laporan praktikum

advertisement
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Wilayah
Secara yuridis menurut Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Berdasarkan
Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian
daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Rustiadi et al. (2008) wilayah dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga
klasifikasi
yaitu:
(1)
wilayah
homogen
(uniform),
(2)
wilayah
sistem/fungsional, dan (3) perencanaan/pengelolaan (planning region atau
programming region).
2.2. Pengembangan Wilayah
Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi
dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang
mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasil produk barang dan
jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Arsyad, 2004).
Menurut Anwar (2005) pertimbangan dalam pembangunan wilayah
membutuhkan pendekatan multi dimensional, terutama yang menyangkut: (1)
peranan teknologi dalam peningkatan produktivitas, (2) pembangunan
sumberdaya manusia (khususnya yang menyangkut aspek-aspek kesehatan dan
pendidikan), (3) pembangunan infrastruktur fisik dengan memperhatikan aspek
13
lingkungan hidup, dan (4) pembangunan administrasi dan finansial, termasuk
mendorong partisipasi luas kepada masyarakat dan memperhitungkan aspek
politik-institusional.
Inovasi atau pembukaan daerah baru mungkin menghasilkan perubahan
struktural, yang demikian akan memperluas pasar domestik dan memperluas
pasar luar negeri. Penemuan tehnik hanya timbul dalam masyarakat yang
memiliki tradisi yang memungkinkan anggotanya melakukan eksperimen, sadar
untuk mengatasi keterbatasan kemampuan fisik mereka yang dengan kata lain
menyadari akan perlunya melakukan ekspansi (Jhingan, 2007).
Pola dan gerak dari adanya suatu inovasi dan pembukaan wilayah baru
akan berpotensi terhadap pertumbuhan pembangunan dan pengembangan suatu
wilayah yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah,
hal ini bukan hanya penting dalam pertumbuhan ekonomi, namun pada tingkat
di mana inovasi dapat di perbanyak, dimodifikasi, dan menyebar ke sektor
ekonomi lainnya yang akan mempengaruhi kemajuan suatu wilayah.
Menurut United Nation Center for Regional Development dalam Supriatna
(2000)
konsep
pembangunan
berkelanjutan
menitik
beratkan
pada
pembangunan sosial dan lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi
yang dicirikan oleh: a.) pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan
diarahkan pada kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa
pelayanan sosial disektor kesehatan dan gizi, sanitasi, pendidikan dan
pendapatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, b.) pembanguan yang
ditujukan pada pembangunan sosial seperti keadilan, pemerataan dan
peningkatan budaya serta menciptakan kedamaian, dan c.) pertumbuhan yang
diorentasikan pada manusia untuk berbuat melalui people centered development
dan promote the empowerment people.
2.3. Pembangunan Sektor
Menurut Anwar dan Hadi (1996) penentuan peranan sektor-sektor
pembangunan
diharapkan
dapat
mewujudkan
keserasian
antar
sektor
14
pembangunan sehingga dapat meminimalisasikan inkompatibilitas antar sektor
dalam pemanfaatan ruang.
Perencanaan pembangunan wilayah dari sudut pandang ekonomi adalah
penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam mencapai target
pertumbuhan yang selanjutnya diikuti oleh investasi pada berbagai sektor baik
yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta. Dalam perencanaan
pembangunan wilayah menurut Tarigan (2005), pendekataan perencanaan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional
(wilayah).
Rustiadi et al. (2008) menyatakan
kemampuan memacu pertumbuhan
suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing
sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam
memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi
wilayah berbeda-beda.
Perencanaan pembangunan yang disusun secara konprehensif terpadu dan
terarah
akan memberikan dampak pada pertumbuhan dan perkembangan
daerah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pembangunan daerah.
Setiap kebijakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan perekonomian
daerah hendaknya mengacu pada potensi yang dimiliki suatu daerah, sebagai
sebuah kekhasan dan keunggulan daerah, bertujuan
untuk menciptakan
kesempatan kerja, aktivitas perekonomian yang beragam dan merata disetiap
wilayah, pertumbuhan perekonomian wilayah yang stabil yang pada akhirnya
meningkatkan kesejahteraan wilayah, dan peningkatan pendapatan perkapita
masyarakat.
Perencanaan pembangunan wilayah adalah bagaimana menentukan
peranan faktor-faktor produksi yang terbatas, bagaimana dan kearah mana
kegiatan ekonomi daerah diarahkan guna mencapai sasaran dan langkah-langkah
yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran pertumbuhan. Pencapaian sasaran
pertumbuhan tidak terlepas dari peran swasta sedang pemerintah tidak hanya
bersifat sebagai pengatur dan pengendali
(regulator) tetapi juga sebagai
stimulator guna mengarahkan investasi kearah yang diinginkan pemerintah
15
sesuai dengan kondisi daerah dan ketersediaan sumberdaya, sehingga mampu
menggerakkan perekonomian daerah melalui sektor-sektor yang diunggulkan.
2.4. Keterkaitan Antar Sektor
Keterkaitan antar sektor merupakan unsur penting dalam proses
pembangunan daerah, karena dengan adanya keterkaitan antar sektor tersebut
akan dapat diwujudkan pembangunan ekonomi yang saling menunjang dan
bersinergi antara sumber yang satu dengan lainnya. Keterkaitan ini dapat bersifat
ke depan (forward linkages) pada lajur baris output menunjukkan banyaknya
output suatu sektor yang digunakan oleh sektor lain dan keterkaitan ke belakang
(backward linkages) menunjukkan pengaruh suatu sektor terhadap produksi
sektor lain yang menyediakan input pada lajur kolom input dengan adanya
keterkaitan ini akan dapat terwujud pembangunan yang efisien dan saling
mendukung, sehingga perekonomian dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat.
Dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan
atas pemahaman bahwa: 1. Setiap sektor memberikan sumbangan langsung dan
tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pencapaian
pembangunan. 2. Setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya
dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan 3. Aktivitas sektoral tersebar secara
tidak merata dan spesifik, beberapa sektor memiliki aktivitas yang terpusat dan
terkait dengan sebaran sumberdaya alam, sumberdaya buatan (infrastuktur) dan
sumberdaya sosial (Rustiadi, et al. 2008).
Terbatasnya
keterkaitan
internal
dapat
menjadi
halangan
untuk
membangun karena, jika perusahaan meningkatkan outputnya, hanya sedikit dari
keuntungan akan berimbas pada kegiatan ekonomi, pengganda lokal akan
menjadi lebih kecil. Demikian juga, wilayah kecil akan memiliki lebih sedikit
keterkaitan internal daripada wilayah yang lebih besar karena wilayah kecil lebih
mungkin untuk mengimport permintaan inputnya (Blair, 1995).
16
2.5. Analisis Input Output
Pendekatan analisis Input-Output merupakan alat analisis keseimbangan
umum, yang didasarkan pada arus transaksi antara pelaku perekonomian yang
penekanan utamanya adalah pada sisi produksi (Nazara, 2005). Penerapan
kerangka Input-Output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief pada
tahun 1930-an untuk melihat hubungan antar sektor. Pendekatan ini mampu
menggambarkan beragam sifat hubungan di antara sektor-sektor industri dan
diantara sektor-sektor industri dengan komponen lainnya (Isard, 1972).
Analisis Input Output juga banyak digunakan pada berbagai disiplin ilmu
lain, bahkan dalam bidang ilmu perencanaan, kemampuan alat analisis Input
Output untuk melihat sektor demi sektor dalam perekonomian hingga tingkat
yang sangat rinci membuat alat analisis ini cocok bagi proses perencanaan
pembangunan. Model Input Output merupakan peralatan analisis pada berbagai
disiplin ilmu seperti; Geografi, regional science dan engineering, lingkungan
hidup (Young, 2002).
Analisis Input Output menurut Tarigan (2004) memberikan manfaat atau
kegunaan antara lain:
1.
Menggambarkan keterkaitan antar sektor sehingga memperluas wawasan
terhadap perekonomian wilayah.
2.
Dapat digunakan untuk mengetahui daya menarik (backward linkages) dan
daya mendorong (forward linkages)
setiap sektor sehingga mudah
menetapkan sektor mana yang dijadikan sebagai sektor strategis dalam
perencanaan pembangunan perekonomian wilayah.
3.
Dapat
meramalkan
pertumbuhan
ekonomi
dan
kenaikan
tingkat
kemakmuran.
4.
Sebagai salah satu alat analisis yang penting dalam perencanaan
pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan secara
komprehensif.
5.
Dapat digunakan sebagai bahan menghitung kebutuhan tenaga kerja dan
modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah.
17
Pada hakekatnya analisis Input Output digunakan untuk menganalisis dan
mengukur hubungan produksi dan konsumsi antar sektor dalam perekonomian
wilayah, yang dijabarkan dalam bentuk persamaan linier, dimana hasil yang
diperoleh menunjukkan sektor-sektor apa saja yang menjadi unggulan yang
dijadikan
sebagai
pertimbangan
dalam
menentukan
kebijakan
untuk
pengembangannya, sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi
wilayah.
Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan dalam
analisis input output menurut Sritua Arief (1993) adalah sektor-sektor yang:
a.
Mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke
depan (forward linkages) yang relatif tinggi dibandingkan dengan sektor
lainnya.
b.
Menghasilkan
output
bruto
yang
relatif
tinggi
sehingga
mampu
mempertahankan permintaan akhir yang relatif tinggi pula.
c.
Mampu menghasilkan penerimaan devisa yang tinggi.
d.
Mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif tinggi
Kebanyakan ahli ekonomi sekarang percaya bahwa baik keterkaitan ke
belakang atau keterkaitan ke depan dalam analisis Tabel Input Output lebih
efektif. Meskipun keterkaitan ke depan lebih kuat dibandingkan dengan
keterkaitan ke belakang terhadap industri (Blair, 1995).
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan model
Input-Output antara lain yang dilakukan oleh Ferdinan Sukadantel (2007), yaitu
untuk menganalisis sektor-sektor unggulan dalam perekonomian dan alokasi
anggaran pembangunan untuk mendukung sektor unggulan di Kabupaten Bogor.
Hasil analisis diidentifikasi bahwa sektor unggulan Kabupaten Bogor adalah
sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor bangunan dan sektor
tanaman bahan makanan.
Suryawardana
(2006),
menggunakan
metode
Input-Output,
untuk
mengidentifikasi sektor unggulan di Propinsi Jawa Timur. Hasil analisis InputOutput tersebut adalah terdapat lima sektor unggulan di Propinsi Jawa Timur,
yaitu sektor industri kertas dan barang cetakan, sektor industri kecil, barang jadi
18
dan alas kaki, sektor makanan kacang-kacangan lainnya, sektor restoran dan
sektor bangunan dan konstruksi.
2.6. Analisis Komponen Utama (PCA)
Analisis komponen utama merupakan teknik statistik yang dapat
digunakan untuk menjelaskan struktur variansi-kovariansi dari sekumpulan
variabel melalui beberapa variabel baru dimana variabel baru ini saling bebas,
dan merupakan kombinasi linier dari variabel asal. Selanjutnya variabel baru ini
dinamakan komponen utama (principal component).
Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi
dimensi data dan untuk kebutuhan interpretasi. Secara teknis, analisis komponen
utama merupakan suatu teknik mereduksi data multivariat yang berfungsi
mencari dan untuk mengubah (mentranformasi) suatu matriks data awal/asli
menjadi suatu set kombinasi linier yang lebih sedikit akan tetapi menyerap
sebagian besar jumlah varian dari data awal (Supranto, 2004).
Pendekatan mengenai berapa banyak faktor/komponen dilihat dari nilai
eigen (eigen value), titik dimana besaran nilai eigen turun drastis dari nilai besar
ke kecil dianggap sebagai suatu petunjuk banyaknya faktor atau komponen yang
digunakan dalam analisis (Johnson dan Wichern, 1998). Hal mana nilai eigen
ini sangat penting untuk mengukur kriteria penetuan jumlah komponen
sebagaimana Gasser dan Roussson (2004), yaitu untuk mengukur persentase dari
varian dengan menemukan suatu vektor komponen utama yang didefinisikan
dengan faktor loading suatu matriks p dimana p adalah variabel yang dijadikan
kasus.
Agus Sunarto (2007), menggunakan Analisis PCA untuk mengetahui
keterkaitan pola anggaran dengan kinerja pembangunan di wilayah Jawa Bagian
Barat dilakukan penyederhanaan variabel-variabel belanja bidang perkapita
menjadi 2 faktor dari 22 variabel anggaran belanja yaitu faktor utama I
merupakan belanja administrasi dan produksi, dan faktor utama II merupakan
belanja penanaman modal. Sedangkan Prasetyo et al. (2008) dengan
menggunakan data NTB seluruh Propinsi di Indonesia diperoleh empat
19
komponen utama dari sembilan variabel NTB dan diperoleh nilai penduga
koefisien standar error paling kecil adalah metode komponen utama pada regresi
komponen utama daripada metode kuadrat terkecil pada regresi linier berganda,
hal ini menunjukkan bahwa analisis komponen utama lebih tepat dan dipercaya
(reliable) terhadap variabel bebas daripada metode kuadrat terkecil.
2.7. Sumber Pendapatan Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sumber-sumber
pendanaan pemerintah daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Dana
perimbangan merupakan pendanaan yang bersumber dari APBN, terdiri dari
Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK), dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewajiban yang
diberikan oleh pemerintah pusat dan mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta untuk
mengurangi kesenjangaan pendanaan pemerintah antar daerah.
2.7.1. Pendapatan Asli Daerah
Menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa : PAD bersumber
dari pajak daerah, retrebusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Lain-lain PAD yang sah meliputi : hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,
keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi dan
potongan, atau pun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh daerah. Dengan demikian bahwa yang dimaksud
dengan PAD adalah penerimaan yang bersumber dari pajak daerah, retribusi
daerah, pengelolaan kekayaan daerah, laba perusahaan milik daerah dan lain-lain
pendapatan yang sah.
20
2.7.2. Dana Bagi Hasil
Dana perimbangan yang berasal dari DBH bersumber dari penerimaan
pajak dan sumber daya alam. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesenjangan
vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dengan sistem bagi
hasil penerimaan pajak dan bukan pajak antara pemerintah pusat dan daerah.
Pola bagi hasil penerimaan pajak dan bukan pajak ini dilakukan dengan
persentase tertentu yang didasarkan besarnya sumbangan daerah penghasil.
2.7.3. Dana Alokasi Umum
Tujuan dari DAU ini adalah untuk mengurangi ketimpangan dalam
kebutuhan pembiayaan
dan penguasaan pajak antar pemerintah pusat dan
daerah, dengan dana perimbangan ini diharapkan akan memberikan kepastian
pada pemerintah daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan yang menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah. Kebutuhan DAU oleh suatu daerah ditentukan dengan menggunakan
pendekatan fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh
kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Berdasarkan
konsep fiscal gap ini, distribusi DAU kepada daerah yang memiliki kemampuan
keuangan relatif lebih besar akan memperoleh DAU lebih kecil, demikian pula
halnya bagi daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif kecil akan
menerima DAU lebih besar.
2.7.4.
Dana Alokasi Khusus
DAK adalah dana yang disediakan dalam APBN yang dialokasi untuk
daerah guna membantu kebutuhan khusus. Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun
1999 jo PP Nomor 104 Tahun 2000, DAK dialokasikan kepada daerah untuk
memenuhi kebutuhan khusus dengan memperhatikan ketersediaan dana APBN.
Kriteria kebutuhan khusus tersebut meliputi: pertama kebutuhan yang tidak
dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus alokasi umum, kedua
kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional, dan ketiga
kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah
21
penghasil. Berdaasarkan kebutuhan tersebut DAK dibedakan atas DAK dana
reboisasi (DAK DR) dan DAK non dana reboisasi (DAK Non DR).
2.8. Indikator-Indikator Kinerja Pembangunan
Indikator merupakan ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan
dihitung atau diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat
tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap
setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Rustiadi et al, 2008).
Indikator-indikator kinerja ini dibangun atas dasar variabel-variabel
penting yang dapat menggambarkan tingkat perkembangan dan pertumbuhan
atau mampu menjelaskan tingkat ukuran kinerja pembangunan daerah yang
dapat dirumuskan dengan angka indeks atau rasio. Indeks atau rasio tersebut
diantaranya adalah:
1) Bidang Perekonomian yang diukur dari tingkat laju
pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian, pendapatan perkapita, tingkat
pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat pemerataan pendapatan, tingkat daya
beli, tingkat tabungan masyarakat, tingkat investasi, perdagangan luar negeri
(ekspor-impor), indeks harga bangunan, realisasi penerimaan APBD, dll.
2) Bidang ketertiban umum: diukur dengan luas wilayah dan jumlah penduduk
berdasarkan jenis konflik, berdasarkan kasus/kejadian, kecelakaan, perampokan,
kebakaran hutan dll. 3) Bidang kesehatan: jumlah penduduk sakit, tingkat
kematian, tingkat harapan hidup, angka kelahiran, dll. 4) Bidang pendidikan:
diukur dengan tingkat pendidikan, angka putus sekolah, rata-rata lama sekolah,
angka melek huruf, dll.
5) Bidang tata ruang, lingkungan hidup dan
pemerintahan umum : diukur dengan tingkat
kepadatan penduduk, rumah
permanen dan non permanen, ketersediaan ruang terbuka hijau, penyimpangan
penggunaan lahan dari rencana tata ruang, pencemaran, dll (Saefulhakim, 2005).
Jumlah dan keadaan penduduk akan berimplikasi pada kualitas
masyarakat suatu wilayah atau daerah, yang menentukan tingkat harapan hidup
masyarakat,
disamping
itu
akan
berimplikasi
pada
penyebaran
dan
perkembangan angkatan kerja. Keseimbangan antara jumlah dan lapangan kerja,
22
dan pemerataan sebarannya perlu dijadikan sebagai suatu target penting dalam
mewujudkan hasil-hasil pembangunan yang efektif (Riyadi dan Bratakusumah,
2004). Kualitas hidup penduduk dan daya saing perekonomian suatu daerah juga
menentukan indikotar kinerja pembangunan (Wong, 2006), karena kualitas
hidup yang baik akan memangkas proses persaingan sehingga menciptakan
keamanan dan kenyamanan hidup.
Dalam pembangunan, keberlanjutan merupakan asas yang sangat penting
karena prinsip pembangunan adalah menjamin ketersediaan kebutuhan hidup
manusia di waktu sekarang maupun masa yang akan datang. Penerapan
pembangunan berkelanjutan yang komplek dapat disederhanakan dengan
pemilihan indikator capaian yang tepat sebagai sebuah standar capaian kinerja,
pemilihan indikator akan menentukan penilaian akhir, karena indikator bersifat
spesifik untuk berbagai kondisi wilayah.
Pemilihan banyaknya indikator perlu diperhitungkan secara tepat dan
benar, karena akan berpengaruh terhadap biaya dan waktu yang digunakan
untuk analisis kebijakan dan hasil, disamping itu indikator yang terlalu banyak
akan menghasilkan analisis yang tidak mencapai sasaran, karena menjadi tidak
fokus dan bersifat umum. Sebaliknya jika indikator yang ditetapkan terlalu
sedikit akan terjadi kekeliruan dalam menterjemahkan keadaan, karena
kemungkinan banyak mengandung kelemahan. Oleh sebab itu penetapan
indikator yang tepat agar dapat menggambarkan pembangunan berkelanjutan
mulai dari input, proces, output, outcome dan impact menjadi sangat penting dan
merupakan suatu tugas yang cukup sulit bagi perencana wilayah.
Download