BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Landasan Teori
Jasa merupakan istilah yang sangat umum dan tidaklah mudah untuk
mendefinisikannya secara tegas apa itu jasa, karena begitu banyaknya
definisi –
definisi jasa yang beredar di masyarakat. Adapun beberapa definisi jasa yang didapat
dari berbagai sumber ialah:
Menurut Lovelock ( 2005) menyatakan bahwa “jasa adalah kegiatan ekonomi
yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi konsumen pada waktu dan tempat
tertentu sebagai hasil dari tindakan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan
dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut.”
Rangkuti (2003) memaparkan bahwa “ jasa merupakan pemberian suatu kinerja
atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak ke pihak lain”. Pada umumnya jasa
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberian jasa
dan penerimaaan jasa mempengaruhi hasil tersebut.
Sedangkan menurut Render (2005, p 232) menyatakan bahwa “ jasa adalah
suatu kegiatan ekonomi yang biasanya menghasilkan barang yang tidak nyata atau
kasat mata”, Sehingga penerimaan jasa hanya merasakan dengan suatu tindakan dari
si pemberi jasa tersebut.
Muhtosim Arief dalam bukunya pemasaran jasa dan kualitas pelayanan
mengatakan bahwa industry jasa telah mendominasi perekonomian hampir semua
Negara industri, dan bahkan mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
PDB. Buktinya lebih dari 50 persen (50%) pekerjaan di Inggris didominasi sektor jasa.
(Arief 2006,p:1)
10
11
Menurut Arief (2007,p111) seperti yang dijelaskan oleh Kotler (2000) bahwa
kesuksesan suatu industri jasa tergantung kepada sejauh mana perusahaan mampu
mengelola ketiga macam aspek secara sukses :
1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan
2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji
tersebut
3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan
Ada empat karakteristik jasa menurut Yamit (2004,p21), yaitu :
1. Tidak Terpisah
Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan
secara bersama-sama dengan produksi. Misalnya saja ketika kita membeli tiket
Sriwijaya Air,maka secara bersama-sama kita juga membutuhkan jasa dari mereka
misalnya kira menginginkan perlayanan yang baik dari mereka.
2. Tidak Berwujud
Jasa adalah sesuatu yang tidak dapat disentuh, dilihat, diraba, didengar atau
dibaui sebelum dibeli. Tetapi jasa itu bisa dirasakan dan bila konsumen merakan
jasa atau pelayanan yang baik dari penyedianya, maka tentu ini adalah nilai positif
bagi perusahaan.
3. Beragam
Jasa banyak sekali bentuknya. Kualitas jasa tergantung kepada siapa yang
menyediakan, kapan, dimana dan bagaimana mereka melakukan atau memberi
pelayanan.
4. Tidak tahan lama
Salah satu ciri dari jasa yang sangat spesifik adalah bahwa jasa tidak dapat
disimpan untuk penjualan.
12
Adapun sifat atau karakteristik umum jasa angkutan udara adalah sebagai
berikut ( Nasution 1996,p137) :
1. Produksi yang dihasilan tidak dapat disimpan, diraba , tetapi dapat ditandai
dengan adanya pemanfaatan waktu dan tempat. Unit produksi adalah seat- km
tersedian dan ton km tersedia. Seat-km tersedia adalah suatu seat yang
diterbangkan dalam jarak satu km. Ton-km tersedia adalah satu ton barang
dalam satu km.
2. Demandnya elastis
Permintaan jasa angkutan udara bersifat derived demand,yaitu sebagai akibat
adanya demand yang lain. Karena tarif angkatan udara relatif mahal,bila terjadi
perubahan hara maka demand menjadi elastis
3. Selalu menyesuaikan teknologi maju
Perusahaan penerbangan pada dasarnya bersifat dinamis yang dengan cepat
menyesuaikan perkembangan teknologi pesawat udara. Penyesuaian teknologi
maju tidak hanya dibidang teknik permesinan saja tetapi juga dibidang-bidang
lainnya juga, seperti sistem manajemen, metode-metode, peraturan-peraturan
dan prosedur,serta kebijaksanaan.
4. Selalu ada campur tangan pemerintah, seperti pada umumnya kegiatankegiatan transportasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, selain itu
untuk menjaga keseimbangan penumpang dan operator,jumlah investasi yang
besar dan menjamin keselamatan penerbangan.
Pada prinsipnya terdapat beberapa fugnsi produk jasa angkutan udara yang
harus tercapaii (Salim,2004.p102):
1. Melaksanakan penerbangan yang aman ( safety)
2. Melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur ( regularity)
13
3. Melaksanakan penerbangan yang nyaman ( comfortable)
4. Melaksanakan penerbangan yang ekonomis
1. Safety
Perusahaan penerbangan harus mengutamakan faktor keselamatan diatas
segala-galanya dalam pengoperasiannya dari satu rute tertentu ke rute tertentu.
Seluruh penumpang,awak pesawat dan barang – barang selama penerbangan
harus benar-benar diperhatikan keselamatan agar perusahaan itu mendapat
kepercayaan dari masyarakat. Untuk menunjang keselamatan pesawat yang
akan diopeasikan, perusahaan mengadakan tindakan-tindakan sebagai berikut :
•
Pesawat harus memenuhi syarat seperti kelayakan mengudara yang
dibuktikan dengan certified of airworthiness dari yang berwenang
•
Release sheet oleh dinas teknik perusahaan tersebut ( krunya harus
qualified)
•
Membuat
flight
planning
yang
mencakup
arah
penerbangan
kemana,bahan bakar yang dibawa,tinggi yang akan diterbangi, dan lainlainnya.
•
Air traffic control yang baik pada stasiun tertentu
•
Adanya peta-peta dan naviagtor bagi yang lengkap
2. Comfortability
Dalam hal ini perusahaan berusaha semaksimal mungkin agar penumpang
mendapat kenyamanan selama penerbangan berlangsung. Dengan demikian ,
penumpang harus mendapatkan pelayanan yang sebaik mungkin dari petugas
yang bersangkutan. Servis yang dimaksud disini adalah pada saat calon
penumpang mengadakan hubungan dengan perusahaan sampai penumpang tiba
di tempat tujuannya. Bilamana hal ini dapat dipertahankan,penumpang tersebut
14
akan “ terkesan “ pada perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Dengan
demikian,
perusahaan
penerbangan
tersebut
akan
dapat
mencapai
kesuksesannya.
3. Regularity
Dalam mengoperasikan pesawat udara harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal
penerbangan yang telah ditentukan secara tepat dan teratur serta sesuai dengan
waktu yang diinginkan oleh penumpang. Hal tersebut sangat diperlukan untuk
menjamin
kepuasan
penumpang
dan
citra
perusahaan
penerbangan
sehinggadapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Untuk dapat
melaksanakan operasi penerbangan tepat waktu, diperlukan disiplin dan
koordinasi antara bagian produksi atai operasi dengan bagian pemeliharaan
pesawat,pemasaran dan bagian lainnya.
4. Economy for company
Bilamana safety dan passangers comfort telah berjalan dengan baik,tibalah
saatnya
bagi
perusahaan
menimati
hasil
dari
pengoperasian
pesawat
terbang.Disamping mengadakan penghematan biaya disegala bidang serta
adanya pegawai yang cakap dan terampil,penjualan yang tinggi akan
menimbulkan perbandingan antara recenue dan cost yang menonjol. Profit yang
semaksimal mungkin akan tercapai dan efisiensi perusahaan akan selalu
meningkat sehingga asas kontiniunitas perusahaan dapat dipertahankan. Hal ini
akan dapat mengadakan ekspansi ( perluasan) perusahaan tersebut, seperti
pembauran armada, meningkatkan frekuensi penerbangan dalam maupun luar
negeri, dan sebagainya.
Keempat fungsi jasa angkutan udara tersebut diatas dilaksanakan secara tepat
agar jasa angkutan udara yang dihasilkan harus mencapai tiga sasaran,yaitu kualitas
pelayanan memberikan kepuasan kepada penumpang atau pemakai jasa angkutan (
15
users), biaya operasional penerbangan yang seminimal mungkin, serta tepat waktu (
sesuai
dengan
jawal
penerbangan).Apabila
suatu
perusahaan
penerbangan
melaksanakan keempat fungsi jasa angkutan udara, maka daya saing dan
pendapatan perusahaan penerbangan akan meningkat.
2.1.1. Reputasi Perusahaan
Reputasi adalah suatu hal yang penting yang dibutuhkan oleh konsumen
untuk melakukan transaksi baik itu barang apalagi jasa. Pentingnya hal itu dilihat
dari adanya isu penelitian tentang apakah para konsumen menilai reputasi
sebagai penghargaan padanya dengan nilai yang tinggi. Dalam memasarkan
atau memperkenalkan suatu produk jasa atau barang, kadangkala perusahaan
yang memiliki reputasi yang baik mempunyai
kemungkinan yang lebih besar
untuk menciptakan suatu image atau gambaran yang baik di mata konsumen.
Menurut Kalyanam dan McIntyre, (2001) yang dikutip dalam jurnal Media
Riset Bisnis dan Manajemen, oleh Chrisjatmiko 2005 “Reputation building in this
network is very different from the more abstract, less performance – based, and
image – oriented approach that has been the mainstay of branding practice”.
Dengan kata lain bahwa reputasi merupakan sesuatu yang berbeda dari
abstraknya, berdasarkan sedikit kinerja, tetapi mempunyai pendekatan orientasi
pada kesan dari adanya arus utama dalam menjalankan suatu merk.
Reputasi perusahaan yang baik akan berdampak pada peningkatan
profitabilitas
perusahaan,
seperti:
peningkatan
kepercayaan
pelanggan,
peningkatan penjualan, dan lain – lain. Sebaliknya bila reputasi suatu
perusahaan dikenal tidak baik atau buruk, maka bisa menjadi masalah bagi
perusahaan,
dan
kemungkinan
bisa
menyebabkan
perusahaan
tersebut
16
kehilangan konsumennya. Atau dengan kata lain, berkurangnya kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan tersebut dan beralih kepada produk perusahaan
lain.
Selanjutnya menurut Casey (2006 ; 8) “Reputation is about to become
more integral to the bottom line thanks to the next generation of consumers”.
Sedangkan menurut O’Rourke (2004 ; 16) “More than anything, reputation is
spread by word of mouth, so it is important to have some control over what the
word will be”.
Dengan demikian, dapat dikaitkan bahwa reputasi merupakan faktor
yang penting bagi perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan bisnis.
Reputasi yang baik akan menghindari konsumen untuk berpindah ke perusahaan
pesaing, sedangkan reputasi yang buruk bisa mengakibatkan perusahaan
menjadi semakin terpuruk.
Walsh dan Beatty (dalam Walsh et al., 2008:5) menjabarkan reputasi
perusahaan
terdiri
dari
sudut
pandang
pelanggan
(customer-based
corporate reputation) sebagai: “… as the customer’s overall evaluation of a
firm based in his or her reaction to the firm’s goods, services,
communication
activities,
interactions
with
the
firm
and/or
its
representatives or constituencies (such as employees, management or other
customers) and/or known corporate activities”.
Artinya, reputasi sebuah
perusahaan merupakan evaluasi keseluruhan atas sebuah perusahaan yang
dilakukan oleh customer berdasaran reaksinya terhadao produk dan jasa,
aktivitas komunikasi yang dilakukan perusahaan, juga interaksinya dengan
perusahaan atau perwakilannya (semisal karyawan, manajemen, atau
customer lain) dan atau yang dikenal dengan aktivitas perusahaan.
17
Dapat disimpulkan bahwasanya reputasi perusahaan dari sudut
pandang pelanggan (customer-based reputation) bisa diartikan sebagai
hasil evaluasi secara jeseluruhan yang dudapat dari pengalaman langsung
selama berhubungan dengan pihak perusahaan, dari sudut pandang
customer sebagai salah satu stakeholder, terhadap produk dan layanan
perusahaan termasuk didalamnya aktifitas komunikasi, dan interaksinya
dengan perwakilan dari pihak perusahaan. maka pada penelitian ini,
customer-based reputation dapat diartikan sebagai presepsi penumpang
atas performa dan pelayanan PT. Sriwijaya Air – Harmoni Branch terutama
yang berkaitan erat dengan kepentingan nasabah.
Walsh et al. (2008) dalam penelitiannya menjabarkan customer-
based reputation ke dalam lima dimensi berikut:
•
Orientasi pelanggan (customer orientation), merujuk pada presepsi
customer
atas kesediaan karyawan perusahaan untuk memuaskan
kebutuhan customer-nya.
•
Pemberi kerja yang baik (good employer), merujuk pada presepsi
customer bahwa perusahaan memiliki karyawan yang kompeten.
•
Perusahaan yang dapat dihandalkan dan kuat secara financial (reliable
and financially strong company), merujuk pada presepsi customer
terhadap perusahaan dalam hal kecakapan (competence), ketangguhan
(solidity), dan kemampuan dalam menghasilkan laba (profitability).
Lebih lanjut, dimensi ini juga mengukur harapan dari customer bahwa
perusahaan menggunakan sumber keuangannya dengan cara yang
bijaksana
dan
karenanya
berinvestasi
dipresepsikan memiliki risiko yang kecil.
di
perusahaan
tersebut
18
•
Kualitas produk dan jasa (product and service quality), merujuk pada
presepsi customer atas kualitas, inovasi, nilai (value) dan kehandalan
dari barang dan jas yang dihasilkan perusahaan.
•
Tanggung jawab social lingkungan (social and environmental responsibility),
merujuk pada keyakinan (belief) customer bahwa perusahaan memiliki peran
positif terhadap masyarakat (society) dan lingkungan secara umum.
2.1.2. Pengalaman Masa lampau
Pengalaman masa lampau seorang individu memiliki peranan yang
sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Pengalaman akan
timbul pada saat konsumen membeli suatu produk barang atau jasa, dan
menggunakannya. Faktor pengalaman akan menjadi pertimbangan bagi
konsumen dalam memilih suatu produk di masa mendatang.
Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric).
Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku
adalah suatu fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif
seseorang, tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem.
Menurut Kertajaya (2007 : 64) past experience atau pengalaman masa
lampau, orang yang sudah memiliki pengalaman baik di masa lalu akan
berharap menerima pelayanan yang minimal sama dengan yang dulu. Jika
tidak, ia akan kecewa. Bahkan sering kali dia menuntut lebih setelah beberapa
kali menerima pelayanan yang sama terus. Sebab sifat orang memang tidak
pernah puas. Karena itu, tingkat kepuasan di masa lalu menjadi standar
minimal bagi pelayanan berikutnya.
19
Menurut Hawkins (2001 : 14), pengalaman masa lampau didefinisikan
sebagai berikut “An experience is largely internal to each customer”.
Sedangkan Schiffman (2000 : 260) menggambarkan pengalaman sebagai
berikut: “Pengalaman merupakan sikap dan kepercayaan terhadap barang atau
jasa yang dibentuk oleh konsumen pada saat ia mencoba dan juga
mengevaluasi barang atau jasa yang dibelinya”.
Pengalaman
konsumen
terhadap
suatu
produk
didasarkan
pada
pengalamannya dalam menggunakan produk di masa lampau. Ini akan
menjadikan sebuah pembelajaran bagi konsumen untuk menentukan apakah
akan menggunakan produk tersebut di masa mendatang ataukah tidak.
Konsep pembelajaran pengalaman dibutuhkan dalam memahami kebiasaan,
pembelajaran dapat didefenisikan sebagai perubahan perilaku yang berasal
dari hasil pengalaman masa lalu. Ada dua aliran pemikir tehadap pemahaman
proses pembelajaran konsumen :
1. Pembelajaran perilaku, dimana menitikberatkan pada dorongan pada
pengaruh perilaku atau perilaku itu sendiri.
2. Pembelajaran kognitif, dimana menitikberatkan pada pemecahan masalah
dan menekankan pada variabel pemikiran konsumen yang mempengaruhi
pembelajaran.
Pengalaman masa lalu membentuk kesan dalam pikiran pembeli tentang
siapa dan bagaimana perusahaan yang bertransaksi dengannya. Untuk itu,
kesan positif sangat penting dibangun untuk memberikan pengalaman yang
positif pula. Dengan demikian, kesimpulan yang bisa diambil dari definisi
pengalaman ialah suatu kondisi yang dialami oleh konsumen dalam
menggunakan suatu produk barang atau jasa. Secara umum sejarah meliputi
pengalaman masa lalu yang menggambarkan secara kritis seluruh kebenaran
20
kejadian atau fakta untuk membantu mengetahui apa yang harus dikerjakan
sekarang dan di masa datang (Umar 2005, p95)
2.1.3. Kepercayaan Pelanggan (Consumer Trust)
Pada dasarnya kepercayaan pelanggan timbul dari suatu proses
pembinaan yang cukup lama sampai kedua belah pihak saling mempercayai.
Apabila kepercayaan sudah terjalin di antara pelanggan dan perusahaan, maka
perusahaan tidak akan terlalu sulit untuk mempertahankan pelanggannya.
Tetapi membangun kepercayaan pelanggan itu bukan perkara yang
mudah. Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan
pelanggan. Tetapi pada dasarnya kepercayan konsumen akan timbul bila
mereka merasa puas atas kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan
kepada mereka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan (Jasfar,
2005,p10) di mana dalam penelitian itu disimpulkan bahwa “ variabel kualitas
pelayanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepercayaan pelanggan”.
Untuk membangun kepercayaan pelanggan, terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu kedekatan fisik, kedekatan intelektual dan kedekatan
emosional.
a. Kedekatan Fisik
Yang dimaksud dengan kedekatan fisik disini adalah bahwa perusahaan
harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan para konsumennya.
Menurut David J. Lieberman (2001) dalam bukunya Get Anyone To Do
Anything mengatakan bahwa “ komunikasi menciptakan rasa saling
percaya, dan memungkinkan kita untuk membangun jembatan psikologis
dengan orang lain”. Komunikasi yang dimaksud disini tentu saja
komunikasi dua arah, yaitu yang mencakup tindakan menyampaikan
21
pendapat, informasi dan menerima pendapat dan informasi. Yang penting
adalah membangung komunikasi yang tulus sehingga antara pihak
perusahaan dengan konsumen. Sehingga perusahaan bisa mengerti apa
yang diinginkan oleh para konsumen.
b. Kedekatan Intelektual
Kedekatan
fisik
saja
ternyata
belum
lengkap
dalam
membangun
kepercayaan pelanggan. Kedekatan intelektual perlu diterapkan juga agar
kepercayaan tidak hanya pada permukaan saja, tapi juga bisa meraih
pikiran konsumen. Adapun yang dibidik dari kedekatan intelektual adalah
keinginan untuk saling mengerti. Jika kondisi saling mengerti bisa
diciptakan maka kepercayaan pun lebih mudah untuk dibangun antara
kedua belah pihak. Kedekatan intelektual bisa dikembangkan melalui
pengalaman.
Dimana
yang
dimaksud
pengalaman
disini
adalah
pengalaman konsumen selama berbelanja, apakah mereka merasa sudah
puas atau sebaliknya. Jadi intinya disini adalah untuk membangun
kepercayaan, kita harus terlebih dulu untuk membangung pengertian.
Tanpa adanya ’saling mengerti’ tidak akan ada ’saling percaya’.
c.
Kedekatan Emosional
Kedekatan fisik dan intelektual memang perlu dibangun, tetapi yang paling
penting adalah mempertahankan kedekatan secara emosional. Kedekatan
emosional
inilah
yang
membuka
kunci
”kepercayaan”.
Jadi
disini
perusahaan harus dapat membangun kedekatan emosional dengan para
pelanggannya. Kedekatan emosional ini bisa muncul jika ada rasa saling
menyukai, keinginan untuk saling membantu, dan ketulusan untuk saling
menghargai antara pihak konsumen dengan pihak perusahaan.
22
Dalam membangun kepercayaan pelanggan yang efektif, terdapat
beberapa langkah, diantaranya yaitu :
1. Tidak menyakiti hati atau merendahkan pelanggan. “Pelanggan adalah
raja”, demikian pameo yang sering didengar dalam dunia pemasaran.
Bahkan pelanggan juga manusia, ungkap seorang penyanyi, nah dengan
sifat itu hal utama yang harus dilakukan adalah menjaga hati para
pelanggan dengan berbuat tidak menyakiti hatinya.
2. Keinginan berkorban untuk pelanggan. Pengorbanan disini bukan berarti
kita harus mengorbankan tujuan organisasi / perusahaan, tetapi mau
berbuat lebih kepada pelanggan kita dengan cara memberikan apa yang
telah menjadi hak mereka dengan tidak mengurangi bahkan melebihkan
atas hak-hak mereka.
3. Menjalani semua ujian. Kepercayaan pelanggan tidak begitu saja muncul,
tetapi harus menjalani beberapa ujian – ujian untuk meraihnya. Ujian yang
dimaksud disini adalah perusahaan harus bisa memenuhi keinginankeinginan pelanggan dengan baik.
Menurut Barnes (2003: 149) kepercayaan memiliki beberapa elemen
penting, yaitu:
1. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman & tindakan
dimasa lalu
2. Watak yang diharapkan dari mitra adalah dapat dipercaya dan dapat
dihandalkan
3. Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam resiko
4. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri mitra
Kepercayaan pelanggan tehadap suatu organisasi dapat dibentuk melalui
komitmen yang diciptakan oleh perusahaan dengan memberikan suatu bukti
23
nyata atas janji yang telah dinyatakan oleh suatu perusahaan. Kepercayaan
merupakan faktor penting dalam hubungan pemasaran dengan pelanggan.
Adapun beberapa definisi yang didapat dari berbagai sumber ialah,
menurut Sumarwan (2003: 151),mengatakan bahwa “Kekuatan kepercayaan
bahwa
suatu
produk
memiliki
atribut
tertentu,
konsumen
akan
mengungkapkan kepercayaan terhadap berbagai atribut yang dimiliki suatu
merek dan produk yang dievaluasinya”.
Seth dan Mittal (2004:271) menjelaskan arti kepercayaan: “….a
willingness to rely ability, integrity and motivation of the other party to act to
serve my needs and interests as agreed upon implicity or explicity”. Artinya, di
dalam
kepercayaan
terkandung
adanya
kesediaan
(willingness)
untuk
bersandar pada kemampuan (ability), integritas (integrity), dan motivasu
bahwa pihak lain akan bertindak untuk melayani kebutuhan dan kepentingan
konsumen seperti yang telah disepakati.
Menurut Robbins (2001: 336) ada lima dimensi yang mendasari konsep
kepercayaan, yaitu:
1. Integrity
: kejujuran
(honesty)
dan
bersikap
dengan
yang
sebenarnya (truthfulness).
2. Competence : Pengetahuan dan ketrampilan teknis serta standar
pribadi.
3. Consistency
: handal, dapat diramalkan dan pertimbangan yang baik
dalam menangani situasi.
4. Loyalty
: kesediaan untuk melindungi dan memelihara hubungan
sebaik mungkin.
5. Openness
: Kesediaan untuk berbagi gagasan dan informasi dengan
bebas.
24
Jadi, kesimpulan yang bisa ditarik dari beberapa definisi diatas, bahwa
consumer trust merupakan suatu tindakan pelanggan sebagai responnya
terhadap suatu oganisasi yang didasari oleh keyakinan konsumen terhadap
pemasar yang besangkutan.
2.1.4. Word of Mouth (WOM)
Word of Mouth dapat diartikan sebagai aktivitas komunikasi dalam
pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin customer akan bercerita
kepada orang lain tentang pengalamannya dalam proses pembelian atau
mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Pengalaman customer tersebut dapat
berupa pengalaman positif atau pengalaman negatif (Davidow 2003, p67-80).
Word of mouth dapat dengan cepat diterima oleh pelanggan karena
yang menyampaikan adalah seseorang yang terpercaya seperti pakar, teman,
keluarga, dan publikasi media massa. Word of mouth juga cepat diterima
sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa
yang belum dibelinya atau belum dirasakan sendiri (Tjiptono, 2006:64).
Walaupun
komunikasi
word
of
mouth
sangatlah
efektif
dalam
mengenalkan sebuah produk atau layanan jasa, namun faktanya komunikasi
informal ini susah untuk dikontrol terkait pendapat negatif berupa rumor yang
tidak benar dapat dengan cepat menyebar luas (Schifman dan Kanuk,
2004:515). Zeithmal dan Beitner (2003) juga menyebutkan bahwa word of
mouth merupakan salah satu komponen dari desired-service, yang dikatakan
sebagai factor yang kurang dapat dikendalikan.
Rekomendasi personal dari mulut ke mulut (word of mouth), yang
merupakan salah satu dari bauran promosi ini efek ganda dari varibel ini
bervariasi antara industri dan antar situasi, namun pengalaman-pengalaman
negatif cenderung memiliki akibat yang lebih besar dibanding pengalaman-
25
pengalaman positif. Para pelanggan yang tidak puas cenderung menceritakan
pengalaman buruk mereka diabandingkan dengan pengalaman baik mereka,
dengan demikian komunikasi word of mouth negatif dapat secara signifikan
mengurangi efektifitas periklanan dan unsur-unsur lain bauran promosi
(Payne, 2000 p2002).
Menurut Hanna dan Wozniak (2001,p457) dalam bukunya Customer
Behavior an Applied Approach, Word of Mouth (WOM) “is person to person
communication between a receiver and a source whom the receiver perceives
as noncommercial regarding a product, service or brand”. Atau komunikasi
orang ke orang antara penerima dengan sumber informasi dimana penerima
merasa tidak mengkomersialkan produk, jasa atau merek.
Menurut
Sutisna (2001,p184) kebanyakan proses komunikasi antar
manusia adalah melalui mulut ke mulut. Setiap orang berbicara dengan orang
lain tiap hari, saling tukar informasi, saling berkomentar dan proses
komunikasi
lainnya.
Mungkin
sebenarnya
dapat
dikatakan
bahwa
pengetahuan konsumen atas berbagai merek produk lebih banyak disebabkan
oleh adanya Word of Mouth. Hal ini terjadi karena informasi dari teman akan
lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari
iklan. Informasi yang diperoleh dari orang tua lebih bernilai dan dapat
dipercaya dibandingkan informasi dari brosur. Dalam hal ini pengaruh individu
lebih kuat daripada pengaruh iklan. Lebih jauh dari itu informasi dari teman,
tetangga atau keluarga dapat mengurangi resiko pembelian karena konsumen
terlebih dahulu bisa mengamati produk yang akan dibelinya melalui informasi
tersebut (Sutisna,2001,p184).
Faktor-faktor yang memotivasi terjadinya Word of Mouth (WOM):
26
Menurut Sutisna (2001,p185) faktor-faktor yang memotivasi konsumen untuk
membicarakan mengenai suatu produk, merek atau jasa dengan atau kepada
orang lain adalah :
•
Seseorang
mungkin
banyak
mengetahui
tentang
produk
dan
menggunakan percakapan sebagai cara untuk menginformasikan kepada
orang lain. Dalam hal ini Word of Mouth (WOM) dapat menjadi alat
menanamkan
kesan
kepada
orang
lain
bahwa
kita
mempunyai
pengetahuan atau keahlian tertentu.
•
Seseorang mungkin mengawali suatu diskusi dengan membicarakan
sesuatu yang keluar dari topik. Hal ini terjadi karena mungkin saja ada
dorongan dan keinginan bahwa orang lain tidak boleh salah dalam memilih
barang dan jangan menghabiskan waktu untuk mencari informasi
mengenai suatu merek produk.
•
Word of Mouth (WOM) merupakan satu cara untuk mengurangi
ketidakpastian, karena dengan bertanya kepada teman, tetangga atau
keluarga,informasinya lebih dapat dipercaya sehingga mungurangi waktu
penelusuran dan evaluasi merek.
Kerugian yang diakibatkan oleh Word of Mouth (WOM) ( Sutisna 2001,p185) :
•
Jika Word of Mouth (WOM) yang disebarluaskan adalah negatif maka
konsumen cenderung akan mengatakan kepada lebih banyak orang
tentang pengalamannya daripada ketika mereka mendapat Word of Mouth
(WOM) positif.
•
Dalam proses Word of Mouth (WOM) berita dari fakta mengalami distorsi
sehingga dapat berkembang kearah yang salah dan bahkan jauh dari
berita aslinya.
27
•
Jika konsumen telah menerima Word of Mouth (WOM)
yang bersifat
negatif maka sangat sulit bagi perusahaan untuk merubah persepsi
mereka. Hal ini dikarenakan konsumen lebih mempercayai orang-orang
terdekatnya daripada informasi dari pihak perusahaan.
Keuntungan yang diperoleh melalui Word of Mouth (WOM):
•
Word of Mouth (WOM) merupakan bentuk komunikasi yang sangat efisien.
Word of Mouth (WOM)
batasnya,
sehingga
dapat berlangsung setiap saat tanpa ada
memungkinkan
konsumen
mengurangi
waktu
penelusuran dan evaluasi merek.
•
Word of Mouth (WOM) merupakan sarana promosi yang sangat murah
bagi pemasar, hal ini berarti Word of Mouth (WOM)
pemasar
untuk
tidak
mengeluarkan
biaya
yang
memungkinkan
besar
dalam
mempromosikan produknya tetapi dapat memanfaatkan konsumen yang
sekarang dimilikinya.
Menurut Sernovitz (2006:184), ada lima elemen penting dalam Word of
Mouth yaitu:
•
Talkers yaitu siapa yang menjadi pembicara yang menjadi duta atau
teman bagi produk kita.
•
Topics yaitu apa yang dibicarakan tentang produk atau jasa, apa
yang mudah dibicarakan oleh orang mengenai sebuah produk.
•
Tools yaitu alat atau media yang digunakan orang untuk berbicara.
•
Taking Part yaitu partisipasi yang dilakukan atau diberikan oleh
pihak perusahaan
•
Tracking yaitu dampak dari WOM yang terjadi dan usaha
penyesuaian diri.
28
2.2. Pengaruh antar variable
2.2.1. Reputasi perusahaan terhadap kepercayaan pelanggan
Salah satu fungsi perusahaan adalah sebagai alat untuk menurunkan
resiko atas ketidakpastian (reduction of uncertainty). Hal ini amat penting
peranannya dalam industry jasa yang memiliki sifat tak-berwujud atas layanan
yang diberikan. Oleh karenanya, setiap transaksi yang akan terjadi baru dapat
dilaksanakan apabila dilandasi dengan sikap saling percaya diantara kedua
pihak.
Berdasarkan definisi Morgan (1994:23) atas variable kepercayaan,
terlihat bahwa dalam kepercayaan pelanggan terkandung adanya keyakinan
(confidence) pada mitranya dan secara implicit didukung pula dengan adanya
kemamua (willingness) untuk bergantung. Selain itu, kepercayaan pelanggan
juga dapat dilihat sebagai sentimen/perasaan atau harapan terhadap mitra
tukarnya yang dihasilkan dari keahlian (expertise) yang dimiliki mitra tukarnya,
dapat diandalkan (reliability) dan melakukan transaksi dengan sengaja
(intentionality) sesuai dengan kesepakatan.
Dengan mempercayai perusahaan (sebagai mitra pertukarannya),
pelanggan akan berpikir bahwa perusahaan tersebut akan dapat bertindak adil,
dapat diandalkan dan menunjukkan adanya perhatian kepada pelanggannya.
Jika pelanggan dapat mempercayai perusahaan tersebut maka hal ini akan
berdampak positif terhadap opini pelanggan dan upaya evaluasi terhadap
perusahaan. dan karenanya diharapkan reputasi perusahaan akan meningkat
(Walsh et al., 2008:7).
29
2.2.2. Pengaruh reputasi perusahaan terhadap word of mouth
Menurut Walsh et al. (2008:8), perusahaan yang menawarkan produk
berkualitas buruk kepada pelanggannya pasti akan mendapatkan hukuman
(penalized) dari pelanggannya. Manakala pelanggan memiliki presepsi yang
baik atas reputasi sebuah perusahaan maka diharapkan dapat menyebarkan
word of mouth yang positif. Sedangkan perusahaan yang dipresepsikan
memiliki reputasi yang buruk, pelanggan tentunya akan menstimulasi word of
mouth yang negatif.
Sundarman et al. (dalam Walsh, 2008) mengungkapkan bahwa salah
satu motif pelanggan menyebarkan word of mouth yang positif adalah “helping
the company”. Selanjutnya perusahaan yang bereputasi baik akan didukung
sepenuhnya
oleh
pelanggannya
dan
membela
(advocate)
perusahaan
manakala terjadi sengketa.
2.3. Kerangka Pemikiran
Reputasi
Perusahaan
Kepercayaan
pelanggan
Pengalaman Masa
Lampau
Word of Mouth
(WOM)
30
2.4. Hipotesis
1. Ho1 : tidak
terdapat
pengaruh
antara
Reputasi
Perusahaan
terhadap
Kepercayaan Konsumen
Ha1 : terdapat pengaruh antara Reputasi Perusahaan terhadap Kepercayaan
pelanggan
2. Ho2 : tidak terdapat pengaruh antara Pengalaman Masa Lampau
terhadap
Kepercayaan pelanggan
Ha2 : terdapat
pengaruh
antara
Pengalaman
Masa
Lampau
terhadap
Kepercayaan pelanggan
3. Ho3 : tidak terdapat pengaruh antara Reputasi dan Pengalaman Masa Lampau
terhadap Kepercayaan pelanggan secara bersamaan
Ha3 : terdapat pengaruh antara Reputasi dan Pengalaman Masa Lampau
terhadap Kepercayaan pelanggan secara bersamaan
4. Ho4
: tidak terdapat pengaruh antara Reputasi Perusahaan terhadap word of
mouth (WOM)
Ha4 : terdapat pengaruh antara Reputasi Perusahaan terhadap word of mouth
(WOM)
5. Ho5 : tidak terdapat pengaruh antara Pengalaman Masa Lampau terhadap word
of mouth (WOM)
Ha5 : terdapat pengaruh antara Pengalaman Masa Lampau terhadap word of
mouth (WOM)
6. Ho6 : tidak terdapat pengaruh antara kepercayaan pelanggan terhadap word of
mouth (WOM)
Ha6 : terdapat pengaruh antara kepercayaan pelanggan terhadap word of mouth
(WOM)
31
7. Ho7 : tidak terdapat pengaruh antara reputasi perusahaan, pengalaman masa
lampau dan kepercayaan pelanggan terhadap word of mouth (WOM)
secara bersamaan
Ha7 : terdapat pengaruh antara reputasi perusahaan, pengalaman masa lampau
dan kepercayaan pelanggan terhadap word of mouth (WOM) secara
bersamaan
Download