BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bauran Promosi Berdasarkan pada Kotler & Armstrong (2001, p111-115), bauran promosi (promotion mix) merupakan suatu perpaduan khusus antara iklan, penjualan personal, promosi penjualan, hubungan masyarakat, pemasaran langsung dan internet marketing. Pada umumnya, respon akhir yang diinginkan oleh pemasar dalam melakukan promosi adalah tindakan pembelian. 2.1.2 Definisi Periklanan Menurut Jefkins mendistribusikan (1997, barang dari p1), para pemasaran sebenarnya produsen pembuatnya lebih ke dari para sekedar konsumen pemakainya. Pemasaran meliputi semua tahapan, yakni mulai dari penciptaan produk hingga ke pelayanan purna jual setelah transaksi penjualan terjadi. Salah satu tahapan dalam pemasaran yang penting dalam pemasaran merupakan periklanan. Menurut Jefkins (1997, p1), periklanan didefinisikan sebagai pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang seoptimal mungkin. Berdasarkan Kotler & Keller (2006, p526), periklanan merupakan seluruh pembayaran dari presentasi nonpersonal dan promosi dari ide, produk atau jasa oleh sponsor tertentu. 2.1.3 Fungsi Periklanan Berdasarkan pada Jefkins (1997, p5-6), dalam periklanan dapat ditemukan suatu kombinasi kreativitas, riset pemasaran dan pembelian media berdasarkan perhitungan yang ekonomis. Kegiatan-kegiatan periklanan memang dapat menelan biaya yang sangat mahal, namun selama itu didasarkan pada tujuan dan perhitungan yang jelas maka semuanya dapat dibenarkan. Yang terpenting adalah bahwa semua kegiatan tersebut tetap efektif dan ekonomis, dalam pengertian dapat mencapai sasaran dan tetap menjamin keuntungan perusahaan. Berdasarkan pada Jefkins (1997, p15), periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar memberikan informasi kepada khayalak. Periklanan harus mampu membujuk khayalak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh departemen pemasaran telah dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan pembeli. Singkatnya, periklanan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli. Pada dasarnya, tujuan periklanan adalah mengubah atau mempengaruhi sikap-sikap khayalak, dalam hal ini tentunya adalah sikap-sikap konsumen (Jefkins, 1997, p17). Menurut Kotler & Keller (2006, p527), periklanan berdasarkan tujuannya adalah sbb: Iklan informasi (informative advertising), merupakan iklan yang bertujuan untuk menciptakan kesadaran akan merk dan pengetahuan mengenai produk baru atau fitur baru dari produk yang telah ada. Iklan yang meyakinkan (persuasive advertising), bertujuan untuk menciptakan kesukaan, pemilihan, keyakinan dan pembelian suatu produk atau jasa. Iklan pengingat (reminder advertising), bertujuan untuk menstimulasi pembelian berulang dari produk atau jasa. Iklan penguatan (reinforcement advertising), bertujuan untuk meyakinkan bahwa pembelian yang dilakukan oleh pembeli adalah pilihan yang tepat. 2.1.4 Karakteristik Iklan Yang Efektif Untuk menilai sebuah iklan agar iklan yang dijalankan dapat berjalan dengan efektif, terdapat beberapa kriteria yaitu (Jefkins, 1997, p16-17) : A. Formula VIPS David Berstein, seorang tokoh periklanan yang termasyur, menjelaskan perlunya penerapan prinsip-prinsip VIPS. Prinsip VIPS ini terdiri dari visibilitas, identitas, janji (promise), serta pikiran yang terarah (singlemindedness). Jadi sebuah iklan haruslah visible, artinya mudah dilihat atau mudah memikat perhatian. Identitas pengiklan produk atau jasa harus dibuat sejelas mungkin dan tidak tertutup oleh pernak-pernik hiasan atau rancangan yang serampangan. Janji atau promise perusahaan kepada konsumen juga harus dibuat sejelas mungkin. Dan yang terakhir, singlemindedness adalah bahwa iklan harus berkonsentrasi sepenuhnya untuk tujuan utama, dan tidak tergoda untuk mengemukakan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu (Jefkins, 1997, p16). B. Nilai Kesederhanaan Sebuah iklan harus senantiasa diingat, tidak perlu berharap seluruh sosok iklan akan diingat konsumen. Jika konsumen dapat mengingat sebagian dari tanda-tanda, seperti gambarnya yang menarik atau hiasan yang unik (bukan nama atau penawaran yang diajukannya) sudah cukup, karena pada akhirnya jika seseorang mengingat tanda-tanda khas dari suatu iklan maka ia akan terdorong untuk mengingat dan mengidentifikasi halhal penting lainnya yang tertera pada iklan tersebut (Jefkins, 1997, p16-17). Sementara, berdasarkan Kotler & Keller (2001, p541), Communication-effect research merupakan penelitian yang bertujuan mendefinisikan sampai mana keefektifan dari sebuah proses komunikasi, dalam kasus ini periklanan, disebut juga copy-testing, yang dapat dilakukan sebelum maupun sesudah iklan tersebut disiarkan. Dilakukan dengan cara mendapatkan tanggapan umpan balik (feedback) dari konsumen mengenai responnya, misalnya : 1. Pesan utama apa yang anda dapatkan dari iklan ini ? 2. Seberapa mungkin iklan ini akan mengakibatkan anda mengambil keputusan ? 2.1.5 Kendala-kendala Komunikasi Iklan Apabila para pembaca, pendengar atau pemirsa mengartikan suatu pesan iklan secara keliru, maka kampanye iklan dapat dikatakan telah gagal total. Kesalahpahaman dalam suatu pesan iklan sering kali terjadi, oleh sebab itu, dalam dunia periklanan, setiap pelakunya harus berhati-hati agar tidak terantuk pada kendala-kendala komunikasi ini baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dengan demikian, komunikasi yang efektif senantiasa sangat ditentukan oleh perpaduan antara kata-kata dan gambar sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut : Unsur verbal Unsur non-verbal Simbol-simbol Makna Kata-kata Simbol-simbol Gambar-gambar Gambar 2.1 : Interaksi Kata-kata Dan Gambar Dalam Menyampaikan Makna Sumber : Jefkins (1997, p21) 2.1.6 Definisi Promosi Penjualan Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 2 (2001, p173), promosi penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelanjaan atau penjualan produk atau jasa. Promosi penjualan menekankan pada alasan mengapa kita harus membeli sekarang juga. Berdasarkan Paul Peter & Olson Jilid 2 (1999, p182), promosi penjualan adalah rangsangan langsung yang ditujukan kepada konsumen untuk melakukan pembelian. Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 2 (2001, p175), alat utama promosi konsumen adalah sampel, kupon, pengembalian sebagian uang (cash refunds), paket harga, hadiah-hadiah, barang promosi, penghargaan atas kesetiaan, display dan peragaan point-of-purchase, serta kontes, undian, dan permainan. Sampel adalah sejumlah kecil produk yang ditawarkan kepada konsumen untuk dicoba, ada yang gratis dan ada juga yang dijual dengan harga pengganti ongkos. Kupon adalah sertifikat yang memberi pembeli potongan harga untuk pembelian produk tertentu. Pengembalian sebagian uang menyerupai kupon kecuali bahwa pengurangan harga terjadi setelah pembelian, dan diurus di tempat lain, bukannya di toko pengecer. Paket harga adalah penawaran harga produk tertentu lebih murah kepada konsumen. Hadiah adalah barang yang ditawarkan gratis atau dengan harga miring sebagai insentif untuk membeli suatu produk. Barang promosi adalah pernak-pernik yang bermanfaat, dengan cetakan nama pemasang iklan di situ. Penghargaan atas kesetiaan adalah uang tunai atau hadiah lain yang ditawarkan bagi penggunaan suatu produk atau jasa perusahaan secara reguler. Peragaan point-of-purchase adalah display dan peragaan di dekat tempat pembayaran atau penjualan. Kontes mengundang konsumen untuk mengirimkan karyanya, seperti nyanyian, tebakan, saran untuk dinilai oleh panel yang akan memilih pengirim terbaik. Undian mengundang konsumen mengirimkan namanya untuk diundi. Dan permainan menyajikan sesuatu kepada konsumen seperti nomor bingo, huruf yang hilang, setiap kali mereka membeli yang mungkin membantu mereka memenangkan hadiah. 2.1.7 Tujuan Promosi Penjualan Berdasarkan P.R Smith (1997, p298), beberapa tujuan dari promosi penjualan adalah sbb : Meningkatkan penjualan dengan me-reward konsumen yang loyal, meningkatkan keloyalan konsumen, meningkatkan pembelian kembali, mendorong konsumen untuk mencoba, memposisikan kembali produk di benak konsumen. Membantu penjualan produk baru. Memuaskan pengecer akbat dari meningkatnya penjualan. Mengurangi tingkat persediaan. Memblok kompetitor. Mendorong publikasi. Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 2 (2001,p174), pada umumnya, promosi penjualan harus merupakan pembangunan hubungan konsumen, ketimbang sekedar menciptakan volume penjualan jangka pendek atau pengalihan merk yang sifatnya temporer, promosi penjualan itu mesti membantu memperkuat posisi produk dan membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen. 2.1.8 Strategi Produk Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1(2001, p346), produk dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Dalam definisinya secara luas, produk meliputi objek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, ide atau bauran dari semua bentuk-bentuk tadi. 2.1.9 Tingkat Produk Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1(2001, p348), produk dibagi menjadi tiga tingkatan. Yakni : Produk Inti (core product) Produk inti ditujukan untuk menjawab pertanyaan : ”Apa yang sebenarnya dibeli oleh pembeli ?”. Produk inti terdiri dari manfaat inti untuk pemecahan masalah yang dicari konsumen ketika mereka membeli produk atau jasa. Produk Aktual (actual product) Terdiri dari lima karakteristik, yakni : tingkat kualitas, fitur, rancangan, nama merk dan kemasan. Nama produk, komponen, gaya, sifat, kemasan, dan atribut lain dikombinasikan dengan cermat untuk menyampaikan manfaat inti – cara yang menyenangkan dan berkualitas tinggi untuk merekam momen-momen penting. Produk Tambahan Merupakan jasa dan manfaat tambahan bagi konsumen. Pemasangan Produk Tambahan Pengemasan Pengiriman dan kredit Nama merk Manfaat atau jasa inti Tingkat mutu Sifat Jasa purna jual Rancangan Garansi Gambar 2.2 : Tiga Tingkatan Produk Sumber : Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p348) Oleh karena itu, sebuah produk lebih dari sekedar seperangkat sifat-sifat barang berwujud. Konsumen cenderung melihat produk sebagai rangkaian komplek dari manfaat yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Ketika mengembangkan produk, pertama kali pemasar harus mengidentifikasi kebutuhan inti konsumen yang akan dipuaskan oleh produk tersebut, kemudian mereka harus merancang produk aktual dan menemukan Produk Aktual Produk Inti cara untuk menambahnya untuk menciptakan serangkaian manfaat yang akan paling baik memuaskan konsumen. 2.1.10 Klasifikasi Produk Menurut Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p349-350), produk dan jasa dibagi menjadi dua kelas besar menurut jenis konsumen yang menggunakannya, yakni produk konsumen (consumer product) dan produk industri (industrial product). Produk Konsumen Merupakan produk yang dibeli konsumen akhir untuk konsumsi pribadi, yang meliputi produk sehari-hari (convenience products), produk shopping (shopping products), produk spesial (specialty products), serta produk yang tidak dicari (unsought products). Produk-produk ini berbeda dalam cara pembelian konsumen dan oleh karena itu produk inipun berbeda dalam cara pemasarannya. Produk Industri Merupakan produk yang dibeli untuk pemrosesan lebih lanjut atau penggunaan yang terkait dengan bisnis. Berdasarkan klasifikasi produk konsumen di atas, produk sehari-hari (convenience products) adalah produk dan jasa konsumen yang biasanya sering dan cepat dibeli oleh pelanggan dan disertai dengan usaha yang sedikit dalam membandingkan dan membeli, misalnya sabun, permen, fast food, dsb. Produk sehari-hari ini dapat dibagi-bagi menjadi produk kebutuhan pokok, produk impuls, dan produk emergensi. Dimana produk kebutuhan pokok adalah produk yang dibeli konsumen secara reguler, seperti kecap, pasta gigi, dsb. Produk impuls dibeli hampir tanpa perencanaan dan usaha mencari, seperti permen batangan, majalah, di mana produk semacam ini biasanya diletakkan dekat dengan kasir toko karena pembelanja mungkin tidak terpikirkan untuk membelinya. Produk emergensi adalah produk yang dibeli ketika kebutuhan konsumen menjadi benar-benar penting, seperti payung di musim hujan, sepatu boot dan sekop ketika badai salju turun pertama kali. Sementara produk shopping (shopping products) adalah produk dan jasa konsumen yang jarang dibeli, sehingga pelanggan membandingkan kecocokan, kualitas, harga dan gayanya dengan cermat, ketika membeli produk ini, konsumen menghabiskan waktu dan tenaga yang cukup besar dalam mengumpulkan informasi dan membuat pembandingan, contohnya : mebel, pakaian, peralatan rumah tangga utama, dsb. Produk spesial (specialty products) adalah produk konsumen dengan karakteristik unik atau identifikasi merk yang dicari oleh kelompok pembeli tertentu, sehingga mereka mau mengeluarkan usaha khusus untuk memperolehnya. Contohnya : merk serta jenis mobil tertentu, peralatan fotografi yang mahal, pakaian yang dirancang oleh desainer, dsb. Umumnya pembeli tidak membandingkan produk spesial, mereka hanya meluangkan waktunya untuk mencari agen yang menjual produk yang diinginkan. Produk yang tidak dicari (unsought products) adalah produk konsumen yang keberadaannya tidak diketahui atau jika diketahui oleh konsumen sekalipun, tidak terpikir oleh mereka untuk membelinya. Sebagian besar inovasi baru yang penting tidak dicari sampai konsumen menyadarinya lewat iklan. Contohnya : asuransi jiwa, donor darah untuk Palang Merah, dsb. Tabel 2.1 : Petimbangan Pemasaran untuk Produk Konsumen Pertimbangan Pemasaran Jenis Produk Konsumen Produk sehari- Produk Produk spesial Produk yang hari shopping Perilaku Sering dibeli, Jarang dibeli, Preferensi serta Kesadaran dan pembelian sedikit memerlukan loyalitas mereka pengetahuan konsumen perencanaan, usaha yang kuat, usaha akan produk sedikit usaha lebih banyak pembelian rendah, (atau pembandingan dalam khusus, sedikit blia sadar, dalam perencanaan pembandingan hanya ada berbelanja, dan berbelanja merk, sedikit keterlibatan serta sensitivitas ketertarikan pelanggan pembandingan harga rendah. atau bahkan rendah. atas merk, mutu bersikap serta gaya. negative). tidak dicari Harga Rendah Lebih tinggi Tinggi Bervariasi Distribusi Distribusi Distribusi Distribusi Bervariasi tersebar luas, selektif di eksklusif hanya lokasi mudah beberapa toko di satu atau dicapai. cabang. beberapa toko cabang per wilayah. Promosi Promosi besar- Iklan dan Promosi Periklanan dan besaran oleh penjualan ditargetkan lebih penjualan produsen. pribadi oleh cermat baik oleh pribadi yang produsen dan produsen agresif oleh penjual. maupun produsen pedagang. maupun pedagang. Sumber : Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p350) 2.1.11 Keputusan Produk Individu Bedasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p354-355), terdapat berbagai keputusan penting dalam pengembangan dan pemasaran produk dan jasa individu. Keputusan itu difokuskan pada keputusan mengenai atribut produk, pemberian merk (branding), pengemasan, pemasangan label, dan jasa pendukung produk. Atribut produk Pemberian merk Pengemas an Penetapan Label Jasa pendukung produk Gambar 2.3 Keputusan Produk Individu Sumber : Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p355) 2.1.12 Atribut Produk Dan Lingkungan Produk Berdasarkan pada Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p354-356), pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan penentuan manfaat yang akan diberikan. Manfaat ini dikomunikasikan dan diserahkan dari atribut produk seperti kualitas (quality), fitur (features), dan rancangan. Berdasarkan pada Paul Peter & Olson Jilid 2 (1999, p164-165), lingkungan produk adalah rangsangan yang berkaitan dengan produk yang ditujukan ke konsumen dan dipahami seluruhnya oleh konsumen. Umumnya, sebagian besar rangsangan tersebut diterima melalui indera penglihatan, walaupun beberapa pengecualian. Misalnya, bagaimana sebuah perangkat radio tape berbunyi, atau bagaimana sebuah baju sutra dirasakan juga mempengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku konsumen. Fokus dalam bukunya mengenai lingkungan produk adalah pada ciri produk dan kemasan. A. Kualitas Produk (Product Quality) Kualitas adalah salah satu alat utama untuk positioning di mana merupakan tahap menetapkan posisi bagi pemasar. Kualitas produk mempunyai dua dimensi, yakni tingkat dan konsistensi. Dalam pengembangan suatu produk, pemasar awalnya harus memilih tingkat kualitas yang akan mendukung posisi produk di pasar sasaran. Di sini kualitas produk berarti kualitas kinerja – kemampuan produk untuk melaksanakan fungsinya. Kualitas yang tinggi dapat pula berarti tingkat dari konsistensi kualitas yang tinggi. Di sini kualitas produk berarti kualitas kesesuaian (conformance quality), yaitu bebas dari kerusakan, serta konsisten dalam memberikan tingkat kinerja yang ditargetkan. B. Fitur (features) Produk Produk dapat ditawarkan dengan beraneka macam fitur. Sebuah model ”polos” merupakan produk tanpa tambahan apa pun, yang merupakan titik awal. Fitur adalah alat bersaing untuk membedakan produk perusahaan dari produk pesaing. C. Rancangan Produk Rancangan merupakan konsep yang lebih luas dibandingkan gaya. Gaya hanya menguraikan penampilan produk. Gaya bisa mencolok mata atau hanya membuat jemu. Gaya yang sensasional dapat menarik perhatian, tetapi tidak begitu saja membuat produk itu melakukan kinerja lebih baik. Tidak seperti gaya, rancangan lebih dari sekedar ”kulitnya”, tetapi lebih mencapai inti produk. Rancangan yang baik memberi kontribusi pada kegunaan suatu produk seperti juga penampilannya. Rancangan yang baik dapat menarik perhatian, meningkatkan kinerja produk, mengurangi biaya produk, dan memberi keunggulan bersaing yang kuat di pasar sasaran. 2.1.13 Merk Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1(2001, p357), merk didefinisikan sebagai nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Konsumen memandang merk sebagai bagian penting dari produk, dan pemberian merk dapat menambah nilai suatu produk. Pemberian merk membantu pembeli dalam beberapa hal. Nama merk membantu konsumen untuk mengidentifikasi produk yang mungkin menguntungkan mereka. Merk juga menyampaikan beberapa hal mengenai kualitas produk kepada pembeli. Pembeli yang selalu membeli produk dengan merk yang sama mengetahui bahwa mereka akan mendapatkan fitur, manfaat, dan kualitas yang sama setiap kalinya. 2.1.14 Pengemasan Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p367-368), pengemasan melibatkan kegiatan merancang dan membuat wadah atau pembungkus suatu produk. Secara tradisional, fungsi primer kemasan adalah untuk memuat dan melindungi produk. Namun dalam beberapa waktu terakhir ini, banyak faktor-faktor yang membuat pengemasan menjadi alat pemasaran yang penting. Semakin bertambahnya persaingan dan kacau balaunya rak toko eceran, mempunyai arti bahwa kemasan sekarang harus banyak melakukan tugas penjualan, menarik perhatian, menguraikan produk, dan bahkan membuat penjualan. Mengembangkan pengemasan yang baik untuk produk baru memerlukan banyak pembuatan keputusan. Pertama, perusahaan harus menyusun konsep pengemasan, yang menyatakan bagaimana kemasan itu seharusnya atau apa yang seharusnya dilakukan oleh kemasan itu bagi produk : Apakah kemasan itu hanya berfungsi memberi perlindungan produk, memperkenalkan metode pengemasan yang baru, atau hal lain? Kemudian, harus dibuat juga keputusan mengenai elemen spesifik dari kemasan, seperti ukuran, bentuk, bahan, warna, teks, dan merk dagang. Berbagai elemen ini harus bekerja sama untuk mendukung posisi produk serta strategi pemasaran. Kemasan harus konsisten dengan iklan, penetapan harga, dan distribusi produk tersebut. 2.1.15 Pemberian Label (Labeling) Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p369), label dapat bermacam-macam bentuknya, mulai dari sepotong kertas yang ditempelkan pada produk sampai grafik rumit yang merupakan bagian dari kemasan. Fungsi label adalah mengidentifikasikan produk atau merk, seperti nama Sunkist yang dicap pada jeruk. Label juga dapat menggambarkan beberapa hal mengenai produk, yang membuatnya, di mana dibuat, isinya, bagaimana penggunaannya, dan bagaimana menggunakannya secara aman. Dan terakhir, label dapat pula mempromosikan produk lewat gambar yang menarik. Dewasa ini, pemberian label dipengaruhi oleh penetapan harga unit (menyatakan harga per unit dari ukuran standar), tanggal kadaluarsa (menyatakan berapa lama produk layak dikonsumsi), keterangan gizi (menyatakan nilai gizi dalam produk). 2.1.16 Jasa Pendukung Produk Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p369), jasa pendukung produk adalah elemen lain dari strategi produk, biasanya meliputi beberapa jenis jasa, yang dapat menjadi bagian minor atau mayor dari penawaran total. Perusahaan yang menggunakan jasa pendukung produk sebagai alat utama akan memperoleh keunggulan kompetitif yang semakin banyak. 2.1.17 Perilaku Konsumen Berdasar pada Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p8-9), American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen (consumer behaviour) sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Terdapat tiga ide penting dalam definisi di atas : Perilaku konsumen adalah dinamis. Berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar. Berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (afeksi / pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku) dan apa serta di mana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa dan dilakukan oleh konsumen. Melibatkan pertukaran. Hal yang ditekankan di sini adalah pertukaran di antara individu, sehingga konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran. Kenyataannya peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran. Berdasarkan Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p195), perilaku membeli konsumen didefinisikan sebagai individu dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Setiap hari konsumen menentukan berbagai pilihan pembelian. Perusahaan yang benar-benar memahami bagaimana tanggapan konsumen atas sifat-sifat produk, harga dan pendekatan iklan yang berbeda memiliki keunggulan yang besar atas pesaingnya. Titik awalnya adalah model rangsangan-rangsangan dari perilaku membeli yang digambarkan pada Gambar 2.4 berikut ini : Pemasaran dan rangsangan lainnya Kotak hitam pembeli Tanggapan pembeli Produk, harga, distribusi, promosi Karakteristik pembeli Ekonomi, teknologi, politik, budaya Proses keputusan membeli Pemilihan produk Pemilihan merk Pemilihan dealer Waktu pembelian Jumlah pembelian Gambar 2.4 : Model Perilaku Pembeli Sumber : Kotler & Armstrong Jilid 1 (2001, p196) Gambar 2.4 di atas menunjukkan bahwa pemasaran dan rangsangan lainnya masuk ke kotak hitam konsumen dan menghasilkan tanggapan tertentu. Sehingga orang-orang pemasaran harus menebak apa yang ada dalam kotak hitam pembeli. 2.1.18 Grup Yang Tertarik Pada Perilaku Konsumen Ada dua grup besar yang tertarik pada perilaku konsumen, yakni : grup riset dasar dan grup yang berorientasi aksi (Paul Peter & Olson Jilid 1, 1999, p9-10). Grup riset dasar terdiri dari periset akademis yang tertarik mempelajari perilaku konsumen sebagai suatu cara mengembangkan pengetahuan yang unik tentang aspek perilaku manusia. Grup yang berorientasi aksi dapat dipecah menjadi tiga kelompok : organisasi pemasaran, organisasi pemerintahan dan politik dan yang terakhir adalah konsumen. Peran dan hubungan antara grup yang berorientasi aksi adalah sebagai berikut : Organisasi Pemasaran Strategi Pemasaran Kebijakan Publik Organisasi Pemerintah dan Politik Kegiatan Konsumen Konsumen Gambar 2.5 : Hubungan Antara Grup Berorientasi Aksi Sumber : Paul Peter & Olson Jilid 1 (1999, p11) 2.1.19 Karakteristik Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Berdasar Kotler & Armstrong Jilid 1(2001, p196-219), pembelian konsumen secara kuat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial,faktor pribadi dan psikologis. A. Faktor-faktor Budaya Faktor-faktor budaya memberikan pengaruh paling luas pada keinginan dan perilaku konsumen. Faktor budaya ini terdiri atas peranan budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli. Budaya merupakan susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan istitusi penting lainnya. Sub-budaya merupakan sekelompok orang dengan sistem nilai bersama berdasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama, meliputi : kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Kelas sosial merupakan bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya memiliki nilai-nilai, kepentingan dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak ditentukan oleh satu faktor saja, misalnya pendapatan, tetapi ditentukan sebagai suatu kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kesejahteraan, dan variabel lainnya. B. Faktor Sosial Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga, serta aturan dan status sosial konsumen. Kelompok merupakan dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu maupun bersama. C. Faktor Pribadi Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur pembeli dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Gaya hidup merupakan pola kehidupan seseorang. Untuk memahaminya harus diukur dimensi-dimensi AIO, yakni activities (pekerjaan, hobi, belanja, olahraga, kegiatan sosial), interests (makanan, mode, keluarga, rekreasi), self orientation menggambarkan pola sikap dan kegiatan yang membantu seseorang memperkuat identitas sosialnya. Kepribadian (personality) adalah karakteristik psikologis yang unik, yang menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungan seseorang, kepribadian biasanya diuraikan berdasarkan sifat-sifat seseorang seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan beradaptasi, dan agresivitas. Dasar pemikiran konsep diri adalah bahwa apa yang dimiliki seseorang memberi kontribusi dan mencerminkan identitas mereka, bahwa ”kita adalah apa yang kita punya”. D. Faktor Psikologis Pilihan-pilihan seseorang dalam membeli dipengaruhi oleh empat faktor psikologis yang penting, yakni : motivasi, persepsi, pengetahuan serta keyakinan dan sikap. Motivasi (dorongan) merupakan suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhannya. Terdapat 2 teori motivasi yang paling populer, yaitu teori Freud dan Maslow. Teori Freud menganggap manusia pada umumnya sadar mengenai kekuatan psikologis yang sebenarnya membentuk perilaku mereka. Dia melihat seseorang tumbuh dan mendesakkan banyak permintaan, di mana permintaan ini tidak pernah hilang atau dikendalikan secara sempurna, dorongan itu muncul dalam mimpi, terlontar sebagai kata-kata, dalam perilaku neurotik dan obsesif, atau akhirnya dalam psikosis. Teori Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia diatur dalam suatu hirarki, dari yang paling mendesak sampai yang paling tidak mendesak. Hirarki kebutuhannya adalah seperti pada Gambar 2.6 berikut : Kebutuhan aktualisasi diri (realisasi dan pengembangan diri) Kebutuhan akan penghargaan (penghargaan diri, pengakuan, status) Kebutuhan social (rasa memiliki, cinta) Kebutuhan akan rasa aman (keamanan, perlindungan) Kebutuhan fisiologis (lapar, haus) Gambar 2.6 : Hirarki Kebutuhan Maslow Sumber : Kotler & Armstrong Jilid 1(2001, p213) Seseorang pertama kali mencoba memenuhi kebutuhan yang paling penting (yang paling bawah), ketika terpenuhi kebutuhan itu tidak akan menjadi motivator lagi bagi orang tersebut dan orang itu akan mencoba memenuhi kebutuhan terpenting selanjutnya (bagian yang lebih atas) sebagai motivatornya. Persepsi adalah proses di mana seseorang memilih, mengatur dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. Pembelajaran merupakan perubahan pada perilaku individu yang muncul dari pengalaman. Keyakinan merupakan pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sikap merupakan evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang terhadap objek atau gagasan. 2.1.20 Kerangka Kerja Konseptual Dalam Perilaku Konsumen Menurut Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p18-23), kerangka kerja konseptual dalam perilaku konsumen terdiri dari tiga elemen, yaitu : afeksi dan kognisi (affect and cognition), perilaku (behaviour), dan lingkungan (environtment). Afeksi (affect) dan kognisi (cognition) mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi melibatkan perasaan, kognisi melibatkan pemikiran. Tanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan. Misalnya afeksi yang melibatkan emosi seperti cinta dan marah, status perasaan yang tidak begitu kuat seperti kepuasan atau frustasi, suasana hati yang melarut seperti kebosanan, dan evaluasi menyeluruh yang agak umum seperti ”saya suka kentang goreng McDonald”. Kognisi mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Misalnya termasuk di dalamnya adalah pengetahuan yang didapat seseorang dari pengalamannya dan yang tertanam dalam ingatan mereka. Termasuk juga di dalamnya, proses psikologis yang terkait dengan pemberian perhatian pada aspek-aspek lingkungan dan pemahamannya, mengingat kejadian masa lalu, pembentukan evaluasi dan pembuatan keputusan pembelian. Proses kognisi dapat dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Perilaku mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara langsung. Misalnya mengunjungi toko, membeli produk, dsb. Lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen, rangsangan fisik dan sosial yang diciptakan oleh pemasar untuk mempengaruhi konsumen. Misalnya benda-benda, tempat, iklan, dsb. Ketiga elemen ini memiliki suatu interaksi yang berkesinambungan, yang disebut sebagai penetapan timbal-balik (reciprocal determinism), yang mengacu pada aksi saling menguntungkan di antara faktor dan penetapan mengindikasikan dampak yang diakibatkan oleh faktor tersebut. Sehingga penetapan timbal balik (reciprocal determinism) berarti setiap elemen pada model menyebabkan elemen lain, dan sebaliknya, disebabkan oleh elemen lainnya, biasanya dalam suatu urutan kejadian yang berkesinambungan. 2.1.21 Model Pengambilan Keputusan Konsumen Berdasarkan Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p47-48), konsumen harus menerjemahkan atau memberi arti bagi setiap informasi di lingkungan sekitarnya. Dalam proses interpretasi, integrasi, dan pengetahuan produk dalam ingatan menciptakan pengetahuan, arti dan kepercayaan baru tentang lingkungan serta posisi ketiga hal tersebut di dalamnya. Proses interpretasi mensyaratkan eksposur pada informasi dan melibatkan dua proses kognitif terkait – perhatian dan pemahaman. Perhatian mengatur bagaimana konsumen memilih informasi mana yang harus diterjemahkan dan informasi mana yang harus diabaikan. Pemahaman mengacu pada bagaimana konsumen menetapkan arti subyektif dari informasi dan oleh karena itu menciptakan pengetahuan serta kepercayaan personal. Proses integrasi menyangkut bagaimana menyangkut bagaimana konsumen mengkombinasikan berbagai jenis pengetahuan untuk membentuk evaluasi produk, objek lain, serta perilaku dan untuk membentuk pilihan di antara beberapa perilaku alternatif seperti pembelian. Pengetahuan produk dan keterlibatan mengacu pada berbagai jenis pengetahuan, arti dan kepercayaan yang direkam dalam ingatan konsumen. Pengetahuan misalnya konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang ciri atau model suatu merk sepatu atletik. Keterlibatan produk mengacu pada pengetahuan konsumen tentang relevansi personal suatu produk dalam hidupnya. Gambar 2.7 di bawah ini akan menyajikan suatu model pengambilan keputusan konsumen yang menonjolkan interpretasi, integrasi, dan pengetahuan produk dalam ingatan : Lingkungan Proses Kognitif Proses InterPretasi Perhatian Pemahaman Ingatan Pengetahuan, Arti dan Kepercayaan Pengetahuan, Arti dan Kepercayaan Proses Integrasi Sikap , Keinginan Pengambilan Keputusan Perilaku Gambar 2.7 : Model Proses Kognitif Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber : Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p48) 2.1.22 Pengertian Sikap Menurut Paul Peter & Olson Jilid 1 (1999, p130-132), sikap didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Evaluasi di sini didefinisikan sebagai tanggapan pengaruh pada tingkat intensitas dan gerakan yang relatif rendah. Sikap konsumen selalu ditujukan terhadap konsep. Terdapat dua jenis konsep yang luas yang menarik, yakni objek dan perilaku. Konsumen dapat memiliki sikap terhadap berbagai objek fisik dan sosial, termasuk di dalamnya adalah produk, merk, model, toko, dan orang, di samping itu juga berbagai aspek strategi pemasaran (iklan, diskon). 2.1.23 Tingkatan Konsep Sikap Berdasar Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p132), konsumen dapat memiliki sikap yang berbeda untuk berbagai variasi konsep umum yang sama. Gambar 2.8 berikut menunjukkan beberapa konsep sikap yang berbeda dalam tingkat kekhususannya, walaupun semua konsep ada dalam lingkup produk yang sama. Tabel 2.2 : Variasi Dalam Tingkatan Konsep Sikap Tingkatan Konsep Sikap Kelas produk Restoran siap saji Contoh Bentuk produk Restoran pizza, restoran hamburger Merk Mcdonald, BurgerKing Model Mcdonald di Jalan Grant, Mcdonald di Mal Chester Merk/model/situasi umum Makan siang bersama di Mcdonald di Jalan Grant, makan malam bersama anak-anak di Mcdonald di Jalan Grant Merk/model/situasi khusus Makan malam bersama anak-anak di Mcdonald di Jalan Grant setelah menonton sepak bola, makan malam bersama anakanak di Mcdonald di Jalan Grant untuk pesta ulang tahun Sumber : Paul Peter & Olson Jilid 1 (1999, p134) 2.1.24 Model Sikap Multiciri Berdasarkan Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p139), sejumlah besar riset pemasaran difokuskan pada pengembangan model untuk memperkirakan sikap yang tercipta oleh proses integrasi. Disebut sebagai model sikap multiciri (multiattribute attitude model) karena difokuskan pada kepercayaan konsumen tentang multiciri suatu merk atau produk. Untuk hal ini, model Martin Fishbein adalah yang paling berpengaruh dalam dunia pemasaran. Model Fishbein ini adalah bahwa evaluasi terhadap kepercayaan utama menghasilkan sikap keseluruhan. Dalam model ini, sikap keseluruhan terhadap suatu objek adalah fungsi dari dua faktor : kekuatan dari kepercayaan utama jika dikaitkan dengan objek, dan evaluasi dari kepercayaan tersebut. Secara formal, model tersebut menyatakan bahwa : n A0 bi .ei i 1 Ket : A0 = Sikap terhadap objek / produk bi = Kekuatan dari kepercayaan bahwa suatu produk memiliki ciri i ei = Evaluasi terhadap ciri i n = Jumlah kepercayaan utama tentang objek Kekuatan kepercayaan (belief strength) (bi) adalah kemungkinan yang diyakini dari hubungan antara suatu objek dengan ciri-cirinya yang relevan. Evaluasi kepercayaan (belief evaluation) (ei) adalah yang mencerminkan seberapa baik konsumen menilai suatu ciri. 2.1.25 Teori Tindakan Beralasan Berdasarkan Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p147-149), Fishbein yang merupakan seorang peneliti yang paling berpengaruh di dunia pemasaran menyadari bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek tidak harus secara kuat atau terestimasi berhubungan dengan perilaku khusus mereka. Sebaliknya, penentu langsung apakah konsumen akan terlibat dalam suatu perilaku adalah keinginan mereka untuk terlibat dalam perilaku tersebut. Model ini disebut Teori Tindakan Beralasan (theory of reasoned action) karena teori ini mengasumsikan bahwa konsumen secara sadar mempertimbangkan konsekuensi alternatif perilaku yang sedang dipertimbangkan dan memilih salah satu yang dapat memberikan konsekuensi paling diharapkan. Hasil dari proses pilihan beralasan ini adalah satu keinginan untuk terlibat dalam perilaku yang dipilih. Pada intinya teori tindakan beralasan menyatakan bahwa perilaku disengaja yang cukup rumit (seperti membeli sepasang sepatu) ditentukan oleh keinginan seseorang untuk menyatakan perilaku tersebut. Teori tindakan beralasan tidak relevan pada perilaku yang sangat sederhana atau yang tidak disengaja seperti mengedipkan mata, memalingkan kepala ketika mendengar dering telepon, dsb. Berdasar Mowen (1987, p218), the behavioral intentions model yang saat ini lebih dikenal sebagai Teori Tindakan Beralasan (theory of reasoned action), dapat dijabarkan sebagai berikut : B BI w1 ( AB ) w2 (SN ) Ket : B = Suatu perilaku khusus. BI = Keinginan konsumen untuk terlibat dalam perilaku tersebut. AB = Sikap konsumen untuk terlibat pada perilaku tersebut. SN = norma subjektif sehubungan dengan apakah orang lain menginginkan si konsumen terlibat pada perilaku tersebut. w1 dan w2 = bobot yang mencerminkan pengaruh relatif dari komponen AB dan SN pada BI. Berdasarkan Paul Peter & Olson Jilid 1(1999, p149), keinginan berperilaku (behavioral intention (BI)) adalah suatu proporsi yang menghubungkan diri dengan tindakan yang akan datang : ”saya ingin pergi berbelanja hari Sabtu ini”. Seseorang dapat berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah rencana untuk terlibat dalam suatu perilaku khusus guna mencapai tujuan. Keinginan berperilaku (BI) beragam dalam kekuatan, yang dapat diukur dengan meminta konsumen memeringkat kemungkinan mereka melakukan perilaku yang diinginkan. 2.2 Kerangka Pemikiran Kopi instant (yang ada di pasar) Atribut/ciri produk kopi instant Kopi instant Torabika Duo Iklan Torabika Duo Pengetahuan konsumen mengenai atribut/ciri kopi instant yang baik Promosi Penjualan Torabika Duo Sikap Konsumen kepada produk kopi instant Torabika Duo (atas atribut/ciri kopi instant yang baik) Perilaku membeli kopi instant Torabika Duo oleh konsumen Gambar 2.8 : Kerangka Pemikiran Akibat maraknya peredaran produk kopi instant di pasar, dengan berbagai atribut atau ciri yang ditawarkan, maka hal tersebut mendorong konsumen menyeleksi kopi instant mana yang baik, dan sesuai dengan kebutuhannya, yang kemudian membentuk suatu pengetahuan di benak konsumen bagaimana atribut atau ciri kopi instant yang baik. Kemudian pengetahuan konsumen mengenai atribut atau ciri kopi instant yang baik tersebut akan dijadikan dasar untuk mengukur sikap konsumen kepada produk Torabika Duo. Sementara itu, PT Torabika Eka Semesta yang menawarkan salah satu produk kopi instantnya dengan merk Torabika Duo ini berharap agar produknya tersebut dapat diterima konsumen. Dengan maraknya peredaran kopi instant di pasar, PT Torabika Eka Semesta melakukan program bauran promosi dalam bentuk periklanan serta promosi penjualan. Program bauran promosi yang dilakukan diharapkan dapat mempengaruhi sikap konsumen kepada produk Torabika Duo ke arah yang lebih baik serta dapat mempengaruhi perilaku pembelian Torabika Duo oleh konsumen dalam keputusan pembelian kopi instantnya. Sejauh mana periklanan dan promosi penjualan yang dilakukan PT Torabika Eka Semesta dapat mempengaruhi sikap konsumen kepada produk Torabika Duo, dan sejauh mana periklanan dan promosi penjualan dapat mempengaruhi perilaku pembelian Torabika Duo oleh konsumen. Serta bagaimana hubungan antara sikap konsumen kepada Torabika Duo terhadap perilaku pembelian Torabika Duo oleh konsumen.