Teater Topeng Blantek Betawi Karya Ilmiah Agatha Christie K.D Perkenalkan nama saya Agatha Dumatubun mahasiswi jurusan performing arts communication. Saya akan menuliskan penelitian yang berjudul Bentuk Komunikasi Non Verbal pada Peran si Jantuk dalam Teater Topeng Blantek Betawi. Dilihat dari judul tersebut maka saya akan memulainya dari pembahasan Komunikasi Non Verbal, Peran si Jantuk, Teater Topeng Blantek Betawi. Yang pertama adalah Komunikasi Non Verbal dengan mengambil 9 klasisfikasi yang ada pada buku ilmu pengantar komunikasi bapak Mulyana tahun 2007. Bahasa tubuh Sentuhan Parabahasa (vocal) Penampilan fisik Bau-bauan Orientasi ruang dan jarak Konsep waktu Warna Artefak Klasifikasi yang saya teliti meliputi penampilan fisik dan artefaknya. Peran Si Jantuk Jantuk adalah nama dari sebuah topeng. Asal mula nama topeng Jantuk adalah sebutan nama panggilan dari bocah angon asli Betawi. Bocah angon adalah anak kecil pengembala atau anak desa. Topeng ini lalu diberikan peran oleh sutradara. Peran yang diberikan bernama Si Jantuk mengikuti nama topengnya. Dalam teater topeng Blantek peran si Jantuk dimasukan sebagai tokoh utama. Peran Si Jantuk sendiri biasanya diperankan oleh pria usia paruh bayah yang memiliki istri dengan nama panggilan mak jantuk. Teater Topeng Blantek Teater Topeng Blantek masih merupakan turunan dari teater Topeng Betawi. Dalam artikel dari lembaga kebudayaan betawi menyatakan bahwa Topeng Blantek sendiri sebenarnya belum diketahui pasti siapa yang membawanya pertama kali. Pada tahun 1930 salah satu tokoh yang merupakan seniman betawi bernama bapak Nasir Boya memimpin perkumpulan Blantek di cijantung dan sudah menampilkan seni pertunjukan teater Topeng Blantek ini. Dalam artikel Lembaga Kebudayaan Betawi oleh Bapak Drs. Yahya Andi Saputra selaku ketua dari lembaga kebudayaan betawi menyatakan bahwa menurut sastrawan SM. Ardan munculnya Blantek karena keisengan bocah angon yang sedang istirahat dengan bermain topeng, lalu sundung dijadikan pembatas, bocah angon mengiringinya dengan tabuhan musik yang ada disekitar mereka seperti kaleng bekas, parang, batu-batuan dikarenakan ada bunyi-bunyian “blentang-blanteng” maka lahirlah istilah Blantek. Dalam teater Topeng Blantek setting yang digunakan sangat sederhana yakni tiidak memakai panggung, tanah lapang dijadikan tempat beraksi, gerobak kostum ditaruh di tengah arena dan sundung sebagai pembatas antara pemain dan penonton, obor sebagai penerang. Pada awalnya teater Topeng Blantek tidak memakai pengiring musik, tetapi seiring perkembangan zaman teater Topeng Blantek menggunakan satu rebana biang, dua rebana anak, dan satu perkusi. Pada masa persebarannya dipopulerkan oleh Leh Bokir. Dan sekarang Sanggar Fajar Ibnu Sena milik Bapak Nasir Mupid masih sering menampilkan teater Topeng Blantek Betawi dengan cerita yang telah dikembangkannya, tetapi faktor usia dan keuangan menjadi kendala beliau dalam meneruskan peran Si Jantuk. Yang menjadikan penelitian ini menarik adalah fakta bahwa tidak adanya penerus yang benar-benar dapat memainkan Peran Si Jantuk keseluruhan, sehingga kesenian teater Topeng Blantek terancam Punah. Jadi Rumusan masalahnya adalah “ Bagaimana Bentuk Komunikasi Non Verbal pada Peran si Jantuk dalam Teater Topeng Blantek Betawi?” Dengan tujuan penelitian untuk menganalisa macam bentuk dan makna komunikasi non verbal pada peran si Jantuk dalam teater Topeng Blantek Betawi, khusunya penampilan fisik dan artefak. Landasan teorinya Teori Komunikasi Non Verbal dalam buku Mulyana tahun 2007, menjelaskan bahwa pesan komunikasi non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata yang dihasilkan oleh individu. Hal itu terjadi secara sengaja dan tidak sengaja memiliki makna yang berbeda bagi semua orang. Kemudian akan dijelaskan lebih lanjut pada penampilan fisik dan artefaknya. Masuk pada Metodologi penelitiannya adalah 1. Metodologi Penelitian dengan Kualitatif 2. Pengumpulan Data dengan Wawancara 3. Fokus Penelitian dengan Elemen & Evidensi 4. Teknik Analisis Data dengan Data Primer (Interview) & Data Sekunder (Studi Dokumen) 5. Teknik Analisis Data dengan Analisa Deskriptif Jadi yang akan saya anlisa dari bentuk dan makna komunikasi non verbal adalah penampilan fisik yang terdiri dari busana, karakteristik fisik, dan status social, serta artefak yang terdiri dari objek berupa sundang dan obor. Ini Adalah pemeran Si Jantuk yang dimainkan dalam teater topeng Blantek Betawi. Bentuk Komunikasi non verbal Busana adalah baju koko warna hitam, celana pangsih warna hitam, dan sarung yang diletakan dibahu. Baju koko dan celana pasngih yang dipakai Jantuk bermakna seorang pria yang kuat dan bisa bela diri (pencak silat). Sejarhanya bada abad 13 para pria Betawi yang mengenakan pakaian tersebut adalah pria Betawi jago dalam bela diri dan merupakan para jawara-jawara Betawi. Warna hitam dalam busana menggambarkan bahwa Jantuk adalah pria yang tegas dan berkemauan kuat. Sarung bermakna pada nilai-nilai agama Islam, karena masyarakat Betawi banyak yang menganut agama Islam. Penggunaan Sarung pada abad 13 digunakan sebagai alat untuk solat dan senjata dalam pencak silat. Karakteristik Fisik dilihat dari warna kulit pria betawi yang hitam-kecokelatan, berambut lurus, berbadan bungkuk. Kemudia pemakaian topeng Jantuk dengan ciri fisik : jenong, mata sipit, gigi tonggos, dan warna topeng hitam. Karakteristik fisik pada Si Jantuk merepresentasikan Pria Betawi pada umunya dengan warna kulit tersebut dan berambut lurus. Dilihat dari sejarahnya karena adanya perkawinan antar etnis. Topeng Si Jantuk yang berwarna hitam bermakna kekuatan, emosi sesuai dengan karakter yang diciptakan pada peran si Jantuk. Mata sipit dan pipi tembem merepresentasikan pria Betawi campuran etnis Cina. Gigi Tonggos bermakna bahwa Jantuk adalah orang yang humoris dan sadar akan kekurangannya, hal ini dapat dilihat dari cara bicaranya dan badannya yang bungkuk. Status social si Jantuk adalah pria usia 40-an atau paruh baya, asli suku Betawi dan kehidupannya adalah keluarga sederhana di pinggiran kota.berdasarkan sejarahnya peran si Jantuk diciptakan pada zaman penjajahan Belanda untuk menyuarakan keadilan masyarakat Betawi pada masa penguasaan VOC dan tuan tanah. Kemudia bentuk dan makna komunikasi nonverbal pada artefaknya adalah pertama sundung yang terdiri tida buah, terbuat dari bamboo dan digunakan sebagai pengangkat sayur-sayuran, kayu bakar dan rumput untuk ternak. Sundung bermakna perjuangan masyarakat Betawi karena dalam menafkahkan kehidupannya mereka menggunakan sundung. Dalam teater sundung bermakna sebagai pembatas antara penonton dan pemain, pemusik dan pemain juga sebagai alur keluar-masuknya para pemain ke arena. Kedua Obor terbuat dari bamboo, berukuran diameter 20 cm, ada yang membuatnya bentuk tabung panjang da nada juga yang membuatnya bentuk tabung pendek. Memiliki satu sumbu kecil. Obor bermakna perjuangan masyarakat Betawi sebagai penerang atau lampu dan pada zaman perang obor digunakan juga sebagai penerang saat mereka akan menyerang penjajah. Obor dalam teater ini bermakna ruang dan waktu yang memisahkan waktu antara pagi ke malam serta jarak tempuh ke suatu tempat. Saat obor di bawa oleh Jantuk dan dinyalakan menandakan teater akan dimulai di pagi hari. Obor adalah matahari. Dan bila nyala sumbu dimatikan tandanya memasuki malam hari atau matahari terbenanm. Bila pemain mengelilingi obor sekali tandanya jarak tempuh dekat, bila mengelilingi obor dua kali tandanya jawak tempu jauh. Simpulan dari penelitian saya adalah bahwa sudah menggambarkan adanya bentuk dan makna komunikasi non verbal pada peran Si Jantuk dalam teater Topeng Blantek Betawi. Oleh karena itu saya berharap peneliti selanjutnya dapat meneliti suatu peran dalam teater yang dilihat dari klasifikasi point-pint selain penampilan fisik dan artefak. Serta dari segi fungsi komunikasi non verbalnya. Saran Praktis saya adalah diharapkan Peran Si Jantuk dapat dikembangkan ke generasi penerus dari para seniman suku Betawi, dapat melakukan kegiatan serupa festival dan perlombaan guna menghidupkan kembali kesenian Betawi dan Pemerintah daerah DKI Jakarta serta Menteri Pendidikan untuk dapat memasukan kesenian Betawi sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang seni teater di sekolah tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK.