BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Marihot Tua E.H. dalam Danang (2012:1) menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia didefinisikan: “Human resources management is the activities undertaken to attact, develop, motivate and maintain a high performing workforce within the organization” atau dapat diartikan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah aktivitas yang dilakukan untuk merangsang, mengembangkan, memotivasi dan memelihara kinerja yang tinggi dalam organisasi. Sedangkan pengertian manajemen sumber daya manusia Edwin B. Filippo dalam Danang (2012:2) adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegerasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Secara lebih terperinci, manajemen sumber daya manusia dalam menjalankan fungsinya, akan mendistribusikan pekerja ke berbagai bidang dalam organisasi sesuai kebutuhannya. Ini menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia mempunyai keterkaitan dengan manajemen bidang lain dalam organissi untuk mencapai hasil kerja yang efektif. Tentu, bidang lain akan membutuhkan pekerja yang berkualitas untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat atau konsumen. (Wilson, 2012:6) Dari beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah sebuah pengaturan dalam memaksimalkan fungsi dari sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan. 2.1.1 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan manajemen sumber daya manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang (Sedarmayanti, 2010:13). Pendapat tersebut manyatakan sumber daya manusia merupakan sumber dari 9 10 organisasi yang memiliki kapabilitas bagaimana organisasi dapat belajar dan mempergunakan kesempatan dalam mencapai tujuan. Secara khusus, manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk : 1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan karyawan cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi, seperti yang diperlukan. 2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka. 3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi “yang teliti”, sistem kompensasi dan insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait “kebutuhan bisnis”. 4. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa karyawan adalah pihak terkait dalam organisasi bernilai dan membantu mengembangkan iklim kerja sama dan kepercayaan bersama. 5. Menciptakan iklim, dimana hubungan yang produktif dan harmonis dapat dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan karyawan. 6. Mengembangkan lingkungan, dimana kerja sama tim dan fleksibilitas dapat berkembang. 7. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan kebutuhan pihak terkait (pemilik, lembaga atau wakil pemerintah, manajemen, karyawan, pelanggaran, pemasok dan masyarakat luas). 8. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan apa yang mereka lakukan dan mereka capai. 9. Mengelola karyawan yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja dan aspirasi. 10. Memastikan bahwa kesamaan kesempatan tersedia untuk semua. 11. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang didasarkan pada perhatian untuk karyawan, keadilan dan transportasi. 12. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan. 11 Tujuan dari organisasi manajemen sumber daya manusia merupakan pencapaian tujuan yang diinginkan. Mencapai tujuan yang ingin dicapai dengan baik dibutuhkan sumber daya manusia dalam mendukung kelancaran dalam bekerjanya suatu organisasi. Sementara menurut Schuler et. al dalam Sutrisno, (2011:6), setidaknya manajemen sumber daya manusia memiliki tiga tujuan utama, yaitu: Pertama, Memperbaiki tingkat produktivitas; Kedua, Memperbaiki kualitas kehidupan kerja; dan Ketiga, Meyakinkan organisasi telah memenuhi aspek legal Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi karyawan terhadap organisasi dalam rangka meningkatkan produktivitas organisasi. Meningkatkan kontribusi karyawan bagi organisasi sangat penting karena semua kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya, tergantung kepada manusia yang mengelola organisasinya. Sumber daya manusia tersebut harus dikelola agar dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan organisasi. 2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi manajemen sumber daya manusia pada dasarnya menyerupai fungsi manajemen dimana fungsi manajemen itu sendiri, dijelaskan oleh George R. Terry dan Leslie W. Rue (2009:9) meliputi: 1. Planning Menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan 2. Organizing Mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan. 3. Staffing Menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja. 4. Motivating Mengarahkan dan menyalurkan perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan 5. Controlling 12 Mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan menentukan sebab-sebab penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan kolektif Dari pengertian di atas, maka dapat diuraikan fungsi dari manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan adalah usaha membuat suatu puluhan tindakan dari beberapa alternatif yang mungkin dapat tersedia yang meliputi strategi, kebijakan, program, proyek dan prosedur dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 2. Penggorganisasian adalah suatu usaha mengelompokkan pekerjaan yang diatur melalui struktur organisasi sehingga setiap unit kerja mempunyai sasaran dalam rangka mencapai tujuan secara nyata.Penyusunan staf (departemensi) suatu usaha penempatan orang-orang yang tepat ke dalam unit-unit kerja yang telah ditetapkan dalam struktur organisasi. 3. Penggerakan dapat diartikan sebagai suatu usaha mempengaruhi dan mengarahkan anggota organisasi (karyawan) untuk melaksanakan pekerjaan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan 4. Pengendalian suatu usaha mengawasi, membimbing, dan membina gerak karyawan dan unit kerja untuk bekerja sesuai dengan rencanayang telah ditetapkan. 2.2 Kepemimpinan Transformasional 2.2.1. Kepemimpinan Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan oleh manusia karena adanya sifat keterbatasan yang sangat melekat pada diri manusia. Suatu organisasi tanpa ada sosok seorang pemimpin akan mengalami kesulitan dalam mencapai visi dan misi dari organisasi itu sendiri. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Secara kasar, kepemimpinan didefinisikan sebagai ciri – ciri individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Menurut Robbins dan Judge (2013: 554) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Menurut Soekarso dkk (2010:10) kepemimpinan merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu kehidupan yang 13 mempengaruhi kehidupan lain, kekuatan yang mempengaruhi perilaku orang lain ke arah pencapaian tujuan tertentu . Menurut Locander dalam Maulizar, Musnadi, dan Yunus (2012), kepemimpinan adalah hubungan antara pimpinan (leader) dengan yang dipimpin (follower). Lebih lanjut Locander menjelaskan bahwa kepemimpinan mengandung makna bahwa pemimpin mempengaruhi yang dipimpin tapi hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin bersifat saling menguntungkan kedua belah pihak. Sementara itu, Drath dan Palus ( dalam Yukl, 2013:19) memberikan definisi sebagai berikut : “Leadership is the process of making sense of what people are doing together so that they will understand and be committed”. Menurut Bass dalam Hariyanti (2011), antara kepemimpinan dengan pemimpin memiliki kaitan yang erat. Di samping kata “kepemimpinan” merupakan bentukan kata dan mendapat imbuhan “ke-an” dari kata dasar “pemimpin”, pemimpin pada dasarnya adalah orang yang melaksanakan kepemimpinan. Namun demikian, ada perbedaan tegas antara kepemimpinan dengan pemimpin. Kalau kepemimpinan merujuk pada proses kegiatan, maka pemimpin merujuk pada pribadi seseorang. 2.2.2. Elemen Kunci Kepemimpinan Berdasarkan Achua dan Lussier (2009:6), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi melalui perubahan. Kepemimpinan sendiri terdiri dari lima elemen kunci, yaitu : 1. Leaders – Followers Mengacu pada pengertian kepemimpinan oleh Achua dan Lussier di atas, proses mempengaruhi disini terjadi antara pemimpin dan pengikutnya. Artinya adalah tidak hanya pemimpin yang mempengaruhi pengikutnya, tetapi pemimpin juga dapat dipengaruhi oleh pengikutnya. Terdapat proses timbal balik antara pemimpin dengan pengikutnya. Hal ini diperlukan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan, agar keputusan yang diambil tidak dari sudut pandang pemimpin saja, tetapi juga dari sudut pandang pengikutnya. Agar keputusan yang diambi tidak merugikan salah satu pihak. 2. Influence 14 Mempengaruhi (influencing) adalah suatu proses dari seorang pemimpin dalam mengkomunikasikan ide – idenya kepada pengikutnya, yang kemudian ide tersebut diterima oleh pengikutnya, dan memotivasi pengikutnya untuk mendukung dan mengimplementasikan ide – ide tersebut melalui perubahan. 3. Organizational Objective Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mempengaruhi pengikutnya untuk berpikir tidak hanya kepentingan mereka sendiri tetapi juga dari kepentingan organisasi melalui visi bersama. Seluruh komponen dalam organisasi bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin perlu memberikan arahan, tetapi kelompok menetapkan tujuan. 4. Change Proses mempengaruhi dan mengatur tujuan selalu berkaitan dengan proses perubahan. Suatu organisasi perlu untuk terus melakukan perubahan agar dapat beradaptasi di lingkungan global yang dapat berubah dengan sangat cepat. 5. People Seorang pemimpin tidak hanya mementingkan kepentingan pengikutnya dan organisasi tempat ia bekerja, melainkan juga harus memikirkan masyarakat sekitar. Suatu organisasi yang sukses selalu memperhatikan bagaimana cara mereka memperlakukan masyarakat di sekitar organisasi itu agar terjadi proses timbal balik antar kedua belah pihak. 2.2.3. Teori Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Atau dengan kata lain bagaimana cara seorang pemimpin dalam memimpin para bawahannya. Berdasarkan pendapat Soekarso (2010:11) gaya kepemimpinan adalah perilaku atau tindakan pemimpin dalam mempengaruhi melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manajerial. para anggota/pengikut serta 15 Menurut Stoner dalam Aprilita (2012) memberikan definisi tentang gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu perilaku yang ditunjukan oleh pemimpin kepada bawahannya dengan tujuan untuk mempengaruhi bawahannya supaya dapat diarahkan. 2.2.4. Kepemimpinan Transformasional Berdasarkan Yukl (2010:312), konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah diformulasi oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai pemimpin-pemimpin politik. Burns (1978) menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai proses para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Kemudian Bass (1985) mengusulkan sebuah teori kepemimpinan transformasional yang dibangun atas gagasan-gagasan yang lebih awal dari Burns (1978). Menurut Bass (1985) dalam buku Yukl (2010:313) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi. Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2013:151) kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma. Sedangkan menurut Newstrom dan Bass (dalam Sadeghi dan Pihie, 2012) pemimpin transformasional memiliki beberapa komponen perilaku tertentu, diantaranya adalah integritas dan keadilan, menetapkan tujuan yang jelas, memiliki harapan yang tinggi, memberikan dukungan dan pengakuan, membangkitkan emosi pengikut, dan 16 membuat orang untuk melihat suatu hal melampui kepentingan dirinya sendiri untuk meraih suatu hal yang mustahil. Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai peran sentral serta strategi dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Interaksi yang timbul antara pemimpin dengan bawahannya ditandai dengan pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku bawahannya menjadi seorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya sehingga tujuan organisasi akan tercapai. 2.2.5 Dimensi Kepemimpinan Transformasional Dalam penelitian ini, kepemimpinan transformasional akan diukur menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Bass dalam Ung Hee Lee (2013) dimensi kepemimpinan transformasional akan dibagi menjadi 4 yaitu: 1. Dimensi yang pertama disebut sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. 2. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. 3. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang 17 dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. 4. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukanmasukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhankebutuhan bawahan akan pengembangan karir. 2.3 Iklim Organisasi Menurut Litwin dan R.A. Stringer (Joseph B. Holloway, 2012) bahwa Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Menurut Lussier (2005:486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi karyawan mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif dirasakan oleh anggota organisasi yang kemudian akan mempengaruhi perilaku mereka berikutnya. 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi Stringer, Robert dalam Joseph B. Holloway, (2012) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut. 18 Praktik Pengaturan Kepemimpinan Organisasi Strategi Iklim Organisasi Organisasi Sejarah Organisasi Lingkungan Eksternal Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi Sumber: Stringer, Robert dalam Joseph B. Holloway, (2012) 1. Lingkungan Eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama, demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan industri minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh lingkungan eksternal organisasi. 2. Strategi Organisasi. Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi mempengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung. 3. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim organisasi. 4. Kekuatan Sejarah. Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang 19 membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya. 5. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja. 2.3.2 Dimensi Iklim Organisasi Dalam penelitian ini, untuk mengukur iklim organisasi dalam perusahaan, digunakan dimensi menurut Stringer, Robert dalam Joseph B. Holloway, (2012) dimana dijelaskan terdapat beberapa hal yang membentuk iklim organisasi meliputi: 1. Responsibility Merupakan tingkat pengawasan yang diberlakukan organisasi dan dirasakan oleh para karyawan. Dimana kualitas dan bentuk pengawasan, pengarahan dan pembimbingan yang diterima dari atasan ke bawahan. Indikator dari dimensi ini meliputi tanggung jawab serta wewenang yang diberikan kepada pegawai. 2. Reward Merupakan tingkat penghargaan yang diberikan atas usaha karyawan. karyawan dihargai sesuai dengan kinerjanya. Menurut Stringer (2002; 124) Pemimpin harus lebih banyak memberikan pengakuan daripada kritikan untuk membantu karyawan meraih puncak prestasi. Hal-hal yang termasuk dalam reward meliputi perasaan untuk diterima dan dihargai yang dirasakan oleh pegawai. 3. Warmth Berkaitan dengan tingkat kepuasan karyawan yang berkaitan dengan kekaryawananan dalam organisasi. Perasaan terhadap suasana kerja yang bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau persahabatan dalam kelompok yang informal, serta hubungan yang baik antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh keakraban dan kelompok sosial yang informal. 4. Support Support berkaitan dengan sejauh mana sebuah iklim organisasi mampu membentuk sebuah kerja sama yang baik dalam bentuk dukungan. Perusahaan 20 yang memiliki iklim baik dapat memberikan dukungan terhadap pegawai mereka baik dukungan antar pegawai maupun dukungan vertikal dari atasan ke bawahan. 5. Conflict Berkaitan dengan kuantitas konflik yang terjadi dalam sebuah perusahaan. Dimensi ini meliputi perbedaan pendapat dan penempatan masalah yang terjadi dalam perusahaan. 2.4 Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Menurut Robbins and Coulter (2012:403): “Job satisfaction refers to a person’s general attitude toward his or her job. A person with a high level of job satisfaction has a positive attitude towards his or her job. A person who is dissatisfied has a negative attitude. When people speak of employee attitudes, they usually are referrings to job satisfaction.” Kepuasan kerja mengacu pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif. Ketika orang berbicara tentang sikap karyawan, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja. Menurut Mathis dan Jackson (2006:121) Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) adalah keadaan emosisonal yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan muncul ketika harapan seseorang tidak dipenuhi. Menurut Gibson (2009:106): Kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah suatu tindakan atau perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan selama bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Ketika karyawan tersebut merasa puas dengan perkerjaannya sekarang maka karyawan tersebut akan memberikan suatu timbal balik yang lebih baik, bisa berupa peningkatan kinerja atau komitmen terhadap organisasi atau perusahaan di mana dia bekerja. Sedangkan ketika karayawan tidak merasa puas maka karyawan cenderung belakukan keterbalikan dari ketika merasa puas dengan pekerjaannya. 21 2.4.1 Meningkatkan Kepuasan Kerja Ada beberapa cara untuk membuat pekerjaan menjadi ringan atau tidak terlalu terbebani sehingga menimbulkan kepuasan dan dapat meningkatkan kepuasan kerja juga. Menurut Greenberg dan Baron dalam Wibowo (2010:51), terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan, yaitu: 1. Make jobs fun Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetapi ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir setiap pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu ke meja yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan bulletin. 2. Pay people fairly Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberikan imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat. 3. Match people to jobs that fit their interests Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut. 4. Avoid boring, repetitive jobs Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasiulan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka. 2.4.2 Dimensi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan Job Descriptive Index (JDI) (Stacey A. Hall 2010): 1. The Work it self Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab.Hal ini menjadi sumber mayoritas kepuasan kerja. Variasi dan tantangan menjadi 22 indikasi yang mencerminkan pekerjaan yang memuaskan. 2. Pay Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji dan bonus memenuhi harapan- harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. 3. Promotion karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan. Semakin mudah seorang pegawai mendapatkan jabatan tertentu serta semakin mudah pegawai menempati posisi yang lebih menantang, maka kepuasan kerja akan mudah terbentuk. 4. Supervisor Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan.Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nila-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasari pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Sikap dan gaya kepimimpinan menjadi unsur utama yang mempengaruhi kepuasan pegawai terhadap atasan. 5. Coworker Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan. Indikasi baik dan buruknya coworker dapat dinilai dari kerja sama yang terjalin serta rasa empati antar sesama pegawai. 2.5 Komitmen Organisasi Menurut Robbins dan Coulter (2012:405): “Organizational commitment is the degree to which an employee identifies with a participates in it, and considers his or her job performance to be important to his or her self-worth”. Komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang karyawan mengenali tujuan organisasi tertentu dan menganggap 23 kinerja pekerjaannya menjadi penting bagi diri. Sedangkan keterlibatan kerja adalah mengidentifikasi dengan pekerjaan Anda, komitmen organisasi adalah mengidentifikasi dengan organisasi yang mempekerjakan Anda. Menurut Mathis dan Jackson (2011:): Komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serat berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa orangorang yang relative puas denngan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak puas dengan pekerjaanya atau tidak berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen. Menurut Gibson, et al. (2009:183): Komitmen karyawan merupakan suatru bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan suatu kesetiaan atau loyalitas yang ditujukan pada organisasi atau perusahaan di mana karyawan bekerja. Ketika karyawan sudah memiliki komitmen terhadap oarganisasi atau perusahaan di mana dia bekerja maka cenderung bertahan lama dan memiliki keinginan yang tinggi dalam pengembangan karir selama bekerja. Dan biasanya karyawan yang memiliki komitmen organisasi pastinya sudah memiliki OUTPUT dalam bekerja baik itu di lingkungan maupun pada pekerjaan itu sendiri. Setiap organisasi atau perusahaan sangat membutuhkan orang (karyawan) yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi atau perusahaan. 2.5.1. Meningkatkan Komitmen Organisasi Karena komitmen organisasi sangat penting dan harus terus dipertahankan maka terdapat beberapa cara dalam membatu untuk meningkatkan komitman organisasi. Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin mebantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan Luthans (2011:148): 1) Berkomitmen pada nilai utama manusia Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik 24 dan tepat mempertahankan komunikasi. 2) Memperjelas dan mengomunikasikan misi Memperjelas misi dan ideologi; kharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi. 3) Menjamin keadilan organisasi Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4) Menciptakan rasa komunitas Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama; saling mendukung; dan kerja tim; berkumpul bersama. 5) Mendukung perkembangan karyawan Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahap pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan. 2.5.2. Dimensi Komitmen Organisasi Allen dan Meyer dalam Robbins dan Judge dalam Sjahruddin, Herman (2013) mengklasifikasikan komitmen organisasi ke dalam tiga dimensi, yaitu sebagai berikut: 1. Komitmen afektif (affective commitment) Keterlibatan emosi pekerja terhadap organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan apabila keterlibatan dalam organisasi terbutki menjadi pengalaman yang memuaskan. 2. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) Keterlibatan komitmen berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat keluarnya pekerja dari organisasi.Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan pada saat individu melakukan investasi. 3. Komitmen normatif (normative commitment) Keterlibatan perasaan pekerja terhadap tugas-tugas yang ada di organisasi. Komitmen normatif dipengaruhi dan atau dikembangkan sebagai hasil dari 25 internalisasi tekanan normatif untuk melakukan tindakan tertentu, dan menerima keuntungan yang menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus dibalas. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian ini juga didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Nama, Tahun W.A. Wan Omar Simpulan Penelitian Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang dan Fauzi Hussin, signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan dimana hubungan 2013 antar variabel bersifat kuat dan searah. Jeevan Jyoti, Iklim organisasi memiliki pengaruh yang signifikan dalam 2013 mengubah tingkat kepuasan kerja karyawan dalam sebuah perusahaan. Syed Mohammad Kepuasan kerja secara signifikan mempengaruhi komitmen Azeem, 2010 organisasi. Safiah Omar, In terms of the correlations between the variables,the results 2010 indicate that continuance commitment has no correlations with organizational design,teamwork, and decision-making. All other variables show significant positive correlations.Overall, the findings of the present study indicate that there is a need to improve the current situation at ABC Company with respect to all the components of the organizational climate and organizational commitment. Fatima Bushra Kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan Ahmad Usman terhadap komitmen organisasi. Asvir Naveed, 2011 Sumber: Observasi dan Studi Pustaka, 2014 26 Dari tabel di atas, terlihat bahwa secara parsial, seluruh penelitian terdahulu telah mendukung penelitian ini dikarenakan pada dasarnya, penelitian ini telah memiliki landasan yang kuat. Seluruh penelitian terdahulu di atas membuktikan bahwa pendugaan awal sudah cukup kuat untuk di uji karena seluruh variabel telah memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan. 2.7 Kerangka Pemikiran Selanjutnya, model penelitian untuk melihat variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Kepemimpinan Transformasional (X1) -Idealized influence -Inspirational motivation -Intellectual stimulation -Individualized consideration H4 H1 Kepuasan Kerja Komitmen Organisasi (Y) (Z) -The Work it self -Pay -Promotion -Supervisor -Co-worker H3 Iklim Organisasi (X2) -Responsibility -Reward -Warmth -Support -Conflict H2 H5 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber: Penelitian, 2014 -Komitmen afektif -Komitmen berkesinambungan -Komitmen normatif 27 2.8 Rancangan Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, variabel bebas pertama yaitu kepemimpinan transformasional (X1) diduga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kepuasan kerja (Y) karyawan pada PT Ranca Dimensi Khatulistiwa, sehingga rancangan uji hipotesis pertama adalah: H1: Kepemimpinan Transformasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan Kerja Selanjutnya, variabel bebas kedua dalam penelitian ini adalah Iklim Organisasi (X2) yang diduga memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengubah tingkat kepuasan kerja (Y) karyawan pada PT Ranca Dimensi Khatulistiwa, sehingga rancangan uji hipotesis kedua adalah: H2: Iklim Organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan Kerja Selain itu, secara simultan, kepemimpinan transformasional (X1) dan iklim organisasi (X2) juga diduga berpengaruh terhadap kepuasan kerja sehingga hipotesis ketiga adalah: H3: Kepemimpinan transformasional dan Iklim Organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan Kerja Melihat dari permasalahan yang ada, maka dapat diduga rendahnya kepuasan kerja (Y) juga memiliki pengaruh dalam mengubah tingkat komitmen karyawan terhadap pekerjaan mereka (Z) sehingga rancangan uji hipotesis ketiga adalah: H4: Kepuasan Kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Komitmen Organisasi Dengan jalur yang telah terbentuk, maka diduga secara langsung, kepemimpinan transformasional (X1) juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi (Z) dengan hipotesis: H5: Kepemimpinan Transformasional secara langsung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Komitmen Organisasi Dan terakhir, untuk menguji pendugaan antara Iklim Organisasi (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Z) secara langsung, hipotesis yang terbentuk adalah: H6: Iklim Organisasi secara langsung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Komitmen Organisasi