perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying dan jenis kelamin

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. REMAJA
Masa remaja diidentifikasi sebagai tahap transisi yang mengalami perubahan
yang signifikan seperti pubertas, perubahan kognitif dalam mengenali emosi, dan
gambaran diri (Petersen & Ebata, dalam Heath & Camarena, 2002). Perubahanperubahan tersebut cukup menantang dan sering kali menyebabkan stres, yang mungkin
dapat menjadi penjelasan mengapa masa remaja awal sering diidentifikasi sebagai masa
yang beresiko dalam perkembangan depresi (Clarizio, dalam Heath & Camarena, 2002).
Perkembangan psikososial remaja merupakan hal yang menarik untuk dikaji.
Hal ini didasari oleh masalah yang banyak dialami remaja yang disebabkan oleh
hubungan sosialnya di sekolah. Salah satunya adalah perilaku bullying yang pada
penelitian sebelumnya telah ditemukan berdampak depresi yang cukup serius. Oleh
karena itu pada penelitian ini, peneliti bermaksud untuk melihat dampak depresi pada
remaja putra dan remaja putri yang terlibat dalam perilaku bullying.
1. Definisi Remaja
WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual,
ada tiga krieria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia
antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
27
Universitas Sumatera Utara
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan
yang relatif lebih mandiri.
Monks (1999) memberikan batasan usia masa remaja adalah masa diantara 1221 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja
pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir.
Peneliti menetapkan dalam penelitian ini subjek yang dipakai adalah remaja
awal yang masih berusia 12 sampai 15 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Monks
(1999).
2. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh
setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode perkembangan
yang lain. Ciri yang menonjol pada masa ini adalah individu mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang amat pesat, baik fisik, emosional dan sosial. Hurlock (1999)
pada masa remaja ini ada beberapa perubahan yang bersifat universal, yaitu
meningkatnya emosi, perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan
pola perilaku, nilai- nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berikut ini
dijelaskan satu persatu dari ciri-ciri perubahan yang terjadi pada masa remaja.
28
Universitas Sumatera Utara
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anotomi dan aspek fisiologis, di masa
remaja kelenjar hipofesa menjadi masak dan mengeluarkan beberapa hormone,
seperti hormone gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat kemasakan sel telur
dan sperma, serta mempengaruhi produksi hormone kortikortop berfungsi
mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, oestrogen, dan suprenalis yang
mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan
(Monks dkk, 1999). Dampak dari produksi hormone tersebut Atwater, (1992)
adalah: (1) ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2) testosteron menghasilkan
sperma dan oestrogen memproduksi sel telur sebagai tanda kemasakan. (3)
Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara,
berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-rambut halus disekitar
kemaluan, ketiak dan muka.
b. Perubahan Emosional.
Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa kanakkanak.
Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira,
sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan
emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja umumnya
memiliki kondisi emosi yang labil pengalaman emosi yang ekstrem dan selalu
merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999). Bila pada akhir masa remaja
mampu menahan diri untuk tidak mengeksperesikan emosi secara ekstrem dan
mampu memgekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi
29
Universitas Sumatera Utara
lingkungan dan dengan cara yang dapat diterima masyarakat, dengan kata lain
remaja yang mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi emosi yang
stabil (Hurlock, 1999). Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi
pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut: (1) tidak bersikap
kekanak-kanakan. (2) bersikap rasional. (3) bersikap objektif (4) dapat menerima
kritikan orang lain sebagai pedoman untuk bertindak lebih lanjut. (5) bertanggung
jawab terhadap tindakan yang dilakukan. (6) mampu menghadapi masalah dan
tantangan yang dihadapi.
c. Perubahaan sosial
Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga mengakibatkan perubahan dan
perkembangan
remaja.
Monks,
dkk
(1999)
menyebutkan
dua
bentuk
perkembangan remaja yaitu, memisahkan diri dari orangtua dan menuju kearah
teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan
maksud menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan
berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan
mengeksperesikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini membuat remaja
sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan dan
perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual.
Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis
menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh
lawan jenis dan kelompoknya
30
Universitas Sumatera Utara
B. BULLYING
Bullying merupakan masalah seperti virus yang menyebar dengan cepat yang
hingga kini diperkirakan telah mencapai 5 sampai 15 persen di dunia. Pada saat ini,
frekuensi bullying lebih melesat dibandingkan pada tahun 1970an atau 1980an dan
prevalensi perilaku bullying diteliti meningkat pada masa sekolah menengah. Menurut
Greenbaum, Turner & Stephens (dalam Bosworth dkk, 1999), alasan mengapa seorang
murid tidak kembali ke sekolahnya, kira-kira 10 % anak sekolah menengah atas
berhenti dari sekolah karena takut akan ancaman serangan atau pelecehan. Hal serupa
juga diungkapkan oleh Batsche & Knoff dkk (dalam Bosworth dkk, 1999) bahwa
sepertiga anak sekolah menengah pertama merasa tidak aman ketika berada di sekolah
karena perilaku bullying dan enggan melaporkan perilaku tersebut karena merasa takut,
kurang kemampuan untuk melaporkan kejadian, dan merasa guru atau pengurus tidak
melakukan apapun untuk menghentikan perilaku bullying. Karena perilaku bullying
menyebabkan rasa takut dan mengganggu proses belajar di sekolah sehingga peneliti,
sekolah, orang tua, psikolog, terutama pendidik didorong untuk memperhatikan secara
aktif dampak perilaku bullying pada keadaan psikologis, budaya sekolah dan
kesuksesan murid dalam bidang akademik.
1. Definisi Bullying
Olweus (1994) menjelaskan bullying yaitu tindakan negatif yang dilakukan
seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu.
31
Universitas Sumatera Utara
Menurut American Psychiatric Association (APA) dalam Stein dkk 2006, bullying
adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan 3 kondisi yaitu (a) perilaku
negatif atau jahat yang dimaksud untuk merusak atau membahayakan (b) perilaku yang
diulang selama jangka waktu tertentu (c) hubungan yang melibatkan ketidakseimbangan
kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.
Bullying juga didefinisikan sebagai bentuk perilaku agresi yang dilakukan dengan
sengaja, terus-menerus dan melibatkan target khusus yaitu anak lain yang lebih lemah
dan mudah diserang (Papalia, 2002).
Menurut Espelage (dalam Pelligrini & Bartini, 1999) bullying merupakan
perilaku yang berada dalam suatu kontinum, mulai dari tingkatan yang ringan sampai
pada tingkatan yang berat. Artinya, ada anak yang melakukan perilaku bullying dalam
level yang rendah dan ada pula yang melakukannya pada level tinggi yang dapat
mengganggu korban dan pihak yang terkait.
2. Kategori Bullying
Menurut Haynie dkk (dalam Stein dkk, 2006) pihak-pihak yang terlibat dalam
perilaku bullying dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
a.
Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang secara fisik dan/atau emosional
melukai murid lain secara berulang-ulang (Olweus, dalam Moutappa dkk,
2004). Remaja yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying sering
memperlihatkan fungsi psikososial yang lebih buruk daripada korban
bullying dan murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying (Haynie dkk,
32
Universitas Sumatera Utara
dalam Totura, 2003). Pelaku bullying juga cenderung memperlihatkan
simptom depresi yang lebih tinggi daripada murid yang tidak terlibat dalam
perilaku bullying dan simptom depresi yang lebih rendah daripada victim
(Haynie dkk, dalam Totura, 2003). Byrne, Craig, Olweus (dalam Haynie
dkk, 2001) menjelaskan pelaku bullying cenderung agresif, bermusuhan,
mendominasi teman sebaya, dan menunjukkan kecemasan dan kegelisahan
yang sedikit. Olweus (dalam Moutappa, 2004) juga mengemukakan hal yang
sama bahwa pelaku bullying cenderung mendominasi orang lain dan
memiliki kemampuan sosial dan pemahaman akan emosi orang lain yang
sama (Sutton, Smith, & Sweetenham, dalam Moutappa, 2004).
b.
Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku
agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit
pertahanan melawan penyerangnya (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004).
Korban bullying menunjukkan fungsi sosial yang buruk. Menurut Craig,
Olweus, Rigby & Slee, dalam Haynie dkk, 2001) korban bullying cenderung
lebih menunjukkan depresi, cemas dan merasa tidak aman dibandingkan
dengan murid lainnya, memperlihatkan harga diri yang rendah, dan biasanya
bersikap hati-hati, sensitif, dan pendiam. Jika dibandingkan dengan teman
sebayanya yang tidak menjadi korban, korban bullying cenderung menarik
diri, depresi, cemas dan takut akan situasi baru (Byrne, dalam Haynie dkk,
2001) dan memperoleh skor yang tinggi untuk perilaku internal dan simptom
psikosomatik (Kumpulainen dkk., dalam Haynie dkk, 2001) dan faktor
33
Universitas Sumatera Utara
introvert Eysenck (Slee & Rigby, dalam Haynie dkk, 2001). Murid yang
menjadi korban bullying dilaporkan lebih menyendiri dan kurang bahagia di
sekolah serta teman baik yang lebih sedikit daripada murid lain (Boulton &
Underwood dkk, dalam Haynie dkk, 2001). Korban bullying juga
dikarakteristikkan dengan perilaku hati-hati, sensitif, dan pendiam (Olweus,
dalam Moutappa, 2004) dan harga diri yang rendah (Collins & Bell, dalam
Moutappa, 2004).
c.
Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga
menjadi korban perilaku agresif (Andreou, dalam Moutappa dkk, 2004).
Craig (dalam Haynie dkk, 2001) mengemukakan bully-victim menunjukkan
level agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak
lain. Bully victim juga dilaporkan mengalami peningkatan simptom depresi,
merasa sepi, dan cenderung merasa sedih dan moody daripada murid lain
(Austin & Joseph, Nansel dkk, dalam Totura, 2003). Schwartz (dalam
Moutappa, 2004) menjelaskan bully victim juga dikarakteristikkan dengan
reaktivitas, regulasi emosi yang buruk, kesulitan dalam akademis dan
penolakan dari teman sebaya serta kesulitan belajar (Kaukiainen dkk, dalam
Moutappa, 2004).
d.
Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying
34
Universitas Sumatera Utara
3. Pengukuran Perilaku Bullying
Pada beberapa penelitian mengenai perilaku bullying (Totura, 2003) dan
(Kaltiala-Heino dkk, 1999) digunakan aitem-aitem The Revised Olweus Bully/Victim
Questionnaire yang dikembangkan oleh Olweus untuk menggali perilaku bullying
seseorang. Kuesioner ini terdiri dari 39 aitem yang mengukur keterlibatan seseorang
dalam berbagai macam perilaku bullying (langsung dan tidak langsung), lokasi perilaku
bullying, sikap seseorang terhadap perilaku bullying, reaksi dari teman sekelas dan
pengawas sekolah terhadap perilaku bullying dan victimization. Aitem pada kuesioner
ini meliputi pertanyaan mengenai indikasi keterlibatan dan pengalaman dari berbagai
macam perilaku bullying (diantaranya mengejek, agresi fisik, menyebarkan isu,
dikucilkan secara sosial, mencuri dan mengancam). Aitem pada kuesioner ini dinilai
berdasarkan 5 pilihan jawaban yaitu: 1) tidak pernah menjadi korban perilaku bullying
(untuk korban) atau tidak pernah melakukan perilaku bullying terhadap murid lain
(untuk pelaku), 2) hanya terjadi satu sampai dua kali dalam beberapa bulan terakhir, 3)
dua sampai tiga kali dalam sebulan, 4) kira-kira sekali seminggu dan 5) beberapa kali
dalam seminggu. Penilaian untuk respon yang diberikan subjek untuk setiap pernyataan
berturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5.
C. DEPRESI
Gejala depresi dapat terlihat pada anak di rentang usia manapun, mulai dari bayi
hingga dewasa. Menurut Culbertson (dalam Santrock, 2004), depresi kebanyakan terjadi
pada remaja daripada anak-anak dan lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki.
35
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sesuai dengan penelitian epidemologis (dalam Kerig & Wenar, 2006) yang
menemukan bahwa prevalensi depresi meningkat seiring dengan perkembangan
pubertas yang terjadi pada masa remaja. Oleh sebab itu, untuk lebih jelasnya berikut
terdapat beberapa definisi depresi yang dikemukakan oleh beberapa orang ahli. Secara
umum, depresi adalah gangguan psikologis yang paling umum ditemui (Rosenhan &
Seligman, dalam Aditomo & Retnowati, 2004). Depresi merupakan gangguan yang
terutama ditandai oleh kondisi emosi sedih dan muram serta terkait dengan gejala-gejala
kognitif, fisik, dan interpersonal (APA, dalam Aditomo & Retnowati, 2004).
Pengertian lainnya mengenai depresi dikemukakan oleh Rubenstein, Shaver, dan Peplau
(Brehm, 2002) yang mengatakan bahwa depresi merupakan perasaan emosional yang
tertekan secara terus-menerus yang ditandai dengan perasaan bersalah, menarik diri dari
orang lain. Chaplin (2002) mendefinisikan depresi pada dua keadaan, yaitu pada orang
normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan
kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak
puas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme dalam menghadapi masa yang akan datang.
Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim untuk bereaksi terhadap
perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpastian, tidak mampu dan
putus asa. Dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
fourth edition Text Revision), dinyatakan bahwa depresi bersifat klinis merupakan
depresi mayor ditetapkan apabila paling tidak satu gejalanya ialah salah satu dari mood
tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala yang jelas
yang disebabkan kondisi medis umum, atau mood delusi atau halusinasi yang tidak
36
Universitas Sumatera Utara
kongruen) yang diikuti oleh paling tidak 4 gejala lainnya yang telah ditemukan dalam
jangka waktu 2 minggu yang sama dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari
sebelumnya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa depresi adalah
gangguan emosional yang ditandai dengan perasaan tertekan, perasaan bersalah,
kesedihan, kehilangan minat, dan menarik diri dari orang lain yang dapat berpengaruh
pada hubungan interpersonal. Depresi pada penelitian ini adalah depresi yang terjadi
dalam populasi umum dengan gejala yang dilihat dalam rentang waktu satu minggu.
1. Pengukuran Depresi
Pada beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah depresi digunakan alat
ukur The Center for Epidemiiological Studies-Depression Scale (CES-D) yang
dikembangkan oleh Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health. Skala
ini terdiri dari 20 aitem yang disusun berdasarkan 4 faktor yaitu:
a. Depressed affect / negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau
suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih (blues), tertekan
(depressed), kesepian (lonely), dan menangis (cry sad)
b. Somatic symptoms merupakan gejala-gejala atau keluhan-keluhan psikologis
yang dirasakan berkaitan dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu,
berkurang atau bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha dalam
melakukan sesuatu, kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu
37
Universitas Sumatera Utara
c. Positive affect merupakan perasaan-perasaan, emosi atau suasana hati yang
dirasakan positif dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari
perasaan negatif
d. Interpersonal relations merupakan perasaan-perasaan negatif yang dirasakan
berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa
tidak disukai
Faktor-faktor diatas diperoleh melalui analisa faktor (Radloff, 1977). Aitemaitem CES-D dipilih dari sekelompok aitem dari skala depresi sebelumnya. Komponen
utama gejala depresi ditemukan dari literatur klinis dan penelitian analisa faktor.
Komponen-komponen ini termasuk depressed mood, perasaan bersalah dan tidak
berharga (feelings of guilt and worthlessness), perasaan tidak tertolong dan tidak
memiliki harapan (feelings of helplessness and hopelessness), retardasi psikomotor
(psychomotor retardation), kehilangan nafsu makan (loss of appetite) dan gangguan
tidur (sleep disturbance).
D. JENIS KELAMIN, BULLYING DAN DEPRESI
Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian untuk mencari faktor-faktor
yang berhubungan dengan depresi, faktor-faktor tersebut antara lain genetik, struktur
dan fungsi otak, kelekatan (attachment), persepsi kognitif, perkembangan emosional,
keluarga yang mengalami depresi, kehilangan orang tua, konteks sosial, kemiskinan,
stres hidup, etnis, jenis kelamin, faktor stres hidup (seperti bullying) dan jenis kelamin
semua faktor tersebut memiliki kontribusi terhadap depresi. Compas dkk (dalam
38
Universitas Sumatera Utara
Hjemdal, 2007) mengemukakan kejadian hidup yang buruk merupakan faktor resiko
yang penting dalam meningkatnya resiko depresi mayor pada masa dewasa dan
memainkan peran yang penting dalam episode depresi selanjutnya (Fergusson &
Woodward dkk, dalam Hjemdal, 2007). Bullying merupakan salah satu kejadian hidup
yang buruk yang berhubungan dengan peningkatan simptom-simptom depresi (Craig
dkk, dalam Hjemdal, 2007). Dalam jurnal Davis (2005) juga disebutkan bahwa perilaku
bullying merupakan faktor resiko dalam berkembangnya depresi pada pelaku dan
korban bullying. Hal serupa juga dikemukakan oleh Boulton & Underwood dkk (dalam
Horowitz dkk, 2004) ejekan dan perilaku bullying memberikan efek psikologis yang
buruk seperti kecemasan, harga diri yang rendah, penarikan diri secara sosial,
pembalasan dendam, depresi hingga bunuh diri.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa kelompok subjek laki-laki
yang tergolong bullies memiliki tingkat depresi yang paling rendah dibandingkan
dengan kelompok subjek laki-laki yang tergolong victim, bully victim dan kelompok
subjek perempuan yang tergolong bullies, victim, dan bully victim (dalam Totura, 2003).
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, juga ditemukan simptom-simptom depresi
yang dialami ketiga kategori bullying yaitu bullies, victim dan bully-victim dan pada
penelitian yang dilakukan oleh Swearer (dalam Crawford, 2002) kelompok bully-victim
mengalami tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi daripada kelompok bullies
ataupun victim .
Penelitian depresi berdasarkan jenis kelamin telah banyak dilakukan di berbagai
negara. Salah satunya adalah Amerika Utara yang kemudian diketahui bahwa wanita
39
Universitas Sumatera Utara
lebih rentan 3 sampai 4 kali mengalami depresi daripada pria selama hidup mereka
(American Psychiatric Association; Nolen-Hoeksema, dalam Matlin, 2004). Tetapi
tidak ada hasil penelitian yang konsisten tentang perbedaan depresi berdasarkan jenis
kelamin pada anak yang lebih muda. Namun, selama masa pubertas, perempuan mulai
melaporkan simptom depresi yang lebih banyak daripada laki-laki. Perbedaan jenis
kelamin ini berlanjut sepanjang rentang hidup (Lapointe & Marcotte dkk, dalam Matlin,
2004)
Menurut Kessler dkk (dalam Galambos dkk, 2004) terdapat perbedaan level
simptom depresi dan major depressive episodes pada masing-masing jenis kelamin dan
perempuan cenderung menunjukkan depresi yang lebih besar daripada laki-laki pada
masa dimulainya remaja. Pada masa kanak-kanak, anak laki-laki lebih banyak
mengalami depresi daripada anak perempuan. Tetapi, perempuan lebih banyak
mengalami depresi pada masa remaja dan dewasa.
Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti ingin melihat faktor keterlibatan
perilaku bullying dan jenis kelamin yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan
terhadap kecenderungan depresi pada remaja awal.
Diagram. 1 Jenis Kelamin, Bullying, dan Depresi
Bullying
(bullies, victim, bully-victim)
Depresi
Jenis Kelamin
(laki-laki, perempuan)
40
Universitas Sumatera Utara
Perilaku bullying sangat rentan terjadi pada remaja putra dan remaja putri.
Menurut Haynie dkk (dalam Totura, 2003) bullying dan victimization lebih sering
terjadi pada anak laki-laki. Hal yang sama juga disebutkan bahwa perilaku bullying
lebih menonjol terjadi pada kalangan laki-laki daripada perempuan (dalam Krahe,
2001). Penelitian yang dilakukan oleh Kaltiala-Heino dkk (1999) menunjukkan bahwa
anak laki-laki cenderung terlibat dalam perilaku bullying sebagai bullies dan victim
dibandingkan dengan anak perempuan. Hal senada juga diutarakan oleh Kumpulainen
dkk (dalam Stein dkk, 2006) bahwa anak laki-laki memiliki kemungkinan 4 sampai 5
kali lebih besar menjadi bully atau bully victim dibandingkan dengan anak perempuan.
Selain itu, penelitian sebelumnya mengungkapkan prevalensi perilaku bullying cukup
tinggi pada masa remaja awal yang merupakan masa-masa tingkat sekolah menengah
pertama yaitu kelas 7, 8 dan 9. Menurut Nansel dkk (dalam Crawford, 2002) perilaku
bullying paling sering terjadi pada murid kelas 6 hingga kelas 8. Namun, pada penelitian
lain dikemukakan perilaku bullying cenderung berkurang untuk murid sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas (Steinman & Carlyle, 2007).
G. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah penulis paparkan di
atas maka penulis menjadikan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying dan jenis kelamin
2. Terdapat perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying
3. Terdapat perbedaan depresi ditinjau dari jenis kelamin
41
Universitas Sumatera Utara
Download