telaah orientasi sistem pendidikan

advertisement
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Konsep Mandzub dan Penerapannya
dalam Madzhab Syafi’i
Oleh : Achmad Kurniawan Pasmadi
ABSTRAK
Mazhab Syafi'i adalah mazhab fiqih yang dicetuskan oleh Muhammad bin
Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i. Mazhab
ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian
barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel, Malabar,
Hadramaut, dan Bahrain.
Mengkaji konsep mandzub dalam madzhab Syafi’i sangat penting apalagi
jika dihubungkan dengan Imam Syafi’i merupakan salah satu pencetus ilmu
ushul fiqih. Merupakan satu bagian dalam ushul fiqih membahas almandzub, namun dalam kajian ushul fiqih sedikit sekali porsi pembahasan
mandzub apalagi secara mendetail. Dalam tulisan berikut dikaji konsep
mandzub dalam madzhab syafi’i mencakup : definisi mandzub, sinonim dari
mandzub, perubahan perintah wajib menjadi mandzub, apakah masuk dalam
ibadah sunah mewajibkan penuntasan amalan sunnah tersebut, pendalaman
mandzub dalam kaidah fiqih.
Kata kunci :
Mandzub, Madzhab Syafi’i, Shalat.
A.
Pendahuluan
Mazhab Syafi'i (bahasa Arab:
‫ )ﺷﺎﻓﻌﻲ‬adalah mazhab fiqih
yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih
dikenal dengan nama Imam Syafi'i. Mazhab ini kebanyakan dianut
para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah,
Indonesia,
Malaysia,
Brunei,
pantai
Koromandel,
Malabar,
Hadramaut, dan Bahrain.
Pemikiran fiqih mazhab Syafi'i diawali oleh Imam Syafi'i,
yang hidup di zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (aliran

Penulis adalah dosen tetap di STIT Muhammadiyah Kendal.
77
Achmad Kurniawan Pasmadi
77
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
yang cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra'yi (aliran
yang cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam
Syafi'i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh ahlul hadits, dan
Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh ahlur ra'yi
yang juga murid Imam Abu Hanifah. Imam Syafi'i kemudian
merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan
berada di antara kedua kelompok tersebut. Imam Syafi'i menolak
metode istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun metode mashalih
mursalah dari Imam Malik. walaupun demikian Mazhab Syafi'i
menerima penggunaan qiyas secara lebih luas daripada Imam Malik.
Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam
Syafi'i sebagai ulama fiqih, ushul fiqih, dan hadits di zamannya
membuat mazhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya
diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya1.
Imam asy-syafi’i merupakan seorang pencetus ilmu ushul
fiqih, beliau adalah orang pertama yang menulis buku dalam bidang
ilmu ini. Ilmu ushul fiqih merupakan salah satu ilmu yang penting
untuk di pelajari, apalagi bagi para sarjana dan da’i, sebagai bekal
bagi mereka untuk memahami hukum syar’i dan bagaimana para
ulama memahami dalil dan metodologinya, serta diharapkan dapat
menjawab problematika hukum permasalahan agama yang muncul,
atau yang sering disebut fatwa terhadap permasalahan kontemporer.
Maka dalam kajian ilmu ini dibahas kaidah –kaidah atau aturan-aturan
sebagai patokan dalam memahami hukum syar’i.
Salah satu kajian dari hukum syar’i yang merupakan sub
bagian pembahasan dari hukum taklifi adalah pembahasan tentang asSunnah (al-mandzub). Mengkaji secara mendetail tentang mandzub
1
. http://belajar-fiqih.blogspot.com/2013/01/perkembangan-mazhab-syafii.html, di
download pada tanggal 5 februari 2015, jam 10:52.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
78
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
dalam madzhab Syafi’i sangat penting, di antara urgensitas dari
pembahasan adalah Imam Syafi’i merupakan salah satu pencetus ilmu
ushul fiqih. Merupakan satu bagian dalam ushul fiqih membahas almandzub, namun dalam kajian ushul fiqih sedikit sekali porsi
pembahasan mandzub apalagi secara mendetail. di sisi yang lain akan
membuka cakrawala berfikir pembaca, sehingga dapat mengambil
sikap yang fositif dalam pelaksanaan al-mandzub dalam kehidupan
sehari-hari. Pada artikel ini penulis akan mengkaji: definisi mandzub,
sinonim dari mandzub, perubahan perintah wajib menjadi mandzub,
apakah masuk dalam ibadah sunah mewajibkan penuntasan amalan
sunnah tersebut, pendalaman mandzub dalam kaidah fiqih..
B. Pembahasan
1. Definisi as-sunnah (al- Mandzub)
Materi asli nadzaba menunjukkan beberapa arti, yang
terpenting diantaranya : al-Atsar, al-Khathr, kemudian menunjukkan
kepada peringanan dalam sesuatu, doa dalam menjalankan sesuatu
karena ada urusan yang penting.
Kata al-Nadzaba di dalam buku membangun metodologi
ushul fiqih2 terbagi menjadi empat definisi secara bahasa:
Pertama : al-nadabu (dengan fathah pada nun dan ba’)
berarti (atsar) luka jika belum hilang dari kulit. Kedua: al-nadabu
dengan fathah pada nun dan ba’ dengan arti bahaya (al-khathr),
“andaba nafsuhu wa binafsihi” dengan arti kahatara bihima,
mempertaruhkan dirinya dalam bahaya. Ketiga : Nadbun dengan
sukunnya dal yang berarti ringan (khafif), rajulun khafif berati lelaki
yang tidak bertingkah, cekatan, pandai, dan mulia. Keempat :al-Nadb
2
. Said Aqil Husin Al-Anwar, Membangun Metodologi Ushul Fiqih, (Jakarta :
PT.CIPUTAT PRESS, 2004) hlm : 43-46.
79
Achmad Kurniawan Pasmadi
79
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
dengan sukun pada dal juga yang berarti seruan untuk perbuatan atau
karena urusan yang penting.
Al-Nadzb secara syar’i adalah seruan dari Allah untuk
mengerjakan suatu pekerjaan, sedangkan mereka yang tidak
melaksanakannya tidak menjadi tercela
atau dikenaai hukuman.
Para ahli ushul fiqih mendefinisikan al mandzub dengan
berbagaimacam definisi satu dengan definisi yang lain saling
berdekatan, definisi tersebut sebagai berikut:
a. Definisi Imam al-Amidi, bahwa al-nadzb adalah : al-mathlub
filuhu syar’an min ghairi dzammin ala tarkihi muthlaqan, yaitu :
yang dikehendaki pengerjaannya secara syar’i dengan tanpa
celaan bagi siapa yang meninggalkannya secara muthlaq.
b. Definisi Imam al-Baidlawi, bahwa al-nadzb adalah : maa
yuhmadu fa’iluhu wa la yudzammu taarikuhu, artinya: yang
dipuji pelakunya dan tidak dicela orang yang meninggalkannya.
c. Definisi Ibn Najjar al-Hanbali memilih al-Mandzub dengan
definisi maa yutsiba fa’iluhu walam yuaqobu tarikuhu
muthlaqan. Artinya : apa yang diganjar pelakunya dan tidak
diadzab orang yang meninggalkannya.
d. Dalam kitab syarah al-Waraqat fii ushul fiqih syaikh jalaluddin
al- mahalli al- Syafi’i menjelaskan bahwa al-Mandzub adalah:
‫ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ وﺻﻔﻪ‬،‫اﳌﻨﺪوب ﻟﻐﺔ ﻣﻦ اﻟﻨﺪب وﻫﻮ اﻟﺪﻋﺎء ﻷﻣﺮ ﻣﻬﻢ‬
‫ﺑﺎﻟﻨﺪب ﻣﺎ ﻳﺜﺎب ﻋﻠﻰ ﻓﻌﻠﻪ وﻻ ﻳﻌﺎﻗﺐ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻪ ﻗﻮﻟﻪ )ﻣﺎ ﻳﺜﺎب ﻋﻠﻰ‬
‫ ﻓﻼ ﺛﻮاب ﻋﻠﻰ‬،‫ﻓﻌﻠﻪ( ﺧﺮج ﺬا اﻟﻘﻴﺪ اﳌﻤﺤﻈﻮر واﳌﻜﺮوﻩ واﳌﺒﺎح‬
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
80
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
‫ ﻓﺈن‬،‫ وﻗﻮﻟﻪ )وﻻ ﻳﻌﺎﻗﺐ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﻛﻪ( ﺧﺮج ﺬا اﻟﻘﻴﺪ اﻟﻮاﺟﺐ‬.‫ﻓﻌﻠﻬﺎ‬
.3‫ﺗﺎرﻛﻪ ﻳﻌﺎﻗﺐ‬
Artinya :
al-mandzub secara bahasa dari kata al-nadb adalah menyeru
kepada perkara yang penting, sedangkan dari segi sifatnya
(binnadzbi) adalah apa yang diganjar melakukannya dan tidak
terkena sangsi atas meninggalkannya, sedangkan ungkapan “apa
yang diganjar yang mengerjakannya” keluar dari cakupan
maknanya yang haram, dan makruh dan mubah, dan yang tidak
berpahala jika dikerjakan. Dan ungkapan “dan tidak dihukum atas
meninggalkannya” keluar darinya makna wajib, karena yang
meninggalkan perkara yang wajib akan dikenai sangsi atas
meninggalkan kewajiban.
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa al-Mandzub
(sunnah) secara bahasa dari kata al-nadb adalah menyeru kepada
perkara yang penting, dan secara hakikatnya apa yang asysyari’memerintahkan suatu perbuatan dengan bentuk perintah
yang tidak dalam bentuk jazm (pasti/kuat) dan sedangkan
menurut sifatnya apa yang diganjar melakukannya dan tidak
terkena sangsi atas meninggalkannya.
2. Asmaau al-Mandzub (nama-nama) dari kata mandzub
Al-Mandzub dalam kajian ilmu fiqih memiliki beberapa
nama yang serupa seperti al-sunnah, mustahab, al-thathawwu’,
dan masih diperdebatkan apakah ia semakna atau masing-masing
memiliki makna yang masing-masing berdiri sendiri, maka para
ulama membaginya menjadi dua pendapat4 :
3
Jalaluddin al-Mahalli asy-Sayfi’i, Syarhul Waraqaat fii Ushul Fiqh, (Palestina:
Jamiatul Quds, 1999) hlm :72.
4
. http://fiqh.islammessage.com/NewsDetails.aspx?id=8287, materi di download 23
februari 2015 pada jam 12:08.
81
Achmad Kurniawan Pasmadi
81
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Pendapat pertama adalah: pendatat jumhur (kebanyakan) ahli
ushul fiqih dan para fuqoha’ baik dari kalangan syafi’iyyah
maupun selainnya, berpendapat bahwa nama-nama al-sunnah,
mustahab, mandzub, al-thathawwu’ merupakan sinonim dan
memiliki makna yang sama. Bahwa al-mandzub adalah perbuatan
yang al-syari’ memerintahkannya, namun bentuk perintahnya
tidak pasti yang menunjukkan sesuatu itu wajib.
Pendapat kedua adalah : al-Qaul (salah satu pendapat imam
Syafi’i) mengatakan bahwa al-mandzub memiliki makna yang
bermacam-macam sebagai berikut :
a. Al-sunnah : apa yang dikerjakan oleh nabi dan menekuninya,
dan tidak meninggalkannya kecuali untuk sekali atau dua
kali. Contoh: shalat witir, shalat dua rakaat sunnah fajar,
shalat rawatib.
b. Mustahab : apa yang dikerjakan nabi akan tetapi tidak
dirutinkannya, seperti shalat dhuha.
c. Tahawwu’ : ialah perkara yang dibuat sendiri oleh manusia.
Seperti membaca al-Qur’an, berdoa.
Penulis buku ushul fiqih al-Jaami’ limasaail Ushul fiqih
wa tathbiqiha alaa madzhab al-raajih5 berkata :
،‫ واﳌﺮﻏﱠﺐ ﻓﻴﻪ‬،‫ واﻹﺣﺴﺎن‬،‫ واﻟﺴﻨﺔ‬،‫ واﻟﺘﻄﻮع‬،‫ اﳌﺴﺘﺤﺐ‬:‫أﲰﺎء اﳌﻨﺪوب‬
‫ اﻟﻔﻌﻞ‬:‫ وﻫﻮ‬،‫ ﺣﻴﺚ إ ﺎ أﲰﺎء ﳌﺴﻤﱠﻰ واﺣﺪ‬،‫وﻛﻠﻬﺎ أﲰﺎء ﻣﱰادﻓﺔ‬
.‫اﳌﻄﻠﻮب ﻃﻠﺒﺎً ﻏﲑ ﺟﺎزم‬
5
Abdul Karim bin Ali bin Al-Namlah, Al-Jami’ limasaail Ushul Fiqih al-Muqaarin
wa Thathbiqahaa ala Madzhab al-Raajih, (Riyadh :Maktabatur Rusyd, 2000), hlm :38.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
82
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Artinya :
Nama-nama mandzub : al-mustahab, ath-tahathawwu’, dan
sunnah, dan al-ikhsan, yang dianjurkan. Seluruhnya merupakan
nama-nama yang semakna, bahwa seluruhnya nama-nama yang
menunjukkan atas satu nama, yaitu perbuatan yang dituntut
dengan tuntutan yang tidak pasti.
3. Bagaimana suatu perintah (al-amar) berubah menjadi mandzub
(sunnah).
Dalam kajian ilmu ushul fiqih al-mandzub termasuk salah
satu pembahasan dari dua pembagian dari al-ahkam asysyar’iyyah (hukum-hukum syar’i).
Hukum syar’i
terbagi
menjadi dua, pertama ahkam taklifiyah, yang meliputi lima tema
dari al-wujub, al-mandzub, al-karahah, al-ibahah, al-makruh, dan
al-tahrim. Kedua al-ahkam al wad’iyyah meliputu pembahasan
sabab, syarat, mani’, rukhshah dan azimah, shihah dan buthlan6.
Al-mandzub masuk dalam ranah hukum syar’i yang
bersifat taklifi (pembebanan), berkonsekwensi adanya kesan yang
sama dengan hukum taklifi sebelumnya yaitu al wujub. Karena
kedua istilah ini bermula dari pemahaman apakah perintah itu
berkosekwensi ke wajib atau ke al-mandzub?. Dalam madzhab
syafi’i terdapat beberapa kreteria menunjukkan bahwa suatu
perintah dapat dihukumi sunnah, penulis hanya menyebutkan dua
darinya:
a. Adanya perintah yang jelas kepada wajib namun ada
indikator yang memalingkannya dari wajib ke sunnah.
Adapun contonya adalah sabda nabi SAW:
6
Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Maktabah Dakwah, Cet: 8), hal :100-
125.
83
Achmad Kurniawan Pasmadi
83
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
«‫َﲔ‬
ِ ْ ‫ِب َرْﻛ َﻌﺘـ‬
ِ ‫ﺻﻠﱠﻮْا ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟْ َﻤ ْﻐﺮ‬
َ » :‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
ُ ‫َﺎل َرﺳ‬
َ‫ﻗ‬
:‫َﺎل ِﻋْﻨ َﺪ اﻟﺜﱠﺎﻟِﺜَِﺔ‬
َ ‫ ﰒُﱠ ﻗ‬، «‫َﲔ‬
ِ ْ ‫ِب َرْﻛ َﻌﺘـ‬
ِ ‫ﺻﻠﱠﻮْا ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟْ َﻤ ْﻐﺮ‬
َ » :‫َﺎل‬
َ ‫ ﰒُﱠ ﻗ‬،
.«َ‫»ﻟِ َﻤ ْﻦ ﺷَﺎء‬
Artinya : Bersabda rasulullah SAW : shalatlah kalian dua
rakaat sebelum maghrib, kemudian bersabda : shalatlah
kalian dua rakaat sebelum maghrib, kemudian bersabda yang
ketigakalinya : bagi siapa yang menghendaki7.
Pada hadits di atas rasulullah memerintahkan untuk
shalat dua rakaat sebelum maghrib hingga mengulangnya
beberapa kali, sedangkan dalam ilmu kaidah fiqhiyyah
dikatakan : al-ashlu fii al-amr lil wujud illa maa dalla aldhalil ala khilafihi (asas dari perintah adalah menunjukkan
wajib kecuali ada suatu dalil yang menunjukkan atas
sebaliknya). Maka dapat dipahami dari potongan hadits rasul
(‫َﲔ‬
ِْ ‫ِب َرْﻛ َﻌﺘـ‬
ِ ‫ﺻﻠﱠﻮْا ﻗَـ ْﺒ َﻞ اﻟْ َﻤﻐْﺮ‬
َ)
perintah ini dipandang
menunjukkan kewajiban shalat dua rakaat sebelum maghrib.
Namun di akhir hadits dikatakan
«َ‫»ﻟِ َﻤ ْﻦ ﺷَﺎء‬
dan ini
dipahami oleh madzhab syafi’i menunjukkan perintah dari
wajib
menjadi
sunnah,
disebabkan
adanya
al-shariif
(pemaling) di akhir hadits .
b. Adanya ungkapan yang jelas bahwa hal tersebut adalah
sunnah. Sebagai contoh bahwa rasulullah bersabda :
7
Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, (muassasah al-Risaalah, 2001)
hlm : 34 :171.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
84
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
َ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ ِن ا ﱠ‬
َ ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
ُ ‫َﺎل َرﺳ‬
َ ‫َﺎل ﻗ‬
َ ‫َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫ َﺮﻳْـ َﺮةَ ﻗ‬
ُ‫ْﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻗِﻴَﺎ َﻣﻪُ ﻓَ َﻤ ْﻦ ﺻَﺎ َﻣﻪُ َوﻗَﺎ َﻣﻪ‬
ُ ‫ﺻﻴَﺎ َم َرَﻣﻀَﺎ َن َو َﺳﻨَـﻨ‬
ِ ‫ض َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ‬
َ ‫ﻓَـ َﺮ‬
.‫إِﳝَﺎﻧًﺎ وَا ْﺣﺘِﺴَﺎﺑًﺎ ﻏُ ِﻔ َﺮ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﺗَـ َﻘ ﱠﺪ َم ِﻣ ْﻦ ذَﻧْﺒِ ِﻪ‬
Artinya : Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah Tabaaraka Wata'ala telah mewajibkan
kepada
kalian
puasa
di
bulan
Ramadlan,
dan
aku
mensunnahkan shalat malamnya. Barang siapa berpuasa
dibulan tersebut dan shalat di malamnya karena iman dan
mengaharap pahala dariNya, diampuni baginya apa yang telah
berlalu dari dosanya.8"
Pada potongan hadits terdapat ungkapan yang jelas bahwa
suatu ibadah disunahkan yaitu pada ungkapan (
‫ْﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ‬
ُ ‫َو َﺳﻨَـﻨ‬
ُ‫)ﻗِﻴَﺎ َﻣﻪ‬, menunjukkan bahwa shalat tarawih hukumnya sunnah9.
4. Pelaksanaan ibadah sunnah apakah wajib melaksanakannya
secara sempurna
Permasalahan berikut terkait kejadian jika seseorang
muslim melakukan ibadah seperti: shalat, puasa atau dzikir dari
ibadah-ibadah sunnah, bolehkah seseorang membatalkannya
dengan udzur atau tanpa udzur atau seseorang tersebut wajib
8
Abu Bakar Ahmad bin Amru bin Abdul Khaliq, juz : 18, (Musnad al-Barraz alMansyur bismi al-Bahr az-Zikhor, 2009 ) hlm : 3:256.
9
Abdul Karim bin Ali bin Muhammad an-Namlah, al-Muhadzab fii ushul fiqih almuqaarin, 5 jilid ,(Riyad: Maktabah Rusyd, 1999) hlm :235.
85
Achmad Kurniawan Pasmadi
85
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
menyempurnakannya? Dalam permasalahan ini terdapat dua
pendapat10 :
a. Pendapat pertama : pendapat Imam malik dan Abu hanifah
mengatakan; jika seseorang shalat sunnah, maka jika telah
melakukan takbiratul ikhram maka wajib baginya untuk
menyempurnakannya.
b. Pendapat kedua : pendapat madzhab syafi’i mengatakan;
tidak dihukumi wajib seseorang yang sedang melakukan
ibadah sunnah untuk menyempurnakan ibadah tersebut,
karena perkara mandzub tetap dihukumi mandzub, sedangkan
perkara mustahab tetap dihukumi mustahap dari awal
pelaksanaannya sehingga akhir amal tersebut dikerjakan. jika
seseorang membatalkan amal tersebut, maka tidak wajib
baginya mengulang ibadah sunnah yang ditinggalkan.
syaikh abdulkarim an-namlah menguatkan pendapat kedua
dengan beberapa dalil sebagai berikut:
a) Sabda nabi Muhammad SAW :
‫ْﺴ ِﻪ‬
ِ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اﻟﺼﱠﺎﺋِ ُﻢ اﻟْ ُﻤﺘَﻄَِّﻮعُ أَِﻣﲑُ ﻧـَﻔ‬
َ ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
ُ ‫َﺎل َرﺳ‬
َ ‫ﻓَـﻘ‬
.‫إِ ْن ﺷَﺎءَ ﺻَﺎ َم َوإِ ْن ﺷَﺎءَ أَﻓْﻄََﺮ‬
Artinya : Rasulullah kemudian shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Seorang yang berpuasa sunnah adalah pemimpin bagi
dirinya, jika ia mau maka ia berpuasa jika ia mau maka ia boleh
berbuka11."
10
http://fiqh.islammessage.com/NewsDetails.aspx?id=8287. 23-02-2015, pada jam
14:26.
11
. Muhammad bin Idris asy-Syafi'i, Musnad Imam Ahmad, juz: 2, (Bairut-Libanon
: Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 1951) hlm :1:276.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
86
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Berdasarkan hadits di atas seseorang boleh membatalkan
puasa sunah serta tidak wajib baginya menqodho puasa sunah
yang ia tinggalkan, dan ini sebagai dalil bahwa ibadah sunnah
tidak wajib dikerjakan dengan tuntas, namun berstatus sunnah
untuk dikerjakan.
b) Adanya riwayat mengatakan : bahwa nabi pernah berniat
untuk berpuasa sunnah, namun kemudian ia berbuka. Dalil
ini menunjukkan
bahwa ibadah sunnah tidak wajib
dikerjakan dengan tuntas
c) Adanya suatu hadits menceritakan :
ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
ُ ‫َﺎل ِﱄ َرﺳ‬
َ ‫َﺖ ﻗ‬
ْ ‫ﲔ َر ِﺿ َﻲ ا ﱠُ َﻋْﻨـﻬَﺎ ﻗَﺎﻟ‬
َ ِ‫َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ أُِّم اﻟْﻤ ُْﺆِﻣﻨ‬
‫َﺖ‬
ْ ‫َﻲءٌ ﻗَﺎﻟ‬
ْ ‫َات ﻳـَﻮٍْم ﻳَﺎ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔُ َﻫ ْﻞ ِﻋْﻨ َﺪ ُﻛ ْﻢ ﺷ‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ذ‬
َ
‫َﺖ ﻓَ َﺨَﺮ َج‬
ْ ‫ِﱐ ﺻَﺎﺋِ ٌﻢ ﻗَﺎﻟ‬
ِّ‫َﺎل ﻓَﺈ‬
َ ‫َﻲءٌ ﻗ‬
ْ ‫ُﻮل ا ﱠِ ﻣَﺎ ﻋِْﻨ َﺪﻧَﺎ ﺷ‬
َ ‫ْﺖ ﻳَﺎ َرﺳ‬
ُ ‫ﻓَـ ُﻘﻠ‬
‫َﺖ ﻟَﻨَﺎ َﻫ ِﺪﻳﱠﺔٌ أ َْو ﺟَﺎءَﻧَﺎ زَْوٌر‬
ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﺄُ ْﻫ ِﺪﻳ‬
َ ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
ُ ‫َرﺳ‬
ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
َ ‫ْﺖ ﻳَﺎ َرﺳ‬
ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗُـﻠ‬
َ ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
ُ ‫َﺖ ﻓَـﻠَﻤﱠﺎ َر َﺟ َﻊ َرﺳ‬
ْ ‫ﻗَﺎﻟ‬
‫َﺎل ﻣَﺎ ُﻫ َﻮ‬
َ ‫َﻚ َﺷﻴْﺌًﺎ ﻗ‬
َ ‫ْت ﻟ‬
ُ ‫َﺖ ﻟَﻨَﺎ َﻫ ِﺪﻳﱠﺔٌ أ َْو ﺟَﺎءَﻧَﺎ زَْوٌر َوﻗَ ْﺪ َﺧﺒَﺄ‬
ْ ‫أُ ْﻫ ِﺪﻳ‬
‫ْﺖ‬
ُ ‫ﺻﺒَﺤ‬
ْ َ‫ْﺖ أ‬
ُ ‫َﺎل ﻗَ ْﺪ ُﻛﻨ‬
َ ‫ْﺖ ﺑِِﻪ ﻓَﺄَ َﻛ َﻞ ﰒُﱠ ﻗ‬
ُ ‫َﺠﺌ‬
ِ ‫َﺎل ﻫَﺎﺗِﻴ ِﻪ ﻓ‬
َ‫ﺲﻗ‬
ٌ ‫ْﺖ َﺣْﻴ‬
ُ ‫ﻗُـﻠ‬
.‫ﺻَﺎﺋِﻤًﺎ‬
Artinya : dari Aisyah radliallahu 'anha, ia berkata; Pada suatu
hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya
kepadaku: "Wahai Aisyah, apakah kamu mempunyai
87
Achmad Kurniawan Pasmadi
87
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
makanan?" Aisyah menjawab, "Tidak, ya Rasulullah." Beliau
bersabda: "Kalau begitu, aku akan berpuasa." Kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun keluar. Tak lama
kemudian, saya diberi hadiah berupa makanan -atau dengan
redaksi seorang tamu mengunjungi kami--. Aisyah berkata;
Maka ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali
saya pun berkata, "Ya Rasulullah, tadi ada orang datang
memberi kita makanan dan kusimpan untuk Anda." Beliau
bertanya: "Makanan apa itu?" saya menjawab, "Kuwe hais
(yakni terbuat dari kurma, minyak samin dan keju)." Beliau
bersabda: "Bawalah kemari." Maka kuwe itu pun aku sajikan
untuk beliau, lalu beliau makan, kemudian berkata, "Sungguh
dari pagi tadi aku puasa12."
Hadits di atas menunjukkan bahwa nabi membatalkan
puasa sunnah dan tidak menyempurnakannya. suatu dalil bahwa
ibadah sunnah berstatus sunnah untuk dikerjakan secara
sempurna.
5. Masalah-masalah Muncul dari “Kaidah- kaidah Fiqhiyyah
dalam Madzhab Syafi’i”.
a. Masalah apabila terjadi kontradiksi antara wajib dan
sunnah mana yang didahulukan.
Di dalam madzhab syafi’i, apabila terjadi kontradiksi
antara al-wajib dengan al-mandzub dengan contoh jika waktu
pelaksanaan wajib sempit dan atau terbatas maka yang wajib
harus di dahulukan adalah hal yang wajib. Berdasarkan kaidah
yang dipergunakan madzhab dalam menyikapi kontradiksi
antara wajib dan mandzub, kaidah fiqhiyyah mengatakan
12
. Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa al-Khusraujirdi al-Khurasani, Sunan
Shaghir lil Baihaqi, juz :4,(Pakistan :Jamiah al-Diraasat al-Islamiyyah, 1989), hlm: 2: 125.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
88
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
(‫ْﻞ‬
ِ ‫ﻀ ُﻞ ِﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠـﻔ‬
َ ْ‫ض أَﻓ‬
ُ ‫)اﻟْﻔ َْﺮ‬13 artinya yang wajib lebih afdhal dari
yang sunnah. Kaidah ini berdasarkan kepada dalil-dalil berikut :
‫ﱠب‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻓِﻴﻤَﺎ َْﳛﻜِﻴ ِﻪ َﻋ ْﻦ َرﺑِِّﻪ » َوﻣَﺎ ﺗَـ َﻘﺮ‬
َ ‫َﺎل‬
َ‫"ﻗ‬
.1
.14‫ي‬
‫ْﺖ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ« رَوَاﻩُ اﻟْﺒُﺨَﺎ ِر ﱡ‬
ُ ‫إﱄ اﻟْ ُﻤﺘَـ َﻘ ِّﺮﺑُﻮ َن ﲟِِﺜ ِْﻞ أَدَا ِء ﻣَﺎ اﻓْـﺘَـ َﺮﺿ‬
‫َﱠ‬
Artinya : Nabi bersabda: “Tidak ada amalan orang-orang yang
bertaqarrub keada-Ku yang lebih Aku cintai yang menyamai
pelaksanaan apa yang telah Aku wajibkan.”(HR. Bukhari)
‫َْﲑ ﻛَﺎ َن َﻛ َﻤ ْﻦ أَدﱠى‬
ِْ ‫َﺎل اﳋ‬
ِ ‫ﺼﻠَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ ِﺧﺼ‬
ْ َ‫ﱠب ﻓِﻴ ِﻪ ِﲞ‬
َ ‫» َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻘﺮ‬
.2
‫ ﻛَﺎ َن َﻛ َﻤ ْﻦ أَدﱠى‬،ِ‫ﻀﺔً ﻓِﻴﻪ‬
َ ‫ َوَﻣ ْﻦ أَدﱠى ﻓَﺮِﻳ‬،ُ‫ﻀﺔً ﻓِﻴﻤَﺎ ِﺳﻮَاﻩ‬
َ ‫ﻓَﺮِﻳ‬
«ُ‫ﻀﺔً ﻓِﻴﻤَﺎ ِﺳﻮَاﻩ‬
َ ‫ﲔ ﻓَﺮِﻳ‬
َ ‫َﺳ ْﺒ ِﻌ‬
Artinya : Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan bulan
Ramadlan
dibandingkan
dengan
bulan-bulan
lainnya:
“Barangsiapa melakukan taqarrub (ibadah sunnah) kepada
Allah swt di bulan Ramadlan, maka ia akan mendapatkan
pahala sebagaimana ia melakukan satu ibadah fardlu di bulan
Ramadlan, maka seperti halnya ia mengerjakan 70 kali ibadah
fardlu ada selain ibadah itu15.
13
. Tajuddin Abdul Wahhab bin Taqiyyudin al-Subki, al-Asybah wan Nadha’ir, juz
:2 (Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 1991) hlm :1:192.
14
. Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukharii al Ja’fari, Shahih al-Bukhari,
juz: 9,(Daar Tauqi al-Najjah, 1422H)hlm : 8:105.
15
. Abu bakr Muhammad bin Ishaq, Shahih Ibnu Khuzaimah, juz :4 (Bairut: alMaktab al-Islami,) hlm:3:191.
89
Achmad Kurniawan Pasmadi
89
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
Ada beberapa pengecualiaan dalam penerapan kaidah alfard afdhalu min an-nafl
(‫ْﻞ‬
ِ ‫ﻀﻞُ ِﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠـﻔ‬
َ ْ‫ض أَﻓ‬
ُ ‫)اﻟْﻔ َْﺮ‬
beberapa
diantaranya sebagai berikut:
1. Membebaskan beban hutang pada orang yang kesulitan
membayar. Pembebasan hutang ini, dinilai lebih utama dari
pada menunggu sampai ia mampu melunasi. Hukum
membebaskan adalah sunah, sedangkan menanti hingga
terjadi pelunasan adalah wajib,]seperti ditegaskan dalam QS.
Al-Baqarah: 280.
‫وان ﺗﺼﺪﻗﻮا ﺧﲑ ﻟﻜﻢ‬
“……. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu
lebih baik bagimu, …………”
2. Mengawali salam lebih utama daripada menjawabnya.
Adapun memulai salam itu lebih utama, berdasarkan hadits
nabi saw:
‫وﺧﲑﳘﺎ اﻟﺬي ﻳﺒﺪا ﺑﺎﻟﺴﻼم‬
“Yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai
salam
3. Mengumandangkan
adzan
adalah
berhukum
sunnah,
menurut pendapat yang lebih shohih mengumandangkan
adzan itu lebih utama daripada menjadi imam yang
berhukum fardlu kifayah atau fardlu ‘ain.
4. Berwudlu sebelum masuk waktu shalat itu lebih utama
daripada berwudlu setelah masuk waktu shalat.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
90
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
b. Kaidah ‫اﻟﻔﺮض‬
‫( اﻟﻨﻔﻞ أوﺳﻊ ﻣﻦ‬bahwa an-nafl lebih luas
daripada al-fard)16.
Dalam madzhab syafi’i imam alzarkasy dan imam alrazi melafalkan kaidah di atas dengan lafadz (
‫ )ﻣﻦ اﻟﻔﺮض‬dengan
‫اﻟﻨﻔﻞ أوﺳﻊ ﺑﺎﺑﺎ‬
perincian bahwa a-nafl adalah
‫ﻫﻮ اﳌﻨﺪوب‬
‫ وﻳﺜﺎب ﻓﺎﻋﻠﻪ وﻻ ﻳﻌﺎﻗﺐ ﺗﺎرﻛﻪ‬،‫(اﻟﺬي ﻃﻠﺒﻪ اﻟﺸﺎرع ﻃﻠﺒﺎً ﻏﲑ ﺟﺎزم‬
suatu mandzub syari’ menuntutnya dengan tuntutan yang tidak
jazm atau menunjukkan wajib, dan diberi pahala pelakunya dan
tidak dihukum orang yang meninggalkannya ), sedangkan alfard adalah
،‫ﺗﺎرﻛﻪ‬
‫ وﻳﺜﺎب ﻓﺎﻋﻠﻪ‬،ً‫ﻫﻮ ﻣﺎ ﻃﻠﺐ اﻟﺸﺎرع ﻓﻌﻠﻪ ﻃﻠﺒﺎً ﺟﺎزﻣﺎ‬
‫ وﻳﻌﺎﻗﺐ‬yaitu
apa yang menuntut al-syari’ suatu pekerjaan
untuk dikerjakan dengan tuntutan yang pasti atau bermakna
wajib, diberi pahala pelakunya dan berdosa jika meninggalkan
tuntutan tersebut.
Makna dari kaidah di atas bahwa syariat agama lebih
memberikan kemudahan
dalam pelaksanaan ibadah-ibadah
sunnah daripada ibadah wajib dalam konteks bahwa agama
Islam memiliki prinsip kemudahan dalam syariatnya. Maka, sah
dalam pelaksanaan ibadah sunnah apa yang tidak sah dalam
ibadah wajib pada ibadah yang sama, karena status ibadah
sunnah lebih ringan dari ibadah wajib, sesuai dengan kaidah
16
. Abdur Rahman bin Abu Bakar, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, al-Ashbah wa Nadhair,
(Daarul kutub al-Ilmiyyah, 1990), hlm : 1: 154.
91
Achmad Kurniawan Pasmadi
91
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
fiqhiyyah
((‫))اﻟﻔﺮض أﻓﻀﻞ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﻞ‬
sesuai dengan sabda nabi :
{dari Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Allah berfirman; Siapa yang memusuhi
wali-KU, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hambaKu tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang
lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hambaKu terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan
sunnah}, dan dikarenakanpula bahwa perkara yang wajib
merupakan dasar atau suatu yang pokok.
Adapun penerapan kaidah di atas dalam madzhab syafi’i,
bahwa sesuatu ibadah sunnah lebih luas daripada ibadah yang
wajib, sebagai berikut :
1. Tidak wajib bagi orang yang melaksanakan shalat sunnah
untuk berdiri ketika shalat, dan dibolehkan baginya shalat
dengan posisi duduk dengan tanpa udzur. Sedangkan dalam
ibadah wajib tidak sah shalat seseorang untuk duduk tanpa
udzur. Berdasarkan suatu hadits :
‫ﺼﻠِّﻲ‬
َ ُ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳ‬
َ ِ‫ُﻮل ا ﱠ‬
ُ ‫َﺖ ﻛَﺎ َن َرﺳ‬
ْ ‫َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ ﻗَﺎﻟ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ ﻗَﺎ ِﻋﺪًا َرَﻛ َﻊ‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ َرَﻛ َﻊ ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ َوإِذَا‬
َ ‫ِﻳﻼ ﻓَِﺈذَا‬
ً ‫ﻟَﻴ ًْﻼ ﻃَﻮ‬
‫ﻗَﺎ ِﻋﺪًا‬
Artinya : dari 'Aisyah katanya; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam biasa shalat malam sekian lama, jika
beliau shalat dengan berdiri, maka beliau ruku' dengan
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
92
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
berdiri, dan jika beliau shalat dengan duduk, maka beliau
ruku' dengan duduk17."
Imam al-nawawi berkomentar : di dalam hadits di atas
diperbolehkan shalat sunnah dengan duduk walaupun
mampu untuk berdiri, dan pendapat ini merupakan ijma’
ulama’.
2. Tidak wajib menghadap kiblat dalam shalat sunnah ketika
seseorang sedang bersafar, adapun shalat wajib di dalam
safar atau di luar safar wajib seseorang menghadap ke
kiblat. Berdasarkan hadits nabi :
‫ُﻮل‬
ُ ‫َﺎل ﻛَﺎ َن َرﺳ‬
َ ‫َﻋ ْﻦ ﳏَُ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﺮﱠﲪَْ ِﻦ َﻋ ْﻦ ﺟَﺎﺑِ ِﺮ ﺑْ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ا ﱠِ ﻗ‬
‫َﺖ ﻓَِﺈذَا‬
ْ ‫ْﺚ ﺗَـ َﻮ ﱠﺟﻬ‬
ُ ‫َاﺣﻠَﺘِ ِﻪ َﺣﻴ‬
ِ ‫ﺼﻠِّﻲ َﻋﻠَﻰ ر‬
َ ُ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳ‬
َ ِ‫ا ﱠ‬
َ‫ﻀﺔَ ﻧـَﺰََل ﻓَﺎ ْﺳﺘَـ ْﻘﺒَ َﻞ اﻟْ ِﻘْﺒـﻠَﺔ‬
َ ‫أَرَا َد اﻟْ َﻔﺮِﻳ‬
Artinya : dari Muhammad bin 'Abdurrahman dari Jabir bin
'Abdullah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
shalat diatas tunggangannya menghadap kemana arah
tunggangannya
menghadap.
Jika
Beliau
hendak
melaksanakan shalat yang fardlu, maka beliau turun lalu
shalat menghadap kiblat.18"
3. Tidak wajib bagi seseorang yang melaksanakan puasa
sunnah untuk berniat sejak malam ketika hendak puasa,
namun boleh setelah waktu subuh, bahkan setelah terbit
matahari atau sebelum terbenamnya. Adapun puasa wajib
tidak dibolehkan seseorang berniat setelah subuh, dan wajib
17
. Abu Bakar Abu al-Razzaq bin Himmam bin Naafi’ al-Humairi, al-Mushannaf,
juz:11, (India: al-Majlis al-Ilmi, 1403 H), hlm :2:245.
18
. Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukharii al Ja’fari, Op.cit., hlm : 89.
93
Achmad Kurniawan Pasmadi
93
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
berniat sebelum waktu subuh. Berdasarkan suatu hadits
Nabi Nuhammad saw.:
‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
‫َﺖ َد َﺧ َﻞ َﻋﻠَ ﱠﻲ اﻟﻨِ ﱡ‬
ْ ‫ﲔ ﻗَﺎﻟ‬
َ ِ‫َﻋ ْﻦ ﻋَﺎﺋِ َﺸﺔَ أُِّم اﻟْﻤ ُْﺆِﻣﻨ‬
‫ِﱐ إِذَ ْن‬
ِّ‫َﺎل ﻓَﺈ‬
َ ‫َﻲءٌ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ َﻻ ﻗ‬
ْ ‫َﺎل َﻫ ْﻞ ِﻋْﻨ َﺪ ُﻛ ْﻢ ﺷ‬
َ ‫َات ﻳـَﻮٍْم ﻓَـﻘ‬
َ ‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ ذ‬
‫َﺎل‬
َ ‫ﺲ ﻓَـﻘ‬
ٌ ‫ي ﻟَﻨَﺎ َﺣْﻴ‬
َ ‫ُﻮل ا ﱠِ أُ ْﻫ ِﺪ‬
َ ‫ﺻَﺎﺋِ ٌﻢ ﰒُﱠ أَﺗَﺎﻧَﺎ ﻳـ َْﻮﻣًﺎ آ َﺧَﺮ ﻓَـ ُﻘ ْﻠﻨَﺎ ﻳَﺎ َرﺳ‬
.‫ْﺖ ﺻَﺎﺋِﻤًﺎ ﻓَﺄَ َﻛ َﻞ‬
ُ ‫ﺻﺒَﺤ‬
ْ َ‫أَرِﻳﻨِﻴ ِﻪ ﻓَـﻠَ َﻘ ْﺪ أ‬
Artinya : dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata; Pada
suatu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemui dan
bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" kami
menjawab, "Tidak." Beliau Nabi Muhammad saw. bersabda:
"Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang
lagi pada hari yang lain dan kami berkata, "Wahai
Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan
yang terbuat dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun
bersabda: "Bawalah kemari, sungguhnya dari tadi pagi tadi
aku berpuasa.19"
C. Simpulan
Dari tulisan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
19
. Muslim bin Hajjaj Abul Hasan al-Qusyairi an-Naisaburu, Shahih Muslim, juz:5,
(Bairut : Daar Ihyaa’ Turats al-Arabiy) hlm :2 :809.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
94
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
1. Secara bahasa al-mandzub adalah menyeru untuk berbuat sesuatu.
Sedangkan secara hakikatnya apa yang asy-syari’memerintahkan
suatu perbuatan dengan bentuk perintah yang tidak dalam bentuk
jazm (pasti/kuat) dan sedangkan menurut sifatnya apa yang diganjar
melakukannya dan tidak terkena sangsi atas meninggalkannya.
2. Al-mandzub memiliki beberapa nama yang sepadan, yaitu : almustahab, ath-tahathawwu’, dan sunnah, dan al-ikhsan, yang
dianjurkan. Seluruhnya merupakan
nama-nama yang semakna,
bahwa seluruhnya nama-nama yang menunjukkan atas satu nama,
bahwa kandungannya adalah: perbuatan yang dituntut dengan
tuntutan yang tidak pasti.
3. Pembahasan al-mandzub dalam kajian ilmu ushul fiqih dibahas
dalam kajian masalah perintah (al-amr), al-amr pada dasarnya
menunjukkan kepada sesuatu yang wajib, dan dalam kajian
madzhab syafi’i sesuatu perintah dapat dihukumi wajib ketika ada
indikator-indikator dalam perintah yang memalingkan dari wajib ke
sunnah.
4. Di dalam madzhab syafi’i terdapat beberapa kaidah fiqih terkait almandzub yang disimpulkan dari kajian fiqih berdasarkan dalil-dalil,
diantara kaidah tersebut: pertama : al-Fard lebih utama daripada alnafl. Kedua: al-nafl awsau min al-Fard.
95
Achmad Kurniawan Pasmadi
95
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Ahmad bin Amru bin Abdul Khaliq, juz : 18, Musnad al-Barraz
al- Mansyur bismi al-Bahr az-Zikhor, 2009.
Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa, Sunan Shaghir llil- Baihaqi, juz :4,
Pakistan :Jamiah al-Diraasat al- Islamiyyah, 1989,
Abu Bakr Muhammad bin Ishaq, Shahih Ibnu Khuzaimah,
juz :4 Bairut: al-Maktab al-Islami,)
Abdul Karim bin Ali bin Al-Namlah, Al-Jami’ limasaail Ushul Fiqih alMuqaar wa Thathbiqahaa ala Madzhab al-Raajih, Riyadh
:Maktabatur Rusyd, 2000.
Abdul Karim bin Ali bin Muhammad an-Namlah, al-Muhadzab fii ushul
fiqih al-muqaarin, 5 jilid ,(Riyad: Maktabah Rusyd, 1999)
Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, Maktabah Dakwah, Cet:8
Abdur Rahman bin Abu Bakar, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, al-Ashbah wa
Nadhair, Daarul kutub al-Ilmiyyah, 1990.
Jalaluddin al-Mahalli asy-Sayfi’i, Syarhul waraqaat fii ushul fiqh,
Palestina: Jamiatul Quds, 1999.
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukharii al Ja’fari, Shahih alBukhari, juz: 9, Daar Tauqi al-Najjah, 1422H
Muslim bin Hajjaj Abul Hasan al-Qusyairi an-Naisaburu, Shahih Muslim,
juz:5, Bairut : Daar Ihyaa’ Turats al-Arabiy
Tajuddin Abdul Wahhab bin Taqiyyudin al-Subki, al-Asybah wan Nadha’ir,
juz:2 Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 1991
Said Aqil Husin Al-Anwar, Membangun Metodologi Ushul Fiqih, Jakarta:
PT.CIPUTAT PRESS, 2004, cet,1.
Konsep Mandub dan Penerapannya dalam Imam Syafi`i
96
DIDAKTIKA ISLAMIKA
Vol. 4 No. 2 - Agustus 2014
97
97
Download