Memahami Secara Sederhana Praktik Audit Investigasi Posted in AUDIT, Audit Eksternal, Audit Internal, Audit Investigasi, Teknik Audit 17 April 2016 FacebookTwitterGoogle+PinterestBlogger PostWhatsAppGoogle GmailShare Pemahaman Praktik Audit Investigasi kita mulai dari poin penting sebagai berikut 1. Salah satu upaya Pemerintah untuk menanggulangi tindak korupsi adalah dengan melaksanakan audit investigasi. 2. Audit Investigasi menjadi sangat penting apabila nanti hasil audit menunjukkan bukti adanya pelanggaran hukum materiil dan formil (Hukum pidana materiil adalah hukum pidana yang memuat bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang serta ancaman hukuman bagi siapa saja yang melanggarnya, dalam hal ini KUHP.Hukum pidana formil merupakan hukum acara pidana yang mengatur tata cara menjalankan hukum pidana materiil, dalam hal ini KUHAP, maka hasil laporan audit investigatif akan diserahkan kepada kejaksaan untuk diproses secara hukum (Karni, 2000, 118). 3. Pelaksanaan audit investigasi tidak berjalan sendiri tetapi melibatkan semua pihak, mulai pimpinan, para pejabat struktural, tim konsultan hukum, dan auditor investigatif. Adanya hubungan auditor dengan pejabat struktural sejalan dengan pemikiran Giddens (2003) mengenai strukturasi, dimana adanya keterkaitan auditor sebagai agen, dan lembaga pengawasan sebagai struktur. Sekarang kita cermati secara sederhana: Apa yang dilihat dalam audit investigsi? Pertama: Kecurangan (fraud) Pengertian kecurangan (fraud) ialah serangkaian irregularities dan illegal acts yang dilakukan untuk menipu atau memberikan gambaran kekeliruan terhadap pihak lain yang dilakukan pihak intern dan atau ekstern suatu organisasi dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri dan orang lain dengan merugikan orang lain. Standar Profesional Akuntan Publik (PSA Nomor 70 seksi 316.2 paragraf 4) kecurangan (fraud) adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan (fraud) merupakan tindakan pidana yang menguntungkan diri sendiri atau organisasi atau keduanya (Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht. 2003, 27). Ada tiga motif seseorang melakukan kecurangan, yaitu : (1) Perceived pressure, (2) Perceived opportunities, dan (3) Rationalizations. Menurut Karni (2000, 38) menyebutkan bahwa kecurangan (fraud) terjadi akibat tekanan kebutuhan dari seseorang, dan lingkungan yang memungkinkan untuk bertindak GONE yaitu: G – Greed – keserakahan, ketamakan, kerakusan). O – Opportunity – kesempatan. N – Need – kebutuhan. E – Exposure – pengungkapan. Kedua: Korupsi Kata korupsi berasal dari dan coruptore berarti merusak. bahasa latin corruptio berarti penyuapan, Adapun arti harfiah korupsi diartikan sebagai kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran (Hartanti, 2006, 8). Unsur-unsur tindak pidana korupsi menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah : a. Melakukan perbuatan melawan hukum, b. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, c. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Memahami Secara Sederhana Praktik Audit Investigatif Menurut Indonesian Corruption Watch (2004, 1) pelaku investigatif digolongkan menjadi dua yaitu: 1. Investigatif internal dilakukan oleh BPK, BPKP, KPK, Inteljen, SPI. 2. Investigatif eksternal (publik) dilakukan oleh Ormas, LSM, Parpol, dan wartawan. Menurut BPK-RI, pengertian audit investigasi ialah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengungkapkan ada tidaknya indikasi kerugian negara atau daerah dan atau unsur pidana. ICW (2004, 3) membagi tahapan pelaksanaan audit investigatif menjadi 8 tahap yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Petunjuk awal, Pengembangan informasi awal, Wawancara ahli dan pendalaman literatur, Pencarian informasi dan dokumen, Pengorganisasian data dan menganalisis, Pelaporan, Pengumuman hasil ke pihak internal, serta Pengumuman hasil kepada publik. Praktik audit invetigatif tidak terlepas dari peran auditor dan organisasi pengawas sebagai satu kesatuan yang memperoleh pengaruh dari lingkungan sosial, dari akhirnya muncul berbagai kebijakan dan kekuatan dari auditor dan struktur dalam menghadapi pengaruh tersebut. Pelaksanaan audit investigatif bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya tindak pidana korupsi dan fraud yang terjadi di suatu organisasi. BPK RI dalam melaksanakan audit investigatif menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)yang di dalamnya mencakup Standar Profesional Akuntan Publik, serta panduan manajemen pemeriksaan investigatif yang dikeluarkan BPK-RI dalam melaksanaan tugas tersebut. Memahami secara sederhana tahapan Audit Investigasi Praktik audit Investigatif sendiri terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) Tahap perencanaan Perencanaan audit Investigatif dilakukan setelah adanya informasi awal, kemudian organisasi pengawas membentuk tim Audit Investigasi. Pelaksanaan Audit Investigasi harus dilakukan oleh auditor yang kompeten, memiliki integritas serta independensi. Tugas pertama tim tersebut menelaah informasi awal tersebut. Pada tahap ini tim harus menentukan: a. b. c. d. e. f. jenis-jenis penyimpangan yang terjadi, modus operandi, sebab-sebab penyimpangan, unsur-unsur kerjasama, pihak-pihak yang terlibat, estimate besarnya kerugian negara atau daerah akibat kasus korupsi tersebut. (2) Tahap pelaksanaan Pada tahap ini tim harus memperoleh bukti audit yang memperkuat dugaan tindakan pidana korupsi. Bukti diperoleh dengan cara-cara a. inspeksi, b. observasi, c. wawancara, d. konfirmasi, e. analisa, f. pemeriksaan bukti tertulis, g. perbandingan, h. rekonsiliasi, i. penelusuran, j. perhitungan kembali, k. penelahaan, l. review analitis, dan m. pemaparan. (3) Tahap Pelaporan Pelaporan hasil audit investigatif harus memenuhi unsur a. b. c. d. e. akurat, jelas, berimbang, relevan, dan tepat waktu. Hasil laporan yang teah disetujui organisasi pengawas akan diserahkan kepada pimpinan tertinggi suatu wilayah. “Jika Hasil Audit Investigasi ternyata membuktikan adanya tindak pidana, maka Laporan Audit Investigasi akan diserahkan kepada kejaksaan untuk ditindaklanjuti dan diproses secara hukum”. Berdasarkan hasil pemeriksaan audit investigasi tersebut ketua tim audit diminta memberikan keterangan berdasarkan keahliannya di pengadilan. Bagaimana cara agar audit investigasi bukan hanya sebagai bentuk formalitas? Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan ini mungkin berbentuk normatif, tetapi renungan normatif ini jika dilaksanakan pasti akan timbul semangat baru bagi auditor investigasi. Bentuknya adalah membangun seperangkat kesadaran oleh auditor investigasi terhadap penugasan yang sedang dijalankan, yaitu: A. Kesadaran praktis (practical consciousness) Kesadaran praktis diwujudkan ketaatannya terhadap peraturan yang ada. Diakui pelaksanaan audit investigasi memang sulit, kadangkala membutuhkan waktu yang lama dan mungkin proses yang panjang, butuh analisa lebih detail, butuh prosedur yang berbelit-belit. Namun auditor dilarang untuk memperlambat atautidak melaporkan hasil audit investigatif kepada pihak yang berwenang. Misal, BPK RI dalam pelaksanaan audit investigasi sangat dilarang memperlambat atau tidak melaporkan hasil audit investigasi kepada pihak yang berwenang, hal ini akan melanggar pasal 36 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK RI, “Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil audit yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). B. Kesadaran diskursif (discursive consciousnes) ”Kesadaran diskursif bisa dihasilkan dari interaksi antara dua individu, di mana salah satu individu bisa memberikan penjelasan kepada individu lain mengenai tindakannya” (Triyowono). Contoh: Kesadaran diskursif yang dimiliki Ketua Tim menjadikan dirinya selalu hati-hati dalam setiap langkah termasukmenolak segala bentuk upaya kesepakatan dari pihak-pihak yang terlibat kasus korupsi (tindakan auditor dalam menolak segala bentuk suap). Kesadaran tersebut timbul karena menganggap suap merupakan bagian dari korupsi dan tindakan menerima suap berarti melanggar undang-undang, serta ada sanksi hukumnya. C. Motivasi tidak sadar (unconscious motives) Motivasi tak sadar menyangkut keinginan atau mengarahkan tindakan tapi bukan tindakan itu sendiri. kebutuhan yang berpotensi Contoh: Pada keberanian auditor investigasi dalam menghadapi segala bentuk ancaman dan tantangan, secara sadar sebenarnya auditor mengetahui bahwa tugas yang diembannya begitu berat, dan sulit untuk diselesaikan, namun berkat keberanian yang dimiliki maka praktik audit investigasi dapat terselesaikan. D. Kesadaran etis Contoh: dengan keyakinan dan keimanan yang dimiliki auditor dalam menghadapi tantangan dan ancaman selama pelaksanaan audit investigasi, auditor berani mengambil segala tantangan dengan dasar Tuhan lebih hebat dari apapun dan siapapun. Pada akhirnya…. Pemberantasan korupsi bisa terwujud jika masing-masing auditor secara komprehensif melakukan revolusi kesadaran. Kesadaran praktis yang diwujudkan dengan ketaatan terhadap peraturan merupakan imperatif kesadaran yang bersifat internal dan hendaknya mendapat supporting dari pihak eksternal berupa penegakan hukum. “Merubah pola pikir yang menganggap korupsi merupakan suatu hal yang wajar menjadi suatu perbuatan yang tercela”. Artikel ini disarikan dari: Arifin, Johan, (2000), Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi Auditing: Audit Forensik, Media Akuntansi, No.13 Th VII, September, hlm II-IX Chazawi, Adami. 2006. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. PT. Alumni, Bandung Giddens, A, (2003), The Constitution of Society; Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, Penerbit PT Pedati, Pasuruan. Diterjemahkan dari judul asli “The Consequences of Modernity”, Stanford University Press – UK, 1995 Grahani, Irma, (2006), Pengaruh Independensi, Locus Of Control, dan Pengembangan Moral Auditor Terhadap Fraud Auditing, Skripsi, Malang: Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya Indonesia Corruption Watch, Investigasi Korupsi, artikel, (http://www.icw.go.id diakses pada tanggal 6 Mei 2007) Mardiko, dan Albert Kurniawan, (2006), Elements of the Sociology or Corporate Life, Artikel, Ringkasan Karya Gibson Burrel and Gareth Morgan; Social Paradigms and Organizational Analysis, Hainemann, London, Chapter 1-3 Peraturan BPK-RI Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Kode Etik BPK RI, (http://bpk_ri.go.id diakses pada tanggal 12 September 2007) Priyono, B.H, (2002), Anthony Giddens; Suatu Pengantar, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta Salim, M, Strategi Pemberantasan Korupsi di (http://www.transparansi.or.id, diakses 21 Desember 2006) Indonesia, Artikel, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi