bab ii teori dasar - Perpustakaan Digital ITB

advertisement
BAB II
TEORI DASAR
2.1. Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas tentang proses penyeimbangan dan metoda penyeimbangan
yang menjadi dasar dalam pembuatan alat pengolah sinyal dan komponen-komponen alat
pengolah sinyal, seperti mikrokontroler, rangkaian enkoder, dan komponen-komponen lainnya
yang diperlukan untuk mendeteksi posisi sudut dari suatu poros.
2.2. Proses Penyeimbangan
Kondisi tak seimbang terjadi akibat adanya ketidakseragaman distribusi massa rotor
terhadap sumbu putarnya. Kondisi ini dapat ditunjukan seperti Gambar 2.1. Pada gambar ini
diperlihatkan sebuah sistem poros rotor homogen yang memiliki massa tak seimbang sebesar
m pada jarak e dari pusat rotor. Pusat rotor tersebut juga dijadikan sebagai sumbu putar rotor.
m
e
Gambar 2.1 Sistem poros sederhana yang mengalami kondisi tak seimbang
Jika sistem poros tersebut diputar dengan kecepatan putar sebesar ω , maka pada
sistem ini akan timbul gaya sentrifugal sebesar:
Fs = m × e × ω2
Gaya dinamik yang timbul akibat massa tak seimbang akan muncul terus menerus selama
sistem poros rotor tersebut berputar. Gaya dinamik ini akan menimbulkan getaran dengan
frekuensi 1x putar rotor.
2.3. Metode Penyeimbangan
Untuk memperkecil getaran massa tak seimbang tersebut, dilakukan proses
penyeimbangan. Pada dasarnya proses penyeimbangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan mengurangi massa tak seimbang
yang terjadi (dengan mengebor), atau dengan
menambah massa penyeimbangan pada posisi yang berlawanan ( 180o ) terhadap posisi massa
tak seimbang.
Proses penyeimbangan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu penyeimbangan statik dan
penyeimbangan dinamik. Dalam penyeimbangan statik, massa penyeimbangan diletakkan
pada satu bidang penyeimbangan. Contoh kondisi tak seimbang yang membutuhkan
penyeimbangan statik diperlihatkan pada Gambar 2.1. Adapun dalam penyeimbangan
dinamik, massa penyeimbangan diletakkan pada dua bidang penyeimbangan, biasanya pada
ujung-ujung rotor yang terluar.
Prosedur penyeimbangan statik dengan menggunakan instrumen penyeimbangan
adalah sebagai berikut:
1.
Rotor diputar dengan kecepatan putar tertentu, kemudian amplitudo getaran awal yang
terjadi ( R0 ) serta sudut fasa awalnya ( α 0 ) diukur dengan menggunakan instrumen
penyeimbangan.
2.
Massa coba dipasang pada posisi sembarang dan rotor diputar lagi dengan kecepatan
putar yang sama. Selanjutnya, amplitudo getaran yang terjadi ( R1 ) serta sudut fasanya
( α1 ) diukur lagi dengan instrumen penyeimbang.
Dari hasil kedua pengukuran tersebut, selanjutnya dilakuakan perhitungan dengan
menggunakan diagram phasor seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Dengan memperhatikan
Gambar 2.2 dan menggunakan aturan kosinus, maka dapat diturunkan hubungan berikut:
Rmc = R0 2 + R12 − 2.R0 .R1.cos(α1 − α 0 )
Sudut antara Rmc dan R0 dicari dengan memakai aturan sinus sebagai berikut:
Rmc
R
= 0
sin(α1 − α 0 ) sin β
R1
Massa
coba
Massa
tak seimbang
Rmc
β
R0
α1
α0
referensi
Gambar 2.2 Diagram phasor penyeimbangan statik
Jika sudut antara Rmc dan R0 adalah φ maka:
⎛ R0
⎞
.sin((α1 − α 0 ) ⎟
⎝ Rmc
⎠
φ = (α1 − α 0 ) + arcsin ⎜
Jadi, sudut penempatan massa penyeimbangan adalah φ + 1800 dan besar massa penyeimbang
yang diperlukan adalah:
Mp =
R0
e
.M c . mc
Rmc
emp
2.4. Mikrokontrol ATmega 8535
Mikroprosesor merupakan central processing unit (CPU) pada satu buah chip.
Mikroprosesor dan rangkaian pendukung lain, komponen input output dan memori yang
disatukan untuk membentuk sebuah komputer kecil yang digunakan untuk data akuisisi atau
aplikasi kontrol disebut mikrokomputer. Chip silikon yang memuat komponen-komponen
yang membentuk mikrikomputer secara bersama-sama disebut mikrokontroler.
Agar dapat berfungsi dengan baik, mikrokontroler dilengkapi beberapa komponen
sebagai berikut:
•
CPU (Central Processing Unit) yang bertugas untuk mengambil dan menjalankan
program yang terdapat pada memori program.
•
Memori program untuk menyimpan instruksi-instruksi yang membentuk suatu
program. Untuk membuat program yang lebih besar, sebagian mikrokontroler
dilengkapi memori program eksternal selain memori program internal yang dimiliki
oleh setiap mikrokontroler.
•
RAM (Random Access Memory) untuk menyimpan data-data yang bukan merupakan
instruksi program.
•
Clock Oscilator yang akan menentukan frekuensi mikrokontroler dalam menjalankan
program.
•
Rangkaian reset yang digunakan untuk membuat seluruh komponen dan rangkaian
kontrol berada pada kondisi awal yang telah ditetapkan sebelumnya.
•
Serial port yang digunakan untuk berkomunikasi dengan alat lain. Komunikasi
dilakukan dengan pengiriman/penerimaan data secara serial.
•
Digital input-output port untuk mengirimkan atau menerima data dari alat lain dalam
bentuk byte (8 bit data setiap pengiriman/peneriamaan data).
•
Analog input-output port yang terdiri dari ADC (Analog to Digital Converter) dan
DAC (Digital to Analog Converter) masukan data yang merupakan data analog diubah
menjadi data digital oleh ADC agar data tersebut dapat diolah lebih lanjut. Jika
diperlukan keluaran data analog, maka DAC akan mengubah data digital yang telah
diolah oleh mikrokontroler menjadi data analog.
•
Timer yang digunakan untuk penentuan selang waktu suatu proses atau untuk
menghitung jumlah kejadian suatu proses(dalam hal ini timer disebut dengan counter).
Perangkat pengolah sinyal menggunakan mikrokontrol ATMega 8535 sebagai otaknya.
Fitur-fitur penting yang dimiliki oleh ATMega 8535 dan akan dimanfaatkan dalam
perancangan dan pembuatan perangkat pengolah sinyal adalah:
1.
Mikroprosesor 8 bit
2.
Arsitektur RISC (CPU memiliki memori program dan memori data yang terpisah)
3.
32x8 register general purposes
4.
Dapat beroperasi dengan clock sampai dengan 16 MHz
5.
8K Bytes In-System self Prograrammable Flash
6.
1 buah 16-bit timer/counter dengan prescaler terpisah dan mode pembanding, mode
capture.
7.
Sumber interupsi Eksternal
2.4.1. Arsitektur Mikrokontroler ATMega 8535
Mikrokontroller ATMega 8535 yang dikemas dalam bentuk dual inline package (DIP)
memiliki susunan kaki seperti tampak pada Gambar 2.3. Jumlah kaki-kaki yang dimiliki oleh
ATMega 8535 adalah 40 buah. Berikut ini adalah deskripsi kaki-kaki yang dimiliki oleh
ATMega 8535 :
1.
VCC : Tegangan suplai
2.
GND : ground
3.
Port A : 8 bit port masukan/keluaran dua arah. Kaki-kaki Port A digunakan sebagai
analog input untuk A/D (analog to digital) converter.
4.
Port B : 8 bit port masukan/keluaran dua arah. Kaki-kaki Port B juga mempunyai
beberapa fungsi alternatif, antara lain : port serial, komparator analog, timer/counter,
dan keluaran output compare match
5.
Port C : 8 bit port masukan/keluaran dua arah.
6.
Port D : 8 bit port masukan/keluaran dua arah. Kaki-kaki Port D juga mempunyai
fungsi alternatif, antara lain: baca dan tulis memori eksternal, keluaran output compare
match, USART, dan interupsi eksternal.
7.
Reset : Input reset. Tingkat keadaan tegangan yang rendah pada kaki ini selama lebih
dari 50 ns akan mereset mikrokontroler.
8.
XTAL1 : masukan inverting oscilator amplifier dan masukan rangkaian clock operasi
internal
9.
XTAL2 : keluaran inverting oscilator amplifier
Gambar 2.3 Susunan kaki ATMega8535
2.4.2. Fitur Interupsi Eksternal
Interupsi eksternal terdapat pada kaki 16(INT0), 17(INT1), dan 3 (INT2). Fitur ini
memungkinkan terjadinya interupsi pada perangkat lunak dengan pemicu dari luar. Bentuk
pemicu yang diberikan dapat berupa falling edge, rising edge, atau low level. Bila bentuk
pemicu yang dipilih adalah falling edge maka interupsi akan terjadi setiap kali tegangan pada
kaki interupsi eksternal berubah dari 5 volt ke 0 volt. Pada rising edge terjadi yang sebaliknya,
interupsi akan terjadi setiap kali tegangan pada kaki interupsi eksternal berubah dari 0 volt ke
5 volt. Bentuk pemicu low level menyebabkan interupsi ketika kaki interupsi eksternal berada
pada tingkat tegangan 0 volt.
Beberapa register perlu diperhatikan untuk dapat menggunakan fitur interupsi
eksternal. Register-register tersebut adalah : MCU control register(MCUCR), MCU control
and status register(MCUCSR), general interrupt control register(GICR), dan general
interrupt flag register(GIFR).
MCUCR merupakan register yang menentukan bentuk pemicu yang akan dianggap
sebagai pemicu terjadinya interupsi eksternal pada mikrokontroler. MCUCR ditunjukan pada
Gambar 2.4. Adapun pilihan bentuk pemicu dan logika yang menyebabkannya dijelaskan pada
Tabel 2.1
Gambar 2.4 Register pemicu interupsi
Tabel 2.1 Pilihan bentuk pemicu
ISC01
ISC00
Bentuk Pemicu
0
0
0
1
1
0
Falling edge
1
1
Rising edge
Low Level
Setiap perubahan level tegangan
Gambar 2.5 memperlihatkan susunan bit pada GICR. Bit ke-7, ke-6, dan ke-5
merupakan register kontrol interupsi eksternal 0, interupsi eksternal 1, dan interupsi eksternal
2 secara berturut-turut. Masing-masing bit ini bila berada pada logika 1 mengijinkan
terjadinya interupsi pada interupsi eksternal 0, interupsi eksternal 1, dan interupsi eksternal 2
setelah sebelumnya interupsi secara keseluruhan diijinkan dengan menuliskan logika 1 pada
bit I.
Gambar 2.5 Register kontrol interupsi
2.4.3. Fitur Timer
Mikrokontroler ATMega8535 memiliki dua buah timer yang dapat digunakan salah
satu atau keduanya sekaligus untuk fungsi yang berbeda. Timer pertama (timer 0) merupakan
8 bit timer/counter, sedangkan timer kedua (timer 1) merupakan 16 bit timer/counter. Kedua
timer dapat digunakan untuk menghitung selang waktu suatu proses atau untuk menghitung
jumlah suatu kejadian sebagai counter.
Bila digunakan sebagai timer, maka frekuensi kerjanya sesuai dengan frekuensi clock
oscilator. Sedangkan bila digunakan sebagai counter, maka frekuensi sinyal masukan dari luar
akan disesuaikan dengan frekuensi clock oscilator. Agar seluruh sinyal masukan dapat
dihitung dengan baik, maka selang waktu antara dua buah sinyal masukan berturut-turut
minimal sama dengan periode clock oscilator yang digunakan.
Untuk timer/counter 0, harga yang diberikan ke register TCCR0(Timer/Counter 0
Control Register) akan menentukan fungsi dari timer/counter 0 tersebut. Gambar 2.6
memperlihatkan skema register TCCR0 tersebut dan Tabel 2.2 memperlihatkan kombinasi
harga TCCR0 bit 0-2 yang dapat dipilih.
Gambar 2.6 Register TCCR0
Tabel 2.2 Kombinasi Harga CS00,CS01, dan CS02
Berdasarkan Tabel 2.2 di atas, maka timer/counter 0 dapat dinon-aktifkan, digunakan
sebagai timer dengan frekuensi kerja yang dapat diatur, atau sebagai counter di mana sinyal
dari luar yang diberikan melalui kaki T0 berperan sebagai clock oscilator. Seperti halnya
timer/counter 0, maka fungsi dari timer/counter 1 ditentukan dari harga TCCR1B. Gambar 2.7
memperlihatkan skema register TCCR1B tersebut dan Tabel 2.3 memperlihatkan kombinasi
harga TCCR1B bit 0-2 yang dapat dipilih
Gambar 2.7 Register TCCR1B
Tabel 2.3 Kombinasi Harga CS10, CS11, dan CS12
Berdasarkan Tabel 2.3 di atas, maka timer/counter 1 dapat dinon-aktifkan, digunakan
sebagai timer dengan frekuensi kerja yang dapat diatur, atau sebagai counter di mana sinyal
dari luar yang diberikan melalui kaki T1 berperan seperti clock oscilator.
Harga awal dari kedua timer/counter dapat ditentukan sehingga timer/counter akan
menghitung mulai dari harga awal tersebut. Apabila harga timer/counter telah mencapai harga
maksimumnya, maka timer/counter tersebut melakukan interupsi. Interupsi ini dapat
digunakan untuk menjalankan perintah lain ataupun tidak, tergantung dari keinginan
programer. Untuk timer/counter kedua yang merupakan 16 bit timer/counter, harga
maksimum perhitungan juga dapat ditentukan sehingga waktu interupsi juga dapat ditentukan.
Tabel 2.4 memperlihatkan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan menggunakan fitur
timer/counter, termasuk register-register yang terkait.
Tabel 2.4 Register-register timer/counter
No
1
Hal – hal yang perlu di setting
Memilih Timer/counter yang aktif, sekaligus
prescaller
Register-register yang terkait
TCCR0(CS02,CS01,CS00),
TCCR1B(CS12,CS11,CS10),TCCR2
(CS22, CS21,CS20)
TCCR0(CS02,CS01,CS00),
2
Memilih fungsi sebagai timer atau counter
TCCR1B(CS12,CS11,CS10),TCCR2
(CS22, CS21,CS20)
3
Penampung
TCNT0,TCNT1L – TCNT1H, TCNT2
4
Pin Input (sebagai Counter)
DDRB (DDBn)
2.5. Rangkaian Enkoder
Enkoder inkremental beroperasi dengan cara mengkonversi putaran poros enkoder
menjadi sinyal cahaya yang terputus-putus. Sinar cahaya ini ditangkap dan diolah menjadi
bentuk pulsa-pulsa listrik. Frekuensi pulsa-pulsa listrik yang dihasilkan mengindikasikan
kecepatan putar poros enkoder relatif terhadap bagian yang diam.
Jumlah pulsa yang
dihasilkan enkoder menyatakan posisi terakhir poros enkoder relatif terhadap posisi awal
sebelum perputaran.
Prinsip kerja enkoder digambarkan oleh Gambar 2.8. Pada bagian dalam enkoder
terdapat piringan dengan lubang-lubang yang memiliki skala tertentu atau piringan gelas
dengan garis-garis terang dan gelap secara bergantian juga dengan skala tertentu. Skala ini
menentukan jumlah pulsa yang dihasilkan oleh enkoder selama satu putaran poros enkoder.
Sumber cahaya (misal LED) ditempatkan di salah satu sisi piringan dan pada sisi lainnya
dipasang sensor optik (misal fototransistor atau fotodioda) yang mengubah cahaya yang
ditangkap menjadi sinyal.
Sinyal ini kemudian diolah oleh rangkaian elektronik untuk
memastikan keluaran yang dihasilkan enkoder berupa sinyal berupa sinyal berbentuk pulsa.
Gambar 2.8 Skema enkoder inkremental
Apabila digunakan dua pasang LED-fototrnsistor (fotodioda), maka arah putaran poros
dapat ditentukan. Gambar 2.9 memperlihatkan sebuah piringan dengan 6 bagian yang tembus
cahaya (masing-masing berjarak 60o ) dan dua pasang LED-fototransistor yang berjarak 105o
(ditunjukan dengan 2 buah lingkaran hitam).
Gambar 2.9 Enkoder
Pada Gambar 2.9 tampak bahwa posisi kedua pasang LED-fototransistor diatur
sedemikian rupa sehingga salah satu pasangan LED-fototransistor berada di tengah-tengah
bagian yang tembus cahaya tergantung arah putaran poros enkoder. Gambar 2.10
memperlihatkan 4 posisi yang berbeda dari enkoder yang terdapat pada Gambar 2.9. Masing-
masing posisi berbeda 15o , posisi A sama dengan posisi E yang telah diputar 60o . Untuk
putaran searah jarum jam, kondisi yang telah terjadi adalah mengikuti urutan A-B-C-D-E.
Sedangkan untuk putaran berlawanan jarum jam, kondisi yang terjadi adalah mengikuti urutan
E-D-C-B-A.
Gambar 2.10 Piringan enkoder yang berputar
Berdasarkan Gambar 2.10 dapat diketahui bahwa LED 2 berubah kondisi dari terang
ke gelap pada posisi A untuk putaran piringan searah jarum jam dan pada posisi C untuk
putaran piringan berlawanan jarum jam. Oleh karena itu, dengan mendeteksi keadaan LED 1
saat LED 2 berubah dari kondisi terang ke gelap, arah putaran poros enkoder dapat ditentukan.
Jika LED 1 dalam kondisi terang, berarti arah putaran searah jarum jam; sedangkan jika LED
1 dalam kondisi gelap, berarti arah putaran berlawanan jarum jam.
Enkoder inkremental yang dibutuhkan pada peralatan pengukuran posisi sudut adalah
enkoder yang mempunyai minimum 2 kanal penghasil pulsa-pulsa listrik yang berbeda fasa
sebesar 90o . Gambar 2.11 menunjukan bentuk sinyal pulsa 3 buah kanal yang dihasilkan oleh
enkoder OMRON EB2-CWZ6C.
Gambar 2.11 Sinyal keluaran enkoder OMRON EB2-CWZ6C.
Pulsa-pulsa ini kemudian akan dideteksi oleh perangkat pengolah sinyal. Perangkat
pengolah sinyal akan akan menghitung jumlah pulsa yang dihasilkan enkoder dengan patokan
1 putaran dari sensor optik (key phasor) untuk mengetahui posisi sudut dari poros.
2.6. LCD Sebagai fasilitas Antarmuka
Untuk mendapatkan sistem mikrokontroler yang dapat bekerja mandiri diperlukan
fasilitas antarmuka bagi penggunanya. Fasilitas antarmuka terdiri dari fasilitas masukan dan
keluaran. Fasilitas antamuka yang dibutuhkan pada peralatan pengukuran posisi sudut hanya
fasilitas keluaran saja. Untuk fasilitas keluaran, modul yang dapat digunakan dapat berupa
tampilan seven segment atau LCD (Liquid Crystal Dysplay). LCD dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu LCD karakter dan LCD Grafik.
Jika LCD hanya digunakan untuk
menampilkan hasil, maka sebaiknya dipilih LCD karakter karena harganya lebih murah dan
memprogramnya lebih sederhana.
LCD yang sudah terintegrasi dengan driver-nya disebut sebagai LCM (Liquid Crystal
Display Module). Keuntungan dari penggunaan LCM ini adalah pemakai cukup memberikan
catu daya, data karakter, dan bit-bit kontrol. Bentuk dari karakter itu sendiri sudah disimpan
di dalam memori LCM. Untungnya, LCM ini sudah tersedia luas di pasaran.
LCD umumnya digunakan untuk menginformasikan perintah kepada pengguna.
Sebuah LCD 20×4 (20 karakter dan 4 baris) dengan lampu layar (backlight) diperlihatkan
pada Gambar 2.12.
Susunan kaki-kaki pada LCD umumnya terdiri atas kaki-kaki yang
diurutkan seperti pada Tabel 2.5.
Gambar 2.12 LCD 20 x 4
Tabel 2.5 Susunan kaki-kaki LCD 20 x 4
Nomor
Simbol
1
Vss
2
Fungsi
Nomor
Simbol
Fungsi
GND (0 V)
9
D2
Data Bit 2
Vdd
VCC (5 V)
10
D3
Data Bit 3
3
V0
Tegangan Kontras
11
D4
Data Bit 4
4
RS
Pemilihan Register
12
D5
Data Bit 5
5
R/W
Baca/Tulis
13
D6
Data Bit 6
6
E
Mengijinkan Sinyal
14
D7
Data Bit 7
7
D0
Data Bit 0
15
LED(+) Lampu Layar (+)
8
D1
Data Bitv 1
16
LED(-)
Lampu Layar (-)
2.7. Memori dan Register
ROM (Read Only Memory) merupakan memori yang bersifat non-volatile, artinya data
pada ROM, tidak akan hilang bila catu daya dimatikan. Ada beberapa jenis ROM yang dapat
digunakan, yaitu ROM biasa, PROM dan EPROM. ROM biasa adalah memori yang telah
diprogram oleh pabrik pembuatnya. Sedangkan, PROM (Programable Read Only Memory)
adalah memori yang dapat diprogram oleh pengguna, namun hanya dapat diprogram sebanyak
satu kali saja dan tidak dapat dihapus kembali. Lain halnya dengan EPROM, EPROM
(Erasable Programable Read Only Memory) adalah memori yang dapat diprogram
berulangkali oleh penggunanya.
Mikrokontroler ATMega 8535 memiliki dua bagian memori non-volatile internal.
Program utama akan disimpan pada memori flash yang berukuran 8 kByte dan program
tambahan dapat disimpan pada EPROM yang berukuran 512 Byte. Yang membedakan kedua
jenis memori tersebut adalah jumlah pemrograman yang dapat dilakukan.
2.8. Komunikasi Serial
Untuk digunakan sebagai jalur komunikasi data antara mikrokontroler dengan
komputer digunakan port serial. Port serial pada ATMega 8535 menggunakan standar TTL
yang bersifat full duflex, artinya mikrokontrol dapat menerima dan mengirim data secara
bersamaan. Standar logika TTL memberikan tegangan +5 volt untuk logika high dan 0 volt
untuk logika low, sedangkan port serial pada komputer dengan standar RS-232 menggunakan
tegangan –12 volt untuk logika high dan +12 volt untuk logika low. Untuk mengatasi
perbedaan tersebut dibutuhkan sebuah converter yang dapat mengubah nilai logika standar
TTL menjadi nilai logika dalam standar RS-232. Salah satu IC converter yang dapat
digunakan adalah IC MAX232. Kaki masukan pengirim dan kaki keluaran penerima
dihubungkan dengan mikrokontroler. Sedangkan kaki keluaran pengirim dan kaki masukan
penerima dihubungkan ke port serial komputer dengan konektor DB-9 yang bagannya dapat
dilihat dalam Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Konektor DB-9 serial
Kecepatan pengiriman data serial ditentukan oleh baud rate. Besar baud rate
ditentukan dengan persamaan berikut:
BAUD =
fCK
16(UBRR + 1)
dengan:
BAUD = baud rate
fCK
= frekuensi osilator CPU
UBRR = nilai register baud rate
(2.1)
Download