1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pasar modal memiliki peran penting dalam sistem perekonomian suatu
Negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu sebagai fungsi ekonomi
dan fungsi keuangan. Pasar modal menjalankan fungsi ekonomi karena pasar
modal menyediakan fasilitas memindahkan dana dari pihak yang mempunyai
kelebihan dana kepada pihak yang memerlukan dana. Pasar modal menjalankan
fungsi keuangan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh pihak yang
memerlukan dana dan pihak yang kelebihan dana menyediakan dana tanpa harus
terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi
tersebut. Investor dan perusahaan dalam melakukan kegiatan investasinya
memerlukan suatu wahana yang memungkinkannya dapat dengan mudah memilih
berbagai alternatif aset yang sesuai dengan keinginannya. Sebaliknya perusahaan
juga memerlukan wahana yang dapat dengan mudah memperoleh dana untuk
membiayai kegiatan usahanya (Wiksuana dan Purbawangsa, 2004:6).
Selain itu dalam perkembangan ekonomi pasar modal juga berperan
sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi perusahaan. Pasar modal Indonesia
mengalami perkembangan sejak dibuka kembali BEJ (yang sekarang menjadi
BEI) sekitar tahun 1977. Keberadaan pasar modal di Indonesia dirasakan sangat
penting bagi kegiatan perekonomian di Indonesia, dimana diharapkan adanya
pasar modal yang mampu berfungsi secara optimal, sehingga dapat menjembatani
1
hubungan antara investor sebagai pemilik dana untuk membiayai kegiatan
operasional atau usahanya.
Perkembangan pasar modal di Indonesia menunjukkan sebuah indikasi
bahwa disamping perbankan, pasar
modal sudah menjadi alternatif sebuah
investasi bagi pemilik modal atau investor. Akses dana dari pasar modal telah
mengundang banyak perusahaan nasional maupun perusahaan asing untuk
menyerap dana masyarakat tersebut dengan tujuan yang beragam. Namun sasaran
utamanya adalah meningkatkan produktivitas kerja melalui ekspansi usaha dan
mengadakan pembenahan struktur modal untuk meningkatkan daya saing
perusahaan (Wiksuana dan Purbawangsa, 2004:1).
Bagi perusahaan yang membutuhkan dana, pasar modal merupakan sarana
yang efektif dan menguntungkan sebagai sumber pembiayaan. Pasar modal
dianggap lebih praktis dibandingkan dengan bank dalam menyediakan dana. Bank
sangat ketat dalam mempertimbangkan syarat sebuah agunan untuk pinjaman
dana sebagai sumber pembiayaan perusahaan. Berbeda dengan pasar modal yang
hanya dengan menunjukan prospek suatu perusahaan maka para investor tertarik
untuk membeli surat berharga perusahaan tersebut. Selain itu perusahaan tidak
perlu menyediakan dana setiap bulannya untuk membayar bunga, perusahaan
hanya harus membayar dividen kepada investor.
Informasi merupakan salah satu hal penting dalam pengembangan pasar
modal yang efisien, efisien yang dimaksud disini adalah efisien informational,
yang artinya pasar dimana harga sahamnya mencerminkan semua informasi baru
yang muncul. Selain itu informasi juga memegang peranan penting terhadap
2
transaksi perdagangan di pasar modal. Informasi berkaitan dengan pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh investor untuk memilih portofolio investasi yang
optimal. Pengambilan keputusan investasi tersebut berkaitan dengan pemilihan
portofolio investasi yang menguntungkan dengan tingkat risiko tertentu. Informasi
dapat mengurangi ketidakpastian yang terjadi, sehingga apapun keputusan yang
diambil oleh investor jika berdasarkan pada informasi yang ada akan dapat
mengurangi ketidakpastian yang terjadi, dan keputusan yang diambil tersebut
diharapkan akan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Fatmawati dkk, 1999).
Beberapa informasi yang dipublikasikan di pasar modal diantaranya
adalah penggabungan saham. Informasi ini dapat memiliki makna atau nilai jika
keberadaan informasi tersebut menyebabkan investor melakukan transaksi di
pasar modal, yang tercermin dalam perubahaan harga saham dan volume
perdagangan. Salah satu contoh adalah informasi mengenai reverse split. Pada
pasar modal Indonesia, peristiwa reverse split terus terjadi berkali–kali dengan
perusahaan yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tahun terakhir,
yaitu dari tahun 2003-2010 terdapat 20 perusahaan yang melakukan reverse split
terdaftar di BEI yang terlihat pada Tabel 1.1 berikut.
3
Tabel 1.1 Daftar Perusahaan yang Melakukan Reverse Split
No
Emiten
Kode
1 PT Sinarmas Multiartha Tbk
SMMA
2 PT Capitalinc Investment Tbk
MTFN
3 PT Suba Indah Tbk
SUBA
4 PT Central Korporindo Internasional Tbk
CNKO
5 PT Bank Negara Indonesia Tbk
BBNI
6 PT Polaris Investama Tbk
PLAS
7 PT Bank CIMG Niaga Tbk
BNGA
8 PT Bank Permata Tbk
BNLI
9 PT Sierad Produce Tbk
SIPD
10 PT Inti Agri Resources Tbk
IIKP
11 PT Bakrie dan Brothers Tbk
BNBR
12 PT Lippo E-Net Tbk
LPLI
13 PT Pacific Strategic Financial Tbk
APIC
14 PT United Capital Indonesia Tbk
UNIT
15 PT Indoexchange Tbk
INDX
16 PT Indo Acidatama Tbk
SRSN
17 PT Sentul City Tbk
BKSL
18 PT Bakrie dan Brothers Tbk
BNBR
19 PT Polysindo Eka Perkasa Tbk
POLY
20 PT Multipolar Tbk
MLPL
Sumber : Indonesian Capital Market Directory 2006-2010
tanggal reverse split
4-Februari-2003
6-Maret-2003
3-September-2003
19-November-2003
23-Desember-2003
18-Maret-2004
21-Mei-2004
8-Juni-2004
15-Oktober-2004
19-Januari-2005
14-Maret-2005
28-Maret-2005
18-April-2005
30-Mei-2005
25-Agustus-2005
6-Oktober-2005
1-Agustus-2006
6-Maret-2008
14-Maret-2008
7-April-2010
Reverse split adalah salah satu tindakan perusahaan untuk meningkatkan
harga saham dengan cara mengurangi jumlah lembar saham yang beredar, misal
1:10 reverse split, berarti satu lembar saham baru ditukarkan dengan sepuluh
lembar saham lama dengan harga sepuluh kali lebih tinggi dari jumlah harga
saham yang lama (Martell dan Web, 2005). Reverse split memang tidak sepopuler
stock split, namun perusahaan lebih memilih melakukan reverse split dengan
tujuan untuk memperbaiki image perusahaan dimana para pemegang saham
memperoleh keuntungan dari aksi reverse split yang membuat pasar merespon
dengan baik atas tindakan reverse split, namun tidak untuk semua kasus reverse
split (Han, 1995). Teori reverse split tersebut juga dikuatkan dengan hasil
penelitian sebelumnya, Ratmawati dan Kusumawati (2007) mendapatkan hasil
4
dalam penelitiannya yaitu likuiditas saham trading volume activity (TVA)
meningkat setelah dilakukannya reverse split. Lihua Jing (2002) juga
membenarkan bahwa aksi reverse split bisa menaikkan likuiditas saham dalam
penelitiannya yang berjudul “An Event Study Of Reverse Stock Splits In Hongkong
Market” dengan kesimpulan volume perdagangan saham meningkat jauh setelah
reverse split. Hasil ini menunjukkan bahwa reverse split meningkatkan likuiditas
saham. Huang dkk (2009) menegaskan bahwa mereka menemukan hasil
penelitian yaitu likuiditas saham membaik setelah dilakukannya reverse split.
Sulistyowati (2011) juga menemukan hasil penelitian yang sama, yaitu meneliti
analisis perbedaan harga saham dan likuiditas saham sebelum dan sesudah
peristiwa reverse split pada perusahaan yang tercatat di BEI periode 2003-2008.
Hasil penelitian tersebut mendukung teori penggabungan saham dimana
perusahaan yang melakukan reverse split memiliki likuiditas saham yang tinggi.
Selain reverse split dapat memberikan respon yang positif, ada juga
beberapa penelitian memberikan respon negatif terhadap pengumuman reverse
split. Martel dan Webb (2005) mengemukakan bahwa pengumuman reverse split
sering diartikan investor sebagai informasi negatif. Investor memandang reverse
split sebagai alternatif terakhir yang diambil perusahaan untuk meningkatkan
harga saham, akibatnya pengumuman tersebut berdampak pada pendapatan saham
yang negatif. Harga saham yang rendah akan membuat harga saham tersebut
kurang aktif diperdagangkan dan mengakibatkan jumlah lembar saham yang
beredar terlalu banyak. Hal tersebut memiliki tingkat likuiditas yang rendah. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wafiyah (2005) menunjukkan hasil yang negatif.
5
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang
signifikan antara aktivitas volume perdagangan setelah pengumuman reverse
split. Hasil penelitian yang negatif juga dilakukan oleh Hamzah (2006).
Penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan likuiditas
saham trading volume activity (TVA) sebelum dan sesudah reverse split. Begitu
juga penelitian yang dilakukan Wu dan Chan (1997) di Bursa Efek Hong Kong
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap likuiditas saham
setelah dilakukannya reverse split.
Jika diambil contoh di Indonesia kasus reverse split yang dilakukan oleh
PT. Inti Agri Resources Tbk yang melakukan penggabungan sahamnya pada 19
Januari 2005, terjadi penurunan meanTVA dimana 15 hari sebelum perusahaan
melakukan reverse split memiliki rata-rata meanTVA yang lebih tinggi
dibandingkan dengan 15 hari setelah perusahaan melakukan reverse split seperti
yang terlihat pada Tabel 1.2 berikut.
6
Tabel 1.2 Mean TVA PT. Inti Agri Resources Tbk
Sebelum reverse split
Sesudah reverse split
Hari ke
TVA
Hari ke
TVA
-15
0.00009
15
0.00078
-14
0.00150
14
0.00000
-13
0.00056
13
0.00031
-12
0.00002
12
0.00220
-11
0.00000
11
0.00000
-10
0.00000
10
0.00000
-9
0.00127
9
0.00027
-8
0.02218
8
0.00020
-7
0.01079
7
0.00183
-6
0.12852
6
0.00197
-5
0.00992
5
0.00230
-4
0.00000
4
0.00000
-3
0.00000
3
0.00000
-2
0.02776
2
0.00000
-1
0.01698
1
0.00445
meanTVAsebelum
0.01464 meanTVAsesudah
0.00095
Sumber: data diolah
Tabel 1.2 menunjukkan penurunan meanTVA setelah peristiwa reverse
split, dimana nilai meanTVA sebelum reverse split 0,01464 > nilai meanTVA
setelah reverse split yaitu 0,00095. Nilai meanTVA merupakan salah satu
indikator untuk melihat seberapa likuid suatu saham diperdagangkan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka perlu
diadakan pengujian kembali mengenai pengumuman reverse split terhadap
likuiditas saham di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan data terbaru yaitu
dari tahun 2003-2010, sehingga yang menjadi rumusan masalah yaitu “Apakah
pasar bereaksi terhadap peristiwa reverse split yang dilakukan oleh perusahaan
yang terdaftar di BEI?”.
7
1.2
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1
Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
Untuk mengetahui reaksi pasar terhadap peristiwa reverse split yang dilakukan
oleh perusahaan yang terdartar di BEI.
1.2.2
Kegunaan penelitian
1) Kegunaan teoritis
(1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris tentang
konsep reverse split.
(2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referansi bagi
peneliti-peneliti lainnya yang melakukan penelitian dengan objek
yang sama.
2) Kegunaan praktis
Kegunaan praktis penelitian ini adalah dapat menjadikan bahan
masukan bagi perusahaan yang menentukan kebijakan berkaitan
dengan reverse split yang pada akhirnya mampu memaksimalkan nilai
perusahaan bersangkutan. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi
referensi investor dalam mengambil keputusan investasi secara tepat.
1.3
Bab I
Sistematika Penulisan
:
Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah tujuan dan kegunaan
penelitian, serta sistematika penulisan.
8
Bab II
:
Kajian Pustaka
Merupakan bab yang terdiri dari landasan teori, pembahasan
hasil penelitian sebelumnya dan rumusan hipotesis.
Bab III
:
Metode Penelitian
Merupakan bab yang berisikan tentang metode penelitian
yang meliputi objek penelitian, identifikasi variabel, definisi
operasional variabel, metode penentuan sampel serta teknik
analisis data.
Bab IV
:
Pembahasan Hasil Penelitian
Merupakan bab yang berisikan tentang gambaran umum
perusahaan yang diteliti, deskripsi hasil penelitian serta
pembahasan hasil penelitian.
Bab V
:
Simpulan dan Saran
Merupakan bab yang berisikan tentang simpulan dari
permasalahan
yang
dibahas
serta
saran-saran
dipandang perlu atas simpulan yang dicapai.
9
yang
Download