8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bird In The

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Bird In The Hand Theory
Menurut Gordon dan Lintner dalam Sartono (2001:284) bahwa dalam teorinya
yaitu bird in the hand theory, menjelaskan bahwa investor lebih merasa nyaman
untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran deviden daripada menunggu
capital gain. Menurut Gordon dan Litner juga beranggapan investor memandang
satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Gordon dan
Lintner
dalam
Brigham
dan
Houston
(2001:199),
mengatakan
bahwa
sesungguhnya investor jauh lebih menghargai uang yang diharapkan dari deviden
daripada uang yang diharapkan dari kenaikan modal karena komponen hasil
deviden risikonya lebih kecil daripada komponen tingkat pertumbuhan. Gordon
dan Lintner juga berpendapat bahwa deviden yang sudah ada di tangan lebih kecil
resikonya dibanding dengan kemungkinan kenaikan nilai modal yang belum jelas
rimbanya, sehingga investor memerlukan total tingkat pengembalian (laba) yang
lebih besar apabila laba tersebut sebagian besar terdiri dari kenaikan nilai modal
dan hanya sebagian kecil yang terdiri dari deviden.
Tetapi menurut pendapat Miller dan Modigliani dalam Brigham dan Houston
(2001:199) bahwa tidak setuju dengan pernyataan diatas. Mereka menamakan
pendapat Gordon dan Lintner sebagai kekeliruan bird in the hand theory, karena
menurut pandangan Miller dan Modigliani kebanyakan investor merencanakan
8
untuk menginvestasikan kembali deviden mereka dalam saham dari perusahaan
yang bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan, bagaimanapun juga, resiko dari
arus kas operasinya dan bukan oleh pembagian devidennya. Teori bird in the hand
ini dipilih karena teori ini menjelaskan bahwa investor merasa nyaman apabila
menerima deviden, hal ini disebabkan karena deviden diduga resikonya lebih
kecil dibandingkan dengan capital gain, maka dari itu perusahaan seharusnya
menetapkan rasio pembayaran deviden yang tinggi dan menawarkan devidend
yield yang tinggi untuk memaksimumkan harga saham.
2.1.2 Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Halim (2003:57), laporan keuangan merupakan hasil dari proses
akuntansi menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan oleh
berbagai pihak. Menurut Baridwan (2004:17), laporan keuangan merupakan
ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksitransaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan
keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggung
jawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh pemilik perusahaan.
Laporan keuangan itu dapat juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain
yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Menurut Munawir
(2004:1), laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja tetapi juga
sebagai dasar untuk menentukan atau menilai posisi keuangan, dimana hasil
analisa posisi keuangan tersebut digunakan untuk mengambil suatu keputusan.
9
2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif yang dimiliki oleh laporan keuangan, dapat
meningkatkan kemampuan laporan keuangan untuk membantu pemakai laporan
dalam pembuatan keputusan ekonomi. Menurut SAK (2004:7), karakteristik
kualitatif yang dimiliki oleh laporan keuangan antara lain :
(1) Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk dapat segera dapat dipahami oleh pemakai.
(2) Relevan
Agar bermanfaat informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai
dalam proses pengambilan keputusan.
(3) Materialitas
Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan/kesalahan
dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan.
(4) Keandalan
Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai
penyajian yang tulus atau wajar diharapkan dapat disajikan.
(5) Penyajian yang jujur
Agar dapat diandalkan informasi harus menggambarkan transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar
diharapkan untuk disajikan.
10
(6) Substansi mengungguli bentuk
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat
dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya
bentuk hukumnya.
(7) Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai dan tidak
tergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu.
(8) Pertimbangan sehat
Mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan dengan
kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau penghasilan tidak dinyatakan
terlalu tinggi dan kewajiaban atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah.
(9) Kelengkapan
Agar dapat diandalkan informasi dalam laporan keuangan harus lengkap
dalam batasan materialitas dan biaya.
(10)Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat mendapatkan informasi tentang kebijakan akuntansi yang
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan
serta pengaruh perubahan tersebut.
3. Pihak-Pihak Yang Berkepentingan dengan Laporan Keuangan
Menurut SAK (2004:2), pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi
laporan keuangan adalah :
11
(1) Investor
Penanam modal (pemegang saham) berkepentingan dengan resiko yang
melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan.
Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus
membeli, menjual, atau mempertahankan saham tersebut.
(2) Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Sehingga mereka
mampu menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa,
manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.
(3) Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan
mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar
pada saat jatuh tempo.
(4) Pemasok dan kreditur usaha lainnya
Pemasok dan kreditur usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan
dibayarkan pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada
perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi
pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada
kelangsungan hidup perusahaan.
12
(5) Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan
hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam penyajian jangka
panjang atau tergantung perusahaan.
(6) Pemerintah
Pemerintah dan lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan
dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas
perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun
statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
(7) Masyarakat
Laporan keuangan membantu masyarakat dengan membantu menyediakan
laporan informasi kecenderungan dan perkembangan akhir kemakmuran
perusahaan serta serangkaian aktivitasnya.
2.1.3 Kebijakan Deviden
1. Pengertian Kebijakan Deviden
Menurut Kamaruddin (2004:191), mengatakan bahwa kebijakan deviden
adalah
keputusan
keuangan,
yaitu
dengan
mempertimbangkan
apakah
pembayaran deviden akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Menurut
Sartono (2001:282), kebijakan deviden adalah keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden
atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa
datang.
13
2. Pengertian Devidend Payout Ratio (DPR)
Menurut Gitosudarmo (1993:244), devidend payout ratio adalah perbandingan
antara deviden yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan disajikan
dalam bentuk persentase. Semakin tinggi devidend payout ratio akan
menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah
internal finansial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya devidend
payout ratio semakin kecil akan merugikan investor tetapi internal financial
perusahaan semakin besar.
Pada rasio pembayaran deviden (Devidend Payout Ratio) adalah yang
menentukan jumlah laba dibagi dalam bentuk deviden kas dan laba yang ditahan
sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan
yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahaan berupa deviden kas.
Apabila laba perusahaan yang ditahan dalam jumlah yang besar, berarti laba yang
akan dibayarkan sebagai deviden menjadi lebih kecil.
Aspek yang terpenting dari kebijakan deviden adalah menentukan alokasi laba
yang sesuai diantara pembayaran laba sebagai deviden dengan laba yang ditahan
diperusahaan (Martono dan Harjito, 2004:253).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden Suatu Perusahaan.
Menurut Riyanto (1995:267), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
deviden suatu perusahaan dapatlah disebutkan antara lain sebagai berikut :
1) Posisi Likuiditas Perusahaan
Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor yang penting
yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan
14
besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh
karena deviden merupakan “cash outflow”, maka makin kuatnya posisi likuiditas
perusahaan, berarti makin besar kemampuannya untuk membayar deviden.
Pada perusahaan yang sedang tumbuh serta rendabel, mungkin tidak begitu
kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya tertanam dalam
aktiva tetap dan modal kerja dengan demikian kemampuannya untuk membayar
cash dividen pun sangat terbatas.
Dari uraian diatas dapatlah dikatakan bahwa makin kuat posisi likuiditas suatu
perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana diwaktu-waktu mendatang, makin
tinggi “devidend payout rationya”.
2) Kebutuhan Dana Untuk Membayar Utang
Suatu perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru
untuk membiayai perluasan perusahaan, sebelumnya harus sudah direncanakan
bagaimana caranya untuk membayar kembali utang tersebut.
Utang dapat dilunasi pada hari jatuhnya dengan mengganti utang tersebut
dengan utang baru (refunding of debt). Alternatif lain ialah perusahaan harus
menyediakan dana sendiri yang berasal dari keuntungan untuk melunasi utang
tersebut.
Perusahaan akan menetapkan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari
laba
ditahan,
berarti
perusahaan
harus
menahan
sebagian
besar
dari
pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti bahwa hanya sebagian
kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat dibayarkan sebagai deviden.
Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan devidend payout ratio yang
15
rendah. Kita sering melihat adanya klausul atau syarat yang bersifat “ protective”
dalam pinjaman obligasi atau bentuk pinjaman lainnya yang mengandung
pembatasan tentang pembayaran deviden.
Apabila ada klausal semacam itu dengan sendirinya akan berpengaruh
terhadap besarnya “devidend payout ratio-nya”.
3) Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan
akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Makin besar
kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya,
perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk menahan “earning-nya” daripada
dibayarkan sebagai deviden kepada para pemegang saham dengan mengingat
batasan-batasan biayanya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin
cepat tingkat pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin
besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari
pendapatan yang ditahan dalam perusahaan, yang ini berarti makin rendah
“devidend payout ratio-nya”.
Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa
sehingga perusahaan telah “well established”, dimana kebutuhan dananya dapat
dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern
lainnya, maka keadaanya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan
dapat menetapkan “devidend payout ratio” yang tinggi.
16
4) Pengawasan Terhadap Perusahaan
Variabel penting lainnya adalah “control” atau pengawasan terhadap
perusahaan. Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai
ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut
dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana
yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan “control” dari
kelompok dominan di dalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai
ekspansi dengan utang akan memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan
pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan “control”
terhadap perusahaan, berarti mengurangi “devidend payout ratio-nya”.
4. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Pembayaran Deviden (Devidend
Payout Ratio) adalah :
Menurut Wahyuni (2004), bahwa variabel yang mempengaruhi pembayaran
deviden adalah rasio investement opportunity set (IOS), yaitu : rasio market value
of equity to bookvalue of equity (MVE/BVE), rasio market value of asset to
bookvalue of easset (MVA/BVA). Menurut Ilyas dan Puspa (2004), bahwa
variabel yang mempengaruhi pembayaran deviden adalah rasio kinerja
perusahaan, yaitu : debt to equity ratio, return on assets, resiko pasar, kepemilikan
saham oleh institusional perusahaan, pertumbuhan penjualan perusahaan,
kepemilikan saham oleh manajerial, rasio harga pasar ekuitas terhadap nilai buku.
17
2.1.4 Pola Pembayaran Deviden
Ada berbagai pola pembayaran deviden yang dapat digunakan oleh emiten.
Riyanto (1995:269) mengungkapkan empat macam pola pembayaran deviden,
yaitu :
1. Kebijakan deviden yang stabil.
Kebijakan ini merupakan pola pembayaran deviden per lembar saham yang
dibayarkan dalam rupiah yang relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun
pendapatan per lembar saham per tahun berfluktuasi. Deviden yang stabil ini
dipertahankan untuk beberapa tahun dan kemudian apabila ternyata pendapatan
emiten meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut tampak mantap dan relatif
permanen, barulah besarnya deviden per lembar saham dinaikkan.
2. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah deviden minimal plus jumlah
ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal deviden per lembar saham
setiap tahunnya. Jika kondisi keuangan emiten lebih baik, emiten akan
membagikan deviden ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Sebaliknya, jika
kondisi keuangan memburuk lagi, maka dibayarkan deviden minimalnya saja.
Namun, jika deviden ekstra terus-menerus dibayarkan kepada investor, maka
tujuan pembagian dengan menggunakan pola ini tidak akan dicapai karena
investor cenderung mengharapkan deviden ekstra ini.
3. Kebijakan deviden dengan penetapan devidend payout ratio yang konstan.
Kebijakan deviden ini yang dipakai olah emiten, maka deviden akan
berfluktuasi seiring dengan berfluktuasinya laba emiten.
18
4. Kebijakan dividen yang fleksibel.
Pola pembayaran deviden seperti ini merupakan pola pembayaran deviden
yang besarnya disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial emiten setiap
tahun. Dari keempat pola pembayaran dividen, kebijakan deviden yang stabil
merupakan pola pembayaran yang paling banyak digunakan oleh emiten.
2.1.5 Rasio Profitabilitas
Menurut Sugiyarso dan Winarti (2005:118), bahwa rasio profitabilitas
menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan
penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Menurut Bambang Riyanto
(1995:331), rasio profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan hasil akhir dari
sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan (profit margin on sales, return
on assets, return on net worth dan lain sebagainya). Salah satu rasio profitabilitas
yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan suatu perusahaan adalah return
on assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva.
Menurut Riyanto (1995:336) return on assets (ROA) merupakan kemampuan dari
modal (modal sendiri dan modal ekstern) yang diinvestasikan dalam keseluruhan
aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto. Semakin tinggi return on assets
menunjukkan bahwa perusahaan telah menggunakan assetnya dengan efektif dan
efisien dalam rangka menghasilkan laba. Hal tersebut akan mendorong para
investor berusaha membeli saham perusahaan yang bersangkutan, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan return saham. Menurut Sartono (2001:123),
return on assets (ROA) dapat dihitung dengan rumus :
19
Return on assets (ROA) :
EAT
x 100%........................... ( 1 )
Total Aktiva
Dimana :
EAT : Earning After Tax (laba setelah pajak)
2.1.6 Rasio Leverage
Menurut Sugiyarso dan Winarni (2005:116), rasio leverage merupakan
penggunaan aktiva dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki beban tetap
dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Menurut
Riyanto (1995:331), rasio leverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk
mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Salah
satu rasio leverage adalah debt to equity ratio (DER). Debt to equity ratio (DER)
menunjukkan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan
untuk keseluruhan utang. Semakin tinggi debt to equity ratio maka menunjukkan
semakin besarnya modal pinjaman yang digunakan untuk pembiayaan aktiva
perusahaan.
Menurut Myers dalam Widanaputra (2003) berpendapat bahwa jika emiten
menginginkan suntikan dana baru dan tidak ingin harga sahamnya turun, maka
sebaiknya melakukan pandangan dengan cara hutang, sebab penerbitan saham
baru dapat menurunkan harga saham perusahaan. Dengan diperoleh tambahan
dana melalui hutang maka harga saham dalam operasional perusahaan
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan kreditur terhadap perusahaan tersebut
tinggi. Hal ini akan mendorong investor untuk menanamkan dananya pada
20
perusahaan tersebut. Menurut Riyanto (1995:333) rumus debt to equity ratio dapat
dihitung sebagai berikut :
Debt to equity ratio (DER) :
Total Utang
Total Modal Sendiri
(2)
2.1.7 Return Saham
1. Pengertian Return
Menurut Jogianto (2000:107), return merupakan hasil yang diperoleh dari
investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return
ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa
mendatang.
Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return
realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena
digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return histori ini
juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan
risiko di masa datang.
Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan
diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang
sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi.
Beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah return
total (total returns), relative return (return relative), kumulatif return (return
cumulative) dan return disesuaikan (adjusted return). Sedang rata-rata dari return
dapat dihitung berdasarkan rata-rata aritmatika (arithmetic mean) atau rata-rata
geometrik (geometric mean). Rata-rata geometrik banyak digunakan untuk
21
menghitung rata-rata return beberapa periode, misalnya untuk menghitung return
mingguan atau bulanan yang dihitung berdasarkan beberapa return harian secara
rata-rata geometrik. Untuk perhitungan return seperti ini, rata-rata geometrik lebih
tepat digunakan dibandingkan jika digunakan metode rata-rata aritmatika biasa.
Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu
periode yang tertentu. Return total sering disebut dengan return saja.
Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang
relatif dengan harga periode yang lalu.
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi
periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham biasa yang membagikan
deviden periodi sebesar Dt rupiah per-lembarnya, maka yield adalah sebesar
Dt/Pt-1 dan return total dapat dinyatakan sebagai berikut:
Return saham = Pt – Pt – 1 + Dt
Pt – 1
Pt – 1
Pt  Pt 1  D t
=
..............................................................................( 3 )
Pt  1
2. Variabel – Variabel yang Mempengaruhi Return Saham
Menurut Melantini (2004) variabel yang mempengaruhi return saham adalah
return on equity, rasio BOPO (biaya operasional yang dikeluarkan untuk
mewujudkan pendapatan operasional), loan to deposit ratio, earning per share.
Menurut Tanaya (2004) variabel yang mempengaruhi return saham adalah
current ratio, return on assets, debt to equity ratio. Sedangkan menurut Daniati
dan Suharini (2006) variabel yang mempengaruhi return saham adalah arus kas
dari aktivitas investasi, laba kotor dan ukuran perusahaan. Menurut
22
Lestari
(2005) variabel yang mempengaruhi return saham adalah varibel makro, yaitu
tingkat bunga jangka pendek, tingkat inflasi, perubahan tingkat kurs mata uang
domestik.
2.1.8 Hubungan Return on Assets (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER)
Terhadap Devidend Payout Ratio (DPR)
1. Hubungan Return on Assets (ROA) dengan Devidend Payout Ratio (DPR)
Return on assets (ROA) adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan
modal (modal sendiri dan modal ekstern) yang diinvestasikan dalam keseluruhan
aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto. Alasan dipilih return on assets
(ROA) sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi devidend payout ratio
(DPR), karena return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas
yang mampu meningkatkan pembayaran deviden. Dari aktiva yang diinvestasikan
tersebut jika dikelola dengan secara efisien maka investasi tersebut akan
menghasilkan keuntungan, dimana besarnya keuntungan yang diperoleh tersebut
akan meningkatkan rasio ini. Peningkatan rasio return on assets (ROA) ini akan
mendapatkan respon positif oleh investor, dan hal ini akan mempengaruhi
pembayaran deviden (devidend payout ratio). Apabila tingkat keuntungan yang
diperoleh perusahaan tinggi, maka pembayaran deviden juga semakin tinggi.
2. Hubungan Debt to Equity Ratio (DER) dengan Devidend Payout Ratio (DPR)
Debt to equity ratio (DER) merupakan kemampuan perusahaan, dimana modal
sendiri
dijadikan jaminan untuk
keseluruhan utang. Alasan dipilihnya
debt to equity ratio (DER) sebagai variabel yang mempengaruhi devidend payout
ratio (DPR) adalah karena rasio ini sangat mempengaruhi reaksi investor terhadap
pinjaman pihak luar yang dimiliki oleh perusahaan. Jika debt to equity ratio
23
(DER) semakin tinggi maka semakin besar modal pinjaman yang digunakan untuk
membiayai operasional perusahaan, dan akan mempengaruhi minat investor
terhadap saham perusahaan tersebut, karena investor lebih tertarik kepada
perusahaan yang tidak menanggung banyak beban hutang. Pengaruh langsung
yang diterima investor apabila rasio ini semakin tinggi adalah penurunan harga
saham yang menyebabkan keuntungan perusahaan menjadi turun dan pembayaran
deviden (devidend payout ratio) menjadi turun pula.
2.1.9 Hubungan Return on Assets (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER)
Pada Return Saham
1. Hubungan Return on Assets (ROA) pada Return Saham
Alasan return on assets (ROA) digunakan sebagai variabel yang
mempengaruhi return saham adalah, karena return on assets (ROA) merupakan
rasio yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan. Jika rasio ini semakin
tinggi maka perusahaan tersebut beroperasi secara efektif, dan hal ini akan
mempengaruhi peningkatan harga saham. Peningkatan rasio ini juga akan diminati
oleh investor, maka return saham perusahaan akan meningkat pula.
2. Hubungan Debt to Equity Ratio (DER) pada Return Saham
Alasan debt to equity ratio (DER) digunakan sebagai variabel yang
mempengaruhi return saham adalah, karena debt to equity ratio (DER)
menunjukan besarnya beban hutang yang ditanggung oleh perusahaan tersebut.
Jika beban hutang yang ditanggung perusahaan tersebut melebihi modal sendiri
yang dijadikan jaminan, maka harga saham perusahaan akan menurun dan return
saham yang diterima investor akan menurun pula.
24
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya sehubungan dengan pengaruh
ukuran kinerja keuangan dengan return saham dan devidend payout ratio yang
digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.
Widanaputra (2003), tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh dari free cash flows terhadap hubungan antara struktur modal
dan kebijakan deviden dengan return saham dari perusahaan yang terdaftar dalam
Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier
berganda, pemilihan sampel yang dilakukan dengan purposive sampling dan
menghasilkan 23 perusahaan yang membayarkan deviden untuk tiga tahun
berurut-turut dari 1998 – 2000. Hasil dari riset ini menunjukkan bahwa free cash
flows memiliki pengaruh yang signifikan pada hubungan antara kebijakan deviden
dengan return saham, namun free cash flow tidak memiliki pengaruh terhadap
hubungan antara struktur modal dengan return saham.
Kurniawan (2005), tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh dari free cash flows terhadap hubungan antara tingkat hutang
dan tingkat perputaran persediaan dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier
berganda dengan tingkat keyakinan 95 %. Pemilihan sampel yang dilakukan
dengan purposive sampling dan menghasilkan sampel sebanyak 32 perusahaan
yang sesuai dengan kriteria pemilihan sampel yang digunakan selama tiga tahun,
yaitu tahun 2001, 2002, 2003. Hasil dari penelitian ini menunjukkan free cash
flows mampu memoderasi hubungan antara debt to equity ratio dengan return
25
saham dan free cash flows tidak mampu memoderasi hubungan antara ITO
(tingkat perputaran persediaan) dengan return saham.
Saputra (2004), tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengaruh return on assets dan debt to equity ratio dengan return saham dan
mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap hubungan antara return on
assets dan debt to equity ratio dengan return saham. Penelitian ini menggunakan
teknik analisis regresi linier berganda, dengan tingkat keyakinan 95 %. Penelitian
sampel menggunakan metode purposive sampling dan menghasilkan sampel
sebanyak 122 perusahaan. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : return
on asset dan debt to equity ratio secara simultan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap return saham. Return on asset secara parsial memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Debt to equity ratio secara
parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Ukuran
perusahaan tidak mampu memoderasi hubungan antara return on assets dengan
return saham. Ukuran perusahaan tidak mampu memoderasi hubungan antara debt
to equity ratio dengan return saham.
Yuliastuti (2004), tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh kinerja keuangan (Return on Assets dan Earning Per Share)
terhadap return saham dan pengaruh devidend payout ratio terhadap hubungan
antara kinerja keuangan dengan return saham. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis regresi linier berganda dengan tingkat keyakinan 95 %. Pemilihan sampel
menggunakan metode purposive sampling dan menghasilkan sampel sebanyak 28
perusahaan. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : kinerja keuangan
26
(Return on Assets dan Earning Per Share) secara simultan berpengaruh terhadap
return saham. Return on assets secara parsial tidak berpengaruh terhadap return
saham. Earning per share (EPS) secara parsial berpengaruh terhadap return
saham. Devidend payout ratio (DPR) tidak mampu memoderasi return on assets
dengan return saham. Devidend payout ratio (DPR) tidak mampu memoderasi
earning per share (EPS) dengan return saham.
Negara (2004), tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
tingkat profitabilitas dan struktur modal terhadap return saham dan mengetahui
pengaruh volume perdagangan terhadap hubungan antara tingkat profitabilitas
dengan return saham. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis
regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Return on
assets dan total debt to total capital assets secara simultan tidak berpengaruh
terhadap return saham. Return on assets secara parsial berpengaruh terhadap
return saham. Total debt to total capital assets secara parsial berpengaruh
terhadap return saham. Volume perdagangan mampu memoderasi return on
assets dengan return saham.
Kresna (2004), tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengaruh kinerja keuangan (Earning Per Share dan Operating Profit Margin) dan
untuk mengetahui pengaruh devidend payout ratio terhadap hubungan antara
kinerja keuangan dengan return saham. Teknik analisis yang digunakan adalah
teknik analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut : kinerja keuangan (Earning Per Share dan Operating Profit Margin)
secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Earning per share dan
27
operating profit margin secara parsial berpengaruh terhadap return saham.
Devidend payout ratio (DPR) tidak mampu memoderasi earning per share dengan
return saham. Devidend payout ratio (DPR) tidak mampu memoderasi operating
profit margin dengan return saham.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan
(2005), Widanaputra (2003), dan Negara (2004) adalah penggunaan return saham
sebagai variabel dependen. Perbedaannya adalah variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah return on assets dan debt to equity ratio,
sedangkan variabel pemoderasi yang digunakan adalah devidend payout ratio.
Persamaaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2004)
adalah penggunaan penggunaan return saham sebagai variabel dependen dan
return on assets dan debt to equity ratio sebagai variabel independen, sedangkan
perbedaannya adalah penelitian ini menggunakan devidend payout ratio sebagai
variabel moderasi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yuliastuti (2004) dan Kresna (2004) adalah penggunaan
return saham
sebagai variabel dependen dan devidend payout ratio sebagai variabel moderasi,
sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini menggunakan return on assets dan
debt to equity ratio sebagai variabel independen.
2.3 Hipotesis
Return on assets adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan
keseluruhan modal (modal sendiri dan modal ekstern) yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Saputra (2004) dan Negara (2004) menyimpulkan bahwa
28
rasio profitabilitas yaitu return on assets (ROA) mempunyai pengaruh positif
pada return saham. Bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan
Yuliastuti (2004) dan Artharini (2003)
menyatakan return on assets (ROA)
memiliki pengaruh negatif pada return saham.
Devidend payout ratio (DPR) menurut Gitosudarmo (1993 : 244 ) adalah
perbandingan antara deviden yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan
dan disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi devidend payout ratio
akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan
memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Penelitian
yang dilakukan Easterbrook (1984), Suranta (2002), dan Midiastuty (2003) dalam
Ilyas dan Puspa (2004 :16) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
profitabilitas tinggi (return on assets) yang cukup tinggi akan membayarkan
deviden dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini disebabkan peningkatan
pembayaran deviden yang bersumber dari peningkatan profitabilitas merupakan
subjek monotoring yang dilakukan oleh para pelaku pasar dan ditujukan untuk
mengurangi free cash flow (De Jong, 1999 dalam Ilyas dan Puspa, 2004 : 16).
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis pertama yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1:Devidend payout ratio (DPR) berpengaruh terhadap hubungan antara
return on assets (ROA) dan return saham.
Penelitian mengenai rasio leverage yaitu debt to equity ratio (DER) dilakukan
oleh Weston (1963) dan Barges (1963) dalam Napa (1999) dalam Widanaputra
(2003 : 10) menyatakan debt to equity ratio (DER) berpengaruh positif pada
return saham. Sedangkan penelitian yang dilakukan Saputra (2004) debt to equity
29
ratio (DER) memiliki pengaruh negatif pada return saham. Menurut Sartono
(2001:121) perusahaan yang menggunakan hutang, apabila perusahaan tersebut
mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik
perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang meningkat.
Penelitian yang dilakukan Gaver dan Gaver (1993) dalam Wahyuni
(2004 : 17) yang menemukan bukti bahwa perusahaan yang mempunyai debt to
equity ratio (DER) yang rendah akan memiliki kebijakan deviden yang rendah,
juga penelitian Kim (1982) dalam Wahyuni (2004 : 17) yaitu bahwa perusahaan
yang mempunyai leverage yang kecil akan cenderung mengurangi risiko
usahanya
(resiko yang tidak sistematik) dalam bentuk
pembayaran deviden yang tinggi. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis kedua
yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H2:Devidend payout ratio (DPR) berpengaruh terhadap hubungan antara debt
to equity ratio (DER) dan return saham.
30
Download