Reformasi TNI dalam Perspektif Pembelajaran Organisasi Dikirim oleh prasetya1 pada 18 September 2006 | Komentar : 0 | Dilihat : 5157 Reformasi TNI memainkan peran sangat penting dalam proses pembaharuan administrasi publik, khususnya yang berkaitan erat dengan masalah kelembagaan, budaya organisasi, kebijakan, doktrin, anggaran pertahanan dan penataan hubungan sipil-militer. Paling tidak, ada tiga alasan kuat mengapa TNI harus mereformasi dirinya. Pertama, adanya tuntutan masyarakat agar memberikan ruang yang lebih luas bagi kelompok sipil untuk terlibat dalam proses politik sebagai respon peranan militer di Orde Baru yang sangat sentral. Kedua, telah terjadi distorsi dalam implementasi dwifungsi TNI yang menyebabkan semakin dalamnya keterlibatan militer hampir di semua sektor kehidupan. Dan ketiga, pada tingkat global, ada indikasi kuat bahwa keterlibatan militer dalam dunia politik tidak lagi menarik sejak keberhasilan gerakan civil society. Dalam perspektif governance, tutur Tri Yoga, proses reformasi bukan sekedar tuntutan lingkungan untuk meningkatkan administrative performance saja, namun juga ditujukan pada pengembangan administratif infrastruktur yang meliputi pengembangan aparat birokrasi, struktur organisasi serta sistem dan prosedur kerja. Keseluruhan reformasi diarahkan pada terwujudnya supremasi sipil sebagai kondisi nyata bergesernya otoritas kekuatan sosial baru. Tri Yoga melakukan penelitian di Mabes TNI untuk kalangan militer, serta wilayah Jakarta dan Bogor untuk kalangan sipil. Ketika melakukan penelitian, Tri Yoga mengaku mengalami kesulitan menempatkan dirinya sebagai pihak yang netral, mengingat saat ini Tri Yoga adalah perwira menengah TNI Angkatan Darat aktif, yang terlibat secara langsung dalam pembuatan konsep implementasi reformasi internal TNI di jajaran Kodam IX/Udayana. Hasil penelitian Tri Yoga menunjukkan, masih terdapat beberapa pasal kontroversial dalam UU 34/2004 sebagai landasan hukum kebijakan dan perundang-undangan. Misalnya, masih dipertahankannya doktrin Sishankamrata, pemahaman jatidiri TNI sebagai tentara yang berasal dari rakyat dinggap sebagai milisi, terdapat 8 jabatan sispil yang bisa diduduki prajurit TNI, gelar kekuatan masih bertumpu pada masing-masing angkatan, dan penempatan Pangab/Kapolri di bawah Presiden sejajar dengan Menteri Pertahanan. Dalam penggunaan doktrin, masih digunakan doktrin induk Cadek yang berisi TNI sebagai kekuatan hankam dan kekuatan sosial politik. Doktrin pelaksanaan sudah diubah dari doktrin dwifungsi ABRI menjadi doktrin TNI "Sad Daya Dwi Bhakti", namun implementasinya masih meinimbulkan kerancuan, sebab doktrin baru tersebut masih mengacu pada doktrin induk Cadek. Di samping itu masih ditemukan beberapa kendala dalam restrukturisasi organisasi TNI, reposisi pembinaan teritorial, anggaran TNI, perubahan kultur militer, serta penataan hubungan sipil-militer. Proses reformasi dalam tataran empirik menurut Tri Yoga, banyak dipengaruhi oleh ketidakstabilan lingkungan baik makro maupun mikro. Selain itu terdapat tarik-ulur yang menjadi kendala terwujudnya sinergi antara struktur organisasi TNI yang profesional, efektif, efisien dan modern, dengan otoritas kekuatan sipil baru. Proses inilah menurut Tri Yoga yang menjadi pembelajaran organisasi untuk senantiasa menyesuaikan lingkungan barunya menuju terwujudnya TNI yang berdasar pada nilai-nilai dasar demokrasi. Dalam yudisium, Tri Yoga Budi Prasetyo dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan, dan berhak mendapatkan gelar doktor dalam bidang ilmu administrasi dengan minat kebijakan publik. Dr Tri Yoga Budi Prasetyo MSi (42 tahun) adalah sarjana sospol dari Universitas Airlangga (1989) dan magister dari Universitas Wijaya Putra (2000), saat ini masih aktif berdinas sebagai perwira TNI Angkatan Darat pada Kodam IX/Udayana. [nik]