BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (Sumber : Booklet Perbankan Indonesia 2012). Adapun pengertian bank menurut Undang-undang Perbankan No.10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Industri perbankan di Indonesia dalam perkembangannya telah mengalami pasang surut. Salah satu hambatan yang terjadi pada dunia perbankan Indonesia adalah krisis perbankan yang terjadi pada tahun 1997. Pada masa sulit ini, perbankan Indonesia menghadapi sejumlah permasalahan mendasar. Masalah tersebut meliputi lemahnya corporate governance, buruknya manajemen risiko, besarnya eksposur pinjaman valuta asing, tingginya kredit bermasalah (nonperforming loans) yang timbul akibat pemberian pinjaman yang tidak berhati-hati khususnya kepada kelompok bisnis terkait dan sektor properti, serta adanya pinjaman luar negeri sektor swasta dalam jumlah besar. Pertengahan tahun 2008, Indonesia kembali mengalami krisis ekonomi yang berawal dari permasalahan kegagalan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika Serikat (AS), krisis kemudian menggelembung merusak sistem perbankan bukan hanya di AS namun meluas hingga ke Eropa lalu ke Asia. Secara beruntun menyebabkan effect domino terhadap solvabilitas dan likuiditas lembaga-lembaga keuangan di negara negara tersebut, yang antara lain menyebabkan kebangkrutan ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Krisis kemudian merambat ke belahan Asia terutama negara-negara Asia seperti Jepang, Korea, China, Singapura, Hongkong, Malaysia, Thailand termasuk Indonesia yang kebetulan sudah lama memiliki surat-surat beharga perusahaan-perusahaan tersebut. Adapun krisis tersebut membuat kehancuran pada sektor perusahaan perbankan di Indonesia, baik bank milik pemerintah maupun bank milik swasta nasional. Pada saat krisis terjadi banyak sekali bank yang tidak mampu bertahan akibat mengalami negative spread yang parah hingga meminuskan modal bank. Melihat keadaan krisis ekonomi yang terjadi saat itu, kepercayaan masyarakat terhadap bank mengalami penurunan. Ini ditandai dengan penarikan dana masyarakat secara besar – besaran (bank rush). Implikasi yang muncul adalah menurunnya minat calon investor terhadap saham perbankan. Menelaah pada pengalaman tersebut, industri perbankan maupun juga pemerintah Indonesia harus memperbaiki kinerjanya masing-masing agar bank yang merupakan urat nadi bagi perekonomian suatu negara dapat memperbaiki citra dan kepercayaan masyarakat dan calon investor. Dengan demikian masyarakat akan kembali menaruh kepercayaan dengan menabungkan kembali uang mereka pada bank dan investor juga mau menanamkan modal mereka kepada industri perbankan di Indonesia. Untuk memperbaiki serta mengontrol kinerja bank di Indonesia. Pemerintah melalui Bank Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai tingkat kesehatan yang harus dipenuhi oleh industri perbankan. Hal ini penting untuk diperhatikan karena salah satu faktor penting yang mendukung sistem perbankan yang kuat, berkualitas, tetap berlandaskan pada prinsip terpercaya, dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik adalah terwujudnya bank yang sehat. Peraturan yang dikeluarkan tersebut adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum menetapkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulanan. Adapun yang menjadi tolok ukur dasar penilaian kesehatan bank umum adalah penilaian faktor CAMELS yaitu permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), manajemen (management), rentabilitas (Earnings), likuiditas (liquidity) dan sensitivitas terhadap resiko pasar (sensitivity to market risk). Pada faktor permodalan, industri perbankan di Indonesia tidak semuanya dapat dikatakan memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Faktor permodalan dihitung tingkat kesehatannya menggunakan tingkat solvabilitas. Pada penelitian ini tingkat solvabilitas industri perbankan diwakili oleh Capital Adequacy Ratio dan Debt to Equity Ratio. Bank Indonesia telah menaikkan bobot CAR yang pada awalnya hanya 4% menjadi 8% yang berlaku sejak tahun 2001. Kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan lancar apabila bank tersebut memiliki modal yang cukup sehingga pada saat-saat kritis, bank tetap dalam posisi aman karena memiliki cadangan modal di Bank Indonesia. Pada akhir tahun 2010 Bank Indonesia telah menetapkan kewajiban penyediaan modal inti minimum bank umum sebesar Rp.100 Milyar. Faktor likuiditas juga merupakan faktor yang penting guna mewujudkan industri perbankan yang sehat. Menurut Munawir (2002:31), “likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih”. Pada penelitian ini untuk mengukur likuiditas bank digunakan rasio keuangan Loan to Deposit Ratio. Pada tahun 2004, kinerja sektor perbankan di Indonesia menunjukkan trend yang membaik, tercermin dari meningkatnya loan to deposite ratio. Peningkatan LDR ini memicu minat investor menanamkan modalnya pada perbankan di indonesia. Tingkat efisiensi dan efektivitas operasional suatu bank juga penting untuk menilai tingkat kesehatan bank. Dimana melalui tingkat efisiensi dapat dilihat bagaimana kemampuan kinerja perbankan dalam mengontrol biaya yang dikeluarkannya guna memperoleh pendapatan yang lebih maksimal. Pada penelitian ini untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas operasional bank digunakan rasio keuangan Operation Cost Ratio. Operation Cost Ratio (OCR) adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Artinya, semakin rendah OCR berarti semakin efisien kinerja bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Dengan menggunakan rasio–rasio tersebut di dalam melakukan penilaian kesehatan perbankan maka akan dapat diketahui prestasi dan kelemahan yang dimiliki masing-masing perusahaan perbankan, sehingga akan menjadi suatu informasi yang sangat berharga bagi pihak–pihak yang berkepentingan. Berdasarkan pertimbangan perumusan masalah di atas, penulis merasa tertarik untuk membuat suatu penelitian tentang tentang “Pengaruh Tingkat Likuiditas, Solvabilitas dan Efisiensi Terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mengeluarkan laporan keuangan sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tingkat likuiditas (Loan to Deposit Ratio), solvabilitas (Capital Adequacy Ratio dan Debt to Equity Ratio) dan efisiensi (Operation Cost Ratio) secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tingkat likuiditas (Loan to Deposit Ratio), solvabilitas (Capital Adequacy Ratio dan Debt to Equity Ratio) dan efisiensi (Operation Cost Ratio) secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.4 Manfaat penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. bagi peneliti, sebagai bahan masukan apabila suatu saat dimintai pendapat atau diminta masukan mengenai Tingkat Likuiditas, Solvabilitas dan Efisiensi Terhadap Pertumbuhan Laba, 2. bagi perusahaan, sebagai dasar pertimbangan dan masukan bagi pihak perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, 3. bagi peneliti lainnya, sebagai bahan masukan dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya sehingga hasilnya dapat lebih baik dari penelitian terdahulu, 4. bagi manajemen bank, untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam menjaga tingkat kesehatan bank dengan memperhatikan likuiditas, kecukupan modal, dan efisiensi operasional, 5. bagi investor, sebagai tambahan masukan guna membantu investor dalam pengambilan keputusan apabila investor ingin menanamkan modalnya pada industri perbankan Indonesia.