MEDSCUPE, Mesin Ergonomis Pencegah Sampel Tertukar di Rumah Sakit UNAIR NEWS – Sering mendengar kasus tertukarnya hasil laboratorium, sampel darah, sampel jaringan, urin, fases, dsb di rumah sakit? Berangkat dari kasus yang Merugikan pasien itulah lima mahasiswa Universitas Airlangga membuat karsa cipta alat “MEDSCUPE” sebuah mesin ergonomis yang mampu mencegah tertukarnya sampel di rumah sakit. Itulah karya tim Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta (PKM-KC) mahasiswa UNAIR yang dipimpin Mokhammad Dedy Batomi (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dengan anggota Mokhammad Deny Basri (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), Masunatul Ubudiyah (Keperawatan 2013), Pratama Bagus Baharsyah (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dan Sucowati Dwi Jatis (Keperawatan 2014). Mereka bersyukur dengan menjadi salah satu penerima dana hibah PKM dari Kemenristek DIKTI tahun 2016, merupakan kebanggaan tersendiri sebagai wujud kontribusi untuk almamaternya. Apalagi jika kelak mendapat kesempatan berlaga di PIMNAS ke-29 di IPB Bogor. “Mau tidak mau, suka tidak suka ini merupakan prinsip dalam hidup kami sebelum masuk UNAIR. Jadi berkontribusi itu wajib hukumnya, apalagi kami kuliah dibiayai oleh negara,” ujar Dedy. Sependapat dengan Dedy, Masunatul juga punya alasan kenapa ia mengikuti kompetisi ini. “Sebenarnya kami semua tidak hanya melulu ingin masuk nominasi PKM, namun lebih dari itu kami ingin meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit Indonesia melalui inovasi yang kita ciptakan ini,” tambah Masunatul. Menurut penelitian tim dengan judul “MEDSCUPE: (Medical Specimens Cube Shipper) Alat Ergonomis Pengirim Dan Direct Labelling Spesimen Pasien Berbasis Pengolahan Citra Solusi Kasus Malpraktek Sampel Tertukar Di Laboratorium Medis”, diterangkan bahwa saat ini mungkin masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kasus malpraktik, sampel uji tertukar, tidak valid, dan hasil uji lab yang lama tersampaikan, bahkan hilang. ALAT MEDSCUPE yang dibuat untuk memisah-misah hasil lab: sampel darah, fases, urin, dsb di rumah sakit agar tidak tertukar. (Foto: Dok Tim) Sebenarnnya semua itu disebabkan banyak faktor, bisa dikarenakan tenaga kerjanya atau alat yang digunakan, namun melihat semua itu pihak rumah sakit tak hanya tinggal diam. Kini di sejumlah rumah sakit sudah mulai dibangun mesin pipa penghantar specimen uji ke laboratorium. Mengapa ini penting? Karena pada dasarnya specimen harus cepat diuji agar komponen di dalamnya tidak berubah. Selain itu juga menghindari peluang sampel tertukar saat semua dikerjakan secara manual. Sayangnya, mesin ini belum secara penuh mengontrol otomatis pengiriman sampel. Sesampainya sampel di ruang laboratorium, petugas masih harus memilah-milah sampel sesuai jenis untuk diantarkan ke tempat uji masiing-masing. Banyak sekali jenisnya, ada darah, urin, feses, jaringan, sputum dan lain-lain. Darah sendiri masih banyak jenis pemeriksaannya, terdiri dari uji plasma, eritrosit, leukosit, dan lain-lain. “Hal ini membuka peluang tertukarnya sampel dan memakan waktu yang lebih lama. Itulah yang mengilhami tim PKM kami membuat sebuah terobosan baru dengan judul seperti diatas,” tambah Dedy. Medscupe (Medical Specimens Cube Shipper) merupakan alat yang mempunyai sistem kendali dan kontrol spesimen berbasis pengolahan citra warna. Alat ini mampu meningkatkan efisiensi proses pelabelan maupun pengiriman spesimen pasien ke laboratorium, sehingga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus malpraktik sampel tertukar di laboratorium medis. Efisiensi Medscupe terletak pada bagian pipa terakhir yang berhenti di ruang Lab medis rumah sakit. Medscupe memberikan percabangan otomatis yang memiliki kamera scanning citra solusi dan slot khusus pemisah sesuai warna yang dideteksi. Dengan begitu, specimen dengan cepat akan terklasifikasi dan sampai di tempat analisis jenis specimen masing-masing dengan tepat. Berbicara kendala, Deny mengatakan sejak awal dalam proses pembuatan prototype alat ini memang sering ditemukan banyak kendala, mulai dari pembelian komponen sampai tahapan akhir yaitu programming dan scanning. “Kita sekelompok tidak dari satu fakultas, yaitu dari dua fakultas: Voaksi dan Keperawatan, sehingga bisa dipastikan jam kuliah kami juga berbeda. Dampaknya, waktu untuk berkumpul untuk sekadar diskusi atau menyelesaikan alat ini juga susah, sehingga waktu ba’da salat maghrib sampai jam 22.00 malam selalu kami sisihkan untuk membuat alat ini setiap minggunya,” tambahnya. Saat ditanya harapan kedepannya tentang prototype ini, Deny mempunyai harapan besar untuk bisa menjalin mitra dan alatnya bisa diterapkan mengingat urgency kebutuhan di pelayanan kesehatan. “Saya berharap alat ini nanti bisa dipatenkan dan terlebih bisa digunakan di pelayanan kesehatan, dan juga semoga PKM KC ini mempu menembus PIMNAS dan pulang membawa juara untuk Universitas Airlangga,” katanya berharap. (*) Penulis : Sucowati Dwi Jatis. Editor : Bambang Bes. Melatih Para Tuna Grahita agar Hidup Sehat dan Mandiri UNAIR NEWS – Barangkali sebagian masyarakat sudah mengetahui kampung tuna grahita di Kabupaten Ponorogo. Di Jawa Timur, populasi tuna grahita mencapai 500 orang, 323 diantaranya tinggal di Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon, Ponorogo. kemampuan yang terbatas baik dalam fungsi intelektual dan beradaptasi, menjadikan para tuna grahita menggantungkan diri kepada masyarakat sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Meski keberadaan mereka dilindungi undang-undang dan mendapat dukungan dana dari berbagai pihak, para tuna grahita itu belum bisa memaksimalkan kemampuan diri mereka. Salah satunya di bidang kesehatan. Sekelompok mahasiswa program studi S-1 Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga mengajak para tuna grahita itu untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Keempat mahasiswa Ners itu adalah Fitria Budiarti (ketua tim/tahun angkatan 2013), Enis Rezqi Maulida (anggota/2013), Magita Novita Sari (anggota/2013), dan Putri Mei Sundari (anggota/2014). Implementasi PHBS itu mereka wujudkan melalui program kreativitas mahasiswa bidang pengabdian masyarakat dengan proposal berjudul “INSTING (Independent Skill Training) untuk Meningkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kampung Idiot di Desa Sidoharjo, Jambon, Ponorogo”. Proposal PKM – M ‘INSTING’ itu berhasil lolos pendanaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti tahun 2016. Tim INSTING memiliki delapan program kegiatan. Program-program itu diantaranya sosialisasi kegiatan, pembuatan buku sadar sehat, pemenuhan kebutuhan alat bahan sehat, pembelajaran dan pelatihan secara langsung oleh tutor, pemantauan melalui buklet, kunjungan ke rumah-rumah, dan pembuatan kaset dokumenter. Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan, tim INSTING mengaktifkan kembali kader-kader untuk mendampingi para tuna grahita. Menurut Fitria, para kader itu terdiri dari orang lanjut usia, dan anggota keluarga yang memiliki kerabat tuna grahita. Agar koordinasi dengan pejabat setempat berjalan baik dan metode pelaksanaan INSTING berjalan optimal, mereka menyasar tuna grahita dari Dusun Klitik, Sidoharjo. Praktik bercocok tanam di salah satu tempat tinggal tuna grahita.(Foto: Istimewa) “Karena lebih banyak pejabat dan perangkat desa yang tinggal di Klitik, maka kami akhirnya memilih itu sebagai desa sasaran. Di sana, kami mendampingi sepuluh tuna grahita agar pelaksanaan lebih efektif. Kami matangkan sasaran ini. Kalau seandainya berhasil, kami berharap itu bisa menjalar ke desa lain,” tutur Fitria. Para tuna grahita itu diajari untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, bercocok tanam dan memanen sayuran untuk memenuhi kebutuhan gizi individu dan keluarga. Dengan adanya rancangan kegiatan seperti itu, tim INSTING berharap rancangan kegiatan ini diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku tuna grahita yang berkarakter mandiri sehingga kehidupan yang layak pun terwujud. “Indikator keberhasilan program kami adalah ketika ketergantungan mereka (tuna grahita) terhadap keluarga berkurang. Kami selalu mengadakan evaluasi terkait dengan program INSTING. Selain itu, ada juga program kami yang telah diadopsi oleh warga setempat. Karena kader juga terus melatih tuna grahita itu untuk menjadi mandiri. Dan, angka kesehatan juga meningkat,” imbuh Fitria. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan 83 Persen Remaja Tidak Bisa Lepas dari Media Sosial Barang Sehari Pun UNAIR NEWS – Lima “Srikandi” Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga merasa prihatin terhadap perkembangan teknologi komunikasi yang sedang berkembang dengan munculnya beragam media sosial (medsos). Sebab pada hakikatnya medsos itu mampu “mendekatkan yang jauh” namun akhir-akhir ini juga “menjauhkan yang dekat”. Karena itulah kelima mahasiswa ini mengkaji tentang psikologi perkembangan manusia dan merasa terpanggil untuk mencari tahu sejauh mana fenomena medsos ini mempengaruhi proses berfikir dan bersosialisasi kaum muda. Lima mahasiswa Fak. Keperawatan UNAIR tersebut adalah Siska Kusuma Ningsih, Dinda Salmahella, Evi Nur Laili Rahma Kusuma, Fenny Eka Juniarty, dan Fitria Kusnawati. Hasil kajiannya mereka jadikan proposal Program Kreativitas Mahasiswa – Penelitian Sosial Humaniora (PKMP Soshum) berjudul “Pengenyampingan Interaksi Sosial secara Langsung oleh Masyarakat sebagai Dampak Munculnya Jejaring Sosial (Medsos)”. Bahkan hasil kajian tersebut lolos dan meraih dana hibah dari Dirjen Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) tahun 2016. Mereka tak bisa memungkiri bahwa hadirnya medsos punya pengaruh luar biasa terhadap proses sosialisasi masyarakat di era global sekarang ini. “Mendekatkan yang jauh” merupakan kalimat yang mencerminkan betapa medsos ini mampu menjadi wadah yang menghubungkan orang-orang dari berbagai belahan dunia menjadi sangat mudah untuk berkomunikasi. ”Namun bagaimana dengan quote “Menjauhkan yang dekat.” Apakah Anda pernah berpikir lebih lanjut tentang ini? Tentu, ini muncul sebagai momok yang sangat menyakitkan bagi sekelompok yang peduli terhadap sosialnya,” kata Siska Kusuma Ningsih, ketua kelompok tim ini. KELIMA mahasiswa Fakultas Keperawatan yang meneliti tentang gadget dan lingkungan sosialnya. (Foto: Istimewa) TAK BISA LEPAS DARI SOSMED Yang menarik, jawaban atas kuesioner terhadap remaja usia 13-25 di kawasan Kelurahan Mulyorejo Kota Surabaya, dalam intensitas penggunaan medsos selama 24 jam, sebanyak 83% responden menyatakan tidak bisa lepas dari media sosial miliknya, walau hanya sehari saja. Kemudian 57% responden menyatakan sangat setuju dan pernah mengalami “dicuekin” (tidak diperhatikan) oleh teman terdekatnya gara-gara asyik bermain media sosial di gadget-nya. “Fenomena yang sering terjadi pada saat berkumpul, kebayakan hanya terfokus pada gadget–nya masing-masing tanpa memperhatikan apa yang terjadi dan yang sedang diperbincangkan orang-orang di sekelilingnya. Sungguh memiriskan, namun jelas ini banyak terjadi di lingkungan terdekat kita. Artinya, tanpa kita sadari sedikit demi sedikit medsos telah mampu menumbuhkan dampak negatif dan berkembang cepat akhir-akhir ini,” tambah Siska. Pada orang seperti ini, komunikasi secara langsung tak lagi memiliki esensi yang bermakna. Mereka beranggapan bahwa mengekspresikan sesuatu yang sedang dirasakannya saat ini melalui sosmed, akan jauh lebih nyaman dan menyenangkan jika dibandingkan harus menyatakan secara verbal kepada orang-orang di sekitarnya. Bahkan parahnya, hanya demi melihat sesuatu yang sedang terjadi dan apa yang sedang nge–hit saat ini, mereka rela untuk tidak bersatu dalam lingkungan sosialnya. Dalam konteks lebih lanjut, peneliti tidak menyalahkan penggunaan media sosial bagaimaapun bentuknya. Namun yang menjadi perhatian peneliti adalah bagaimana orang-orang bijak mampu menggunakan sosmed secara bijak pula. Berkomunikasi sesuai yang perlu dikomunikasikan melalui sosmed, namun percayalah bahwa berkomunikasi secara langsung dalam lingkup sosial akan jauh memberikan keterkaitan hubungan yang harmonis. “Update jejaring sosial boleh sih, tapi tetap ingatlah bahwa Anda hidup dalam suatu lingkungan social,” ujar Evi Nur Laili Rahma Kusuma, menambahkan. Kelima mahasiswa Fak Keperawatan itu berharap adanya penelitian ini dapat tercapainya keseimbangan sosial dari penggunaan sosmed di era yang sedang berkembang saat ini. Seperti contoh akan lebih memahami arti interaksi sosial yang berintelegensi baik dan dapat mengembangkan kualitas kehidupan, baik untuk dirinya maupun untuk lingkup sosialnya. Selain itu juga dapat menilai pola penggunaan sosmed yang sedang berkembang, sehingga dapat membentuk pola-pola pemikiran yang kreatif dan berpendidikan dalam mengatasi problematika yang muncul. (*) Penulis : Tim PKM Sosial Humaniora Editor : Bambang Bes Mahasiswa Pengabdian Tambaksari FKp Adakan Masyarakat di UNAIR NEWS – Pengabdian masyarakat sekarang banyak diwujudkan oleh mahasiswa dalam berbagai bentuk kegiatan. Salah satunya adalah GBGC (Gelar Bakti GEN Corps) yang dilaksanakan oleh BSO GEN Corps dari Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR. Kegiatan GBGC ini merupakan salah satu progam kerja yang diadakan oleh GEN Corps setiap tahunnya. Tahun 2016 ini, GBGC berhasil dilaksanakan di Jalan Bogen kelurahan Ploso kecamatan Tambaksari RT.07 RW.04, Surabaya. Daerah Bogen menjadi salah satu sasaran pada kegiatan ini karena rerata masyarakat di daerah tersebut adalah golongan ekonomi menengah kebawah. Selain itu, angka kejadian Diabetes Mellitus, Asam Urat dan Hipertensi di daerah tersebut termasuk tinggi. “GBGC adalah kegiatan pengabdian masyarakat tahunan dan merupakan pengaplikasian dari pembelajaran di organisasi kami. Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk selangkah lebih dekat dengan masyarakat, saling membantu dan berbagi,” ungkap Amalia Khasanah selaku ketua GEN Corps. Kegiatan ini berlangsung Selama dua hari pada tanggal 21- 22 Mei 2016. Hari pertama, kegiatan yang diadakan yakni penyuluhan mengenai “Hidup sehat bebas hipertensi, asam urat dan diabetes melitus”. Materi ini disampaikan oleh Ery Yannata S.Kep.,Ns. Pada penyuluhan tersebut, sekitar 93 warga Bogen turut hadir dan aktifnya bertanya pada pemateri maupun fasilitator tentang materi yang disampaikan. Kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan gratis yang terdiri dari pemeriksaan gula darah, asam urat dan juga pendididkan kesehatan. Warga juga terlihat mengantri dengan sabar untuk mendapatkan pemeriksaan dan juga pendidikan kesehatan. “Antusias warga terlihat dari banyaknya yang bertanya mengenai hasil pemeriksaaan dan juga pendidikan kesehatan yang diberikan sewaktu acara berlangsung,” imbuhnya. Di hari kedua, GEN Corps bersama warga Bogen melaksanakan Jalan Sehat. Kegiatan ini diikuti hampir semua warga Bogen termasuk anak kecil pun ikut meramaikan kegiatan jalan sehat. Endri, salah satu warga Bogen menyampaikan bahwa kegiatan yang diadakan oleh Anak GEN Corps FKp UNAIR ini sangat bermanfaat bagi warga, baginya dengan adanya penyuluhan dan pemeriksaan gratis warga bisa tahu tanda gejala penyakit yang sering dialami warga. “Kalau kami sudah tahu gejala dari awal kan bisa segera periksa ke rumah sakit,” jelasnya. Mewakili RT.07 Endri juga menyampaikan bahwa semisal jika ada kegiatan lagi, ia berharap dilakukan disini lagi. Hal ini dikarenakan warga Bogen merasa senang dengan adanya kegiatan tersebut. “Saya selaku perwakilan RT 07 mengucapkan terimakasih kepada GEN Corps atas dua hari acara di daerah kami,” ungkapnya. (*) Penulis : Winahyu, Mahasiswa Fakultas Keperawatan UNAIR Editor : Nuri Hermawan Komunitas Saman FKp Gigih Berlatih, Bermimpi Go Internasional UNAIR NEWS – Bung Karno pernah berkata, “Kemerdekaan barulah kemerdekaan sejati, jikalau dengan kemerdekaan itu kita menemukan kepribadian kita sendiri”. Kutipan tersebut secara tidak langsung menjadi pengingat bagi para pemuda agar selalu menjaga dan melestarikan kebudayaan pertiwi. Keinginan untuk terus “merawat” warisan budaya itu mengilhami UKF (Unit Kegiatan Fakultas) Seni Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga (UNAIR) mendirikan Santana (Sanggar Tari Ners Airlangga). Sanggar ini ini menjadi wadah bagi mahasiswa FKp untuk mengembangkan minat dan bakat di bidang seni tradisional. Sejak awal didirikan sekitar 2015 lalu, sudah terdapat dua peminatan di Santana. Yakni, tari Saman dan tari Jejer Jaran Dawuk. Meskipun tergolong sebagai cabang UKF yang masih muda, Santana sudah mampu menunjukkan eksistensinya. Terbukti, sudah 6 kali Santana menampilkan tari Saman dalam sejumlah event. Tiap minggu, di hari Senin, anggota Santana, peminatan tari Saman berlatih selama 3 jam. Mulai pukul 16.00 WIB hingga 19.00 WIB. Tiap pertemuan terdiri dari dua sesi. Pertama, mengulangi hafalan gerakan yang sudah dikuasai di pertemuan sebelumnya. Kedua, menghafal gerakan baru dari pelatih. Seperti yang terlihat Senin lalu (16/5) di RK SC Roy Gd. Timur Lt. 3 FKp UNAIR. Sejumlah 26 orang penari tampak gigih berlatih menghafalkan dan mempraktikkan langsung gerakan yang diajarkan pelatih. Tak hanya tepukan dan gerakan badan, mereka juga berlatih vokal nada tinggi untuk menyanyikan beberapa bait lagu. Semua elemen bergerak secara dinamis dan beriringan. “Seorang penari Saman dituntut untuk bergerak dan menghafal dengan cepat,. Tak hanya itu, mereka juga harus disiplin, kompak, memperkuat memori dan memiliki stamina yang baik. Semua faktor tadi merupakan satu kesatuan untuk memberikan penampilan yang mengagumkan” kata Savira Octaviana, pelatih Saman FKp UNAIR. Berlatih tari Saman, imbuh dia, ibarat mengilhami ilmu keperawatan. Kekompakan dengan tenaga medis lain (misalnya, dokter), kecepatan menangani masalah, kedisiplinan waktu adalah kunci utama. mengingat, dan Bila diperhatikan, anggota Saman dilatih mulai ketahanan fisik hingga attitude. Ada pula sejumlah tips khusus. Misalnya, untuk menghindari cidera pada kaki, mereka harus memakai kaos kaki berlapis pada tungkai. Tak hanya itu, beberapa anggota diajarkan untuk menggigit daun sambil tersenyum. Tujuannya, agar memiliki kebiasan tersenyum saat menari. Beberapa pekan belakangan, anggota Saman semakin giat berlatih. Terkadang, waktu latihan diperpanjang. Rencananya, bulan depan Santana mendapatkan tawaran “manggung”. Otomatis, tari Saman akan dihadirkan. Salah seorang penari Saman bernama Ika lusdiana mengatakan, meskipun latihan ini melelahkan, para anggota tetap bahagia. “Harapannya, dengan dikembangkannya Santana, khususnya, peminatan Saman, masyarakat umum dan civitas UNAIR bisa lebih dekat dengan budaya asli Indonesia,” kata dia. “Jangan sampai, di era modern ini, para pemuda justru lupa dengan identitas bangsa. Itulah yang menjadi PR kita sebagai seorang mahasiswa” tambah Ika Anggreita, Penanggung Jawab UKF Seni BEM FKp Unair. Santana, kata Ika, ingin ikut mewarnai prestasi di kampus UNAIR. Bahkan, hingga level internasional. (*) Penulis: Sucowati Dwi Jatis, Mahasiswa FKp UNAIR Editor: Rio F. Rachman Cegah Diabetes Melitus dengan Bentuk Kader Kesehatan UNAIR NEWS – Diabetes merupakan salah satu penyakit yang menjadi momok di Indonesia. Berdasarkan data yang dilansir oleh International Diabetes Federation Atlas pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ketujuh dengan pengidap diabetes terbanyak di dunia. Untuk menekan jumlah penyakit tersebut, maka diperlukan sebuah kesadaran diri dan kelompok untuk melakukan pemeriksaan kesehatan tubuh sejak dini. Berangkat dari hal tersebut, keempat mahasiswa Universitas Airlangga menggagas ide baru untuk mencegah penyebaran penyakit diabetes. Ide bernama SI MANIS atau Siaga Masyarakat Anti Diabetes Melitus dengan metode self check up digagas oleh Aldini Yunita Mia Diantami (Ners/2013), Anjar Ani (Ners/2013), Dewi Permata Lestari (Ners/2013), Yolanda Eka Maulida (Ners/2014), Oktaviani Indah Puspita (Ilmu Hubungan Internasional/2015). Ide tersebut mereka sampaikan melalui Proposal Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M). Proposal yang mereka ajukan berhasil lolos dan mendapatkan pendanaan dari Kemenristekdikti pada tahun 2016, untuk kemudian digunakan dalam mewujudkan gagasan yang sudah dibuat. Bentuk Kader Melalui program kemanusiaan tersebut, tim SI MANIS menyasar para ibu rumah tangga di wilayah Desa Sidokterto, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Dewi, salah satu anggota tim SI MANIS, mengatakan bahwa kelompok pengidap diabetes terbanyak di Indonesia adalah usia di atas 35 tahun. Oleh karena itu, terkait dengan langkah pencegahan, tim SI MANIS membentuk kader berjumlah sepuluh orang yang berasal dari kelompok Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) setempat. “Kami mendatangi para anggota PKK untuk mengenalkan program SI MANIS. Kami memberikan pengetahuan kepada mereka tentang diabetes melitus. Terkait dengan proses seleksi kader, kami memberikan tes tentang diabetes. Bagi mereka yang lolos, kami mengajari penggunaan alat-alat kesehatan yang digunakan untuk pengecekan gula darah, misalnya menggunakan jarum suntik, setrip, dan sebagainya,” tutur Dewi. Dengan adanya pembentukan kader, tim SI MANIS akan mudah memantau terhadap implementasi program kreativitas. Dewi berharap, para kader bisa menularkan pengetahuan yang dimiliki kepada masyarakat sekitar. Tim SI Manis berfoto bersama dengan kader dan anggota PKK di wilayh Sidokerto, Sidoarjo. (Foto: Istimewa) Selain pembentukan kader, tim SI MANIS juga mengadakan penyuluhan kepada para anggota PKK setempat. Tim menghadirkan salah satu staf pengajar Ners UNAIR untuk memberikan pengetahuan umum tentang diabetes melitus. Penyuluhan itu dilangsungkan pada Sabtu (7/5) di lokasi pengabdian. Antusiasme peserta dapat dilihat dari suasana tanya jawab yang dilontarkan oleh peserta dan pembicara. Pada saat yang sama, tim SI MANIS juga mengadakan pemeriksaan kadar gula darah secara gratis kepada para anggota PKK setempat. Kegiatan tak berhenti pada level penyuluhan. Tim SI MANIS berencana memberikan alat-alat kesehatan kepada PKK setempat agar bisa melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Hanya saja, menurut Dewi, pemberian ini baru bisa dilaksanakan sesuai dengan cairnya anggaran PKM – M dari Dikti. Langkah pencegahan ala tim SI MANIS sudah disambut respon positif oleh masyarakat sekitar. Retno, salah satu kader, mengatakan bahwa dirinya senang bisa membantu mengecek kesehatan warga di tempat ia tinggal. Meski ia merasa sedikit grogi, tapi ia telah mendapat cukup pengetahuan. “Kalau memeriksa tensi, dari mbak-mbaknya (tim SI MANIS) sendiri. Kalau periksa gula darah, dari kader. Kami diajari cara periksa, pasang jarum, dan setrip. Nanti kami juga harus memberitahu kepada warga bahwa jarum yang dipakai itu masih baru. Semua sudah diajari,” tutur Retno. Ia berharap dengan adanya program pencegahan diabetes itu, warga di sekitarnya bisa merasakan manfaat hidup sehat salah satunya dengan mengatur kadar gula darah dalam tubuh. Selain itu, dengan adanya program SI MANIS, PKK setempat berencana mengalokasikan anggaran untuk pembelian alat-alat tersebut dan memeriksa kesehatan secara swadaya. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan Fakultas Keperawatan UNAIR Jadi Tuan Rumah Konferensi Internasional UNAIR NEWS – Para pengajar Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga bekerjasama dengan 14 institusi pendidikan keperawatan seluruh Indonesia menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk ‘The 7 t h International Nursing Conference: Global Nursing Challenge in Free Trade Area’. Seminar yang dilaksanakan di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen UNAIR, pada Jumat (8/4) tersebut diikuti oleh 325 peserta yang terdiri dari mahasiswa jenjang S-1 hingga S-3, dosen, dan para perawat klinis. Dalam sambutannya, Dekan FKp UNAIR Prof. Nursalam, S.Kp., M.Nurs, menjelaskan bahwa perawat adalah salah satu profesi tenaga medis yang terkena dampak perdagangan global, termasuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Oleh karena itu, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk mencetak lulusan keperawatan yang berdaya saing global. “Perguruan tinggi melakukan riset dan menghasilkan berbagai publikasi internasional yang berdampak pada pemeringkatan kampus kelas dunia. Perguruan tinggi dengan iklim riset yang memadai mampu menghasilkan perawat yang berkualitas, sehingga pelayanan publik di bidang kesehatan bisa terus meningkat,” tutur Prof. Nursalam. Wakil Rektor IV UNAIR Junaedi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D., Apt., mewakil Rektor UNAIR berharap agar internasional bisa lebih acap dilaksanakan. konferensi “Saya berharap agar kolaborasi penelitian, seminar, dan konferensi internasional semacam ini bisa lebih sering dilaksanakan. Dengan kegiatan semacam ini, kita bisa mewujudkan masyarakat global yang sehat sesegera mungkin,” tutur Wakil Rektor IV UNAIR. Pada konferensi internasional kali ini, sebanyak empat sesi diskusi panel dilaksanakan, yakni pada Jumat dan Sabtu (8 – 9 April 2016). Konferensi diikuti oleh 325 peserta yang terdiri dari 115 tim dan individu pemakalah lisan, serta 72 peserta lomba poster. Dari seluruh makalah yang dipresentasikan, akan dipilih lima makalah terbaik untuk diterbitkan di jurnal ‘Ners’ milik FKp UNAIR. Sejumlah riset yang akan dipresentasikan dalam panel diskusi tersebut antara lain berjudul “Effectiveness of Lavender Aromatherapy on Axiety Level: A Literature Review” yang ditulis oleh mahasiswa jenjang S-2 FKp UNAIR, dan “Application Relations Professional Nursing Care Model (FGM) Tim with Hospital Patient Satisfaction in Jombang” yang ditulis oleh mahasiswa S-1 asal Universitas Darul Ulum Jombang. Ke-14 institusi pendidikan yang hadir dalam konferensi internasional itu antara lain berasal dari delegasi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Politeknik Kesehatan – Kemenkes Surabaya, Politeknik Kesehatan – Kemenkes Malang, Universitas Darul Ulum Jombang, STIKES Ngudia Husada Madura, dan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. Pada salah satu sesi diskusi, pembicara asal JICA menyampaikan hasil risetnya berjudul ‘Advanced Nursing Practice in The Global Nursing’. Ikuko mengatakan bahwa konsep global nursing sudah mengemuka sejak tahun 1990. Meski demikian, tidak ada penjelasan khusus mengenai konsep global nursing. “Saya pernah tinggal dan bekerja di tiga negara di Afrika, seperti Malawi, Kenya, dan Burundi. Mereka sama seperti di Indonesia, saya telah menghadapi situasi global nursing. Oleh karena itu, saya ingin memberikan pandangan saya untuk bidang penelitian yang berkembang dengan pesat ini,” tutur Ketua Penasihat JICA. Konferensi internasional kali ini dihadiri pula oleh pembicara Kristen Graham, RN, RM, MNg, MPH&TM, MPEd&Tr, GDipMid, GdipHSc asal Universitas Flinders – Australia, SEKI Ikuko MPH, R.N, R.M.W, P.H.N., asal Japan International Cooperation Agency (JICA), dan Madiha Mukhtar, RN, MScN, BScN, RM asal Institut Penelitian dan Rumah Sakit Ibn-e-Seina Pakistan. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh Soroti Penderita Kusta, Nur Maziyya Jadi Wisudawan Terbaik Keperawatan UNAIR NEWS – Stigma masyarakat terhadap penderita kusta masih negatif. Ada yang merasa miris saja, menghindar, bahkan mengucilkannya. Menjadikan penderitanya sangat kasihan. Tetapi sebagai seorang perawat (ners), Nur Maziyya membuang jauh-jauh stigma buruk tersebut, kemudian melakukan penelitian terhadap kehidupan para penderita kusta. Hasil penelitiannya kemudian ia tuangkan ke dalam skripsinya. Jadilah karya tulis ilmiah bertajuk “Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Penderita Kusta Berbasis Teori Health Belief Model (HBM) di Puskesmas Surabaya Utara”, yang sekaligus ikut mengantarkan Nur Maziyya meraih predikat membanggakan, yakni wisudawan terbaik S1 Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga dalam wisuda edisi Maret 2016. Ia membukukan IPK 3,91. Anak nomer tiga dari lima bersaudara ini memutuskan untuk meneliti kehidupan penderita kusta karena angka kejadian kusta di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi. Nur meneliti tentang kualitas hidup penderita kusta, yang kebetulan juga masih relatif sedikit yang menelitinya. ”Itulah alasan mengapa saya tertarik mengambil penelitian tentang pehidupan penderita kusta,” kata mahasiswa yang berasal dari alih jenis kelahiran Kota Surabaya, 17 Maret 1993 ini. Selain menekuni kuliah, Nur Maziyya juga banyak mengoleksi prestasi. Antara lain pernah meraih peringkat I (pertama) dalam evaluasi belajar tahap I tahun 2014. Kemudian sempat juga mengikuti student exchange di Thailand. Prestasinya di bidang non-akademik juga tergolong bagus, antara lain turut mengantarkan tim basketnya menjadi Juara II kejuaraan basket putri Dekan Cup 2014. ”Kalau perlombaan-perlombaan saya jarang ikut, bahkan hampir tidak pernah ikut. Ya maklum karena program B, jadi saya fokusnya kuliah dan kuliah,” tambah Nur. Ditanya mengenai resepnya untuk menjadi wisudawan terbaik, mahasiswa yang memiliki kelompok belajar bernama “Funt4stic” ini, mengaku selama menempuh studi di Fakultas Keperawatan UNAIR, selama ini hanya berusaha melakukan yang terbaik. Tetapi tidak pernah berpikir untuk menjadi yang terbaik. “Selain itu kami berusaha semaksimal mungkin, berdoa, selalu minta restu kepada kedua orang tua. Tidak hanya untuk belajar tetapi juga dalam segala urusan,” kata Nur Maziyya. (*) Penulis : Nuri Hermawan Editor : Bambang Bes FKp Siap Menyongsong WCU dengan Semangat Dies Natalis ke-17 UNAIR NEWS- Fakultas Keperawatan (FKp) memulai rangkaian Dies Natalis ke-17 dengan sejumlah kegiatan Kamis (17/3). Bertepatan dengan HUT Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ke-42, acara hari itu ditandai dengan upacara bendara. Lantas, dilanjutkan prosesi bagi-bagi bunga pada masyarakat umum di sekitar kampus UNAIR. Sementara itu, di area fakultas, diadakan sejumlah pertandingan atau lomba bagi mahasiswa. Tak ketinggalan, lomba memasak. Pastinya, dalam lomba itu, aspek kehigienisan diperhatikan paling utama. Dekan FKp Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) mengutarakan, kegiatan Dies Natalis akan dilangsungkan hingga 10 April 2016 mendatang. Penutupan akan dilaksanakan dengan event jalan sehat. “Pada 8 hingga 9 April nanti, kami juga mengadakan International Nursing Conference,” kata pria yang juga Ketua DPW PPNI Jatim tersebut. Dia mengatakan, semua civitas akademika FKp sudah memiliki semangat yang sama untuk menyongsong cita-cita World Class University (WCU). Momentum Dies Natalis kali ini dijadikan salah satu pemantik gairah untuk meraihnya. Konferensi internasional adalah sebuah cara untuk merangsang budaya penelitian para dosen. Pengembangan aspek ini merupakan faktor fundamental untuk menggapai mimpi menjadi WCU. Di samping itu, selama ini jurnal keperawatan milik FKp merupakan satu-satunya yang terakreditasi nasional di bidang tersebut. Akreditasi FKp secara keseluruhan juga sudah tergolong sangat baik dan akan dipertahankan. Mereka sudah tancap gas untuk menyukseskan program rektorat menuju WCU. “Kami punya jadwal konferensi untuk mahasiswa S1 dan S2 dua kali tiap tahun,” kata lelaki yang juga menjabat Ketua Bidang Dklat DPP PPNI tersebut. (*) Penulis: Rio F. Rachman 79 Perawat Baru Lulusan UNAIR Siap Mengabdi untuk Masyarakat UNAIR NEWS – Universitas Airlangga kembali meluluskan perawat yang siap berkontribusi pada bidang kesehatan Indonesia. Sebanyak 79 perawat baru dilantik dan diambil sumpahnya di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen UNAIR, pada Selasa (1/3). Acara pengambilan sumpah dan pelantikan ini disaksikan oleh Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Jawa Timur Ahmad Yusuf, S.Kp, M.Kes, Dekan Fakultas Keperawatan UNAIR Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hos), Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, dr., Ph.D., Sp.PD., K-GH., FINASIM, Direktur Rumah Sakit UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI, FINASIM, dan kerabat para lulusan. Setelah pelantikan dan pengambilan sumpah janji perawat baru, Ketua Dewan Pengurus Wilayah PPNI Jatim, secara simbolis menyematkan tanda keanggotaan organisasi kepada perwakilan lulusan yang ditunjuk. Acara dilanjutkan dengan pemberian kenang-kenangan dari alumni kepada Dekan FKp, serta pemberian penghargaan kepada lulusan berprestasi. Pada kesempatan ini, Prof. Nursalam memberikan ucapan selamat kepada seluruh perawat baru. Dalam sambutannya, Dekan FKp menyampaikan kabar prestasi bahwa program studi Profesi Ners (perawat), dan program studi Pendidikan Ners memperoleh akreditasi A dari LAM-PTKes (Lembaga Akreditasi Mandiri – Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia) pada awal Januari 2016. Prof. Nursalam yang juga lulusan Universitas Wollongong ini juga memberikan semangat kepada perawat baru agar dapat bersaing di era MEA. “Ners harus mempunyai keberanian untuk berbuat dan berubah yang lebih baik dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan meningkatkan nasib profesi keperawatan. Keberanian bukanlah ketidaktahuan terhadap semua hal, tetapi kemenangan dalam mengatasi ketakutan pada diri sendiri,” terang Prof. Nursalam. Direktur RS UNAIR Prof. Nasronudin juga turut memberikan sambutan. Menurut Prof. Nasron, perawat baru harus siap beradaptasi dengan kemajuan teknologi kesehatan dan pengembangan kualitas pelayanan yang profesional. “Saat ini tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan dari para perawat juga semakin meningkat. Seiring dengan tuntutan tersebut maka para perawat harus membekali diri dengan ilmu dan pengalamannya,” papar Guru Besar Bidang Penyakit Tropik tersebut. Dalam penutupan acara pelantikan perawat baru, Wakil Rektor I UNAIR, Prof. Djoko menuturkan agar para perawat baru aktif berkontribusi pada upaya pemecahan masalah kesehatan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Millenium Development Goals. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S