Bab 8 2008gba

advertisement
8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI
8.1. Pembahasan Umum
Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru,
tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman
turun temurun. Pemanfaatan suatu material sebagai bahan bangunan pada dasarnya
harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman selama masa pemakaiannya. Oleh
karena itu, suatu bahan bangunan harus cukup kuat, awet dan kaku. Nilai kekuatan,
keawetan dan kekakuan yang harus dipenuhi sangat tergantung pada bangunan yang
akan dibuat. Kebutuhan bahan untuk jembatan akan berbeda dengan kebutuhan bahan
untuk pembuatan bendungan, kebutuhan bahan untuk lantai berbeda dengan
kebutuhan bahan untuk dinding. Pemanfaatan suatu bahan untuk konstruksi sangat
tergantung pada sifat fisik dan mekanik bahan itu sendiri. Selain itu, cara pengerjaan
juga menjadi salah satu faktor pemilihan bahan. Sebagai contoh, beton walaupun
massa jenisnya besar dan kuat tariknya kecil, banyak digunakan pada berbagai bagian
dan bentuk bangunan, karena beton dapat dengan mudah disesuaikan bentuk serta
kekuatannya melalui proses pembuatannya.
Di tengah isu go green, pemanfaatan semen sebagai salah satu bahan
penyusun beton disarankan untuk dikurangi, karena proses produksi yang kurang
ramah lingkungan. Pemanfaatan bahan bangunan ramah lingkungan harus mulai
digalakkan. Bambu merupakan salah satu bahan yang ramah lingkungan. Jika kayu
cepat tumbuh untuk konstruksi dihasilkan setelah ditanam lebih dari sepuluh tahun,
bambu dapat diperoleh dalam waktu 3 – 5 tahun setelah penanaman. Selain itu, kayu
setelah ditebang harus ditanam benih baru untuk dapat menghasil kayu berikutnya.
Pada tanaman bambu, dengan pemanenan yang terencana, rumpun bambu dapat terus
menerus menghasilkan buluh, walaupun buluh-buluh yang cukup tua sudah dipanen.
Walaupun begitu, tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan. Dari sekitar 1200 jenis bambu yang ada, menurut Widjaja (2001), di
Indonesia diketahui dan sudah terdata sekitar 143 jenis. Sebagai bahan alami, sifat
fisik dan mekanik bambu tidak seragam, baik karena pengaruh jenis, tempat tumbuh
maupun umur. Dari jenis-jenis tersebut ada beberapa jenis bambu yang biasa
digunakan untuk konstruksi dan sudah diteliti diantaranya: bambu tali (Gigantochloa
apus Kurz), bambu petung (Dendrocalamus asper), bambu hitam (Gigantochloa
atroviolacea Widjaya), bambu gombong (Gigantochloa pseudoarundinacea Widjaya)
dan bambu duri (Bambusa blumeana Schultes).
Sebagai bahan alami, sifat fisik dan mekanik bambu tidak seragam, baik
karena pengaruh jenis, tempat tumbuh, umur maupun posisi dalam batang.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan (Dransfield dan Wijaya, 1995;
Nuryatin, 2000; Morisco, 2005)
terhadap beberapa jenis bambu di Indonesia
diketahui bahwa kekuatan tarik bambu cukup tinggi, sementara kuat gesernya sangat
rendah. Kuat geser bambu yang sangat kecil, hanya 5 %, jika dibandingkan terhadap
kuat tariknya menimbulkan masalah dalam pengujian sampel tarik. Sampel uji tarik
harus dibuat sepanjang mungkin, sementara daerah kritis harus dibuat sekecil
mungkin agar kerusakan sampel terjadi pada daerah kritis akibat tegangan tarik. Jika
sampel yang dibuat kurang panjang atau daerah kritis terlalu besar, maka kerusakan
yang terjadi bukan akibat tegangan tarik, tetapi akibat tegangan geser. Standar
pengujian sifat dasar bambu selama ini belum ada, sehingga pengujian bambu pada
umumnya dilakukan dengan mengacu pada standar pengujian kayu yang dimodifikasi.
Pada tahun 2004, ISO menetapkan standar pengujian sifat fisik dan mekanik bambu,
yaitu ISO 22157-2004, yang kemudian digunakan dalam penelitian sifat dasar bambu
tali pada penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan dengan mengambil contoh uji
bambu tali yang berasal dari daerah Depok, Bogor, didapatkan kuat tarik 57 MPa,
kuat tekan 12,7 MPa, kuat geser 2,5 MPa dan modulus elastisitas 8.300 MPa.
Dalam pemanfaatan buluh bambu sebagai bahan bangunan, nilai kuat tarik,
kuat tekan dan modulus elastis saja masih belum mencukupi, karena dalam
pemanfaatan bambu dalam konstruksi akan terjadi batang tekan. Jika suatu batang
langsing menerima beban tekan, maka harus diperhitungkan kemungkinan terjadinya
tekuk. Perilaku tekuk suatu batang tekan sangat tergantung pada kuat tekan dan
bentuk penampang batang tersebut. Bambu mempunyai bentuk yang sangat spesifik
yaitu menyerupai silinder berdinding tipis yang agak tirus dengan buku-buku yang
jaraknya tidak seragam. Untuk mengetahui perilaku tekuk bambu tali, maka dilakukan
penelitian secara empiris yang memberikan hasil berupa hubungan antara nilai
tegangan kritis (y) terhadap kelangsingan (x) berupa fungsi: y = -7,9 . Ln (x) + 60.
Hubungan ini menunjukkan bahwa makin langsing suatu batang tekan, maka besarnya
tegangan tekan yang dapat diterima akan makin kecil.
Bentuk bambu yang berupa tabung dengan kuat tarik, kuat tekan
dan
elastisitas yang cukup baik dengan massa jenis yang kecil serta kelurusan yang
88
terbatas cocok digunakan sebagai bahan dalam pembuatan konstruksi rangka batang
ruang. Konstruksi ini pada umumnya dimanfaatkan untuk rangka atap. Sebagai
konstruksi rangka batang, konstruksi ini disusun dari komponen-komponen yang
relatif pendek yang menerima beban tarik atau tekan, tanpa momen. Komponenkomponen ini dihubungkan secara sendi, hingga menjadi konstruksi rangka batang.
Masalah yang timbul kemudian adalah bahwa selama ini belum ada sambungan yang
dapat menerima tarik dan tekan dengan baik serta dapat dianalisa kekuatannya.
Mengingat kecilnya tegangan geser, maka harus diingat agar sedapat mungkin
menghindari terjadinya pelemahan pada buluh bambu sebagai akibat adanya lubang
pada dinding bambu. Selain itu bambu dengan kuat tarik yang besar dengan kerapatan
yang rendah membuat bambu sebagai bahan bangunan yang cukup baik dalam
menahan beban gempa.
Bambu sebagai bahan bangunan, terutama jika digunakan dalam bentuk buluh
akan memberikan nilai estetika tersendiri. Ini dapat dilihat dari banyaknya
pemanfaatan konstruksi bambu yang dikembangkan, bukan hanya di Indonesia, tetapi
juga di Eropa, seperti Jerman yang harus mendatangkan bambu dari negara lain.
Pemanfaatan bambu dalam bentuk buluh selain memberikan keindahan, juga
menimbulkan masalah terutama dalam pembuatan sambungan. Selama ini sambungan
bambu yang dibuat kekuatannya tidak dapat dianalisa secara mekanika. Dalam suatu
struktur, sambungan memegang peran yang penting, karena jika salah satu sambungan
saja tidak dapat menerima dan/atau meneruskan beban yanag timbul, maka akan
mengakibatkan kegagalan pada seluruh struktur. Bentuk bambu yang berupa silinder
berlubang dengan jarak buku yang tidak seragam, menimbulkan masalah tersendiri
dalam pembuatan sambungan.
Sambungan dirancang dengan menggunakan baut dan pasak kayu yang
direkatkan ke dinding sebelah dalam buluh yang kemudian diberi klem besi pada
bagian luar buluh. Untuk menghantarkan gaya tekan dan gaya tarik digunakan dua
buah ring besi. Sambungan ini terbukti dapat menerima gaya tarik dan tekan dengan
baik. Pengujian terhadap sampel yang menggunakan buluh bambu berdiameter sekitar
4 cm memperoleh nilai rata-rata kuat tekan 2.776 kg dan kuat tarik 1.284 kg. Nilai ini
lebih besar jika dibandingkan dengan perhitungan analitis yang memperoleh nilai kuat
tekan 581 kg dan kuat tarik 1.177 kg. Hal ini berarti bahwa perhitungan analisa yang
dilakukan dapat memberikan informasi dan prediksi kekuatan komponen.
89
Berdasarkan analisa terhadap beberapa model struktur rangka batang ruang
untuk rangka atap sederhana diperoleh hasil bahwa komponen yang dirancang dengan
bambu berdiameter 4- 4,5 cm dapat diterapkan pada rangka atap berukuran 4 m x 4 m
untuk komponen yang panjangnya 1 m dan rangka atap 3,75 m x 5 m untuk
komponen 1,25 m dengan empat tumpuan. Untuk rangka atap 3 m x 4 m dengan
tumpuan pada satu bidang, penggunaan bambu tali berdiameter 4 – 4,5 cm saja tidak
cukup. Untuk batang-batang yang menerima gaya tekan besar harus memanfaatkan
komponen yang berdiameter 6 cm. Analisa struktur dapat dilakukan dengan
mengembangkan rangka atap yang berukuran lebih besar untuk mencari ukuran
maksimum rangka atap yang dapat dibangun dengan bambu berdiameter 4 cm serta
bambu berdiameter 6 cm. Selain itu perlu juga dilakukan perhitungan analitis untuk
pemanfaatan rangka batang ruang sebagai modul yang dapat diperluas, misalnya
dengan membangun model struktur rangka atap berukuran 6 m x 6 m dengan 9
tumpuan atau bahkan 12 m x 12 m dengan 25 tumpuan. Hal ini mengingat struktur
yang dibuat dapat dijadikan sebagai rangka batang ruang yang dapat dibongkarpasang (knocked down).
Penelitian lanjut dapat dilakukan terhadap sifat fisik dan mekanik jenis- jenis
bambu lain yang berdiameter lebih besar dan biasa digunakan untuk konstruksi,
seperti bambu betung (Dendrocalamus asper Schult.) dan bambu andong
(Gigantochloa verticillata Wild) untuk dimanfaatkan sebagai komponen rangka
batang ruang. Dengan diameter bambu yang relatif lebih besar diharapkan dapat
dibuat struktur rangka batang ruang dengan bentang yang lebih besar.
Dengan mengangap bahwa komponen rangka batang ruang hanya menerima
gaya aksial tekan dan tarik saja, maka dalam perhitungan diasumsikan bahwa bambu
merupakan bahan isotropis, walaupun pada dasarnya bambu merupakan bahan
anisotropis. Untuk mengembangkan penelitian yang lebih detail dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut, baik tentang sifat dasar maupun aplikasinya dalam struktur.
Dalam pemanfaatan SNI terjadi kendala mengingat bahwa gaya yang bekerja
dinyatakan dalam satuan kg, sementara dalam kekuatan bahan pada umumnya sudah
mengacu pada ketetapan internasional tentang satuan internasional (SI) yang
menyatakan kuatan suatu bahan dinyatakan dalam MPa yang sama dengan Newton
per m2. Satuan gaya yang sesuai untuk itu harus dinyatakan dalan Newton (N) dan
bukan dalam kg. Satuan kg yang dipergunakan dalam SNI sebagai satuan beban
(gaya) dalam SI merupakan satuan massa.
90
Bambu sebagai bahan bangunan anisotropis yang sangat kompleks. Jika
kayu dapat didekati secara orthotropis, bambu mempunyai sifat sangat tidak seragam
dan sulit didekati secara orthotropis. Dalam arah radial bambu, bambu secara umum
lebih kuat di daerah kulit dan terus menurus ke arah dalam. Tebal dinding bambu
yang relatif tipis mempersulit pembuatan sampel. Dalam arah longitudinal, sifat fisik
bambu tidak hanya dipengaruhi oleh posisi: pangkal, tengah dan ujung, tetapi lebih
dipengaruhi oleh keberadaan buku.
8.2. Rekomendasi
Bentuk bambu yang berupa tabung dengan diameter yang beragam, selama
ini dianggap sebagai hambatan dalam pemanfaatannya terutama dalam bidang
konstruksi. Bentuk bambu yang spesifik hendaknya dapat dijadikan tantangan untuk
pengembangan konstruksi yang ramah lingkungan. Masyarakat Indonesia, khususnya
peneliti bidang konstruksi harus mulai memanfaatkan peluang tersedianya bambu
yang melimpah untuk memberikan nilai tambah pada bambu bukan hanya sebagai
bahan bangunan sementara seperti steger saja.
Di Indonesia diketahui tumbuh berbagai jenis bambu, baik yang sudah
diidentifikasi maupun belum. Untuk mengoptimalkan penggunaan bambu, maka perlu
dilakukan penelitian terhadap sifat fisik dan mekanik jenis-jenis bambu lain, termasuk
perilaku tekuk buluhnya. Dengan banyaknya data tentang berbagai jenis bambu, maka
akan terlihat jenis-jenis bambu yang potensial untuk berbagai kebutuhan dalam
konstruksi. Selain itu perlu dikembangkan bentuk-bentuk sambungan yang dapat
menahan gaya, terutama gaya tarik dengan
lebih baik dan kekuatannya dapat
diperhitungkan secara mekanika.
Dalam pemanfaatan bambu untuk konstruksi, sekalipun menggunakan
bambu tali yang relatif lebih awet dibandingkan dengan bambu jenis lain, disarankan
untuk menggunakan bambu yang telah diawetkan terlebih dahulu. Dengan
penggunaan bambu yang telah diawetkan, konstruksi yang dibuat menjadi lebih aman
dengan masa penggunaan yang relatif lebih lama. Selain itu, perlu dilakukan finishing
agar bambu dapat tampil lebih indah serta lebih tahan terhadap perubahan
kelembaban udara.
Langkah pertama dalam pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi
adalah pemilahan. Bambu akan mempunyai sifat fisik dan mekanik yang baik jika
91
sudah berumur 3 tahun atau lebih. Dalam pemilahan bambu, khususnya untuk
pemakaiannya sebagai komponen pada struktur rangka batang ruang yang menerima
gaya tarik dan tekan, maka diperlukan bambu yang relatif lurus. Bambu yang tidak
lurus akan lebih cepat gagal dalam menerima gaya tekan.
Mengingat bambu merupakan bahan bangunan anisotropis yang sangat
kompleks, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang lebih mendetail
mengenai sifat fisik dan mekanik bambu. Salah satunya adalah MOE bambu.
Mengingat perbedaan kuat tarik dan kuat tekan bambu yang cukup besar diperkirakan
nilai MOE tarik akan berbeda dengan MOE tekan. Selain itu penelitian terhadap
bilangan poisson (υ) perlu dilakukan agar dapat diketahui nilai yang sebenarnya untuk
bambu tali
92
Download