BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak di negara industri dan negara berkembang. Data di Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai lebih dari 42 000 kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data statistik dari Center of Disease Control menunjukkan bahwa usia 1 th ke atas, insidensi sepsis meningkat 139%. Untuk usia 1-4 tahun sepsis menduduki posisi ke Sembilan sebagai penyebab kematian dengan estimasi angka kematian per tahun sebesar 0,5/100.000 populasi. Puncak insidensi sepsis menunjukkan distribusi ganda yaitu puncak pertama pada periode neonatus dan puncak kedua pada usia 2 tahun.1,2 II. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian sepsis berat pada anak di amerika serikat sekitar 42.000 kasus pertahun, insiden tertinggi pada kelompok bayi dan menurun dengan tajam pada kelompok usia 10-14 tahun. Lebih dari 4.400 kasus kematian pada anak disebabkan oleh sepsis berat, dengan rata-rata lama rawat yang lebih lama dari 31 hari dan menghabiskan biaya cukup besar. Sepsis termasuk ke dalam sepuluh penyebab utama kematian di amerika serikat dengan penigkatan insiden 9% pertahun dan menghabiskan biaya antara USD 22.000-60.000 per episode.2 1 Angka mortalitias akibat syok sepstik pada anak lebih kecil (10%) dibandingkan dewasa (35%-40%) tetapi angka morbiditas lebih tinggi anak. Jenis kelamin, ras, penyakit penderita dan keadaan immunodefisiensi merupakan factor resiko untuk terjadinya sepsis berat dan syok septic. Jenis kelamin laki-laki lebih sering mengalami syok septic dibandingkan perempuan naum mekanisme secara pasti tidak diketahui. Ras tertentu lebih sering syok dibandingkan yang putih tetapi belum diketahui alasannya.2 2 BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI International pediatric sepsis consensus conference pada tahun 2005 mendefinisikan sepsis sebagai system inflammatory respon seyndrom (SIRS) yang berhubungan dengan infeksi. Jika memenuhi dua dari empat kriteria berikut: Suhu tubuh > 38,5 atau < 36 Takikardi, yang didefinisikan sebagai rata-rata frekuensi denyut jantung > 2 standar deviasi Frekuensi pernapasan > 2SD menurut umur Kriteria SIRS tersebut mengahruskan instabilitas suhu atau jumlah leukosit yang abnormal. Sepsis yang disertai kegagalan organ atau hipoperfusi didefisikan sebagai sepsis berat, sedangkan syok septic adalah sepsis disertai kegagalan organ kardiovaskuler. Definisi kegagalan multi organ adalah kegagalan pada 2 atau lebih organ akibat berbagai sebab, salah satunya sepsis.1,2 B. ETIOLOGI Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu dan berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan erat dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa neonatus, kuman tersering penyebba sepsis adalah E. coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A. Sedangkan pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus pneumonia, Haemophyllus influenza Meningitidins, Salmonella dan Streptococcus spp. tipe B, Neisseria Hal ini berbeda dengan 3 penelitian yang dilakukan oleh Levy et all yang mengatakan bahwa sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi nosokomial, dan bakteremi pada 49% penderita yaitu gram negative sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang tersering adalah karena coagulase – negative staphylococcus, staphylococcus aereus dan enterococcus, infeksi jamur meningkat menjadi 20%.3 Menurut studi Rismala Dewi menunjukkan bahwa kuman penyebab sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella pneumoniae (26%), Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang ditemukan adalah kuman gram negatif. Levy et al6 juga menemukan hal yang serupa pada penelitian tahun 1996. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bakteri Gram negative menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh kasus bakteremia pada anak, dengan Klebsiella pneumoniae sebagai penyebab terbanyak.3 Pada penelitian Rismala Dewi Ditemukan pula hasil kultur berupa jamur, termasuk didalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp. Dapat ditemukan pada pasien PICU seperti dilaporkan oleh Singhi et al. bahwa pasien dengan kondisi kritis dan status imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik Candida sp. Mekanisme pertahanan lokal berupa keasaman lambung, peristaltik, sekresi substansi antibakteri, dan flora endogen mengalami perubahan pada pasien kritis sehingga terjadi kolonisasi dan pertumbuhan berlebihan Candida sp. Pada pasien sepsis, penggunaan antibiotik spektrum luas menekan flora normal gastrointestinal dan paparan kortikosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk proliferasi Candida sp. Sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan. 4 Menurut Singhi et al, insidens kolonisasi Candida sp. sangat tinggi pada pasien PICU yang dirawat lebih dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut berhubungan dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis.8 Selain bakteri, ilmuwan Marshall dan Taneja menyebutkan bahwa virus pernah diisolasikan dari penderita sepsis dengan gejala mirip dengan sepsis yang disebabkan oleh infeksi kuman gram negative penting pula untuk diketahui bahwa dahulu para ilmuwan mempercayai bahwa sepsis selalu disertai dengan bakteriemia, oleh karenya sering kita dengar istilah septicemia, namun penelitian multisenter akhir-akhir ini menemukan bahwa bakterimia hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan gambaran klinis sepsis, dikatakan hanya 32% yang terbukti adanya infeksi pada aliran darahnya.8 Sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi nosokomial, dan bakteriemi pada 49% penderita yaitu gram negatif sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang tersering adalah karena coagulase-negative stafilococcus, stafilococcus aureus dan enterococcus. Infeksi jamur meningkat menjadi 20%.4,5 Sepsis dapat menjadi konsekuensi dari proses infeksi yang berbeda mulai di lokasi yang berbeda, yang dapat diidentifikasi berdasarkan pada anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik rinci. Namun, akhirnya sepsis 'tanda-tanda dan gejala presentasi pertama penyakit pasien. Mengidentifikasi asal masuk akal infeksi sangat membantu dalam menentukan etiologi mungkin, yang pada gilirannya sangat penting untuk memperkirakan sensitivitas antimikroba 5 '(misalnya, membedakan antara masyarakat yang diperoleh dan infeksi nosokomial).4 C. PATOGENESIS Pathogenesis sepsis memperlihatkan adanya proses aktivasi seluler yang kompleks, yaitu terjadinya pelepasan mediator inflamasi seperti produksi sitokin, aktivasi neutrofil, aktivasi komplemen, kaskade koagulasi dan system fibrinolisi. Pada sepsis terjadi kerusakan sel endothelial mikrovaskulaer serta pelepasan mediator inflamasi oleh sel endotel. Disfungsi endotel menyeluruh mempunyai peran penting dalam patogenensis syok septic dengan akibat terjadinya peningkatan permeabilitas sehingga timbul edema dan kehilangan cairan yang cukup banyak ke jaringan intersisial. Hal ini menimbulkan efek hipotensi yang diperberat oleh vasodilatasi perifer dilepaskannya kinin, histamine, dan peptide vasoaktif lainnya selama aktivasi kaskade inflamasi. 6 Gambar : Pathofisiologi sepsis dan kegagalan multi organ D. KEGAGALAN ORGAN 7 Apapun pun mekanisme terganggunya metabolism seluler yang terlihat pada sepsis. Hasil keseluruhan adalah disfungsi system organ secara menyeluruh. Mekanisme bagaimana proses inflamasi dapat mempengaruhi organ secara multiple dengan berbagai derajat keparahan belum diketahu. Kegagalan multi organ ini bervariasi pada setiap individu dan biasanya organ yang tersering terkena adalah gastroentetinal, paru, hepar, ginjal dan jantung. Kegagalan organ ini dapat didteksi secara klinis, sehingga dapat dilakukan pengobatan segera.4 E. MANIFESTASI KLINIK Sepsis merupakan suatu kesatuan penyakit yang bersifat sistemik sehingga manifestasi klinik sepsis pada fase awall dapat memperlihatkan gejala seperti demam atau hipotermi, takikardi dan takipnea, leukositisis atau leucopenia serta perubahan status mental, hipotensi tidak selalu didapatkan pada trias klasik sepsis pada anak, karena mekanisme kompensasi hemodinaik yang ebrbeda dengan dewasa.4 Syok merupakan proses yang progresif yng ditandai dengan 3 stadium berbeda. Pada fase ini terdapat mekanisme neurohormonal yang bersifat kompensasi dan fsiologis yang bekerja untuk mempertahakan tekanan darah dan memelihara kecukupan perfusi jaringan. Apabila mekanisme kompensasi ini terlampaui maka akan terjadu keadaan hipoksia jaringan dan iskemia sehingga memacu terjadinya penimbunan asam laktat, asidosis metabolik dan kerusakan jaringan. Stadium dekompensasi ini dapat berlanjut menjadi irreversible yang menyebabkan gangguan multi organ yang berat dan berujung pada kematian.4 8 Pada syok septic dapat ditemukan tanda gangguan sirkulasi seperti penurunan kesadaran, penurunan tekanan darah, akral dingin, sianosis, perabaab nadi yang lemah, peningkatan waktu pengisian kapiler serta oligouri. Selain itu dijumpai pada gangguan respirasi serta takipneu, asidosis metabolic serta edema paru. Manifestasi perdarahan dapat ditemukan juga pada kulit berupa petekie, ekimosis, dan purpura.4 Selain gejala umum diatas terdapat istilah lain yang dapat ditemukan pada 20% kasus anak dengan syok septic yaitu syok septic hangat yang ditandai dengan gejala demam, penurunan kesadaran, takikardi, perabaan nadi kuat yekanan nadi melebar, perfusi menurun, produksi urin menurun, pengisian kapiler melambat, ekstremitas hangat. Sedangkan pada syok septic dingin perdominan adalah vasokonstriksi dengan gejala demam atau hipotermi, takikardi dengan nadi lemah, penurunan kesadaran, tekanan nadi sempit, perfusi menurun. Pengisian kapiler lambat dan ekstremitas dingin.4 F. PEMERIKSAAN PENUNJANG7,8 a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit b. GDS c. CRP d. Faktor koagulasi e. Kultur darah berseri f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left g. Urinalisis h. Foto thoraks i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut :8 1. Early Goal Directed Therapy 9 EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid, pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesuadh diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid. 2. Inotropik/vasopresor/vasodilator Pemilihan obat-obat inotropik dan vasopresor harus didasarkan pada optimalisasi perfusi orgsn penting dan jaringan, sehingga jenis obat dan dosis sangat individual dan dinamis. Obat inotropik berfungsi meningkat kontraktilitas jantung dan cardiac output. Inotropik yang sering digunakan adalah dopamine dan dobutamin. Obat inotroik dan vasopresor : β -1 Obat Dobutamin Dopamine Epinefrin Norepinefrin Isoproterenol +++ ++ ++ ++ +++ β -2 + + ++ 0 +++ α + Variasi + +++ 0 3. Terapi Antimikroba Pasien sepsis dan syok septic memperliantihatkan karateristik yang berbeda dengan pasien infeksi lain sehingga diperlukan pemberian segera antimikroba empiris walaupun data kuman dan sensitivitasnya belum diketahui. Antibiotic empiris harus mempunyai spetrum luas mencakup berbagai organisme termasuk kuman anaerob dan diberkan secara intravena dengan dosisn yang cukup untuk memperoleh level intrapeutik optimal. 10 - Antibiotik yang dapat diberikan yaitu : Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan dengan aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20 - mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari intravena dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat gangguan fungsi ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida. 4. Intravena immunoglobulin Mekanisme efek IVIG pada sepsis adalah Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid, fagositosis, dan eksotoksin Antagonis reseptor IL-1 dan reseptor IL-6 Efek sinergis dengan antibiotic β laktam melalui efek antibody antilakmase lisis bakteri dan aktivitas opsonin memperbaiki koagulopati dan elektrolit 5. Terapi Spesifik Pemberian kortikosteroid pada syok septic merupakan hal yang kontrovesi. Alasan penggunaan kortikosteroid adalah pada syok septic terjadi insufisiensi adrenal relative yang menyebabkan terjadinyasensitivitas katekolamin terganggu. Dosis yang direkomendasikan adalah 2mg/kgBB untuk metilprednisolon. Terapi yang alin seperti antikoagulasi, terapianti apopyosis, terapi anti factor transkripsi sampai dalam penelitian yang intensif. 6. Terapi Suportif Pada keadaan syok septic, tata laksana suportif memegang peran penting penunjang terapi utama (resusitasi cairan). Terapi suportif yang diberikan termasuk strategi ventilasi mekanik dengan volume tidal dan juga tekanan yang 11 terbatas, intensive renal replacement terapy/dialysis, control terhadap hiperglikemia dan insufiensi adrenal relative serta nutrisi yang adekuat. H. KOMPLIKASI Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi), multiple organ disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan berakhir pada kematian.6 BAB KESIMPULAN 1. Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan infeksi sebagai penyebabnya. 2. Organisme yang paling sering menyebabkan infeksi menurut penelitian tahun 2011 adalah bakteri gram negative terutama di PICU. 3. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak yaitu faktor host dan pengobatan. 4. Patogenesis timbulnya sepsis melalui tiga tahapan, yiau : tahap inflamasi, koagulasi, dan disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. 5. PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction). 6. Prinsip penatalaksanaan meliputi early goal directed therapy, inotropik, terapi antibiotika, sumber infeksi, terapi kortikosteroid, anti-inflamasi, granulocyte macrophage colony stimulating factor, intravenous immunoglobulin, hemofiltrasi, dan terapi suportif. 7. Prognosis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita. 12 DAFTAR PUSTAKA 1. Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah Tepi Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis 1. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. 2000. 2. Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic shock. Crit Care Journal. 2009;25(4):733-51. 3. Paterson, R. L., and Webster N. R., Sepsis and Inflamatory Respon Syndrome dalam Journal of The Royal College of Surgeoons of Edinburgh 2008;p. 178-82 4. Aird WC. The role of the endothelial in severe sepsis and Multiple organ dysfunction syndrome.2003. 3765-77 5. Rodrigo.,Siqueira., B. Etc. Sepsis. Departement of Medicine and Nursing, Universidade Federal de Vicosa-UFV, Vicosa (MG), Brazil. 6. Powell, KR. Sepsis and Shock. In: Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 15 th Ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. P.868-71 7. Joseph M.,Kontra, MD. Evidence BasedManagement Of Severe Sepsis and Septic Shock. The Jorurnl of Lancaster General Hospital. Vol.1. 2006. P3945. 8. Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and candidemia in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med. 2008;9(1):91-5. 9. Trzeciak S, Rivers EP. Clinical manifestations of disordered microcirculatory perfusion in severe sepsis. Critical Care 2005, 9(suppl 4):S20-S26. 13