BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anak merupakan anugerah, karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya (Ramdaniati, 2011). Tingkah laku anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses perkembangannya (Wong, 2008). Pada anak usia sekolah secara umum aktivitas fisik pada anak semakin tinggi sehingga anak sangat rentan untuk terkena penyakit yang bisa mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit maka orang tua akan segera membawanya ke pelayanan kesehatan, dan seringkali anak harus dirawat untuk proses penyembuhannya (Wong, 2008). Perawatan anak sakit selama dirawat di rumah sakit atau hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena alasan darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Lingkungan rumah sakit dapat menimbulkan trauma bagi anak seperti lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih yang dikenakan perawat. Dengan adanya stressor tersebut, anak 1 Universitas Sumatera Utara 2 dapat mengalami distress seperti gangguan tidur, pembatasan aktivitas, distress psikologis yang mencakup marah, takut, sedih, dan rasa bersalah (Wong, 2008). Kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kebingungan, kekhawatiran pada suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya juga merupakan kecemasan. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal (Suliswati, 2005). Kecemasan salah satu masalah yang sering muncul pada anak yang dilakukan perawatan di rumah sakit (Wong, 2003). Penelitian Isle of Wight yang dilaporkan oleh Rutter dan kawan-kawan menemukan prevalensi gangguan kecemasan adalah 6,8%. Bernstein dan Garfinkel menunjukkan70% anak menderita depresi, 60% menderita gangguan kecemasan terutama gangguan kecemasan karena perpisahan, dan 50% menderita depresi maupun kecemasan (Nelson, 1999). Asuhan keperawatan anak umumnya memerlukan tindakan invasif. Prosedur invasif juga merupakan salah satu faktor situasional yang berhubungan dengan kecemasan (Carpenito, 1998 dalam Bolin 2011). Tindakan invasif merupakan tindakan medis keperawatan berupa memasukkan atau melukai jaringan yang dimasukkan melalui organ tubuh tertentu (Hinchliff, 1999 dalam Bolin 2011). American Heart Association (AHA) tahun 2003 menyebutkan, anakanak sangat rentan terhadap stress yang berhubungan dengan prosedur tindakan Universitas Sumatera Utara 3 invasif. Contoh tindakan invasif sederhana yang sering dilakukan pada anak adalah pemasangan infus (Nelson, 1999) Terapi intravena (IV) merupakan teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui IV (Hindley, 2004 dalam Irawati 2014). Pemasangan infus berdasarkan rekomendasi dari The Infusion Nursing Standars of Practice dapat dipertahankan selama 72 jam setelah pemasangan sedangkan dari The Center Of Disease Control (CDC), menganjurkan bahwa infus harus dipindahkan setiap 72-96 jam (Alexander et al, 2010 dalam Irawati, 2014). Pemasangan infus tentu saja akan menimbulkan nyeri dan rasa sakit pada anak. Pemasangan infus biasanya bisa dilakukan berkali-kali pada anak selama anak dalam masa perawatan. Ini disebabkan karena anak cenderung tidak bisa tenang sehingga infus yang sedang terpasang bisa macet, aboket bengkok, patah atau bahkan terlepas.Akibatnya anak akan dilakukan pemasangan infus berulang kali dan pastinya anak juga akan merasakan nyeri setiap kali penusukan. Hal ini tentunya juga akan menimbulkan trauma pada anak sehingga anak akan mengalami kecemasan dan stress (Nelson, 1999). Meeriam-Webster, 2010 dalam Widodo 2011 mendefinisikan guided imagery sebagai salah satu dari berbagai teknik (sebagai rangkaian kata-kata sugesti) yang digunakan untuk menuntun orang lain atau diri sendiri dalam membayangkan sensasi dan terutama dalam memvisualisasikan gambar dalam pikiran untuk membawa respon fisik yang diinginkan (sebagai pengurang stres, kecemasan, dan sakit). Universitas Sumatera Utara 4 Pelaksanaan guided imagery biasanya dimulai dengan relaksasi dengan beberapa kali napas dalam sehingga tubuh merasakan santai, kemudian mulai memvisualisasikan hal yang menyenangkan (Hart, 2008). Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadaan relaksasi psikologis dan fisiologis untuk meningkatkan perubahan yang baik bagi tubuh. Guided imagery dapat berfungsi sebagai pengalih perhatian dari stimulus yang menyakitkan dengan demikian dapat mengurangi respon nyeri dan kecemasan (Jacobson, 2006). Penelitian yang terkait dengan efektivitas guided imagery pada anak telah dilakukan Ball, Shapiro, dan Monheim (2003) yang menguji efektivitas guided imagery pada anak yang mengalami nyeri abdomen berulang. Pada penelitian ini 22 anak yang berusia 5-18 tahun secara random hanya diberikan latihan nafas dalam saja (10 anak) dan diberikan guided imagery (7 anak) sedangkan 5 anak drop out dari penelitian. Anak diberikan guided imagery 4 kali dalam seminggu selama 50 menit tiap sesi. Kejadian nyeri dicatat secara komplit selama 2 bulan. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak yang diberikan guided imagery lebih rendah 67 % kejadian nyeri abdomennya dibandingkan dengan yang hanya diberikan nafas dalam saja. Penelitian Widodo, (2011) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh guided imagery terhadap tingkat nyeri anak usia 7-13 tahun saat pemasangan infus di RSUD Kota Semarang meneliti 56 anak yang berusia 7-13 tahun yang akan dipasang infus yang diambil semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Diperoleh hasil penelitian ada pengaruh pemberian guided imagery terhadap tingkat nyeri. Anak Universitas Sumatera Utara 5 yang diberikan guided imagery tingkat nyerinya 60 % lebih rendah dibanding dengan anak yang tidak diberikan guided imagery. Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan merupakan salah satu rumah sakit rujukan di kota Medan yang memberikan pelayanan keperawatan anak, dari hasil wawancara pada salah satu perawat yang sedang bertugas di ruang rawat III diperoleh bahwa belum ada diterapkan guided imagery pada pemasangan infus. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD dr.Pirngadi Medan. 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan. 1.3 Pertanyaan penelitian Bagaimana pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan? 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Universitas Sumatera Utara 6 1.4.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik responden anak usia sekolah 2. Mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah yang diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus RSUD Dr.Pirngadi Medan 3. Mengidentifikasi kecemasan anak usia sekolah yang tidak diberikan teknik guided imagery pada pemasangan infus di RSUD Dr.Pirngadi Medan 4. Untuk membandingkan kecemasan anak usia sekolah yang diberikan teknik guided imagery dengan yang tidak diberikan teknik guided imagery di RSUD Dr.Pirngadi Medan. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Pendidikan Keperawatan Memberikan informasi atau mensosialisasikan kepada peserta didik di institusi pendidikan keperawatan tentang pengaruh teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah di RSUD Dr.Pirngadi Medan. 1.5.2 Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti nyata akan efek teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan sehingga dapat dijadikan sebagai suatu intervensi keperawatan untuk menurunkan kecemasan anak usia sekolah pada pemasangan infus. Universitas Sumatera Utara 7 1.5.3 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk peneliti selanjutnya dan untuk menambah literatur tentang teknik guided imagery pada pemasangan infus terhadap kecemasan anak usia sekolah. Universitas Sumatera Utara