BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk Domestik Bruto PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari Produk Nasional Bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan. PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah: PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, ekspor dan impor 6 7 melibatkan sektor luar negeri. Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi: PDB = sewa + upah + bunga + laba Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran (Wikipedia, 2007). 2.2 Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi Tingkat suku bunga adalah harga atau opportunity cost atas penggunaan dana yang harus dibayar karena daya beli dana tersebut pada saat sekarang. Umumnya suku bunga menggambarkan persentase dari jumlah dana yang digunakan dalam setahun. Bagi pengguna dana atau peminjam, suku bunga adalah biaya untuk penggunaan dana lebih awal sedangkan bagi yang meminjamkan dana atau investor, suku bunga adalah pendapatan karena penundaan kesempatan untuk menggunakan dana tersebut. (Kidwell, 2005, p86) Terdapat 2 jenis tingkat suku bunga yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah suku bunga yang ditentukan secara nominal, 8 sedangkan suku bunga riil adalah suku bunga yang telah memperhitungkan antisipasi tingkat inflasi. Dengan kata lain suku bunga nominal adalah suku bunga riil ditambah dengan tingkat inflasi. Insentif untuk menabung daripada mengkonsumsi biasanya dilakukan orang berdasarkan tingkat suku bunga riil. Dalam keadaan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan terjadi peningkatan permintaan barang dan jasa yang berpotensi meningkatkan inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa. Inflasi akan mendorong kenaikan suku bunga sebagai akibat kompensasi dari berkurangnya daya beli uang. Peningkatan suku bunga cenderung menyebabkan pengurangan pengeluaran untuk investasi dan konsumsi sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat. Dengan demikian perubahan suku bunga dapat memberikan pengaruh yang sangat penting terhadap investasi, konsumsi dan pertumbuhan ekonomi. Karena adanya hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi, permintaan dan penawaran uang serta tingkat suku bunga maka faktor-faktor ini harus diseimbangkan sehingga tidak menimbulkan fluktuasi yang besar. Pemerintah berusaha untuk mempertahankan kestabilan peningkatan pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan elakukan intervensi dalam menentukan jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga yang biasanya disebut dengan kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia ada 2 macam. Kebijakan moneter kontraksi dilakukan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar maka BI dapat menjual SBI dan menaikkan suku bunga. Sebaliknya, kebijakan moneter ekspansi dilakukan untuk menambah jumlah uang yang beredar maka BI dapat membeli kembali SBI dan menurunkan tingkat suku bunga. Suku bunga SBI 1 9 bulan umumya dipakai sebagai indikator tingkat suku bunga bebas risiko yang berlaku di Indonesia. Kenaikan atau penurunan tingkat suku bunga SBI mencerminkan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar. Inflasi adalah proses dimana tingkat harga cenderung naik dan uang kehilangan nilainya. Inflasi dapat disebabkan oleh adanya kenaikan dalam jumlah permintaan (demand pull inflation) ataupun penurunan dalam jumlah penawaran (cost push inflation). Demand pull inflation terjadi apabila perusahaan tidak mampu dengan cepat melayani permintaan masyarakat dalam pasaran dan biasanya terjadi pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat. Selain itu demand pull inflation juga dapat terjadi di dalam masa perang atau ketidakstabilan politik. Sedangkan cost push inflation merupakan masalah kenaikan harga-harga dalam perekonomian yang diakibatkan oleh kenaikan biaya produksi dan biasanya terjadi ketika perekonomian mengalami kekurangan tenaga kerja (Mctaggart, 2003). Terjadinya inflasi merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga di atas harga rata-rata yang berlaku umum yang dapat diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun, sebagaimana terlihat dari definisi inflasi sebagai berikut: ”Inflation arises in the general, or average level of prices. The measure of inflation is a price index. A price index measures changes in price level from year to year. The best known measure is the Consumer Price Index (CPI). CPI is a measure of the year to year increase in the price level based on the cost of representative market basket of consumer goods” (Amacher dan Ulbrich, 1989, pp101-102). 10 Akibat buruk inflasi dapat dibedakan menjadi 2 aspek utama yakni akibat buruk kepada perekonomian dan akibat buruk kepada individu-individu dan masyarakat. Akibat buruk inflasi pada perekonomian adalah: 1. Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulatif 2. Kenaikan tingkat suku bunga 3. Menimbulkan ketidakpastian ekonomi di masa depan 4. Menimbulkan masalah neraca pembayaran Sedangkan akibat buruk inflasi terhadap individu dan masyarakat adalah: 1. Memperburuk distribusi pendapatan 2. Pendapatan riil merosot 3. Nilai tabungan riil merosot Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Disamping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor. Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan maka hal ini merupakan sinyal positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil. 2.3 Nilai Tukar Mata Uang Dalam kehidupan perekonomian global dewasa ini, setiap negara dihadapkan kepada terintegrasinya keuangan dunia melalui arus barang, jasa, dan modal yang seakan-akan telah menghilangkan batas-batas wilayah suatu negara. Umumnya setiap 11 negara memliki mata uang sendiri yang digunakan secara terbatas untuk bertransaksi dalam wilayah negaranya. Arus barang, jasa dan modal lintas negara menyebabkan pengaruh dan perubahan terhadap nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Dalam kaitan dengan perubahan terhadap nilai tukar mata uang terhadap mata uang negara lain, maka suatu negara dapat memilih beberapa jenis sistem nilai tukar antara lain: a) Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) Nilai tukar mata uang suatu negara ditetapkan berdasarkan nilai dari suatu mata uang tertentu atau nilai dari kumpulan mata uang tertentu. Biasanya yang dijadikan patokan adalah mata uang negara yang memiliki ekonomi kuat. b) Sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate) Nilai tukar mata uang ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar. c) Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate) Nilai tukar mata uang dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar tetapi dipelihara dalam batas-batas tertentu. (Madura, 2003, pp 111-117) Penentuan penggunaan suatu sistem mata uang oleh suatu negara biasanya sangat tergantung pada kebijakan pemerintah yang mempertimbangkan kondisi dan fundamental ekonomi negara tersebut dengan tujuan akhir untuk mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Stabilitas nilai tukar merupakan prasyarat mutlak bagi kestabilan dan pertumbuhan perekonomian. Bagi Indonesia, stabilitas nilai tukar rupiah merupakan hal yang sangat penting karena berdasarkan sejarah krisis moneter dan keruntuhan ekonomi Indonesia yang dimulai Juli 1997 berawal dari fluktuasi nilai tukar rupiah yang tidak terkontrol. UU no 23 tahun 1999 12 tentang Bank Indonesia menyatakan secara tegas bahwa tujuan Bank Indonesia adalah memelihara stabilitas nilai tukar rupiah. Berdasarkan UU no 24 tahun 1999 dinyatakan bahwa Indonesia menganut kebijakan devisa bebas yang berarti bahwa setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa. Devisa dapat diartikan sebagai asset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional yang secara sederhana dapat diartikan sebagai mata uang negara lain. Implementasi kebijakan ini adalah setiap penduduk dapat membeli, memiliki dan menjual devisa dan mentransfer ke seluruh dunia. Kebijakan devisa bebas yang dianut oleh Indonesia adalah dengan pertimbangan untuk memperlancar lalu lintas perdagangan, investasi dan pembayaran luar negeri. Sejak 14 Agustus 1997 sistem nilai tukar yang dianut oleh Indonesia adalah free floating exchange rate yang berarti bahwa nilai tukar rupiah akan terbentuk dan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar atau berdasarkan hukum permintaan dan penawaran di pasar. Indonesia yang menganut sistem devisa bebas dan sistem nilai tukar mengambang menyebabkan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada mekanisme pasar. Nilai tukar rupiah pada suatu saat tertentu mencerminkan titik keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Peningkatan permintaan terhadap rupiah akan dapat menyebabkan nilai tukar rupiah meningkat dan sebaliknya peningkatan permintaan terhadap mata uang negara lain akan menyebabkan nilai tukar rupiah melemah. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain adalah: 13 a) Tingkat inflasi Peningkatan inflasi di suatu negara relatif terhadap negara lain akan menyebabkan biaya produksi di negara tersebut menjadi mahal sehingga mendorong impor yang menyebabkan kebutuhan mata uang negara lain meningkat yang akhirnya menurunkan nilai tukar mata uang di negara tersebut. b) Tingkat suku bunga Peningkatan suku bunga di suatu negara relatif terhadap negara lain akan menyebabkan capital inflow ke negara tersebut sehingga mendorong permintaan terhadap mata uang negara tersebut dan akan meningkatkan nilai tukar mata uang negara tersebut. c) Tingkat pendapatan Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan impor yang berarti meningkatkan kebutuhan mata uang negara lain, sehingga akan menurunkan nilai tukar mata uang negara tersebut. d) Kontrol dari Pemerintah Pemerintah memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mengontrol nilai tukar mata uang dengan melakukan berbagai kebijakan antara lain: - Menerapkan pembatasan nilai tukar mata uang (exchange rate barriers) - Menerapkan pembatasan perdagangan (foreign trade barriers) - Melakukan intervensi pembelian dan penjualan mata uang secara langsung di pasar - Mempengaruhi variabel-variabel makro seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan. 14 e) Ekspektasi pasar Umumnya ekspektasi pasar didasarkan atas kemungkinan perubahan tingkat suku bunga dan kondisi ekonomi suatu negara di masa depan. Spekulator dapat memanfaatkan hal ini untuk mengambil posisi yang berakibat langsung pada perubahan nilai tukar. (Madura, 2003, pp 111-117) 2.4 Bank 2.4.1 Pengertian Bank Menurut UU no 7 tahun 1992 sebagaimana diubah menjadi UU no 10 tahun 1998 tentang perbankan, definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan fungsinya, bank didefinisikan sebagai “intermediasi keuangan dalam menerima dana dari pihak luar dan memberikan pinjaman kepada seluruh pihak tertentu yang membutuhkan disamping memberikan pelayanan jasa keuangan lainnya” (Rose, 2002, p4). Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum bank adalah lembaga intermediasi keuangan dengan fungsi utama menerima dana dari investor dan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan serta melakukan pelayanan jasa keuangan lainnya terkait dengan fungsinya sebagai lembaga keuangan. 15 2.4.2 Jenis-Jenis Bank Berdasarkan tujuan operasinya, bank dapat dibagi menjadi 2 yaitu bank komersial dan bank sentral. Bank komersial bertujuan memperoleh laba sedangkan bank sentral bertujuan untuk menjaga stabilitas perekonomian makro. Bank komersial di Indonesia dapat dibagi 2 berdasarkan cakupan operasionalnya yaitu Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank umum dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sedangkan BPR dibatasi hanya pada intermediasi keuangan saja. Karena keterbatasan ini, umumnya BPR hanya beroperasi pada wilayah terbatas dan memiliki jumlah asset yang relatif lebih kecil dibanding Bank Umum. Berdasarkan cara pengelolaannya maka bank dapat dibagi menjadi 2 yaitu bank konvensional dan bank syariah. Perbedaan paling prinsip antara bank yang dikelola dengan prinsip syariah dibanding bank konvensional adalah dalam bank syariah tidak diterapkan sistem bunga tetapi berdasarkan bagi hasil sesuai dengan ajaran agama Islam yang mengharamkan riba (bunga). Berdasarkan besarnya kontribusi terhadap perekonomian nasional dan untuk membandingkan kinerja perbankan nasional naka bank di Indonesia biasanya digolongkan berdasarkan kepemilikannya yaitu: a) Bank Pemerintah Pusat Merupakan bank dimana seluruh sahamnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah Pusat. 16 b) Bank Pemerintah Daerah Merupakan bank dimana seluruh sahamnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. c) Bank Swasta Nasional Merupakan bank dimana seluruh sahamnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. d) Bank Asing Merupakan bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing yang membuka kantor cabangnya di Indonesia sedangkan kantor pusatnya berada di luar negeri. e) Bank Campuran Merupakan bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan sebagian dimiliki oleh pihak swasta nasional. Berdasarkan perizinan untuk melakukan transaksi saham dalam mata uang asing, bank dibedakan atas: a) Bank Devisa Merupakan bank yang menggunakan lebih dari satu jenis mata uang dalam transaksi perbankan b) Bank Non-Devisa Merupakan bank yang hanya menggunakan satu jenis mata uang dalam transaksi perbankan. 17 Di Indonesia yang berfungsi sebagai bank sentral adalah Bank Indonesia (BI) yang pembentukan, fungsi dan tanggung jawabnya berdasarkan UU no 23 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan UU no 3 tahun 2004. Dengan adanya UU ini maka keberadaan BI terpisah dan independen dari pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya sehingga diharapkan dapat secara efektif memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keputusan dan kebijakan moneter yang obyektif tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun. Tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan ini, BI memiliki tugas sebagai berikut: a) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan dengan tetap mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Tugas ini dilakukan melaui operasi pasar terbuka, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum (minimum reserve requirement) dan pengaturan perkreditan atau pembiayaan. b) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Pemberian ijin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran menetapkan penggunaan alat pembayaran, mengatur sistem kliring antar bank, juga memiliki wewenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkannya. c) Mengatur dan mengawasi bank Menetapkan ketentuan dalam mengatur perbankan, memberikan izin usaha suatu bank, mencabut izin usaha suatu bank, mewajibkan penyampaian laporan terhadap bank, melakukan pemeriksaan bank dan mengatur perkembangan sistem informasi antar bank. 18 d) Penyampaian informasi dan laporan keuangan berdasarkan atas prinsip transparansi dan akuntabilitas e) Stabilitator moneter Memberikan pinjaman dalam keadaan darurat (lender of last resort) kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas karena mismatch pendanaan dengan pinjaman, serta melaksanakan kebijakan moneter melalui berbagai instrument kebijakan dalam pengendalian moneter. (Kasmir, 2001, p17). Bank komersial didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba. Di dalam melaksanakan fungsinya dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, bank umum memiliki 3 kegiatan pokok yaitu: a) Penghimpunan dana dari masyarakat dengan sasaran meminimumkan biaya perolehan dana. b) Alokasi dana atau menanamkan dana yang dikelolanya ke dalam berbagai asset produktif dengan sasaran memaksimumkan pendapatan bank c) Pelayanan jasa keuangan seperti jasa lalu lintas pembayaran dan jasa non keuangan lainnya dengan sasarana untuk memaksimumkan kepuasan nasabah. Kegiatan utama bank komersial adalah jasa intermediasi yang mana penghasilan utama bank diperoleh dari kegiatan intermediasi ini berupa selisih antara bunga pinjaman (alokasi dana) dengan bunga simpanan (penghimpunan dana). Selain itu bank komersial dapat menyediakan berbagai jasa keuangan dan jasa non-keuangan lainnya untuk mendapatkan pendapatan non bunga (fee based income) antara lain dari 19 kegiatan jasa jual/beli valas, jasa penyimpanan surat berharga, jasa pembayaran/transfer, pemberian garansi, penerbitan L/C dan lain sebgainya. 2.4.3 Laporan Keuangan Bank Secara umum, kinerja bank diukur berdasarkan laporan keuangan seperti neraca (balance sheet), laporan laba rugi (income statement) dan rasio-rasio keuangan umum lainnya seperti likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas. Selain faktor kuantitatif, kinerja bank juga ditentukan oleh faktor kualitas seperti sistem dan prosedur operasional, kontrol internal, kualitas dan kompetensi manajemen dan Good Corporate Governance (GCG). Bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang mengelola risiko dan merupakan lembaga kepercayaan masyarakat karena itu bank diwajibkan oleh BI untuk mempublikasikan laporan keuangannya yang mencerminkan kondisi, kinerja, dan perkembangan bank secara teratur sebagai salah satu bentuk transparansinya kepada publik. Laporan keuangan bank dibuat dan disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 31 tentang Akuntansi Perbankan dan PSAK yang terkait misalnya PSAK no 55 tentang Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai, PSAK no 54 tentang Restrukturisasi Hutang Piutang Bermasalah dan lain-lain. Selain itu BI juga menerbitkan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) yang dapat dijadikan referensi bagi bank dalam menyusun laporan 20 keuangannya. Laporan keuangan bank yang dipublikasikan pada dasarnya terdiri atas 6 laporan yaitu: a) Neraca (balance sheet) Seperti umumnya neraca perusahaan, sisi asset pada bank diurutkan berdasarkan ukuran kelancaran (likuiditas) suatu asset. Sebagai lembaga perantara keuangan, maka sebagian besar sisi asset bank adalah asset yang menghasilkan pendapatan bunga (interest bearing asset) yang biasa disebut juga aktiva produktif. Pada kondisi ekonomi normal, pinjaman merupakan asset yang paling besar dari suatu bank karena dapat memberikan return tertinggi dibandingkan dengan asset lainnya. Bank juga memiliki asset yang tidak menghasilkan pendapatan bunga antara lain yang digunakan sebagai cadangan primer likuiditas yaitu Kas dan Giro Wajib Minimum (reserve requirement) yang ditempatkan sebagai giro pada BI. Selain itu bank memiliki fixed asset yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasionalnya. Umumnya aktiva tetap suatu bank sangat kecil dibandingkan dengan keseluruhan nilai assetnya. Sisi kewajiban diurutkan berdasarkan jatuh temponya dan menunjukkan struktur dana bank. Umumnya kewajiban terbesar bank adalah dana yang ditempatkan oleh masyarakat yang umumnya disebut sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK) baik dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Semakin mudah dana ditarik maka semakin rendah pula suku bunga yang diberikan oleh bank. Karena itu deposito yang memiliki tanggal jatuh tempo merupakan dana mahal dibandingkan dengan giro atau tabungan yang dapat ditarik kapan saja. Kadang bank juga memiliki 21 kewajiban dalam bentuk pinjaman dari bank lain, baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang. Bank memiliki modal (equity) yang sangat kecil dibandingkan dengan total assetnya karena itu bank dikatakan memiliki tingkat financial leverage yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan jens industri lain. Modal bank terdiri dari modal disetor dan hasil akumulasi dari laba operasional. b) Laporan laba rugi (income statement) Informasi paling penting yang dapat diperoleh dari laporan laba rugi adalah struktur pendapatan dan biaya bank. Penghasilan utama bank berasal dari selisih (spread) antara bunga yang diterima dari pinjaman/penempatan investsi dengan bunga yang dibayarkan kepada investor. Selisih bunga ini sering disebut pendapatan bunga bersih (net interest margin). Selain melakukan intermediasi keuangan, bank juga menyediakan layanan jasa keuangan lain seperti memperlancar sistem pembayaran maupun transaksi valuta asing. Aktivitas ini menyebabkan bank memiliki sumber penghasilan lain yang biasa disebut pendapatan non bunga (non interest income) atau sering disebut fee based income. Jika dilihat dari sisi biaya maka biaya yang paling besar bagi bank adalah biaya bunga yang dibayarkan kepada investor. Sebagai bagian dari manajemen risiko kredit, maka bank diwajibkan mencadangkan biaya provisi sebagai cadangan penempatan investasi/pinjaman bermasalah yang disebut juga beban/biaya penghapusan aktiva produktif (provision for loan losses). Berdasarkan kriteria umum, besarnya biaya ini selain mencerminkan besarnya penempatan 22 investasi/pinjaman juga mencerminkan permasalahan yang ada pada investasi/pinjaman. Semakin buruk kualitas investasi/pinjaman maka semakin besar pula biaya penghapusan aktiva produktif. c) Komitmen dan kontijensi Laporan komitmen dan kontijensi merupakan laporan yang biasanya tidak ada pada neraca tetapi umumnya dilampirkan sebagai catatan tambahan dari neraca dan biasanya disebut off balance sheet. Laporan komitmen dan kontijensi memiliki pengaruh terhadap kondisi keuangan bank di masa depan. Komitmen adalah ikatan atau kontrak berupa janji yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak dan harus dilaksanakan apabila persyaratan yang disepakati bersama dipenuhi. Komitmen dalam kegiatan usaha bank meliputi antara lain: penerbitan L/C yang tidak dapat dibatalkan (irrevocable L/C), Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), fasilitas kredit diberikan yang belum ditarik dan fasilitas pinjaman diterima yang belum ditarik. Kontijensi adalah kondisi dengan hasil akhir berupa keuntungan atau kerugian yang baru dapat dikonfirmasi setelah terjadinya 1 peristiwa atau lebih pada masa yang akan datang misalnya Garansi Bank, Standby L/C, Revocable L/C. d) Kualitas aktiva produktif BI menggolongkan kualitas aktiva produktif ke dalam 5 tingkatan berdasarkan kriteria kuantitatif dan kualitatif yang jika diuru dari kualitas terbaik adalah sebagai berikut: Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, Macet. Standar kriteria kuantitatif yang umum digunakan adalah kemampuan peminjam/debitur dalam melakukan pembayaran bunga dan hutang pokok. 23 Semakin buruk kualitas aktiva produktif, maka semakin sedikit pendapatan bunga yang didapat oleh bank karena ketentuan akuntansi yang tidak memperbolehkan pencatatan cadangan bunga secara accrual basis untuk kualitas aktiva produktif mulai level Kurang lancer hingga Macet. Semakin buruk kualitas aktiva produktif, maka semakin besar pula kewajiban pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sehingga akan menyebabkan biaya penghapusan aktiva produktif meningkat. PPAP merupakan cadangan dana bank untuk menghadapi potensi kerugian dari permasalahan aktiva produktif. e) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR) KPMM merupakan rasio kewaiban penyediaan modal minimum yang dihitung berdasarkan perbandingan antara 2 komponen yaitu: equity dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Modal dibedakan berdasarkan modal inti dan modal pelengkap sedangkan asset dibobotkan berdasarkan risikonya masingmasing. f) Perhitungan Rasio keuangan Rasio keuangan bank digunakan unutk melihat kinerja bank dan membandingkan kinerja bank antara satu bank dengan bank yang lain. Beberapa rasio keuangan bank yang umum digunakan dalam menilai kinerja bank: - Rasio permodalan: CAR (Capital Adequacy Ratio), Aktiva tetap terhadap modal - Rasio Aktiva Produktif: Aktiva Produktif bermasalah, NPL (Non Performing Loan), PPAP 24 - Rasio profitabilitas: ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM (Net Interest Margin), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) - Rasio likuiditas: LDR (Loan to Deposit Ratio) - Rasio kepatuhan: GWM (Giro Wajib Minimum), PDN (Posisi Devisa Netto). (Siamat, 2001, p91) 2.4.4 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan CAMELS Tingkat kesehatan bank merupakan penilaian kinerja bank secara menyeluruh dan komprehensif yang dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan komponen penilaian dan kriteria tertentu. Pada tanggal 12 April 2004, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank mengeluarkan Peraturan BI no 6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum yang dimaksudkan untuk mengetahui kondisi suatu bank secara berkesinambungan dan melakukan tindakan perbaikan untuk menghindari kerugian yang lebih besar bagi semua pihak terkait terutama bagi masyarakat pengguna jasa bank. Peraturan BI ini mempengaruhi sistem penilaian kesehatan bank yang sebelumnya dilakukan berdasarkan surat keputusan Direksi BI N0 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 2007 sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi BI no 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998. Dasar pertimbangan perubahan dan 25 perbaikan sistem penilaian tingkat kesehatan bank adalah karena pesatnya perkembangan yang terjadi di bidang perbankan yang berpengaruh pada meningkatnya kompleksitas usaha bank dan profil risko yang dimiliki bank dan perubahan metodologi penilaian kondisi bank berdasarkan standar penerapan secara internasional. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif serta mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktorfaktor lainnya seperti kondisi perbankan dan perekonomian nasional. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian tingkat kesehatan bank dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menerapkan strategi usaha di masa depan sedangkan bagi BI dapat digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank oleh BI. Penilaian tigkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liquidity and Sensitivity to Market Risk) (Kasmir, 2001, p49-50 dan PBI No. 6/10/PBI/2004). 26 2.4.5 Arsitektur Perbankan Indonesia Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut. Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam 27 API. Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional. Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.API dirumuskan melalui enam pilar yaitu: - Struktur perbankan yang sehat Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan - Sistem pengaturan yang efektif Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional - Sistem pengawasan yang independen dan efektif Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko - Industri perbankan yang kuat Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional 28 - Infrastruktur pendukung yang mencukupi Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat - Perlindungan Konsumen. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan Setelah implementasi API dalam kurun waktu 10 sampai 15 tahun, struktur perbankan yang diharapkan adalah sebagai berikut: a. 2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp 50 triliun b. 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun c. 30 sampai 50 bank spesialis yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompentensi masing-masing bank. Bankbank tersebut memiliki modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun d. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp. 100 miliar (Bank Indonesia, 2007) 29 2.5 Pengumpulan Data Berdasarkan sumber datanya, terdapat 2 jenis data yang dapat dikumpulkan (Umar, 1997): 1. Data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. 2. Data sekunder Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan, baik oleh pihak pengumpul data primer maupun pihak lain, misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data sekunder ini digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut. 2.6 Variabel Penelitian Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004, p 31). Penelitian ini menggunakan variabel bebas (independent variable) dan beberapa variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas sering juga disebut sebagai variabel stimulus atau predictor merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab 30 perubahan atau timbulnya variabel terikat. Sedangkan variabel terikat sering juga disebut variabel output merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. 2.7 Teknik Statistik dalam Analisis Hubungan Teknik statistik yang digunakan dalam analisis hubungan meliputi perhitungan korelasi Pearson Product Moment (koefisien korelasi) dan analisis regresi (persamaan regresi linier) baik untuk hubungan yang melibatkan hanya 2 variabel maupun untuk hubungan yang melibatkan lebih dari 2 variabel serta uji statistikanya masing-masing dan koefisien determinasi. 1. Koefisien Korelasi Koefisien korelasi adalah indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah hubungan. Rumusan Korelasi Pearson Product Moment adalah sebagai berikut: r= Dimana: r n∑ Xi.Yi −∑ Xi.Yi [n∑ Xi 2 − (∑ Xi ) 2 ] [n∑ Yi 2 − (∑ Yi) 2 ] = Koefisien Korelasi Xi = Nilai Independent Variable Yi = Nilai Dependent Variable 31 Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi berada di antara -1 dan + 1. Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-) dengan penjelasan sebagai berikut: • Jika koefisien korelasi bernilai positif maka variabel-variabel berkorelasi positif, artinya jika variabel yang satu naik/turun maka variabel yang lainnya juga naik/turun. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke +1 semakin kuat korelasi positifnya • Jika koefisien korelasi bernilai negatif maka variabel-variabel berkorelasi negatif artinya jika variabel yang satu naik/turun maka variabel yang lainnya juga turun/naik. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke -1, semakin kuat korelasi negatifnya. • Jika koefisien korelasi bernilai 0 maka variabel tidak menunjukkan korelasi • Jika koefisien korelasi bernilai +1 atau -1 maka variabel-variabel menunjukkan korelasi positif atau negatif sempurna. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara suatu variabel (variabel X) dengan variabel lainnya (variabel Y) dapat dilakukan melalui pengujian hipotesis yaitu: H0 : ρ = 0 (Tidak ada hubungan antara variabel X dan variabel Y) H1 : ρ ≠ 0 (Ada hubungan antara variabel X dan variabel Y) Dimana uji statistik yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut: 32 t= r (1 − r 2 ) (n − 2) Hasil dari uji statistik ini kemudian dibandingkan dengan t(α/2, n-2) dan nilai yang didapat pada tabel distribusi t. 2. Regresi Linier Sederhana (Simple Regression) dan Regresi Linier Berganda (Multiple Regression) Suatu model regresi dianggap sederhana jika hanya mempersoalkan hubungan antara 2 variabel yaitu variabel terikat Y dan variabel bebas X. Tujuannya adalah untuk dapat mengukur intensitas hubungan antara 2 variabel tersebut dan membuat prediksi serta dugaan nilai Y atas dasar nilai X. Garis linier yang ditarik atau diterapkan melalui titik-titik koordinat seringkali dinamakan garis duga (estimating line) atau garis regresi (regression line). Karena adanya variasi hasil pemilihan sampel maka nilainilai pasangan berturut (Xi, Yi) hasil observasi tidak akan seluruhnya terletak pada garis regresinya. Umumnya nilai-nilai tersebut akan menyebar sekitar garis regresinya. Garis regresi merupakan garis yang menghubungkan rata-rata Y dengan seuruh kemungkinan nilai nilai X. Sedangkan konstanta atau parameter β0 dan β1 masing-masing merupakan titik potong terhadap nilai rata-rata Y jika X = 0 dan slope garis regresi terhadap sumbu x yang menunjukkan perubahan rata-rata Y terhadap perubahan X. Perlu juga diperhatikan adanya kesalahan atau selisih (error) yang merupakan variabel 33 acak yang bersifat bebas yang didistribusikan secara normal. Kesalahan yang demikian itu dapat dianggap sebagai hasil penjumlahan dari 2 komponen yaitu kesalahan pengukuran atau pencatatan hasil observasi dan kesalahan acak (random error) yang merupakan kesalahan yang tidak dapat diduga sebelumnya. Untuk memperoleh hasil estimasi regresi terbaik atas parameter β0 dan β1 dapat digunakan metode kuadrat terkecil (method of least squares) untuk dapat menghasilkan estimasi asumsi linier terbaik (Best Linear Unbiased Estimator) atas parameter regresi β0 dan β1 yang memiliki kemungkinan nilai varian terkecil dari seluruh estimasi asumsi dari parameter regresi yang digunakan dan berupa kumpulan titik-titik yang terletak di dalam atau lebih dekat dengan garis lurus regresi kuadrat terkecil. Model regresi linier sederhana mencakup 2 parameter yaitu intercept parameter yang dinotasikan dengan β0 dan slope parameter yang dinotasikan dengan β1. Rumusan untuk regresi linier sederhana adalah: Y= β0 + β1 X + ε dimana: Y = Dependent variable β0 = Konstanta (intercept parameter) β1 X = Slope independent variable ε = Standard error 34 Interval keyakinan (confidence interval) yang didapat adalah t(α/2, n-2), dengan nilai yang dapat dilihat pada tabel distribusi t. Derajat bebas (degree of freedom) untuk mengetahui kesalahan dalam regresi sederhana dinyatakan dengan n-2 karena dari jumlah n data dimana hanya ada 2 parameter (β0 dan β1) akan diperkirakan. Untuk mengetahui adanya atau tidak adanya hubungan linier antara suatu variabel (variabel X) dengan variabel lainnya (variabel Y) dapat dilakukan melalui pengujian hipotesis (hypothesis testing) merupakan pengujian 2 arah (two tailed test) yaitu: H0 : β1 = 0 (Tidak ada hubungan linier antara variable X dan variable Y) H1 : β1 ≠ 0 (Ada hubungan linier antara variable X dan variable Y) Uji statistik yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut: t ( n −2) = b1 s (b1 ) dimana: t(n−2) = distribusi t dengan degree of freedom n−2 b1 = penduga parameter s (b1) = standard error dari penduga parameter Bilamana pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dan pengaruh antara beberapa variabel-variabel bebas sebagai predictor variable (X) dengan variabel terikat sebagai hasil estimasi (variabel Y) maka teknik regresi yang dilakukan merupakan regresi berganda (multiple regression) dengan rumusan sebagai berikut: 35 Y= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + …βi Xi + ε dimana: Y = Dependent variable β0 = Konstanta (intercept parameter) βi Xi = Slope independent variable ke i ε = Standard error Mengingat adanya lebih dari satu slope variabel bebas maka pengujian statistik yang digunakan adalah F test dengan jumlah degree of freedom adalah n − 1 dan derajat bebas untuk error adalah n − (k + 1). Sedangkan untuk melakukan pengujian hipotesis dapat dilakukan sebagai berikut: H0 : β1 = β2 = … βi = 0 (Tidak ada hubungan antara variabel-variabel X dan variable Y) H1 : βi ≠ 0 (Ada hubungan antara sedikitnya satu variabel X dengan variabel Y) Untuk melihat besarnya pengaruh explanatory power masing-masing variabel Xi (variabel bebas) terhadap variabel Y (hasil estimasi) dapat dilakukan pengujian signifikansi parameter slope regresi individu (test of the significance of individual regression slope parameters) βi dengan rumus: t[( n −( k +1)] = dimana: b1 − 0 s (b1 ) 36 t[(n−(k + 1)] = distribusi t dengan degree of freedom n− (k+1) bi = penduga parameter ke i s (bi) = standard error dari penduga parameter ke i 3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) adalah angka atau indeks yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel atau lebih (variabel bebas X) terhadap variasi (naik/turunnya) variabel yang lain (variabel terikat Y). R2 dirumuskan sebagai kuadrat dari koefisien korelasi. Nilai koefisien penentu berada antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1) dengan penjelasan sebagai berikut: Jika nilai koefisien pertama (R2) = 0 berarti tidak ada pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y Jika nilai koefisien penentu (R2) = 1 berarti variasi (naik/turun) variabel terikat Y 100 % dipengaruhi oleh variabel bebas X. Jika nilai koefisien penentu (R2) antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1) maka besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variasi (naik/turunnya) variabel terikat adalah sesuai dengan nilai R2 itu sendiri dan selebihnya berasal dari faktor-faktor lain. Untuk regresi linier berganda maka koefisien determinasi yang lebih baik digunakan adalah adjustment koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R2, merupakan koefisien determinasi yang telah dikoreksi dengan 37 degree of freedom untuk error. Rumusan adjustment koefisien determinasi adalah sebagai berikut: R2 = 1 − (1 − R 2 )(n − 1) n − (k + 1) dimana: R2 = koefisien determinasi n−1 = degree of freedom n−(k+1) = degree of freedom 2.8 Uji Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga harus diuji secara empiris. Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang akan menghasilkan suatu keputusan yaitu keputusan tidak menolak atau menolak hipotesis tersebut. Dalam pengujian hipotesis, keputusan yang dibuat mengandung ketidakpastian artinya, keputusan bisa benar atau salah sehingga menimbulkan risiko. Besar kecilnya risiko dinyatakan dalam bentuk probabilitas. Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proposisi atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan atau asumsi dari suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah 38 maka apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data hasil observasi. Pengujian hipotesis dapat dinyatakan dalam bentuk Ho, merupakan hipotesis nol (null hypothesis) dan sebagai hipotesis yang akan diuji yang pada akhirnya keputusan untuk tidak menolak atau menolak ditentukan oleh hasil eksperimen atau parameter populasi yang dianggap benar. Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis alternatif H1, merupakan hipotesis tandingan (alternative hypothesis) dan sebagai suatu pernyataan terhadap nilai atas suatu parameter populasi yang dianggap tidak benar. Untuk menentukan apakah Ho tidak ditolak atau ditolak, digunakan nilai statistic sample sebagai dasar dalam menentukan daerah kritis (critical region) pengujian itu sendiri. Dalam tiap proses pengambilan keputusan untuk tidak menolak atau menolak hipotesis tertentu seringkali dihadapkan pada 2 macam kesalahan pengambilan keputusan yang berbeda yakni: 1) Kesalahan jenis I (type I error) merupakan kesalahan menolak Ho yang benar atau kesalahan α dengan probabilitas sebesar α yaitu taraf nyata pengujiannya. 2) Kesalahan jenis II (type II error) merupakan kesalahan tidak menolak Ho yang salah atau kesalahan β dengan probabilitas sebesar β yaitu daerah kuasa pengujiannya. Secara teoritis, kedua jenis kesalahan tersebut harus semampu mungkin diminimalkan melalui pemilihan daerah kritis yang setepatnya. Dengan demikian pengujian hipotesis yang terbaik harus mengikuti suatu landasan umum bahwa 39 bilamana terdapat beberapa daerah kritis yang memiliki probabilitas kesalahan jenis I yang sama dan yang sudah ditentukan maka pengujian hipotesis yang terbaik adalah yang memiliki probabilitas kesalahan jenis II yang sekecil mungkin. Probabilitas kesalahan jenis I dapat dispesifikasikan tetapi probabilitas kesalahan jenis II tergantung pada nilai parameter yang tidak diketahui. Ketiga kuantitas α, β dan n berhubungan sedemikian rupa sehingga jika dua dari ketiga kuantitas tersebut dispesifikasikan maka yang ketiga akan dapat ditentukan dengan sendirinya. Dalam pengujian hipotesis ada beberapa langkah yang harus dilalui yang dikenal dengan prosedur pengujian hipotesis: a. Menentukan formulasi hipotesisnya Hipotesis nol (H0) Hipotesis alternatif (H1) b. Menentukan Taraf Kesalahan dan Tingkat Kepercayaan Taraf kesalahan adalah batas toleransi dalam menerima kesalahan dari hasil hipotesis terhadap nilai parameter populasinya. Suatu kesimpulan dari data sample yang akan diberlakukan untuk populasi mempunyai peluang kesalahan dan kebenaran (kepercayaan) yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Jika peluang kesalahan 5% maka tingkat kepercayaan 95%. Peluang kesalahan dan tingkat kepercayaan ini disebut level of significant atau tingkat signifikansi. Suatu hipotesis dengan taraf kesalahan 1% berarti jika penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari populasi yang sama akan terdapat satu kesimpulan yang salah yang diberlakukan untuk populasi. Jadi signifikansi adalah kemampuan 40 untuk digeneralisasikan dengan kesalahan tertentu. Ada hubungan signifikan berarti hubungan itu dapat digeneralisasikan. Ada perbedaan signifikan berarti perbedaan itu dapat digeneralisasikan atau dapat berlaku umum (Sugiyono, 2004, p144). c. Menentukan kriteria pengujian Kriteria pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan dalam hal tidak menolak atau menolak hipotesis nol dengan cara membandingkan nilai kritis (nilai α tabel dari distribusinya) dengan nilai uji statistiknya. Hipotesis nol (H0) tidak ditolak jika nilai uji statistiknya berada dalam nilai kritisnya. Hipotesis nol (H0) ditolak jika nilai uji statistiknya berada di luar nilai-nilai kritisnya. d. Melakukan uji statistik Uji statistik ini merupakan rumus-rumus dari distribusi (berhubungan dengan distribusi) tertentu seperti uji distribusi t untuk regresi sederhana dan uji F untuk regresi berganda. Pengujian hipotesis dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Pengujian hipotesis dengan uji t Untuk menguji hipotesi ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat akan digunakan uji t yaitu dengan membandingkan signifikansi t hitung (p value) dan signifikansi t tabel dengan tingkat kepercayaan (1-α) 41 Jika p-value < α berarti variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Jika p-value > α berarti variabel bebas tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat 2) Pengujian hipotesis dengan uji F Untuk menguji ada tidaknya pengaruh signifikan antara beberapa variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat maka akan digunakan uji F yaitu dengan membandingkan signifikansi F-hitung (p-value) dan signifikansi F-tabel dengan tingkat kepercayaan tertentu (1-α). Jika p-value < α berarti variabel-variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Jika p-value > α berarti variabel-variabel bebas tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat e. Membuat kesimpulan Pembuatan kesimpulan ini merupakan penetapan keputusan dalam hal tidak menolak atau menolak hipotesis nol sesuai dengan kriteria pengujian. 2.9 Uji Validitas Model Regresi Linier Terdapat 3 uji validitas yang harus dilakukan untuk menentukan apakah model regresi yang terbentuk memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk model tersebut: 42 1) Uji Kenormalan Residual Model Regresi Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam residual sebuah model regresi telah mengikuti distribusi normal yang diinginkan sesuai dengan asumsi model regresi. Model regresi yang baik akan meninggalkan residu (error) yang diasumsikan terdistribusi normal yang tidak saling berkorelasi atau tidak menunjukkan pola tertentu. Uji kenormalan data ini dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Berikut ini hipotesis yang akan diuji: H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Daerah penolakan H0 adalah KS > KS1-α pada sejumlah pengamatan (n) tertentu. Dimana nilai KS1-α dapat dilihat pada tabel statistik Kolmogorov-Smirnov (Iriawan dan Astuti, 2006, pp218-220). 2) Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara data residu (error) periode tertentu dengan data residu periode sebelumnya. Jika terjadi gejala korelasi maka terjadi masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan memperhatikan uji statistik Durbin Watson, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n d= ∑ (e i =2 i n ∑ ei2 i =1 dimana: − ei −1 ) 2 43 d = hasil uji statistik Durbin Watson ei = residu pada posisi ke i ei-1= residu pada posisi ke i-1 Hasil uji statistik Durbin Watson akan dibandingkan dengan critical poin dari tabel Critical Value Of Durbin Watson Test Statistic. Hasil kesimpulan ada atau tidaknya autokorelasi dapat dijelaskan sebagai berikut: Jika nilai Durbin Watson di bawah dL (lower bound) maka terjadi korelasi positif Jika nilai Durbin Watson di atas dU (upper bound) maka tidak terjadi autokorelasi Jika nilai Durbin Watson berada di antara dL dan dU maka tidak dapat diambil kesimpulan apakah terjadi autokorelasi atau tidak. 3) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas hanya digunakan untuk regresi berganda dimana tujuannya adalah untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel-variabel bebas. Jika terjadi korelasi maka dapat dikatakan terjadi gejala multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya antara variabel bebasnya tidak terjadi korelasi. Salah satu pengujian ada tidaknya gejala multikolinearitas dilakukan dengan cara melihat nilai VIF (Variance Inflation Power). Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai VIF di sekitar angka 1. Secara umum jika VIF lebih besar dari 5 maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya. Salah satu cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah 44 dengan menggunakan metode stepwise dimana metode ini dimulai dengan memasukkan variabel bebas yang memiliki korelasi paling kuat dengan variabel terikat. Kemudian setiap kali pemasukan variabel bebas yang lain, dilakukan pengujian untuk tetap memasukkan variabel bebas atau mengeluarkannya. Metode stepwise akan menghasilkan persamaan regresi yang relatif bebas gejala multikolinearitas dan memiliki tingkat kepercayaan yang dipersyaratkan terhadap seluruh variabel bebasnya serta memiliki adjustment R2 yang lebih tinggi (Iriawan dan Astuti, 2006, pp235-237).