TINJAUAN PUSTAKA Mencit

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari
mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada
laboratorium, yaitu sekitar 40%-80%. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh mencit
sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia,
siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifatsifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwaki et al., 1994). Mencit
merupakan hewan poliestrus, yaitu hewan yang mengalami estrus lebih daripada dua
kali dalam setahun. Seekor mencit betina akan mengalami estrus setiap 4-5 hari
sekali. Menurut Malole dan Pramono (1989) mencit betina memiliki lima pasang
kelenjar susu, yaitu tiga pasang di bagian dada dan dua pasang di bagian inguinal.
Petter (1961) menjelaskan bahwa mencit (M. musculus) dan tikus (Rattus
norvegicus) merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolifik, kecil, dan jinak. Mencit
laboratorium memiliki berat badan yang bervariasi antara 18-20 g pada umur empat
minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit memiliki bulu yang pendek
halus dan berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih
panjang dari badan dan kepalanya. Arrington (1972) menyatakan taksonomi mencit
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia, Filum Chordata, Klas
Mamalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies M. musculus.
Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)
Smith dan Mangkowidjojo (1988) menyatakan bahwa mencit sebagai hewan
percobaan sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah
berkembang biak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk
mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Sifat biologis mencit secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus)
Kriteria
Lama hidup
Lama produksi ekonomis
Keterangan
1-3 tahun
9 bulan
Lama bunting
19-21 hari
Kawin sesudah beranak
19-24 jam
Umur sapih
21 hari
Umur dewasa kelamin
35 hari
Umur dikawinkan
8 minggu
Siklus estrus
4-5 hari
Lama estrus
12-14 jam
Berat dewasa
Jantan
20-40 g
Betina
18-35 g
Berat lahir
0,5-1,0 g
Berat sapih
18-20 g
Jumlah anak lahir
6-15 ekor
Jumlah putting susu
5 pasang
Kecepatan tumbuh
1 g/hari
Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
Mencit disapih setelah berumur 21 hari dengan berat rata-rata 10,59 g
(Bakker, 1974); 7,66 g (Sudono, 1981); 5,98 g (Nafiu, 1996); dan 7, 76 g (Fitriawati,
2001). Besarnya bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk,
umur induk, keadaan saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, kuantitas
dan kualitas pakan yang diberikan serta suhu lingkungan (Hafez dan Dyer, 1969).
Setelah disapih mencit mempunyai kemampuan tumbuh 0,5-1 g/hari. Mencit mencapai dewasa kelamin setelah berumur 35 hari dengan berat dewasa tubuh jantan dan
betina secara berturut-turut 20-40 g dan 18-35 g.
Kandang mencit biasanya berupa kotak yang terbuat dari plastik atau metal
dengan kawat kasa sebagai penutup bagian atas kandang. Kelengkapan lain yang
diperlukan yaitu tempat pakan, tempat minum, dan alas kandang. Kandang mencit
memiliki luasan 97 cm2/ekor untuk mencit dewasa sedangkan untuk betina dan anakanaknya yaitu 390 cm2 (Rakhmadi, 2008). Syarat yang harus dipenuhi untuk kandang
mencit yaitu, kandang harus memiliki luasan yang cukup sehingga mencit bebas
bergerak dan mempunyai tempat untuk sarang beranak. Satu kandang biasanya
terdapat 5-6 ekor mencit. Mencit sebaiknya ditempatkan dalam kondisi yang redup
atau agak gelap dengan cahaya kurang dari 60 lux terutama untuk mencit albino.
Kandang tidak boleh ditempatkan pada daerah yang bising, lembab dan berdebu serta
yang paling penting adalah bahwa mencit lebih menyukai tempat yang gelap
(Rakhmadi, 2008).
Kebutuhan dan Konversi Pakan
Mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g/hari. Zat-zat makanan yang
dibutuhkan seekor mencit adalah protein kasar 20%-25%, kadar lemak 10%-12% ,
kadar pati 44%-45%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5%-6% (Smith
dan Mangkowidjojo, 1988). Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh jenis kelamin,
ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan partum-buhan,
keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak
tersebut
(Anggorodi, 1994). Rakhmadi (2008) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa konsumsi pakan mencit sangat dipengaruhi oleh aktifitas dan jenis alas yang
digunakan pada kandang mencit. Aktifitas atau pergerakan yang tinggi terjadi pada
mencit dengan kandang bersekat. Sekat kandang menjadi tempat untuk memanjat
dan bergelantungan sehingga aktifitas makan menurun.
Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa, air minum yang dibutuhkan
oleh seekor mencit berkisar antara 4-8 ml/hari. Air minum untuk dikonsumsi harus
selalu tersedia dan bersih karena mencit menyukai air yang baru. Seekor mencit
mudah sekali kehilangan air sebab evaporasi tubuhnya yang tinggi. Ransum dan air
minum mencit biasanya diberikan ad libitum. Konsumsi dapat meningkat seiring
dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran
pencernaan meningkat, sehingga mampu menampung ransum dalam jumlah lebih
banyak (Anggorodi, 1994).
Konversi pakan Merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
mendapatkan bobot badan tertentu dalam waktu tertentu (Anggorodi, 1994) atau
menurut Chruch (1991) konversi pakan merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi
untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan digunakan
sebagai keefisienan seekor ternak menggunakan makanannya untuk berproduksi.
Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin tinggi keefisienan ternak tersebut
menggunakan pakan (Sihombing, 1997). Mencit mampu tumbuh 1 g/ekor/hari
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), dengan konsumsi pakan 5 g/ekor/hari (Malole
dan Pramono, 1989) maka konversi pakan mencit berkisar antara 5-9.
Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan
Menurut Anggorodi (1994), pertumbuhan dapat terjadi secara hiperplasi
(penambahan jumlah sel tubuh) dan hipertrophy (penambahan ukuran tubuh).
Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh genetik, bobot lahir, jumlah anak
sekelahiran, produksi air susu induk, perawatan induk dan umur induk (Hafez, 1963).
Kurnianto et al.,(1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pada titik peralihan
(inflection point) yang menandai bobot badan pada mencit jantan lebih tinggi dari
mencit betina. Laju pertumbuhan mencit sesuai dengan analisis multiphasik kurva
pertumbuhan. Kurva tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga fase pertumbuhan,
yaitu pertumbuhan organ-organ tubuh, otak dan sistem saraf pada fase pertama,
kemudian pertumbuhan tulang dan otot serta fase terakhir adalah pertumbuhan atau
pertambahan lemak.
Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan tertinggi
dicapai pada saat setelah disapih sampai umur 29 hari, pada jantan dan betina
masing-masing sebesar 0,55 g/hari dan 0,50 g/hari. Hasil yang berbeda didapatkan
oleh Nafiu (1996) yakni pada umur lima minggu tanpa membedakan perlakuan dan
jenis kelamin adalah 0,77 g/hari.
Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) termasuk ke dalam filum annelida.
Spesies cacing tanah ini banyak dijumpai di tempat yang lembab, dan hidup dalam
kotoran hewan. Menurut Gates (1972), klasifikasi spesies L.rubellus adalah: Filum
Annelida, Kelas Oligochaeta, Ordo Opisthopora, Subordo Lumbricira, Famili
Lumbricidae, Genus Lumbricus, Species L. rubellus.
Cacing L. rubellus mempunyai bentuk tubuh lebih pipih dibandingkan cacing
tanah jenis lain. Jumlah segmen tubuh yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum
(penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen 27-37 (Sihombing, 2002).
Cacing jenis L. rubellus memiliki produktivitas yang tinggi meliputi, pertambahan
bobot badan, produksi telur dan produksi anakan. Lumbricus rubellus bergerak
lambat dan tidak aktif, sehingga kalah bersaing dengan jenis lain yang lebih aktif
seperti cacing kalung dalam hal mencari makan.
Gambar. 2. Lumbricus rubellus
Spesies lain yang sering dikembangkan secara komersil adalah L. terestris
dan Perionyx excavates. Dibandingkan dengan kedua spesies tersebut L. rubellus
memiliki kandungan protein paling tinggi. Secara berturut-turut kandungan protein
ketiga jenis cacing tersebut adalah sebagai berikut, L. rubellus 65,63 % (Damayanti
et al., 2008); L. teristris 32,66 % (Julendra, 2003); P. excavates 57,2% (Tram et al.,
2005). Lumbricus rubellus mengandung protein dengan asam amino yang sangat
dibutuhkan oleh ternak (Istiqomah, 2009). Menurut Yaqub (1991), komposisi asam
amino L. rubellus yang lengkap sangat berpotensi untuk menggantikan tepung ikan.
Manfaat L. rubellus yang juga penting adalah kemampuannya menghambat
aktivitas bakteri patogen dengan komponen bioaktif Lumbrician (Cho et al., 1998).
Bersama dengan atau tanpa citosan komponen tersebut mampu mereduksi koloni
Ercericia coli dalam tubuh ternak.
Lumbricus rubellus memiliki kandungan asam amino yang hampir sama
dengan tepung daging dan tepung ikan. Kandungan asam amino tepung ikan, tepung
daging dan tepung cacing tanah L. rubellus terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan Tepung Ikan
Asam Amino
Tepung Ikan
Tepung Daging
Tepung Cacing (L. rubellus)
------------------------------------g/100g-----------------------------------Essensial :
Histidin
2,50
2,00
3,80
Treonin
1,10
6,50
2,10
Arginin
4,60
3,30
6,00
Methionin
3,00
1,50
2,00
Valin
5,70
4,70
4,40
Fenilalanin
4,20
3,50
5,30
Isoleusin
6,00
3,50
5,30
10,40
6,90
7,30
1,10
6,50
2,10
1,10
1,10
1,80
13,80
14,80
13,20
Glisin
7,20
4,00
4,30
Tirosin
3,00
1,60
4,60
Alanin
-
-
5,40
Prolin
-
-
5,10
Asam aspartat
-
-
10,50
Serin
-
-
5,80
Lisin
Triptophan
Non Essensial :
Sistein
Asam glutamat
Sumber : Sihombing (2002)
Download