BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori Jasa merupakan istilah yang sangat umum dan tidaklah mudah untuk mendefinisikannya secara tegas apa itu jasa, karena begitu banyaknya definisi – definisi jasa yang beredar di masyarakat. Adapun beberapa definisi jasa yang didapat dari berbagai sumber ialah: Menurut Lovelock ( 2005) menyatakan bahwa “jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi konsumen pada waktu dan tempat tertentu sebagai hasil dari tindakan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut.” Rangkuti (2003) memaparkan bahwa “ jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak ke pihak lain”. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberian jasa dan penerimaaan jasa mempengaruhi hasil tersebut. Sedangkan menurut Render (2005, p 232) menyatakan bahwa “ jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang biasanya menghasilkan barang yang tidak nyata atau kasat mata”, Sehingga penerimaan jasa hanya merasakan dengan suatu tindakan dari si pemberi jasa tersebut. Muhtosim Arief dalam bukunya pemasaran jasa dan kualitas pelayanan mengatakan bahwa industry jasa telah mendominasi perekonomian hampir semua Negara industri, dan bahkan mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan PDB. Buktinya lebih dari 50 persen (50%) pekerjaan di Inggris didominasi sektor jasa. (Arief 2006,p:1) 10 11 Menurut Arief (2007,p111) seperti yang dijelaskan oleh Kotler (2000) bahwa kesuksesan suatu industri jasa tergantung kepada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga macam aspek secara sukses : 1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan 2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut 3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan Ada empat karakteristik jasa menurut Yamit (2004,p21), yaitu : 1. Tidak Terpisah Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama dengan produksi. Misalnya saja ketika kita membeli tiket Sriwijaya Air,maka secara bersama-sama kita juga membutuhkan jasa dari mereka misalnya kira menginginkan perlayanan yang baik dari mereka. 2. Tidak Berwujud Jasa adalah sesuatu yang tidak dapat disentuh, dilihat, diraba, didengar atau dibaui sebelum dibeli. Tetapi jasa itu bisa dirasakan dan bila konsumen merakan jasa atau pelayanan yang baik dari penyedianya, maka tentu ini adalah nilai positif bagi perusahaan. 3. Beragam Jasa banyak sekali bentuknya. Kualitas jasa tergantung kepada siapa yang menyediakan, kapan, dimana dan bagaimana mereka melakukan atau memberi pelayanan. 4. Tidak tahan lama Salah satu ciri dari jasa yang sangat spesifik adalah bahwa jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan. 12 Adapun sifat atau karakteristik umum jasa angkutan udara adalah sebagai berikut ( Nasution 1996,p137) : 1. Produksi yang dihasilan tidak dapat disimpan, diraba , tetapi dapat ditandai dengan adanya pemanfaatan waktu dan tempat. Unit produksi adalah seat- km tersedian dan ton km tersedia. Seat-km tersedia adalah suatu seat yang diterbangkan dalam jarak satu km. Ton-km tersedia adalah satu ton barang dalam satu km. 2. Demandnya elastis Permintaan jasa angkutan udara bersifat derived demand,yaitu sebagai akibat adanya demand yang lain. Karena tarif angkatan udara relatif mahal,bila terjadi perubahan hara maka demand menjadi elastis 3. Selalu menyesuaikan teknologi maju Perusahaan penerbangan pada dasarnya bersifat dinamis yang dengan cepat menyesuaikan perkembangan teknologi pesawat udara. Penyesuaian teknologi maju tidak hanya dibidang teknik permesinan saja tetapi juga dibidang-bidang lainnya juga, seperti sistem manajemen, metode-metode, peraturan-peraturan dan prosedur,serta kebijaksanaan. 4. Selalu ada campur tangan pemerintah, seperti pada umumnya kegiatankegiatan transportasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, selain itu untuk menjaga keseimbangan penumpang dan operator,jumlah investasi yang besar dan menjamin keselamatan penerbangan. Pada prinsipnya terdapat beberapa fugnsi produk jasa angkutan udara yang harus tercapaii (Salim,2004.p102): 1. Melaksanakan penerbangan yang aman ( safety) 2. Melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur ( regularity) 13 3. Melaksanakan penerbangan yang nyaman ( comfortable) 4. Melaksanakan penerbangan yang ekonomis 1. Safety Perusahaan penerbangan harus mengutamakan faktor keselamatan diatas segala-galanya dalam pengoperasiannya dari satu rute tertentu ke rute tertentu. Seluruh penumpang,awak pesawat dan barang – barang selama penerbangan harus benar-benar diperhatikan keselamatan agar perusahaan itu mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk menunjang keselamatan pesawat yang akan diopeasikan, perusahaan mengadakan tindakan-tindakan sebagai berikut : • Pesawat harus memenuhi syarat seperti kelayakan mengudara yang dibuktikan dengan certified of airworthiness dari yang berwenang • Release sheet oleh dinas teknik perusahaan tersebut ( krunya harus qualified) • Membuat flight planning yang mencakup arah penerbangan kemana,bahan bakar yang dibawa,tinggi yang akan diterbangi, dan lainlainnya. • Air traffic control yang baik pada stasiun tertentu • Adanya peta-peta dan naviagtor bagi yang lengkap 2. Comfortability Dalam hal ini perusahaan berusaha semaksimal mungkin agar penumpang mendapat kenyamanan selama penerbangan berlangsung. Dengan demikian , penumpang harus mendapatkan pelayanan yang sebaik mungkin dari petugas yang bersangkutan. Servis yang dimaksud disini adalah pada saat calon penumpang mengadakan hubungan dengan perusahaan sampai penumpang tiba di tempat tujuannya. Bilamana hal ini dapat dipertahankan,penumpang tersebut 14 akan “ terkesan “ pada perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Dengan demikian, perusahaan penerbangan tersebut akan dapat mencapai kesuksesannya. 3. Regularity Dalam mengoperasikan pesawat udara harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal penerbangan yang telah ditentukan secara tepat dan teratur serta sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh penumpang. Hal tersebut sangat diperlukan untuk menjamin kepuasan penumpang dan citra perusahaan penerbangan sehinggadapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Untuk dapat melaksanakan operasi penerbangan tepat waktu, diperlukan disiplin dan koordinasi antara bagian produksi atai operasi dengan bagian pemeliharaan pesawat,pemasaran dan bagian lainnya. 4. Economy for company Bilamana safety dan passangers comfort telah berjalan dengan baik,tibalah saatnya bagi perusahaan menimati hasil dari pengoperasian pesawat terbang.Disamping mengadakan penghematan biaya disegala bidang serta adanya pegawai yang cakap dan terampil,penjualan yang tinggi akan menimbulkan perbandingan antara recenue dan cost yang menonjol. Profit yang semaksimal mungkin akan tercapai dan efisiensi perusahaan akan selalu meningkat sehingga asas kontiniunitas perusahaan dapat dipertahankan. Hal ini akan dapat mengadakan ekspansi ( perluasan) perusahaan tersebut, seperti pembauran armada, meningkatkan frekuensi penerbangan dalam maupun luar negeri, dan sebagainya. Keempat fungsi jasa angkutan udara tersebut diatas dilaksanakan secara tepat agar jasa angkutan udara yang dihasilkan harus mencapai tiga sasaran,yaitu kualitas pelayanan memberikan kepuasan kepada penumpang atau pemakai jasa angkutan ( 15 users), biaya operasional penerbangan yang seminimal mungkin, serta tepat waktu ( sesuai dengan jawal penerbangan).Apabila suatu perusahaan penerbangan melaksanakan keempat fungsi jasa angkutan udara, maka daya saing dan pendapatan perusahaan penerbangan akan meningkat. 2.1.1. Reputasi Perusahaan Reputasi adalah suatu hal yang penting yang dibutuhkan oleh konsumen untuk melakukan transaksi baik itu barang apalagi jasa. Pentingnya hal itu dilihat dari adanya isu penelitian tentang apakah para konsumen menilai reputasi sebagai penghargaan padanya dengan nilai yang tinggi. Dalam memasarkan atau memperkenalkan suatu produk jasa atau barang, kadangkala perusahaan yang memiliki reputasi yang baik mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menciptakan suatu image atau gambaran yang baik di mata konsumen. Menurut Kalyanam dan McIntyre, (2001) yang dikutip dalam jurnal Media Riset Bisnis dan Manajemen, oleh Chrisjatmiko 2005 “Reputation building in this network is very different from the more abstract, less performance – based, and image – oriented approach that has been the mainstay of branding practice”. Dengan kata lain bahwa reputasi merupakan sesuatu yang berbeda dari abstraknya, berdasarkan sedikit kinerja, tetapi mempunyai pendekatan orientasi pada kesan dari adanya arus utama dalam menjalankan suatu merk. Reputasi perusahaan yang baik akan berdampak pada peningkatan profitabilitas perusahaan, seperti: peningkatan kepercayaan pelanggan, peningkatan penjualan, dan lain – lain. Sebaliknya bila reputasi suatu perusahaan dikenal tidak baik atau buruk, maka bisa menjadi masalah bagi perusahaan, dan kemungkinan bisa menyebabkan perusahaan tersebut 16 kehilangan konsumennya. Atau dengan kata lain, berkurangnya kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan tersebut dan beralih kepada produk perusahaan lain. Selanjutnya menurut Casey (2006 ; 8) “Reputation is about to become more integral to the bottom line thanks to the next generation of consumers”. Sedangkan menurut O’Rourke (2004 ; 16) “More than anything, reputation is spread by word of mouth, so it is important to have some control over what the word will be”. Dengan demikian, dapat dikaitkan bahwa reputasi merupakan faktor yang penting bagi perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan bisnis. Reputasi yang baik akan menghindari konsumen untuk berpindah ke perusahaan pesaing, sedangkan reputasi yang buruk bisa mengakibatkan perusahaan menjadi semakin terpuruk. Walsh dan Beatty (dalam Walsh et al., 2008:5) menjabarkan reputasi perusahaan terdiri dari sudut pandang pelanggan (customer-based corporate reputation) sebagai: “… as the customer’s overall evaluation of a firm based in his or her reaction to the firm’s goods, services, communication activities, interactions with the firm and/or its representatives or constituencies (such as employees, management or other customers) and/or known corporate activities”. Artinya, reputasi sebuah perusahaan merupakan evaluasi keseluruhan atas sebuah perusahaan yang dilakukan oleh customer berdasaran reaksinya terhadao produk dan jasa, aktivitas komunikasi yang dilakukan perusahaan, juga interaksinya dengan perusahaan atau perwakilannya (semisal karyawan, manajemen, atau customer lain) dan atau yang dikenal dengan aktivitas perusahaan. 17 Dapat disimpulkan bahwasanya reputasi perusahaan dari sudut pandang pelanggan (customer-based reputation) bisa diartikan sebagai hasil evaluasi secara jeseluruhan yang dudapat dari pengalaman langsung selama berhubungan dengan pihak perusahaan, dari sudut pandang customer sebagai salah satu stakeholder, terhadap produk dan layanan perusahaan termasuk didalamnya aktifitas komunikasi, dan interaksinya dengan perwakilan dari pihak perusahaan. maka pada penelitian ini, customer-based reputation dapat diartikan sebagai presepsi penumpang atas performa dan pelayanan PT. Sriwijaya Air – Harmoni Branch terutama yang berkaitan erat dengan kepentingan nasabah. Walsh et al. (2008) dalam penelitiannya menjabarkan customer- based reputation ke dalam lima dimensi berikut: • Orientasi pelanggan (customer orientation), merujuk pada presepsi customer atas kesediaan karyawan perusahaan untuk memuaskan kebutuhan customer-nya. • Pemberi kerja yang baik (good employer), merujuk pada presepsi customer bahwa perusahaan memiliki karyawan yang kompeten. • Perusahaan yang dapat dihandalkan dan kuat secara financial (reliable and financially strong company), merujuk pada presepsi customer terhadap perusahaan dalam hal kecakapan (competence), ketangguhan (solidity), dan kemampuan dalam menghasilkan laba (profitability). Lebih lanjut, dimensi ini juga mengukur harapan dari customer bahwa perusahaan menggunakan sumber keuangannya dengan cara yang bijaksana dan karenanya berinvestasi dipresepsikan memiliki risiko yang kecil. di perusahaan tersebut 18 • Kualitas produk dan jasa (product and service quality), merujuk pada presepsi customer atas kualitas, inovasi, nilai (value) dan kehandalan dari barang dan jas yang dihasilkan perusahaan. • Tanggung jawab social lingkungan (social and environmental responsibility), merujuk pada keyakinan (belief) customer bahwa perusahaan memiliki peran positif terhadap masyarakat (society) dan lingkungan secara umum. 2.1.2. Pengalaman Masa lampau Pengalaman masa lampau seorang individu memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Pengalaman akan timbul pada saat konsumen membeli suatu produk barang atau jasa, dan menggunakannya. Faktor pengalaman akan menjadi pertimbangan bagi konsumen dalam memilih suatu produk di masa mendatang. Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem. Menurut Kertajaya (2007 : 64) past experience atau pengalaman masa lampau, orang yang sudah memiliki pengalaman baik di masa lalu akan berharap menerima pelayanan yang minimal sama dengan yang dulu. Jika tidak, ia akan kecewa. Bahkan sering kali dia menuntut lebih setelah beberapa kali menerima pelayanan yang sama terus. Sebab sifat orang memang tidak pernah puas. Karena itu, tingkat kepuasan di masa lalu menjadi standar minimal bagi pelayanan berikutnya. 19 Menurut Hawkins (2001 : 14), pengalaman masa lampau didefinisikan sebagai berikut “An experience is largely internal to each customer”. Sedangkan Schiffman (2000 : 260) menggambarkan pengalaman sebagai berikut: “Pengalaman merupakan sikap dan kepercayaan terhadap barang atau jasa yang dibentuk oleh konsumen pada saat ia mencoba dan juga mengevaluasi barang atau jasa yang dibelinya”. Pengalaman konsumen terhadap suatu produk didasarkan pada pengalamannya dalam menggunakan produk di masa lampau. Ini akan menjadikan sebuah pembelajaran bagi konsumen untuk menentukan apakah akan menggunakan produk tersebut di masa mendatang ataukah tidak. Konsep pembelajaran pengalaman dibutuhkan dalam memahami kebiasaan, pembelajaran dapat didefenisikan sebagai perubahan perilaku yang berasal dari hasil pengalaman masa lalu. Ada dua aliran pemikir tehadap pemahaman proses pembelajaran konsumen : 1. Pembelajaran perilaku, dimana menitikberatkan pada dorongan pada pengaruh perilaku atau perilaku itu sendiri. 2. Pembelajaran kognitif, dimana menitikberatkan pada pemecahan masalah dan menekankan pada variabel pemikiran konsumen yang mempengaruhi pembelajaran. Pengalaman masa lalu membentuk kesan dalam pikiran pembeli tentang siapa dan bagaimana perusahaan yang bertransaksi dengannya. Untuk itu, kesan positif sangat penting dibangun untuk memberikan pengalaman yang positif pula. Dengan demikian, kesimpulan yang bisa diambil dari definisi pengalaman ialah suatu kondisi yang dialami oleh konsumen dalam menggunakan suatu produk barang atau jasa. Secara umum sejarah meliputi pengalaman masa lalu yang menggambarkan secara kritis seluruh kebenaran 20 kejadian atau fakta untuk membantu mengetahui apa yang harus dikerjakan sekarang dan di masa datang (Umar 2005, p95) 2.1.3. Kepercayaan Pelanggan (Consumer Trust) Pada dasarnya kepercayaan pelanggan timbul dari suatu proses pembinaan yang cukup lama sampai kedua belah pihak saling mempercayai. Apabila kepercayaan sudah terjalin di antara pelanggan dan perusahaan, maka perusahaan tidak akan terlalu sulit untuk mempertahankan pelanggannya. Tetapi membangun kepercayaan pelanggan itu bukan perkara yang mudah. Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan. Tetapi pada dasarnya kepercayan konsumen akan timbul bila mereka merasa puas atas kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan kepada mereka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan (Jasfar, 2005,p10) di mana dalam penelitian itu disimpulkan bahwa “ variabel kualitas pelayanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepercayaan pelanggan”. Untuk membangun kepercayaan pelanggan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kedekatan fisik, kedekatan intelektual dan kedekatan emosional. a. Kedekatan Fisik Yang dimaksud dengan kedekatan fisik disini adalah bahwa perusahaan harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan para konsumennya. Menurut David J. Lieberman (2001) dalam bukunya Get Anyone To Do Anything mengatakan bahwa “ komunikasi menciptakan rasa saling percaya, dan memungkinkan kita untuk membangun jembatan psikologis dengan orang lain”. Komunikasi yang dimaksud disini tentu saja komunikasi dua arah, yaitu yang mencakup tindakan menyampaikan 21 pendapat, informasi dan menerima pendapat dan informasi. Yang penting adalah membangung komunikasi yang tulus sehingga antara pihak perusahaan dengan konsumen. Sehingga perusahaan bisa mengerti apa yang diinginkan oleh para konsumen. b. Kedekatan Intelektual Kedekatan fisik saja ternyata belum lengkap dalam membangun kepercayaan pelanggan. Kedekatan intelektual perlu diterapkan juga agar kepercayaan tidak hanya pada permukaan saja, tapi juga bisa meraih pikiran konsumen. Adapun yang dibidik dari kedekatan intelektual adalah keinginan untuk saling mengerti. Jika kondisi saling mengerti bisa diciptakan maka kepercayaan pun lebih mudah untuk dibangun antara kedua belah pihak. Kedekatan intelektual bisa dikembangkan melalui pengalaman. Dimana yang dimaksud pengalaman disini adalah pengalaman konsumen selama berbelanja, apakah mereka merasa sudah puas atau sebaliknya. Jadi intinya disini adalah untuk membangun kepercayaan, kita harus terlebih dulu untuk membangung pengertian. Tanpa adanya ’saling mengerti’ tidak akan ada ’saling percaya’. c. Kedekatan Emosional Kedekatan fisik dan intelektual memang perlu dibangun, tetapi yang paling penting adalah mempertahankan kedekatan secara emosional. Kedekatan emosional inilah yang membuka kunci ”kepercayaan”. Jadi disini perusahaan harus dapat membangun kedekatan emosional dengan para pelanggannya. Kedekatan emosional ini bisa muncul jika ada rasa saling menyukai, keinginan untuk saling membantu, dan ketulusan untuk saling menghargai antara pihak konsumen dengan pihak perusahaan. 22 Dalam membangun kepercayaan pelanggan yang efektif, terdapat beberapa langkah, diantaranya yaitu : 1. Tidak menyakiti hati atau merendahkan pelanggan. “Pelanggan adalah raja”, demikian pameo yang sering didengar dalam dunia pemasaran. Bahkan pelanggan juga manusia, ungkap seorang penyanyi, nah dengan sifat itu hal utama yang harus dilakukan adalah menjaga hati para pelanggan dengan berbuat tidak menyakiti hatinya. 2. Keinginan berkorban untuk pelanggan. Pengorbanan disini bukan berarti kita harus mengorbankan tujuan organisasi / perusahaan, tetapi mau berbuat lebih kepada pelanggan kita dengan cara memberikan apa yang telah menjadi hak mereka dengan tidak mengurangi bahkan melebihkan atas hak-hak mereka. 3. Menjalani semua ujian. Kepercayaan pelanggan tidak begitu saja muncul, tetapi harus menjalani beberapa ujian – ujian untuk meraihnya. Ujian yang dimaksud disini adalah perusahaan harus bisa memenuhi keinginankeinginan pelanggan dengan baik. Menurut Barnes (2003: 149) kepercayaan memiliki beberapa elemen penting, yaitu: 1. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman & tindakan dimasa lalu 2. Watak yang diharapkan dari mitra adalah dapat dipercaya dan dapat dihandalkan 3. Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam resiko 4. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri mitra Kepercayaan pelanggan tehadap suatu organisasi dapat dibentuk melalui komitmen yang diciptakan oleh perusahaan dengan memberikan suatu bukti 23 nyata atas janji yang telah dinyatakan oleh suatu perusahaan. Kepercayaan merupakan faktor penting dalam hubungan pemasaran dengan pelanggan. Adapun beberapa definisi yang didapat dari berbagai sumber ialah, menurut Sumarwan (2003: 151),mengatakan bahwa “Kekuatan kepercayaan bahwa suatu produk memiliki atribut tertentu, konsumen akan mengungkapkan kepercayaan terhadap berbagai atribut yang dimiliki suatu merek dan produk yang dievaluasinya”. Seth dan Mittal (2004:271) menjelaskan arti kepercayaan: “….a willingness to rely ability, integrity and motivation of the other party to act to serve my needs and interests as agreed upon implicity or explicity”. Artinya, di dalam kepercayaan terkandung adanya kesediaan (willingness) untuk bersandar pada kemampuan (ability), integritas (integrity), dan motivasu bahwa pihak lain akan bertindak untuk melayani kebutuhan dan kepentingan konsumen seperti yang telah disepakati. Menurut Robbins (2001: 336) ada lima dimensi yang mendasari konsep kepercayaan, yaitu: 1. Integrity : kejujuran (honesty) dan bersikap dengan yang sebenarnya (truthfulness). 2. Competence : Pengetahuan dan ketrampilan teknis serta standar pribadi. 3. Consistency : handal, dapat diramalkan dan pertimbangan yang baik dalam menangani situasi. 4. Loyalty : kesediaan untuk melindungi dan memelihara hubungan sebaik mungkin. 5. Openness : Kesediaan untuk berbagi gagasan dan informasi dengan bebas. 24 Jadi, kesimpulan yang bisa ditarik dari beberapa definisi diatas, bahwa consumer trust merupakan suatu tindakan pelanggan sebagai responnya terhadap suatu oganisasi yang didasari oleh keyakinan konsumen terhadap pemasar yang besangkutan. 2.1.4. Word of Mouth (WOM) Word of Mouth dapat diartikan sebagai aktivitas komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin customer akan bercerita kepada orang lain tentang pengalamannya dalam proses pembelian atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Pengalaman customer tersebut dapat berupa pengalaman positif atau pengalaman negatif (Davidow 2003, p67-80). Word of mouth dapat dengan cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikan adalah seseorang yang terpercaya seperti pakar, teman, keluarga, dan publikasi media massa. Word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakan sendiri (Tjiptono, 2006:64). Walaupun komunikasi word of mouth sangatlah efektif dalam mengenalkan sebuah produk atau layanan jasa, namun faktanya komunikasi informal ini susah untuk dikontrol terkait pendapat negatif berupa rumor yang tidak benar dapat dengan cepat menyebar luas (Schifman dan Kanuk, 2004:515). Zeithmal dan Beitner (2003) juga menyebutkan bahwa word of mouth merupakan salah satu komponen dari desired-service, yang dikatakan sebagai factor yang kurang dapat dikendalikan. Rekomendasi personal dari mulut ke mulut (word of mouth), yang merupakan salah satu dari bauran promosi ini efek ganda dari varibel ini bervariasi antara industri dan antar situasi, namun pengalaman-pengalaman negatif cenderung memiliki akibat yang lebih besar dibanding pengalaman- 25 pengalaman positif. Para pelanggan yang tidak puas cenderung menceritakan pengalaman buruk mereka diabandingkan dengan pengalaman baik mereka, dengan demikian komunikasi word of mouth negatif dapat secara signifikan mengurangi efektifitas periklanan dan unsur-unsur lain bauran promosi (Payne, 2000 p2002). Menurut Hanna dan Wozniak (2001,p457) dalam bukunya Customer Behavior an Applied Approach, Word of Mouth (WOM) “is person to person communication between a receiver and a source whom the receiver perceives as noncommercial regarding a product, service or brand”. Atau komunikasi orang ke orang antara penerima dengan sumber informasi dimana penerima merasa tidak mengkomersialkan produk, jasa atau merek. Menurut Sutisna (2001,p184) kebanyakan proses komunikasi antar manusia adalah melalui mulut ke mulut. Setiap orang berbicara dengan orang lain tiap hari, saling tukar informasi, saling berkomentar dan proses komunikasi lainnya. Mungkin sebenarnya dapat dikatakan bahwa pengetahuan konsumen atas berbagai merek produk lebih banyak disebabkan oleh adanya Word of Mouth. Hal ini terjadi karena informasi dari teman akan lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari iklan. Informasi yang diperoleh dari orang tua lebih bernilai dan dapat dipercaya dibandingkan informasi dari brosur. Dalam hal ini pengaruh individu lebih kuat daripada pengaruh iklan. Lebih jauh dari itu informasi dari teman, tetangga atau keluarga dapat mengurangi resiko pembelian karena konsumen terlebih dahulu bisa mengamati produk yang akan dibelinya melalui informasi tersebut (Sutisna,2001,p184). Faktor-faktor yang memotivasi terjadinya Word of Mouth (WOM): 26 Menurut Sutisna (2001,p185) faktor-faktor yang memotivasi konsumen untuk membicarakan mengenai suatu produk, merek atau jasa dengan atau kepada orang lain adalah : • Seseorang mungkin banyak mengetahui tentang produk dan menggunakan percakapan sebagai cara untuk menginformasikan kepada orang lain. Dalam hal ini Word of Mouth (WOM) dapat menjadi alat menanamkan kesan kepada orang lain bahwa kita mempunyai pengetahuan atau keahlian tertentu. • Seseorang mungkin mengawali suatu diskusi dengan membicarakan sesuatu yang keluar dari topik. Hal ini terjadi karena mungkin saja ada dorongan dan keinginan bahwa orang lain tidak boleh salah dalam memilih barang dan jangan menghabiskan waktu untuk mencari informasi mengenai suatu merek produk. • Word of Mouth (WOM) merupakan satu cara untuk mengurangi ketidakpastian, karena dengan bertanya kepada teman, tetangga atau keluarga,informasinya lebih dapat dipercaya sehingga mungurangi waktu penelusuran dan evaluasi merek. Kerugian yang diakibatkan oleh Word of Mouth (WOM) ( Sutisna 2001,p185) : • Jika Word of Mouth (WOM) yang disebarluaskan adalah negatif maka konsumen cenderung akan mengatakan kepada lebih banyak orang tentang pengalamannya daripada ketika mereka mendapat Word of Mouth (WOM) positif. • Dalam proses Word of Mouth (WOM) berita dari fakta mengalami distorsi sehingga dapat berkembang kearah yang salah dan bahkan jauh dari berita aslinya. 27 • Jika konsumen telah menerima Word of Mouth (WOM) yang bersifat negatif maka sangat sulit bagi perusahaan untuk merubah persepsi mereka. Hal ini dikarenakan konsumen lebih mempercayai orang-orang terdekatnya daripada informasi dari pihak perusahaan. Keuntungan yang diperoleh melalui Word of Mouth (WOM): • Word of Mouth (WOM) merupakan bentuk komunikasi yang sangat efisien. Word of Mouth (WOM) batasnya, sehingga dapat berlangsung setiap saat tanpa ada memungkinkan konsumen mengurangi waktu penelusuran dan evaluasi merek. • Word of Mouth (WOM) merupakan sarana promosi yang sangat murah bagi pemasar, hal ini berarti Word of Mouth (WOM) pemasar untuk tidak mengeluarkan biaya yang memungkinkan besar dalam mempromosikan produknya tetapi dapat memanfaatkan konsumen yang sekarang dimilikinya. Menurut Sernovitz (2006:184), ada lima elemen penting dalam Word of Mouth yaitu: • Talkers yaitu siapa yang menjadi pembicara yang menjadi duta atau teman bagi produk kita. • Topics yaitu apa yang dibicarakan tentang produk atau jasa, apa yang mudah dibicarakan oleh orang mengenai sebuah produk. • Tools yaitu alat atau media yang digunakan orang untuk berbicara. • Taking Part yaitu partisipasi yang dilakukan atau diberikan oleh pihak perusahaan • Tracking yaitu dampak dari WOM yang terjadi dan usaha penyesuaian diri. 28 2.2. Pengaruh antar variable 2.2.1. Reputasi perusahaan terhadap kepercayaan pelanggan Salah satu fungsi perusahaan adalah sebagai alat untuk menurunkan resiko atas ketidakpastian (reduction of uncertainty). Hal ini amat penting peranannya dalam industry jasa yang memiliki sifat tak-berwujud atas layanan yang diberikan. Oleh karenanya, setiap transaksi yang akan terjadi baru dapat dilaksanakan apabila dilandasi dengan sikap saling percaya diantara kedua pihak. Berdasarkan definisi Morgan (1994:23) atas variable kepercayaan, terlihat bahwa dalam kepercayaan pelanggan terkandung adanya keyakinan (confidence) pada mitranya dan secara implicit didukung pula dengan adanya kemamua (willingness) untuk bergantung. Selain itu, kepercayaan pelanggan juga dapat dilihat sebagai sentimen/perasaan atau harapan terhadap mitra tukarnya yang dihasilkan dari keahlian (expertise) yang dimiliki mitra tukarnya, dapat diandalkan (reliability) dan melakukan transaksi dengan sengaja (intentionality) sesuai dengan kesepakatan. Dengan mempercayai perusahaan (sebagai mitra pertukarannya), pelanggan akan berpikir bahwa perusahaan tersebut akan dapat bertindak adil, dapat diandalkan dan menunjukkan adanya perhatian kepada pelanggannya. Jika pelanggan dapat mempercayai perusahaan tersebut maka hal ini akan berdampak positif terhadap opini pelanggan dan upaya evaluasi terhadap perusahaan. dan karenanya diharapkan reputasi perusahaan akan meningkat (Walsh et al., 2008:7). 29 2.2.2. Pengaruh reputasi perusahaan terhadap word of mouth Menurut Walsh et al. (2008:8), perusahaan yang menawarkan produk berkualitas buruk kepada pelanggannya pasti akan mendapatkan hukuman (penalized) dari pelanggannya. Manakala pelanggan memiliki presepsi yang baik atas reputasi sebuah perusahaan maka diharapkan dapat menyebarkan word of mouth yang positif. Sedangkan perusahaan yang dipresepsikan memiliki reputasi yang buruk, pelanggan tentunya akan menstimulasi word of mouth yang negatif. Sundarman et al. (dalam Walsh, 2008) mengungkapkan bahwa salah satu motif pelanggan menyebarkan word of mouth yang positif adalah “helping the company”. Selanjutnya perusahaan yang bereputasi baik akan didukung sepenuhnya oleh pelanggannya dan membela (advocate) perusahaan manakala terjadi sengketa. 2.3. Kerangka Pemikiran Reputasi Perusahaan Kepercayaan pelanggan Pengalaman Masa Lampau Word of Mouth (WOM) 30 2.4. Hipotesis 1. Ho1 : tidak terdapat pengaruh antara Reputasi Perusahaan terhadap Kepercayaan Konsumen Ha1 : terdapat pengaruh antara Reputasi Perusahaan terhadap Kepercayaan pelanggan 2. Ho2 : tidak terdapat pengaruh antara Pengalaman Masa Lampau terhadap Kepercayaan pelanggan Ha2 : terdapat pengaruh antara Pengalaman Masa Lampau terhadap Kepercayaan pelanggan 3. Ho3 : tidak terdapat pengaruh antara Reputasi dan Pengalaman Masa Lampau terhadap Kepercayaan pelanggan secara bersamaan Ha3 : terdapat pengaruh antara Reputasi dan Pengalaman Masa Lampau terhadap Kepercayaan pelanggan secara bersamaan 4. Ho4 : tidak terdapat pengaruh antara Reputasi Perusahaan terhadap word of mouth (WOM) Ha4 : terdapat pengaruh antara Reputasi Perusahaan terhadap word of mouth (WOM) 5. Ho5 : tidak terdapat pengaruh antara Pengalaman Masa Lampau terhadap word of mouth (WOM) Ha5 : terdapat pengaruh antara Pengalaman Masa Lampau terhadap word of mouth (WOM) 6. Ho6 : tidak terdapat pengaruh antara kepercayaan pelanggan terhadap word of mouth (WOM) Ha6 : terdapat pengaruh antara kepercayaan pelanggan terhadap word of mouth (WOM) 31 7. Ho7 : tidak terdapat pengaruh antara reputasi perusahaan, pengalaman masa lampau dan kepercayaan pelanggan terhadap word of mouth (WOM) secara bersamaan Ha7 : terdapat pengaruh antara reputasi perusahaan, pengalaman masa lampau dan kepercayaan pelanggan terhadap word of mouth (WOM) secara bersamaan