(insiden) penderita kanker secara global adalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2008, angka perkiraan kasus baru (insiden) penderita kanker
secara global adalah 12,4 juta dan kematian karena kanker sebanyak 7,6 juta jiwa.
Penderita kanker baru pada wanita sebanyak 5,8 juta dan kematian kanker pada
wanita diperkirakan mencapai 3,3 juta jiwa pada tahun 2008. Angka ini
menunjukkan adanya peningkatan sangat signifikan, karena pada tahun 1975
angka penderita kanker perempuan diperkirakan masih sekitar 3 juta jiwa (WHO
International Agency for Research on Cancer, 2008). Kanker payudara menjadi
penyebab kematian dan kesakitan utama pada perempuan, sedangkan pada lakilaki didominasi oleh kanker paru-paru. Peningkatan angka kesakitan dan kematian
karena penyakit kanker tersebut antara lain disebabkan meningkatnya jumlah
penduduk dan harapan hidup mereka. Oleh karena semakin baiknya pengelolaan
penderita kanker pada wanita. Selain itu, peningkatan jumlah penderita sebagai
akibat dari meningkatnya faktor-faktor risiko terjadinya penyakit kanker pada
wanita (Pecorelli et al., 2003, WHO International Agency for Research on Cancer,
2008).
Di Indonesia, angka kesakitan dan kematian karena kanker belum dapat
dilaporkan secara rutin setiap tahun. Hasil survei kesehatan rumah-tangga di
Indonesia hanya memberikan gambaran urutan penyebab penyakit kanker, yang
termasuk 20 besar penyebab kesakitan dan kematian. Seperti halnya negaranegara sedang berkembang lainnya, angka kesakitan dan kematian karena kanker
pada wanita didominasi kanker payudara dan leher rahim serta kanker reproduksi
2
lainnya (Kosen, 2004). Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, selama tahun
2005-2007 telah dirawat 2.439 penderita kanker dan sebanyak 484 orang
mengalami metastasis stadium IV. Dari jumlah penderita tersebut, 946 penderita
(38,8%) mengidap kanker payudara dan 237 diantaranya (25%) telah mengalami
metastasis ke organ lain. Hampir separo dari penderita kanker payudara
mengalami metastasis ke tulang dan lebih dari 15% mengalami metastasis ke otak.
Pada wanita, angka insidensi dan keterkaitannya dengan penyebab
kematian paling tinggi adalah kanker payudara. Kanker leher rahim secara global
menduduki urutan kedua dan baru disusul dengan kanker ovarium dan uterus.
Pada tahun 2008, diperkirakan sekitar 470.000 kasus baru kanker leher rahim
setiap tahun terjadi di dunia (WHO International Agency for Research on Cancer,
2008). Pada tiga dasawarsa terakhir ini kejadian kanker leher rahim di beberapa
belahan dunia mengalami penurunan, tetapi di tempat lain mengalami
peningkatan. Akibatnya selama periode tersebut angka kejadian kanker wanita
relatif menetap dan bahkan mengalami peningkatan secara global. Angka
insidensi rata-rata global kanker leher rahim sekitar 3-60 per 100.000 penduduk
setiap tahunnya. Demikian juga kanker alat reproduksi lainnya memiliki
gambaran epidemiologis yang bervariasi antar negara. Namun hanya kanker paruparu wanita yang meningkat sangat menyolok (73%) dalam tiga dasawarsa
terakhir ini (Pecorelli et al., 2003).
Diantara semua kasus kanker yang metastasis ke otak, kanker payudara
merupakan penyebab kedua kanker metastasis ke sistim saraf pusat setelah kanker
paru-paru yang mendominasi pada pria (Mansel et al., 2007, Wang et al., 2009,
3
WHO International Agency for Research on Cancer, 2008, Sánchez de Cos et al.,
2009). Oleh karena itu pada wanita penderita kanker payudara menjadi urutan
pertama untuk kanker yang mengalami metastasis ke otak. Faktor-faktor risiko
potensial terjadinya kanker payudara metastasis ke otak (KPMO) antara lain:
umur muda, stadium dan grade tumor yang tinggi, reseptor hormon estrogen/
progresteron negatif dan HER-2 positif serta adanya metastasis ke organ lain
terutama paru (Maunglay et al., 2007). Dengan semakin membaiknya hasil terapi
sistemik kanker payudara dan berhasil meningkatkan kelangsungan hidup
penderita, menjadikan isu KPMO sebagai tantangan baru yang perlu dipecahkan
(Wolstenholme et al., 2008). Khususnya setelah diperkenalkan pengobatan
dengan trastuzumab yang mengindikasikan terjadinya insiden lebih tinggi pada
mereka dengan obat tersebut (Pecorelli et al., 2003).
Kanker payudara metastasis ke otak menjadi tantangan terbesar bagi
neuro-onkologis karena sampai saat ini belum ditemukan opsi-opsi terapi sistemik
yang efektif dan efisien (Duchnowska and Szczylik, 2005, Tosoni et al., 2008,
Stemmler et al., 2006). Terapi lokal antara lain: reseksi oleh ahli bedah saraf dan
radioterapi (whole brain radiotherapy atau disingkat WBRT), termasuk
kemungkinannya dengan boster iradiasi lokal (local boost irradiation), baik
menggunakan radioterapi sterotaktik atau pembedahan radiologis (radiosurgery).
Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbaikan kondisi lokal kanker dan
perkembangannya setelah dilakukan WBRT. Pada umumnya reseksi kanker
dilakukan jika situasi ukuran kanker cukup besar dan menimbulkan gangguan
fungsi saraf pusat, termasuk terjadinya hidrosepalus serta kanker dengan
4
gambaran histologis tidak diketahui dengan pasti (Bartsch et al., 2006,
Duchnowska and Szczylik, 2005, Stemmler et al., 2006, Tosoni et al., 2008,
Fromm et al., 2008).
Beberapa tahun terakhir ini banyak bukti baru bahwa kelangsungan hidup
penderita kanker wanita, terutama penderita kanker payudara mengalami
peningkatan bermakna. Pada kanker payudara, peningkatan terjadi setelah
mendapatkan imunoterapi trastuzumab pasca WBRT (Duchnowska and Szczylik,
2005, Fromm et al., 2008, Tosoni et al., 2008, Stemmler et al., 2006). Namun
demikian, pemberian trastuzumab menimbulkan kontroversi karena pengaruh obat
tersebut diduga berhubungan dengan peningkatan insiden KPMO. Pendapat yang
lain mengatakan bahwa pengaruh WBRT di lokasi kanker metastasis tersebut
akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sawar darah otak (Blood-Brain Barrier
atau BBB) sehingga obat-obat sistemik pada sasaran/lokasi kanker di otak dapat
tercukupi dosisnya dan akan mematikan sel-sel kanker sasaran (Duchnowska and
Szczylik, 2005, Fromm et al., 2008, Tosoni et al., 2008, Stemmler et al., 2006).
Kajian tentang faktor risiko tersebut amat penting untuk menetapkan penderita
kanker dengan risiko tinggi terhadap metastasis ke otak dan kebutuhan untuk
melakukan penapisan penderita secara cermat guna penanganan klinis lebih lanjut
(Fromm et al., 2008, Saip et al., 2008).
Prognosis suatu penyakit tergantung dari faktor etiologi, predisposi,
gambaran klinis dan epidemiologis, penanganan kasus secara medis dan latar
belakang keturunan serta faktor-faktor sosial ekonomi yang mendasari kehidupan
sosial, perilaku dan biologis penderita (Maunglay et al., 2007). Prognosis penyakit
5
kanker sangat tergantung dari berbagai faktor tersebut, sehingga dalam menggali
faktor-faktor prognosis metastasis ke otak pada wanita penderita kanker payudara
harus mempertimbangkan secara komphrensif keberadaan faktor-faktor tersebut
(Getman et al., 2004, Girard et al., 2006, Madhup et al., 2006, Micha et al., 2004,
Penel et al., 2001, Sánchez de Cos et al., 2009).
Secara teoritis, faktor-faktor prediktor tersebut dapat disusun dalam suatu
model prognosis atau prediktif terhadap terjadinya metastasis ke otak pada
penderita kanker payudara pada wanita. Model prognosis tersebut merupakan
gabungan dari berbagai kondisi-kondisi penderita sehingga dapat membantu untuk
menentukan prognosis dan mencari penting atau tidaknya suatu tindakan medis
(penapisan dan intervensi) sebagai bagian dari pengelolaan klinis (Nieder et al.,
2008). Tentu saja tindakan tersebut dapat mempertimbangkan faktor-faktor
penting lainnya yang menjadi karakteristik pada penderita. Dari model tersebut
dapat disimpulkan peran masing-masing faktor risiko potensial dalam menentukan
terjadinya metastasis ke otak. Sebagai contoh, apabila model membuktikan bahwa
penderita dengan kondisi tertentu (probabilitas konditional tertentu) dapat
digunakan untuk memprediksi kapan terjadinya metastasis, maka dapat dilakukan
penapisan dan pengelolaan klinis lebih dini.
Angka insiden metastasis ke otak sesungguhnya lebih besar dari data yang
dilaporkan pada saat ini (bias diagnosis). Pada umumnya deteksi kanker
metastasis ke otak dengan alat diagnosis baku baru dilakukan setelah terdapat
gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan penetapan gejala-gejala klinis sebagai
dasar pengambilan keputusan tersebut dilakukan secara subjektif dan belum
6
menggunakan panduan berdasarkan bukti ilmiah (evidence based) yang dapat
memprediksi prognosis penderita. Akibatnya tidak jarang penderita dengan
metastasis ke otak tidak terdiagnosis. Dengan demikian apabila dapat ditemukan
biasanya sudah pada tahap lanjut (sangat terlambat). Akan tetapi dapat juga terjadi
sebaliknya pada penderita yang sebetulnya tidak membutuhkan pemeriksaan
neuroimaging tetapi tetap dilakukan pemeriksaan tersebut, sehingga terjadi
pemborosan biaya.
Oleh karena itu, diperlukan panduan klinis untuk penetapan diagnosis dan
penapisan terhadap KPMO menggunakan model-model prediksi klinis yang dapat
dipertanggung jawabkan secara metodologis (secara epidemiologi klinis). Salah
satu cara yang dapat dilakukan ialah menggunakan model prognosis metastasis
kanker ke otak pada wanita penderita kanker payudara atas dasar faktor-faktor
riwayat penyakit, usia, gejala klinis, hasil-hasil penemuan penanda kanker
(biomarker) biologis dari skrining (penapisan) dan klasifikasi subtipe tumor dan
tindakan klinis ditujukan untuk penanganan kanker primernya (Getman et al.,
2004, Na et al., 2008, Nieder et al., 2008, Penel et al., 2001, Saitoh et al., 1999).
Penemuan terbaru penanda biologis protein Į ȕ-crystallin oleh Voduc et
al. (2015) menunjukkan bahwa ekspresi protein Į ȕ-crystallin mungkin memiliki
manfaat secara klinis untuk mengidentifikasikan penderita kanker payudara
dengan risiko tinggi terjadinya metastasis ke otak.
Cara penggunaan model tersebut untuk pengelolaan metastasis kanker ke
otak belum dilakukan di Indonesia, termasuk di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Dalam menyusun model, belum pernah ada yang mempertimbangkan bagaimana
7
mengakomodasi terjadinya waktu pengamatan secara sensor dan pengaruh faktor
subtipe tumor, hasil patologi, metastasis ke organ lain dan intervensi (Therneau
and Grambsch, 2000). Misalnya, untuk sensor kapan terjadinya metastasis setelah
terdiagnosis kanker tidak diketahui, karena waktu pengamatan yang tidak
memungkinkan menunggu sampai terjadinya metastasis atau meninggal (sensor
kekanan).
Pada penelitian ini akan disusun model prognosis metastasis ke otak pada
wanita penderita kanker payudara secara kohort retrospektif sebagai studi
pendahuluan yang dapat digunakan sebagai training sets. Sedangkan model
tersusun dari studi pendahuluan akan diterapkan atau di-validasi dari data kohort
yang prospektif yang dilakukan kemudian. Dari hasil penelitian ini, model
prognosis metastasis ke otak pada wanita penderita kanker payudara dapat
digunakan
untuk membantu alur
pengambilan
keputusan
klinis dalam
mendiagnosis dan melakukan pengelolaan penyakit kanker payudara pada wanita.
Sifat kanker pada wanita lebih didominasi oleh kanker payudara maka
model dibatasi pada satu jenis kanker tersebut. Apabila terbukti model-model ini
dapat membantu untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi diagnosis serta
pengelolaan klinis bagi penderita kanker wanita maka model dapat diperluas
untuk penyakit-penyakit kanker lainnya.
B. Rumusan Masalah
Kejadian metastasis kanker payudara ke otak pada wanita cenderung
mengalami peningkatan sejalan dengan semakin meningkatnya faktor-faktor
8
penyebab kanker primer diluar otak dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk mendeteksi lebih dini penyakit tersebut. Di Indonesia, gambaran
epidemiologi klinis penyakit kanker metastasis ke otak serta faktor-faktor risiko
potensial yang menentukan prediksi dan prognosis penyakit belum banyak diteliti
secara mendalam. Sementara itu dengan kemajuan dan moderinisasi teknologi
kedokteran dibidang onkologi dan neurologi, telah memperluas opsi pengobatan
dan pengelolaan penyakit kanker otak, termasuk kemoterapi dan radiasi serta
operasi. Namun demikian, peningkatan tersebut tidak akan disertai dengan
perbaikan prognosis dalam bentuk peningkatan kelangsungan hidup penderita
kanker, kecuali dilakukan pengelolaan secara efektif dan efisien. Pengelolaan
yang efektif adalah pengelolaan sesuai dengan protokol klinis yang baku dan telah
dilandasi pada bukti-bukti ilmiah sebelumnya (evidence based). Pengelolaan
secara efisien ialah dengan intervensi efektif terpilih akan memberikan hasil yang
sama baiknya antara tindakan dengan biaya mahal dan lebih murah serta
sederhana, sehingga pengelolaan penderita kanker metastasis ke otak dapat
diterapkan lebih dini dan lebih luas (proyeksi cakupan lebih luas). Dengan
pengelolaan penyakit kanker metastasis ke otak yang lebih efektif dan efisien
maka akan meningkatkan kelangsungan hidup penderita kanker pada wanita di
Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah penelitian ini ialah:
“Bagaimana upaya meningkatkan kelangsungan hidup penderita kanker pada
wanita melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan klinis penderita
kanker dengan berbagai kondisi epidemiologis, klinis dan biologis serta
9
mempertimbangkan latar belakang sosial dan ekonominya di Indonesia? Apakah
penyusunan
model
prognosis
metastasis
ke
otak
berdasarkan
kondisi
epidemiologis, klinis dan biologis serta jenis-jenis pengobatan yang dilakukan dan
memperhatikan umur wanita penderita kanker payudara dapat digunakan sebagai
alat bantu alur klinik (clincal pathways) untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pengelolaan?” Apakah α β-crystallin memiliki manfaat diagnostik untuk
mengidentifikasi metastasis ke otak?
Melalui pemahaman pola epidemiologis, klinis dan biologis serta cara-cara
penanganan penderita dan pertimbangan kondisi sosial-ekonomi keluarga
(terutama penanggung biaya pengobatan) yang dijadikan basis untuk menyusun
model prognosis metastasis ke otak pada wanita penderita kanker payudara maka
akan dapat membantu dalam pengambilan keputusan pemilihan tindakan
penapisan dan intervensi yang efektif dan efisien bagi penderita kanker metastasis
ke otak pada wanita di Indonesia.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Meningkatnya kelangsungan hidup penderita kanker payudara dengan
mengidentifikasi faktor prognosis waktu sampai terjadinya metastasis ke otak
pada wanita di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran epidemiologis dan pola penanganan serta
prognosis waktu terjadinya kanker payudara metastasis ke otak (KPMO)
pada wanita,
10
b. Teridentifikasinya faktor-faktor penentu prognosis utama untuk menyusun
model prognosis dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pegelolaan
klinis penderita KPMO, dan
c. Menemukan nilai sensitifitas dan spesifisitas penanda biologis (biomarker)
Į ȕ-crystallin untuk membantu dalam memprediski waktu terjadinya
KPMO.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian akan memiliki manfaat dalam pengelolaan penderita kanker
payudara pada wanita. Secara ilmiah penelitian ini dapat membantu untuk
menggali lebih mendalam perihal epidemiologi, kondisi klinis dan biologis
metastasis ke otak pada wanita penderita kanker payudara.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian semacam ini belum pernah dilakukan di Indonesia sehingga belum
pernah ada model prognosis untuk menduga kapan terjadinya metastasis ke otak
pada wanita dengan kanker payudara di Indonesia. Di manca negara, penelitian
serupa masih terbatas dalam menentukan lamanya kelangsungan hidup penderita
kanker payudara yang mengalami metastasis ke otak dan belum pernah disusun
model untuk menduga prognosis dan kapan terjadinya metastasis ke otak. Oleh
karena itu belum ada penelitian yang menyusun model prognosis sebagai alat
bantu penetapan keputusan klinis bagi penderita kanker payudara metastasis ke
otak pada wanita seperti dalam penelitian ini. Selain itu, penyusunan model
11
prognosis yang menggunakan biomarker ER/PR, HER2, dan ekspresi protein Į ȕcrystallin secara IHK belum pernah dievaluasi (dibandingkan) sensitifitas dan
spesifisitas dalam model sebelumnya, terutama kepentingannya dibanding gejala
klinis yang mudah dilakukan. Penggunaan ekspresi protein Į ȕ-crystallin sebagai
prediktor untuk menentukan waktu terjadinya metastasis ke otak belum pernah
dilakukan dimanca negara, sehingga penelitian ini merupakan penelitian yang
pertama kali dilakukan.
Secara metodologis, penyusunan model prognosis
mempertimbangkan sensor-ganda dan adanya faktor time-dependent belum pernah
digunakan untuk menyusun model metastasis kanker ke otak.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Kanker payudara adalah kanker utama pada wanita di Eropa dan Amerika
serta merupakan jenis kanker dengan insidens tinggi diberbagai belahan dunia.
Kanker payudara juga sebagai penyebab utama kematian pada wanita di negaranegara industri. Insidens kanker payudara akan semakin meningkat dengan
bertambahnya usia dan mencapai puncaknya pada usia 50-60 tahun. Penyebab
utama kematian pada kanker payudara adalah akibat penyebaran atau metastasis
sel kanker tersebut ke organ vital dalam tubuh seperti intrakranial, paru dan
tulang. Dengan semakin membaiknya pengobatan sistemik terhadap kanker
primer sehingga meningkatkan kelangsungan hidup penderita, menjadikan
insidens metastasis kanker payudara ke intrakranial semakin tinggi (Mansel et al.,
2007, Samant et al., 2007).
Jalur penyebaran atau kaskade metastasis, merupakan suatu tahapan proses
yang harus dijalani oleh sel kanker payudara untuk dapat menimbulkan fokus
metastasis pada lokasi yang jauh. Kaskade metastasis dipengaruhi oleh
mekanisme genetik dan interaksi antara sel kanker dengan lingkungan sekitarnya.
Gen yang mengontrol terjadinya metastasis dikenal sebagai gen promotor
metastasis (Metastasis Promotor Genes/MPGs) dan gen supresor metastasis
(Metastasis Suppresor Genes/MSGs). MPGs meningkatkan kemampuan migrasi
dan invasi sel kanker, sedangkan MSGs berfungsi menekan pertumbuhan dan
penyebaran sel kanker.
Download