETR). Hal tersebut berarti jika ukuran perusahaan semakin besar maka pada model pertama akan menambah tingkat penghindaran pajak perusahaan (ETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,795 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%, dan akan menambah tingkat penghindaran pajak perusahaan (CETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,044 yang berarti signifikan pada α 5%. Dapat disimpulkan pada model pertama (ETR), hubungan ukuran perushaan berhubungan positif dan tidak signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Pada model kedua (CETR) hubungan ukuran perusahaan berhubungan positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2014). variabel INVNT memiliki nilai koefisien 0,020 pada model pertama (ETR), dan sebesar -0,015 pada model kedua (CETR). Hal tersebut berarti jika semakin besar persentasi persediaan perusahaan maka pada model pertama akan mengurangi tingkat penghindaran Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 pajak perusahaan (ETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0, 0,772 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%, dan akan menambah tingkat penghindaran pajak perusahaan (CETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,825 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%. Dapat disimpulkan pada model pertama (ETR), hubungan persentase persediaan perusahaan berhubungan negatif dan tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Pada model kedua (CETR) hubungan persentase persediaan profesional berhubungan positif dan tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2014) yang menyatakan bahwa persentasee persediaan perusahaan memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. variabel AUD memiliki nilai koefisien 0,459 pada model pertama (ETR), dan sebesar 0,078 pada model kedua (CETR). Hal tersebut berarti jika perusahaan di audit oleh kantor akuntan publik BIG4 pada model pertama akan mengurangi tingkat penghindaran pajak perusahaan (ETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,033 yang berarti signifikan pada α 1%, dan akan mengurangi tingkat penghindaran pajak perusahaan (CETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,002 yang berarti signifikan pada α 5%. Dapat disimpulkan pada model pertama (ETR), perusahaan yang di audit oleh kantor akuntan publik BIG4 berhubungan negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Pada model kedua (CETR) perusahaan yang di audit oleh kantor akuntan publik BIG4 berhubungan negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Richardson (2014). variabel CEO memiliki nilai koefisien -0,000 pada model pertama (ETR), dan sebesar 0,000 pada model kedua (CETR). Hal tersebut berarti semakin lama CEO perusahaan menjabat maka pada model pertama akan menambah tingkat penghindaran pajak perusahaan (ETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,595yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%, dan akan mengurangi tingkat penghindaran pajak perusahaan (CETR) ceteris paribus dengan nilai prob t sebesar 0,988 yang berarti tidak signifikan karena di atas α 10%. Dapat disimpulkan pada model pertama (ETR), Perusahaan yang di audit oleh kantor akuntan publik BIG4 berhubungan positif dan tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Pada model kedua (CETR), Perusahaan yang di audit oleh kantor akuntan publik BIG4 negatif dan tidak signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh taylor dan Richardson (2014) yang menyatakan bahwa perusahaan yang di audit oleh kantor akuntan publik BIG4 berhubungan positif dan signifikan dengan penghindaran pajak perusahaan. Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 5 Kesimpulan Pengungkapan atas ketidakpastian posisi pajak perusahaan terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Hal ini berarti pengungkapan atas ketidakpastian posisi pajak adalah salah satu penentu dari tindakan penghindaran pajak perusahaan. Selain itu adanya komisaris independen yang mempunyai afiliasi dengan badan pajak profesional terbukti berpengaruh positif dan signifikan terdap tindakan penghindaran pajak perusahaan. Hal ini berarti perusahaan yang memiliki komisaris independen yang mempunyai afiliasi dengan badan pajak profesional adalah salah satu penentu dari tindakan penghindaran pajak perusahaan. Oleh karena pada penelitian ini pengungkapan atas ketidakpastian posisi pajak perusahaan dan afiliasi komisaris independen terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap penghindaran pajak perusahaan. Maka dari itu pengungkapan atas ketidakpastian posisi pajak dan afiliasi pajak komisaris independen perusahaan bisa menjadi salah satu indikasi kecendrungan perusahaan dalam melakukan tindakan penghindaran pajak. Maka dari itu pengungkapan ketidakpastian posisi pajak juga dan afiliasi komisaris independen bisa digunakan oleh Dirjen pajak untuk mengidentifikasi perusahaan mana yang mempunyai kecendrungan untuk melakukan penghindaran pajak. Maka dari itu Dirjen pajak bisa lebih baik dan terfokus dalam mengawasi perusahaan-perusahaan yang melakukan pengungkapan ketidakpastian posisi pajak dan perusahaan yang mempunyai komisaris independen terafiliasi dengan badan profesional yang berhubungan dengan pemerintah. Daftar Referensi Alijoyo, A. & S. Zaini. (2004). Komisaris Independen: Penggerak Praktik GCG di Perusahaan, Indeks. Brick E I., dan Chidambaran N.K. (2007). Board Meetings, Committee Structure and Firm Performance. Budiman, J. & Setiyono. (2012). Pengaruh karakter eksekutif terhadap penghindaran pajak (tax avoidance). Chasbiandani, Tryas. (2012). Karakteristik perusahaan, tax avoidance jangka panjang dan nilai perusahaan. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Desai ,M.A., Dharmapala,D. (2007). Taxation and corporate governance : an economic approach. In : Taxation and Corporate Governance Conference, Munich. Dyreng, S., Hanlon, M., Maydew, E., (2008). Long-run corporate tax avoidance. Account. Rev. 83 (1), 61–82. Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 Eicke, Rolf. (2009). Tax Planning with Holding Companies – Reparation of US Profit from Europe Concepts,Strategies, Struchture. Kluwer Law International. Eisenberg, T.S. (1998) SIZEr board SIZE and decreasing firm valuein small firms. Journal of Financial Economics, 48 ,35-54. Fatharani, Nazhaira. (2012). Pengaruh karatarestik kepemilikan, reformasi perpajakan, dan hubungan politik terhadap tindakan pajak agresif pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia pada tahun 2007-2010. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Fitrinisa, Dini. (2013). Analisis tax avoidance jangka panjang pada perusahaan manufaktur di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Halon, M., & Heitzman, S. (2010). A review of tax research. Journal of Accounting and economics 50, 127-178. Ibrahim, I.S. (2013). Pengaruh reformasi birokrasi dan remunerasi terhadap perilaku koruptif di kementrian cordinator bidang kesejahteraan rakyat. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Indonesia Code of GCG (2006). Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Irawan, P. I. & Farahmita, A. (2012). Pengaruh kompensasi manajemen dan corporate governance terhadap manajemen pajak perusahaan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jauhari, Arief. (2011). Pengaruh Kualitas audit terhadap manajemen laba dan manejemen pajak.Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kasipilai, J., Aripin, N., & Amran, N. A., (2003). The Influence of education on Tax Avoidance and Tax Evation. Keputusan Direksi Pt Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/Bej/07-2004 Tentang Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham Yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia. Jakarta Lanis, R., Richardson, G., (2011). The effect of board of director composition on corporate tax aggressiveness. Lisowsky ,P., (2007). Inferring U.S. Tax Liability Information.Working Paper, Boston University. from Financial Statement Lisowsky,P.,Robinson,L.,Schmidt,A., (2013) .Do publicly disclosed tax reserves tell us about privately disclosed tax shelter activity? J.Account.Res.51(3),583–629. Mangunsong, S. (2002). Peranan Tax Planning dalam Mengefisienkan Pembayaran Pajak Penghasilan. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 2. Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014 Maydew, E.L., Shackelford, D.A., (2005). The Changing Role of Auditors in Corporate Tax Planning. NBER Working Paper No. 11504. McGee, R. W., (1999). Three Views on the Ethics of Tax Envasion. Journal of Business Ethics, 67. Pedoman Tentang Komisaris Independen. Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Peraturan Bapepan No. IX.I.5 tahun 2014 dan lampiran keputusan ketua Bapepam No.Kep29/PM/2004 mengenai Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Prastowo, Y. (2010). Panduan lengkap pajak. Jakarta: Raih Asa Sukses. Primastuti, Ranisa. (2012). Persepsi mahasiswa akuntansi terhadap penggelapan dan penghindaran pajak. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Reza, Faisal. (2012). Pengaruh dewan komisaris dan komite audit terhadap penghindaran pajak. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Silvianetta. (2012). Pengaruh Kinerja Perusahaan Terhadap Remunerasi Eksekutif Dengan Moderasi Perusahaan Keluarga. Depok FEUI. Subakti, T. A. V. (2012). Pengaruh karakteristik perusahaan dan reformasi perpajakan terhdap penghindaran pajak di perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2008-2010. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Suwardi, Akbar. (2011). Modul STATA. Laboratorium komputasi departemen ilmu ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Uppal J.S., (2005), Kasus Penghindaran Pajak Di Indonesia, Economic Review Journal, 201. Utama, Cynthia A. (2002). Tiga Bentuk Masalah Keagenan (Agency Problem) dan Alternatif Pemecahannya. Manajemen Usahawan Indonesia 12, pp 14-19 Vafeas, N. (2003). Further Evidence on Compensation Committee Composition As A Determinant of CEO Compensation. Financial Management 32: 53-77. Waryanto, (2010), Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Di Indonesia. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Dipenogoro. Xynas, Lidia, (2011), Tax Planning, Avoidance and Evasion in Australia 1970-2010: The Regulatory Responses and Taxpayer Compliance, Revenue Law Journal, 20-1. Pengaruh pengungkapan…, Andhika Putra, FE UI, 2014