BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tanah masam adalah tanah yang mempunyai pH dibawah 5,0. Tanah dengan pH 5,5 hingga 6,5 dikategorikan sebagai tanah agak masam, sedangkan tanah pada pH di bawah 4,0 dikategorikan sebagai tanah sangat masam. Di dalam tanah, terdapat unsur hara makro seperti kalium, mangnesium, kalsium, dan fosfor serta unsur hara mikro seperti besi, mangan, nikel, dan tembaga yang dibutuhkan tanaman, namun pada tanah masam kadarnya tidak seimbang. Pada tanah dengan pH rendah unsur hara mangan(II) dan besi(II) jumlahnya menjadi berlebih, sehingga akan meracuni tanaman tersebut. Pada tanah masam kelarutan berbagai logam tergolong tinggi, termasuk kelarutan logam mangan (Mn) dan besi (Fe). Pada pH rendah Mn dan Fe akan berada pada keadaan ionnya yaitu Mn2+ dan Fe2+(Prasetyo dkk, 2005). Unsur mangan dan besi merupakan unsur hara yang esensial bagi semua jenis tanaman, akan tetapi sering terjadi masalah pada penanaman dengan sistem penggenangan pada lahan sawah. Sistem penggenangan merupakan salah satu penanganan tanah masam yaitu ketika tanah masam digengani air secara berlebih dalam periode waktu tertentu. Masalah keracunan Mn2+ dan Fe2+ masih sering ditemukan dengan metode ini. Sturz dkk., (2000) dalam (Syafruddin, 2011) mengemukakan bahwa keracunan besi pada tanaman padi dapat menurunkan produksi hingga 90%. Keracunan besi juga sering muncul pada lahan sawah bukaan baru, terutama yang terbuat dari tanah masam (Inceptisol, Ultisol dan Oksisol). Pada tanaman yang berada pada tanah dengan pH rendah sering terjadi kasus keracunan Mn2+ dan Fe2+ (Notohadiprawiro,2006). Pada tanah dengan tingkat keasaman tinggi (pH rendah), pertumbuhan tanaman kurang baik, bahkan pada kondisi ekstrem tanaman tidak dapat dipanen (Syafruddin, 2011). 1 2 Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tanah masam ini, diantaranya adalah pengapuran, penggenangan dan penambahan bahan organik. Pengapuran merupakan cara yang mudah dan efektif untuk mengatasi tanah asam, tetapi hal ini akan menjadi permasalahan ketika tanah masam berada di luar pulau Jawa dimana katersediaan kapur yang terbatas dan harganya belum tentu terjangkau oleh para petani (Prasetyo, 2006). Pengapuran akan dapat meningkatkan pH tanah, tetapi tidak bertahan lama karena ketidakmampuan tanah dalam mempertahankan pH dan mengontrol kehadiran Mn2+ dan Fe2+. Penggenangan sawah dapat mengatasi masalah pH tanah, tetapi metode ini mempunyai kelemahan yaitu air yang berlebihan. Air yang berlebih pada tanah akan menyebabkan perubahan profil tanah. Oksigen bebas akan terkuras dengan cepat, nitrat akan digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai alternatif penerima elektron saat respirasi. Mangan oksida (MnO) akan menjadi penerima elektron selanjutnya, diikuti besi dan sulfat. Hal ini akan menyebabkan tingginya kadar Fe2+ dan Mn2+ terlarut sehingga masuk ke level toksik (Shabala, 2010). Unsur Mn dan Fe yang banyak larut dalam tanah masam akan mudah mengikat fosfor (P), sehingga penambahan pupuk P kurang bermanfaat bagi tanaman dan efisiensi pemupukan P menjadi rendah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penambahan bahan organik (Syafruddin, 2011). Bahan organic yang terdekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang dapat mengikat kation membentuk senyawa kompleks atau khelat, sehingga Mn2+ dan Fe2+menjadi tidak larut (Herviyanti, 2012). Namun penambahan bahan organik ini belum dikaji tentang kemampuan adsorpsinya terhadap ion Mn2+ dan Fe2+. Bahan organik tanah didefinisikan sebagai senyawa karbon yang berasal dari dekomposisi jasad makhluk hidup (tanaman atau hewan) termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa, bahan organik larut air, dan bahan organik 3 stabil atau humus serta terdapat juga makhluk hidup mikroorganisme pengurai dan bakteri. Sifat kimia, fisika dan biologi tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik penyusunnya. Tanah pada umumnya dapat mengandung bahan organik sampai 95%, sedangkan kandungan bahan organik tanah ideal untuk tumbuh tanaman adalah 5-15% dari total berat tanah (Piccolo, 2001). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian tentang metode alternatif yaitu aplikasi pupuk SROP. Pupuk SROP merupakan New Road of Synthetic Humification dengan membuat suatu humus sintetis yang stabil sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Humus sintetis ini diperoleh dengan cara melakukan penggabungan molekul-molekul dari biochar dan hydrochar yang mengandung polisakarida, polipeptida, asam amino, dan lemak agar menjadi humus stabil. Biochar diperoleh dari hasil proses pirolisis biomassa pertanian yang berlignin dan bersilika, sedangkan hydrochar yang mengandung polisakarida, polipeptida, asam amino, dan lemak berasal dari Partial Hidrothermal Carbonization (PHTC) kotoran ternak (Kuncaka, 2013). Aplikasi dari humus sintetis bertujuan untuk mengatasi permasalahan pada tanah masam sehingga dapat memperbaiki produktivitasnya. Humus sintetis bekerja dengan cara mengambil peran sebagai host melalui meningkatkan kadar bahan organik tanah sekaligus sebagai agen pengendali mikronutrien khususnya Mn2+ dan Fe2+ bebas dalam tanah. Oleh karena itu dilakukan analisis kandungan Mn dan Fe dalam humus sintetis, serta kemampuan humus sintetis untuk mengikat ion-ion logam tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjawab secara molekuler masalah tingginya kandungan Mn2+ dan Fe2+ sebagai mikronutrien dalam tanah masam. Mn2+ dan Fe2+ menjadi fokus utama dalam penelitian ini karena Mn dan Fe bebas dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai mikronutrien yang essensial, tetapi disisi lain berlebihnya jumlah Mn2+ dan Fe2+ akan mengakibatkan tanaman kerdil sehingga menurunkan produktifitas pertanian. 4 Berdasarkan permasalahan tersebut, maka akan dilakukan kajian karakteristik gugus fungsional dari humus sintetis, berat komponen terlarut dalam kondisi asam dan aktifitas adsorpsinya terhadap ion Mn dan Fe dalam kondisi pH 4 sebagai pemodelan aplikasinya pada tanah masam. I.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengkarakterisasi gugus fungsi pada humus sintetis setelah pelarutan pada pH 4 dengan spektrometer FTIR. 2. Menentukan berat komponen humus sintetis terlarut pada lingkungan asam. 3. Mempelajari adsorpsi ion Mn2+ dan Fe2+ pada kondisi lingkungan asam menggunakan humus sintetis . I.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Humus sintetis diharapkan mampu memperbaiki kondisi tanah masam dan memperbaiki produktivitasnya sebagai lahan tanam. 2. Keberadaan humus sintetis pada tanah masam diharapkan dapat mengatasi keracunan tanaman oleh logam berat.