BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi adalah faktor pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau negara tersebut setiap tahun. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian, yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP (Gross National Product) riil di negara tersebut. Di samping pertumbuhan ekonomi, perilaku dari sistem dinamik juga sangat penting untuk dikaji. Pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat di Eropa pada era 1920-an, yang berjalan sesuai dengan faham kebebasan (laissez faire-laissez passer) seperti keinginan kaum klasik dan neoklasik ternyata hancur pada era 1930-an, yang dikenal sebagai malaise. Setelah itu perekonomian tumbuh dengan pandangan baru (teori developmentalisme), akan tetapi pada tahun 1974 dan 1982 bahkan terjadi resesi yang sangat tajam. Di sinilah pentingnya mempelajari model pertumbuhan ekonomi sehingga bisa dianalisis dan ditentukan besaran-besaran variabel ekonomi yang akan membuat sistem optimal dan stabil. Semua model bergantung pada serangkaian asumsi. Model yang baik hanya memuat asumsi sederhana yang tidak dapat dihindari sehingga hasil akhirnya tidak terlalu sensitif. Asumsi terpenting adalah asumsi yang bergantung kepadanya sensitivitas model, oleh karena itu asumsi terpenting ini harus realistis. Ketika asumsi sebuah model tidak realistis, maka hasil dari model tersebut diragukan kebenarannya. Domar pada tahun 1948 berasumsi bahwa produksi secara eksplisit merupakan fungsi dari modal/kapital saja. Ketiadaan variabel tenaga kerja/labor dalam fungsi produksi mengakibatkan tenaga kerja selalu dikombinasikan dengan modal dalam proporsi yang tetap (Chiang & Wainwright 2005). Model pertumbuhan Domar ini disempurnakan oleh Solow (1956) dengan memasukkan variabel tenaga kerja dalam fungsi produksi secara eksplisit, dengan demikian modal dan tenaga kerja dapat dikombinasikan dalam berbagai proporsi. Pada periode tahun 1927 sampai tahun 1952, produksi perusahaan besi Horndal di Swedia meningkat rata-rata 2% per tahun, padahal tidak ada investasi baru, yakni tenaga kerja dan modalnya tetap (Genberg 1992). Peningkatan produksi dengan tenaga kerja dan modal tetap ini menimbulkan satu pertanyaan, yakni faktor apakah yang membuat peningkatan produksi tersebut terjadi? Permasalahan ini tidak dapat dijelaskan oleh model pertumbuhan Domar dan Solow, karena model pertumbuhan Domar hanya mencantumkan modal secara eksplisit dalam fungsi produksinya, sedangkan model pertumbuhan Solow secara eksplisit hanya mencantumkan modal dan tenaga kerja dalam fungsi produksinya. Verdoorn (1956) menghubungkan output sekarang (current output) dengan output kumulatif untuk menjelaskan adanya learning by doing yang bisa dijadikan jawaban untuk menjelaskan kasus Horndal. Hal ini merupakan kontribusi yang penting karena mampu menunjukkan sebuah indikator dari akumulasi knowledge. Analisis formal terhadap perubahan knowledge pertama kali dikemukakan oleh Arrow (1962). Arrow (1962) mengacu pada kajian Lundberg pada perusahaan besi Horndal di Swedia ini untuk mendukung teorinya tentang perubahan knowledge yang dinamakan 'learning' atau dalam istilah terbaru 'learning by doing'. Learning adalah hasil dari pengalaman yang berlangsung selama aktivitas karena biasanya terjadi melalui upaya untuk menyelesaikan masalah. Arrow (1962) membuat dua asumsi penting, pertama, learning by doing terjadi melalui setiap investasi perusahaan. Peningkatan pada cadangan kapital (capital stock) suatu perusahaan akan mengakibatkan suatu peningkatan dalam stok pengetahuan (stock of knowledge). Kedua, pengetahuan adalah barang publik yang semua perusahaan dapat mengaksesnya tanpa biaya. Dengan kata lain, ketika sebuah pengetahuan ditemukan, maka pengetahuan tersebut akan keluar dengan seketika ke seluruh sistem ekonomi. Dengan asumsi-asumsi ini, Arrow (1962) menyatakan bahwa fungsi produksi menunjukkan peningkatan return terhadap pengaruh skala (increasing return to scale effect) dalam investasi dan tenaga kerja yang digunakan. Hal ini bersandar pada fakta bahwa setiap input yang baru akan digunakan lebih efektif dibanding input yang lama mereka. Ini hanya dapat dijelaskan oleh satu hal: learning by doing. Dalam penelitian ini akan dikaji model pertumbuhan dua daerah yang diusulkan Zhang (2005) yang memasukkan knowledge sebagai salah satu variabel fungsi produksi. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1 Mengkaji model pertumbuhan ekonomi mempertimbangkan akumulasi knowledge. 2 Membuat simulasi model. dua daerah dengan