Hasil Penelitian Hasil Penelitian

advertisement
Intermezo
PETUNJUK PENULISAN
BALABA menerima naskah berbahasa Indonesia dalam ruang lingkup pemberantasan penyakit yang ditularkan oleh
binatang, berupa :
1. Hasil Penelitian, tinjauan atau ulasan hasil penelitian (melalui rubrik Hasil Penelitian), diutamakan yang
pengirimannya disertai lembar persetujuan ethical clearance.
2. Resensi Buku (melalui rubrik Resensi Buku)
Hasil
Hasil
Penelitian
Penelitian
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT
KELURAHAN PABEAN, KECAMATAN PEKALONGAN UTARA, KOTA
PEKALONGAN TENTANG FILARIASIS LIMFATIK
*
BALABA juga menerima naskah berbahasa Indonesia dalam ruang lingkup bidang kesehatan secara umum, dalam
rubrik Kesehatan Umum.
Ketentuan penulisan sebagai berikut :
§
Diketik menggunakan MS Word, spasi tunggal, karakter huruf / font Times New Roman ukuran 11 pt, pada kertas
kwarto / A4 dengan margin atas 2 cm, bawah 1,5 cm, kiri 2 cm, kanan 1,5 cm, gutter 1 cm.
§
Panjang naskah :
Untuk Rubrik Hasil Penelitian dan Kesehatan Umum : 4 halaman, 4000 kata, ilustrasi (gambar / foto / tabel /
skema) maksimal 25 % dari jumlah seluruh halaman.
Untuk Resensi Buku, 1 halaman (termasuk ilustrasi / gambar)
§
Kerangka tulisan menurut urutan sebagai berikut :
a. Judul artikel harus singkat, jelas dan informatif, maksimum 18 kata, ditulis dengan huruf kapital tebal (karakter
Bold).
b. Nama dan alamat penulis utama, ditulis lengkap disertai tempat kerja dan alamat lengkap penulis.
c. Abstrak (untuk Rubrik Hasil Penelitian) , harus singkat dan jelas, maksimal ¾ halaman, terdiri 150-200 kata,
ditulis menggunakan Bahasa Inggris dengan karakter Italic disertai 3 5 kata kunci / keywords di bawah abstrak.
d. Pendahuluan (berupa uraian berisi latar belakang, perumusan masalah, teori, hipotesa (jika ada), tujuan)
e. Metode penelitian (berupa uraian berisi waktu, tempat, bahan / cara pengumpulan data, metode analisa data)
f. Hasil dan pembahasan
g. Kesimpulan
h. Saran
i. Ucapan terima kasih
j. Daftar pustaka
Daftar pustaka / sumber rujukan disusun dalam aturan Vancouver, sebagai berikut :
Rujukan disusun sesuai dengan nomor pemunculannya dalam teks / sumber (ditunjukkan dengan nomor
kecil)
Nomor rujukan ditulis dengan superscript
Urutan penulisan rujukan yaitu : nama dan inisial penulis (seluruh penulis dicantumkan lengkap kecuali bila
penulis melebihi enam orang diakhiri tulisan : et. al , setelah nama penulis keenam; judul artikel; nama
penerbitan; tahun penerbitan; volume (angka Arab); dan halaman. Singkatan nama majalah mengikuti aturan
Index Medicus. Rujukan buku harus disertai nama dan tempat penerbitan serta halaman yang dirujuk.
§
Ilustrasi (gambar/foto/tabel/skema) harus disertai keterangan yang jelas; bila dikirim dalam bentuk hard copy ,
diberi nomor urut penampilannya dalam naskah; bila disajikan terpisah dari naskah, ditandai dengan judul naskah
dan nama penulis.
§
Apabila ada foto / gambar dan dikirim dalam bentuk hard copy dalam format .jpg.
§
Dewan Redaksi berhak memperbaiki/mengedit tanpa mengubah substansi.
§
Naskah dikirim ke alamat redaksi : Jalan Selomanik nomor 16 A Kutabanjarnegara , Banjarnegara Kode Pos :
53415 atau melalui fax : 0286 594972 atau melalui email : [email protected] atau
[email protected], lebih disukai dalam bentuk soft copy dalam disket / cd / flashdisk / email.
§
Untuk terbitan / edisi bulan Juni, naskah yang dikirim diterima redaksi paling lambat akhir bulan Desember tahun
sebelumnya, sedangkan untuk terbitan / edisi Desember, naskah yang dikirim diterima redaksi paling lambat akhir
bulan Juni.
§
Naskah yang tidak dimuat / belum layak muat atau tidak memenuhi ketentuan dan tidak dapat disunting atau
dipersingkat oleh redaksi BALABA, naskah akan dikembalikan melalui pos / fax/ email / secara langsung.
*
Bina Ikawati , Tri Wijayanti
ABSTRACT
A study on Society's Knowledge, Attitude and Practice (KAP) focused on Lymphatic Filariasis in Pabean
Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City”has been done with cross sectional method. There were 100
respondences. The results showed 38 % of the respondences had insufficient knowledge, 46 % had suficient knowledge
and 16 % had good practice. Most of the respondences had good attitude (91%) and 93% respondence had good
practice.There was significant correlation between knowledge and attitude, there was no correlation between attitude and
practice and between knowledge and practice. Observation showed that there were many breeding places around houses
like riol anused land.
Keywords : knowledge, attitude, practice, lymphatic filariasis
PENDAHULUAN
Filariasis limfatik sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
dan beberapa daerah tropis lainnya, terutama di daerah
pedesaan dan daerah kumuh di perkotaan. Filariasis
saluran getah bening (lymphatic filariasis) yang
disebabkan oleh cacing Brugia malayi, Brugia timori,
Wuchereria bancrofti baik tipe perkotaan maupun
pedesaan mengancam kurang lebih 20 juta penduduk
Indonesia. Penyakit ini meskipun tidak menimbulkan
kematian, tetapi dapat menyebabkan kecacatan,
penurunan produktivitas dan masalah-masalah sosial
lainnya. Hal ini karena filariasis bila tidak diobati dapat
menimbulkan kecacatan menetap,seumur hidup
penderita tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga
menjadi beban ekonomi keluarganya, masyarakat dan
negara. Selain itu, hasil penelitian Subdit Filariasis dan
Schistosomiasis, Ditjen PPM&PL dan Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia tahun
2000, penderita akan mengalami kerugian ekonomi
sekitar 17,8% dari biaya rumah tangga atau 32,3% dari
biaya makan keluarga. Sampai dengan tahun 2004 di
Indonesia diperkirakan enam juta orang terinfeksi
filariasis limfatik dan dilaporkan lebih dari 8.243
diantaranya menderita klinis kronis filariasis terutama di
pedesaan.1
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Di
Indonesia hingga saat ini telah diketahui 23 spesies
nyamuk penular dari genus Mansonia, Anopheles,
1
Culex, Aedes dan Armigeres. Cacing ditularkan dari
nyamuk infektif asal mikrofilaria yang di dalam tubuh
nyamuk mengalami pertumbuhan stadium L1-L2-L3
yang dalam waktu 7-10 hari. Fase L3(larva infektif)
dapat bergerak bebas dan menuju ke bagian kepala dan
proboscis nyamuk penular. Pada saat nyamuk
menghisap darah, L3 akan keluar dari proboscis nyamuk
secara aktif bergerak masuk ke tubuh melalui bekas
tusukan stilet yang ada pada proboscis. Selanjutnya
larva masuk dalam aliran darah sampai ke kelenjar limfe,
seterusnya L3 menjadi L4 (dewasa) dan
berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria (mf) yang
dapat ditemukan pada darah visceral. Secara berkala mf
dapat ditemukan pada darah tepi dengan tujuan agar
terhisap nyamuk.2 Dalam waktu lama dan jumlah banyak
makrofilaria (dewasa) dapat menimbulkan sumbatan
yang dapat menyebabkan pembengkakan yang menetap.
Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah
di Provinsi Jawa Tengah dengan masalah filariasis
limfatik. Letaknya berdekatan dengan Kabupaten
Pekalongan yang termasuk endemis filariasis limfatik
terutama di Kecamatan Tirto dan Wiradesa. Kota
Pekalongan terdiri dari 4 Kecamatan yaitu : Pekalongan
Utara, Pekalongan Barat, Pekalongan Timur dan
Pekalongan Selatan. Data Dinas Kesehatan Kota
Pekalongan sampai dengan bulan Mei 2007
menunjukkan adanya 12 kasus filariasis kronis yang
tersebar di 11 Kelurahan dalam 3 Kecamatan yaitu :
Kecamatan Pekalongan Barat (Kelurahan Tegalrejo,
Kramatsari, Medono, Bendan), Kecamatan Pekalongan
Utara (Kelurahan Bandengan, Krapyak Lor, Kraton
Kidul, Panjang Wetan), dan Kecamatan Pekalongan
*Staf Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
32 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 32
1
Timur (Kelurahan Landungsari, Sugih Waras, Klego).
Data tahun 2004 menunjukkan Micro filarial
rate(Mf rate) di kelurahan Pasirsari, Kecamatan
Pekalongan Barat 2,34%, Pada tahun 2005 Kelurahan
Kramatsari, Kecamatan Pekalongan Barat angka Mf rate
sebesar 0,38%, Kelurahan Bandengan Kecamatan
Pekalongan Utara Mf rate sebesar 2,38%, Kelurahan
Tirto Kecamatan Pekalongan Barat
Mf rate sebesar
0,40% dan Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Pekalongan
Barat Mf rate sebesar 2,40%. Spesies mikrofilaria yang
ditemukan seluruhnya dari jenis Wuchereria bancrofti
pada semua lokasi survei3
Pada bulan Februari 2007 hasil survei darah jari
di Kelurahan Bumirejo Kecamatan Pekalongan Barat
menunjukkan Mf rate sebesar 5,48 %. Pada tahun yang
sama hasil survei dari Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara
menunjukkan Mf rate sebesar 3,4%
Hal ini
menunjukkan kecenderungan peningkatan distribusi
kasus filariasis limfatik di Kota Pekalongan khususnya di
4
Kecamatan Pekalongan Utara.
Salah satu faktor yang menunjang terjadinya
penularan adalah keberadaan nyamuk penular dan
adanya penderita sebagai sumber penularan. Untuk
mencegah terjadinya penularan, perlu dilakukan upaya
pencegahan dengan menghilangkan habitat nyamuk
penular, mencegah gigitan nyamuk, menemukan dan
mengobati penderita, serta upaya pengobatan massal
pada daerah dengan kriteria tertentu. Salah satu hal yang
perlu dijajagi lebih dahulu yaitu pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat tentang filariasis dan potensi yang
ada di masyarakat. Hal ini yang menjadi alasan
dilakukannya kegiatan penelitian ini.
BAHAN DAN CARA KERJA
Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional.
Wawancara dilakukan dalam satu waktu untuk
mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
tentang filariasis.
Sampel
Populasi adalah seluruh masyarakat di wilayah
Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota
Pekalongan. Sampel perlakuan adalah
kelompok
masyarakat yang ada di wilayah Kelurahan Pabean,
Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan yang
diambil secara acak sebagai sampel. Kriteria inklusi
responden :
- Telah berumur lebih dari 17 tahun (dianggap mampu
2
BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 1-6
menjawab pertanyaan yang diajukan)
- Bersedia diwawancarai
Sampel dihitung berdasarkan rumus :5
RESENSI
Kiat
BUKU
dan Tips
Z 21 a
/ 2 pq
n=2
d
Keterangan:
n
= ukuran sampel
p
= perkiraan proporsi
(prevalensi)variabel dependen pada
populasi
q
= 1-p
Z21- a
/2 = statistik Z
d
= presisi absolut
Pada penelitian ini digunakan:
p
= 0,5 ; q = 0.5 sehinga pq = 0,25
= 0,05 sehingga Z=1,96
d
= 10%
Sehingga
(1,96) 2 x0,25
n= 2
(0,1)
n= 96,04
Dibulatkan menjadi 100 orang.
Pengukuran variabel
Data tentang pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat tentang fiariasis di Kelurahan Pabean,
Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan
diperoleh dengan melakukan kegiatan wawancara
dengan menggunakan pedoman wawancara yang
dilakukan oleh surveyor. Dalam penelitian ini surveyor
adalah tenaga dari Puskesmas yang dilatih sebelumnya,
sebanyak 10 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelurahan Pabean dipilih sebagai lokasi penelitian
dengan pertimbangan Kelurahan Pabean merupakan
salah satu daerah endemis filariasis baru dengan Mf rate
lebih dari 1 %.Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya
promotif, preventif, kuratif untuk mencegah
pertambahan kasus. Sebelumnya upaya itu perlu
didukung data mengenai pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat tentang filarasis agar dalam
intervensinya didapatkan gambaran kondisi masyarakat.
Kelurahan Pabean merupakan salah satu dari 4 kelurahan
Judul
: Entomologi Kedokteran
Pengarang
: Dantje T. Sembel
Penerbit
: Rineka Cipta
Kota Terbit
:Yogyakarta
Tahun Terbit : 2009
Umar Yusup*
Entomologi Kedokteran merupakan sebuah buku yang membahas tentang dunia serangga. Buku sangat baik
dibaca dan dipahami oleh pelajar, mahasiswa, professional kesehatan dan masyarakat yang berkepentingan. Buku terdiri
dari 9 bab dengan pembahasan terperinci pada setiap bab.
Bab Perkembangan Entomologi berisi ruang lingkup entomologi, peranan serangga dalam penularan penyakit
dan sejarah entomologi. Ruang lingkup entomologi terbagi menjadi entomologi lingkungan, entomologi ekonomi,
entomologi industri, toksikologi insektisida, entomologi makanan, entomologi kedokteran dan entomologi forensik.
Serangga mempunyai peranan besar dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan manusia. Sejarah mengenai serangga
sudah ada mulai zaman Fir'aun.
Bab Pengklasifikasian Serangga berisi ciri-ciri serangga, struktur internal serangga, perkembangan serangga,
klasifikasi serangga, ciri-ciri khas ordo-ordo serangga kedokteran. Serangga termasuk dalam filum Artrhopoda yang
merupakan kelas terbesar dilihat dari jumlah spesies dalam kerajaan binatang.
Bab Serangga Sebagai Agen Langsung Penyebab Penyakit berisi tentang kerugian-kerugian yang disebabkan oleh
serangga. Kerugian yang akibat serangga antara lain entomofobia, pengganggu ketentraman, penggigit dan penghisap
darah, sakit pada organ indra, envenomisasi, alergi, sekresi berbau busuk.
Bab Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Pada Manusia. Bab ini membahas mengenai nyamuk, siklus hidupnya,
tempat perkembangbiakan, dan penyakit-penyakit yang ditularkan.
Bab Lalat Sebagai Vektor Penyakit, pada bab ini berisi tentang jenis lalat dan penyakit yang ditularkan. Jenis lalat
antaralain lalat hitam, lalat pasir, lalat kuda, lalat kijang.
Bab Kepik Sebagai Vektor Penyakit berisi jenis-jenis kepik seperti kepik tempat tidur, kepik pembunuh.
Bab Kutu Pengisap dan Penggigit Sebagai Vektor Penyakit berisi jenis/spesies kutu ( Pediculus humanus capitis,
Pediculus humanus corporis, Pthirus pubis) dan jenis-jenis penyakit yang ditularkan kutu.
Bab Pinjal Sebagai Vektor Penyakit berisi jenis-jenis pinjal, penyakit yang ditularkan pinjal.
Bab Tungau dan Caplak Sebagai Vektor Penyakit berisi penjelasan tentang hewan tersebut. Tungau-tungau penyebab
penyakit, caplak.
*Staf Loka Litbang P2B2 Tanahbumbu
31
Drs. Bambang Heriyanto, M.Kes
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kusuma Bangsa,
Kecamatan Pekalongan Utara, Provinsi Jawa Tengah.
Kelurahan Pabean terdiri dari 4 RW dan 13 RT. Luas
wilayah Kelurahan Pabean sebesar 86,76 ha dengan
batas kelurahan, sebelah utara dengan Kelurahan
Jeruksari dan Kelurahan Kraton Lor. Sebelah selatan
berbatasan dengan Kelurahan Kramatsari dan Kelurahan
Pasirsari. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan
Tegaldowo dan Kelurahan Mulyorejo
sedangkan
sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Dukuh.
Selain berupa pemukiman yang dihuni oleh 3.435 jiwa,
sebagian lahan diperuntukan untuk sawah dan ladang
dengan irigasi tehnis dan irigasi tadah hujan. Kelurahan
Pabean merupakan daerah pantai dan beriklim tropis
dengan kisaran suhu udara antara 29º C-31º C, serta
berada pada ketinggian 3 meter diatas permukaan laut.
Penduduk Kelurahan Pabean sebagian besar adalah
penganut agama Islam. Kebanyakan penduduk adalah
pengikut dari Nahdatul Ulama dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan baik untuk anak remaja, ibu-ibu maupun
bapak-bapak banyak dilaksanakan seperti pengajian,
tadarus Al-quran, dll. Beberapa tempat usaha dan
sekolah madrasah memilih hari Jumat sebagai hari libur
dan hari Minggu tetap masuk kerja.
PROF!L
Drs. Bambang Heriyanto, M.Kes, Beliau adalah
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor
Dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga. Beliau
dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 20 Juni 1954.
Jenjang pendidikan dari SD-SMA beliau tempuh di
Yogyakarta, Tahun 1979 beliau melanjutkan pendidikan
di Fakultas Biologi UGM Yogyakarta, kemudian tahun
2001 gelar magister kesehatan beliau peroleh dari UGM
Jurusan Ilmu Kedokteran Klinik.
Putra dari Bapak Wiryo Margono ini adalah
putra terakhir dari delapan bersaudara, memulai karirnya
sebagai peneliti dengan pangkat Ajun Peneliti Muda
pada tahun 1987 di Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan dan
pada tahun yang sama beliau juga menjabat sebagai
Kasubid Sarana Puslitbang Penyakit Menular (Jabatan
Struktural). Kemudian pada tahun 1991 selain menjadi
ajun peneliti madya beliau juga menjabat sebagai
Kasubid Perencanaan dan evaluasi Puslitbang Penyakit.
Karir beliau terus meningkat di jabatan fungsional
sebagai peneliti maupun di jabatan struktural berjalan
beriringan, tahun 1995 beliau menjabat sebagai Kabit
Yanlit Puslitbang Biomedis dan Farmasi, tahun 2006
menjabat sebagai Kabag Hukorpeg, tahun 2000-2006
beliau menduduki posisi Kabit PKS/PLH Kapuslitbang
Ekologi dan Status Kesehatan, dan Tahun 2010 beliau
menjadi Kepala B2P2VRP Salatiga dan ditahun 2010 ini
beliau aktif kembali sebagai Peneliti setelah tidak aktif
sementara dari tahun 2000.
Bapak tiga putra yaitu Bastin Yungga A, ST,MM,
Herdi Prakoso dan Hertin Restu Pamungkas ini telah
mengikuti berbagai kursus dan pelatihan baik di dalam
maupun di luar negeri diantaranya di India (Kursus
Virologi dan Training Serologi) di Thailand (Training
Tissue Culture), USA (Training Measles Diagnostic) dan
Shanghai China (Biomolekuler AI) dan Hongkong
(Training AI Diagnostic dan Training Cours laboratory
Diagnostic of Dengue infection of Dengue infection of
JE) dan didalam negeri diantaranya pernah mengikuti
Kursus Penyusunan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan, Kursus Epidemiologi bagi Peneliti,
Pelatihan Modul Etik dan Penelitian, Pelatihan Desain
Penelitian dan masih banyak lagi pelatihan yang pernah
beliau ikuti.
Adapun 12 Karya Ilmiah yang telah dihasilkan
antara lain karya ilmiah berjudul “Status antibodi anak
setelah mendapat imunisasi polio lengkap di daerah
pedesaan di Yogyakarta”, “Level antibodi anak pasca
imunisasi campak”, “Zat kebal bawaan terhadap campak
dan pengaruhnya terhadap imunisasi campak di daerah
30 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 30
endemik” , “Diagnosa laboratorium measles”, “Evaluasi
imunoserologi pada bayi pasca imunisasi Hepatitis B
lengkap”, dll.
Ditengah-tengah kesibukan sebagai pejabat
struktural dan Peneliti beliau juga aktif diberbagai
organisasi antara lain :
- Tim Pelaksana “Investigasi KLB Penyakit Menular”
(Anggota)
- Paniti Pembina Ilmiah Puslitbang Pemberantasan
Penyakit (Sekretaris/ anggota)
- Pantia Pembina Ilmiah Puslitbang Ekologi dan
Kesehatan Kerja (Anggota)
- Komisi Ilmiah (Anggota)
- Tim Pembina Tingkat Pusat Riset Operasional
Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular
(Anggota)
- Kelompok Kerja Reduksi Campak (Anggota)
- Kelompok Kerja Hepatitis Indonesia (Anggota)
- Tim Jejaring Laboratorium Polio dan Campak
Indonesia ( Koordinator Teknis)
- Perhimpunan Mikrobiologi dan Parasitologi
A
N
O
P
Indonesia(Anggota)
- Perhimpunan Patelki (Anggota)
- Tim Penanggulangan Antisipasi KLB SARS
(Anggota)
- Jaringan Epidemiologi Nasional (Anggota)
- Jejaring Laboratorium Avian Influensa (Anggota)
- dsb
Beliau juga menjadi Koordinator Teknis
Jaringan Laboratorium Campak Nasional, Koordinator
Laboratorium Virologi Puslitbang Penyakit dan Kepala
Laboratorium Campak Puslitbang Penyakit
Suami dari ibu Dwi Diastini ini memiliki hobi
membaca, meneliti dan berkebun. Semboyan hidup
beliau adalah “Semua pekerjaan adalah amanah yang
harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya, dan semua
masyalah pasti ada jalan keluarnya (solusinya) karena
Allah selalu beserta kita”. dan pesan untuk pembaca
BALABA adalah “Jangan pernah berhenti untuk belajar,
Jangan suka mengeluh, hadapi hidup ini dengan penuh
semangat dan percaya diri dengan dilandasi kepasrahan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa”
Saat ini beliau tinggal di Salatiga dan berkantor
di B2P2VRP Salatiga di Jalan Hasanudin 123 Salatiga,
E-mail : [email protected] (Telp. 0298
312107).
H
E
a. Karakteristik Responden
Dari 100 responden status dalam keluarga
sebagai Kepala Keluarga (Bapak) sebanyak 57 %, istri
28 %, anak 12 %, menantu 2%, orang tua 1%, dengan
umur berkisar antara 17-80 tahun dengan rata-rata 40
tahun. Sebanyak 60 % responden berjenis kelamin lakilaki dan 40 % perempuan. Sebagian besar responden
merupakan penduduk asli (85 %) dan sisanya
merupakan pendatang dari berbagai daerah seperti
Salatiga,Kendal, Comal, Wiradesa (Kabupaten
Pekalongan). Sebanyak 98% responden beragama
Islam, 1% Kristen Katolik dan 1 % Kristen Protestan.
Dari segi pendidikan sebanyak 76 %
berpendidikan tidak atau tamat sekolah dasar dan yang
tamat SLTP sampai perguruan tinggi sebanyak 24 %.
Sebanyak 47 % responden bekerja sebagai buruh dan 25
% sebagai pedagang atau wiraswasta, sisanya bekerja di
bidang jasa, petani dan 13 % responden tidak bekerja.
b. Pengetahuan responden
Dari hasil wawancara, responden yang pernah
mendengar istilah filariasis/kaki gajah dan yang tidak
pernah mendengar hampir berimbang komposisinya
yaitu 51 % menyatakan pernah mendengar istilah
tersebut dan 49 % menyatakan belum pernah mendengar
istilah tersebut. Dari 51 % responden yang pernah
mendengar istilah filariasis/kaki gajah, hanya
10 %
saja yang benar-benar tahu tentang filariasis dengan
dapat menjelaskan tentang penularan dan gejala tanda,
sedangkan sebanyak 29% kurang tahu, dan sebanyak
12 % tidak tahu atau tidak menjawab (hanya pernah
mendengar istilah filariasis tetapi tidak dapat
menjelaskan apa itu filariasis). Dari segi penyebab hanya
9 orang(9 %) saja yang mengetahui filariasis disebabkan
oleh cacing/mikrofilaria, 15 orang (15 %) menyatakan
filariasis disebabkan oleh nyamuk/serangga dan 27
orang (27%) yang menjawab tidak tahu. Pada
pertanyaan tentang gejala filariasis hanya 8 % saja yang
tahu yaitu menjawab lebih dari satu gejala filariasis yang
meliputi demam berulang, sembuh spontan, timbul
benjolan yang terasa nyeri, sakit di pangkal paha atau
ketiak, pembesaran salah satu atau lebih anggota badan
(tungkai, lengan, dll), 20% hanya dapat menyebutkan
satu gejala saja dan 23 % responden tidak tahu yaitu
tidak menjawab ataupun salah dalam memberikan
jawaban.
Responden yang berpengetahuan tentang
penularan filariasis sebanyak 29 % menyatakan filariasis
menular, 8 % ragu-ragu dan 14 % tidak menjawab. Dari
29 % responden yang menyatakan filariasis menular
hanya 17 % yang dapat menjawab dengan benar bahwa
penularan terjadi lewat gigitan nyamuk dan 12 %
menjawab tidak tahu.
Dari 100 responden, hasil wawancara
pengetahuan tentang dimanakah tempat berkembang
biak nyamuk penular kaki gajah 26 % tahu, 1 % kurang
tahu dan 73 % tidak tahu. Sedangkan tentang cara
mencegah gigitan nyamuk, sebanyak 58 % reponden
tahu, 38 % kurang tahu dan 4 % tidak tahu. Dari jawaban
responden, 50 % menyatakan filariasis dapat dicegah, 44
% ragu-ragu dan 6 % menyatakan tidak dapat dicegah.
Dari 50 % yang menyatakan filaria dapat dicegah hanya
12 % saja yang benar-benar tahu cara pencegahannya
dan sebanyak 19 % yang agak tahu ataupun tidak tahu
cara pencegahan.
Dari 100 responden, 55 % menyatakan filariasis
dapat diobati, 36 % ragu-ragu dan 9 % menyatakan tidak
dapat diobati. Dari 55 % yang menyatakan filariasis
dapat diobati hanya 1% yang tahu nama obat untuk
filariasis, 2% agak tahu dan 53 % tidak tahu. Mengenai
efek samping, 8% mengungkapkan ada kemungkinan,
13 % ragu-ragu, 30 % tidak ada dan 12% tidak
menjawab. Sebanyak 4% responden saja yang tahu
kapan efek samping terjadi dan apa saja efek samping
pengobatan filariasis.
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku.......(Ikawati, et.al)
3
Biasanya bayi akan mengalami panas setelah
menerima imunisasi DPT dan MMR. Bila panasnya
tidak terlalu tinggi atau hanya sekedar sumeng,cukup
diberi obat penurun panas yang dapat dibeli bebas di
apotik. Namun bila panasnya tinggi (38 derajat atau
lebih) atau panasnya berlangsung lebih dari dua hari,
sebaiknya segera menghubungi dokter yang
bersangkutan.
Mencegah lebih baik daripada mengobati.
Karena itu imunisasi adalah langkah yang baik untuk
mencegah terjangkitnya penyakit tertentu. Memang
keberhasilan imunisasi tidak menjamin 100%. Maka
anak harus dijauhkan dari kontak dengan anak atau
orang lain yang memiliki penyakit menular.
Tabel 1. Sikap responden tentang filariasis
Sikap (%)
No Ada pendapat yang mengatakan bahwa:
Setuju
TS
Tdk tahu
1 . Kaki gajah merupakan penyakit menular
46
26
28
2 . Kaki gajah bukan penyakit keturunan/kutukan
55
15
30
3
Kaki. gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh
cacing/mikrofilaria
4 . Kaki gajah ditularkan melalui gigitan nyamuk
30
17
53
60
6
34
5 . Kaki gajah merupakan penyakityangdapat dicegah
74
2
24
6 . Upaya mencegah kaki gajahdapat dilakukan dengan
membersihkan lingkungan dan tempat yang menjadi
sumber nyamuk serta melindungi diri dari gigitan
nyamuk
7 . Kaki gajah merupakan penyakit yangdapat diobati
68
2
30
85
4
11
8 . Tidak mengucilkanpenderita kakigajah
79
12
9
9 . Mendukung kegiatan pengambilan sediaan darah jari
di malam hari dan pengobatan massal untuk mencegah
kakigajah
10 . Penanganan kaki gajah adalah tanggung jawab kita
bersama
88
4
8
88
5
7
Dapat dinyatakan bahwa pengetahuan
responden tentang filariasis peru ditingkatkan, sebanyak
38 % pengetahuan dikategorikan kurang, 46 %
dikategorikan sedang dan 16 % dikategorikan baik.
Responden yang mengetahui secara mendalam sampai
ke pengobatan dan efek samping obat filariasis hanya
sebesar 1 %.
c. Sikap responden tentang filariasis
Sikap responden tentang filariasis dapat dilihat
pada tabel 1, menunjukkan bahwa responden sebagian
besar bersikap positif. Apabila dinilai dengan skala
Likert responden 91% sikap responden dikategorikan
baik, 8% sedang dan tidak ada yang dikategorikan
kurang. Sikap-sikap positif seperti tidak mengucilkan
penderita, penderita dapat diobati, mendukung
pengambilan sediaan darah jari di malam hari dan
mendukung pengobatan massal, merasa penanganan
kaki gajah merupakan tanggungjawab bersama
merupakan hal positif yang perlu diperhatikan dan
sebagai dasar dalam melakukan upaya pemberdayaan
masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan eliminasi
filariasis di lokasi penelitian yaitu di Kelurahan Pabean.
d. Praktek masyarakat yang berkaitan dengan
filariasis
Dari 100 responden, sebanyak 5% menyatakan
4 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 1-6
ada anggota keluarganya yang menderita filariasis
kronis, 77% menyatakan tidak ada anggota keluarganya
yang pernah terkena filariasis dan
15%
A
N tidakOtahu. P
Seandainya ada anggota keluarganya yang terkena
filariasis, 93% menyatakan akan melapor, 4 %
mengobati sendiri dan 3 % menyatakan akan
membiarkan saja. Apabila minum obat dari petugas
kesehatan/Puskesmas sebanyak 79% menyatakan
minum sampai habis,13% menyatakan minum sebagian
saja dan 8% tidak memberikan jawaban. Sebanyak 39%
responden menyatakan pernah ada penyuluhan filariasis,
12% saja yang memberikan jawaban kapan penyuluhan
dilakukan yaitu 2-4 bulan sebelum survei(sekitar bulan
puasa), kemungkinan yang dimaksud reponden adalah
rangkaian kegiatan penelitian Studi Epidemiologi
Filariasis dari Loka Litbang P2B2 Banjarnegara yang
salah satu kegiatannya adalah pengambilan sediaan
darah jari yang sebelumnya didahului dengan kegiatan
sosialisasi yang dilaksanakan di lokasi penelitian.
Sebanyak 33 % menjawab tidak pernah dan 28 %
menyatakan tidak tahu.Apabila dilakukan kegiatan
penyuluhan sebanyak 75% bersedia datang, 19 % raguragu dan 6 % tidak datang. Sebanyak 74% responden
menyatakan pernah dilakukan pengambilan sediaan
darah jari, tidak pernah 8 % dan tidak tahu 18 %.
Sebanyak 79% responden bersedia apabila dilakukan
pengambilan sediaan darah jari, 14 % ragu-ragu dan 7 %
H
Kita sebagai orangtua harus memperhatikan
kebutuhan imunisasi bagi anak agar pertumbuhan dan
perkembangannya bisa berjalan ideal.
DAFTAR PUSTAKA
1 . h t t p : / / w w w. s u r a b a y a - e h e a l t h . o r g / e team/berita/imunisasi-pada-bayi-dan-balita
2 . h t t p : / / w w w. u n t u k k u . c o m / a r t i k e l untukku/pentingnya-imunisasi-pada-bayiuntukku.html?cp=1om/2010/02/28/pentingnyaimunisasi-tetanus-toxoid-bagi-ibu-hamil/
3.http://www.tabloidnova.com/nova/kesehatan/umum/
pentingnya-imunisasi-untuk-si-kecil
E
Pentingnya.................(Yuniarto)
29
Kesehatan
Umum
PENTINGNYA IMUNISASI BAGI ANAK
Bila ingin anak kita sehat, lakukan imunisasi
secara teratur.Imunisasi dibedakan menjadi 2
golongan.Golongan yang pertama adalah imunisasi yang
harus selesai sebelum usia satu tahun dan golongan yang
kedua adalah imunisasi yang tidak boleh dilaksanakan
pada usia di bawah satu tahun. Biasanya imunisasi
diberikan sesuai jadwal yang tercantum di buku-buku
kesehatan anak atau dirumah sakit maupun
puskesmas.Program imunisasi bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Setelah anak diimunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.Anak kebal
atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu
kebal terhadap penyakit yang lain. Karena itu imunisasi
harus diberikan secara lengkap. Pada dasarnya,
imunisasi adalah proses merangsang sistem kekebalan
tubuh dengan cara memasukkan (baik itu melalui suntik
atau minum) suatu virus atau bakteri. Sebelum diberikan,
virus atau bakteri tersebut telah dilemahkan atau
dibunuh, bagian tubuh dari bakteri atau virus itu juga
sudah dimodifikasi sehingga tubuh kita tidak kaget dan
siap untuk melawan bila bakteri atau virus sungguhan
menyerang.
Jenis Imunisasi:
1. BCG (Bacille Calmette Guerin)
Imunisasi ini
memberikan kekebalan terhadap
penyakit TB(tuberkolosis), diberikan hanya satu kali.
Diberikan saat bayi berumur satu bulan atau satu
bulan satu minggu.Suntikan ini akan menampakkan
'bisul' kecil di daerah yang disuntik. Bila tidak, harus
dilakukan suntikan ulang.
2. DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
Imunisasi ini bermanfaat untuk mencegah timbulnya
penyakit
difteri,pertusis,dan tetanus. Biasanya
setelah 6 jam bayi akan mengalami panas atau timbul
uneasy feeling seperti tak mau makan atau murung.
Tapi ini hanya efek sementara. DPT dilaksanakn
sebanyak empat kali,tiga kali dibawah usia setahun
dan satu kali ditas usia setahun.
3. Polio
Imunisasi ini bermanfaat untuk mencegah penyakit
Poliomielitis. Polio ini bisa digabungkan dengan
DPT. Biasanya dilaksanakan di bawah satu tahun.
4. Hepatitis B
Imunisasi ini memberikan kekebalan terhadap
penyakit hepatitis B. Hepatitis B diberikan sebanyak
tiga kali. Bila suntikan ke-1 diberikan pada usia satu
bulan, maka jangka waktu suntikan ke-2 antara 1-2
bulan kemudian,sedangkan suntikan ke-3 boleh
Ponco Yuniarto*
sampai 5 bulan kemudian.
5. Campak
Imunisasi ini diberikan agar bayi memiliki kekebalan
terhadap penyakit campak dan harus diberikan di
usia 9 bulan. Biasanya setelah satu minggu bisa
timbul sedikit demam pada bayi,namun ini hanya efek
sementara.
6. HiB (Hemophilus Influenzae type B)
Imunisasi ini diberikan agar bayi memiliki kekebalan
terhadap penyakit radang selaput otak. Imunisasi ini
diberikan tiga kali, dua kali di bawah satu tahun dan
satu kali di atas satu tahun. Sampai saat ini, imunisasi
HiB belum tergolong imunisasi wajib, karena
harganya yang cukup mahal.Tetapi dari segi
manfaat,imunisasi ini cukup penting. Hemophilus
influenza merupakan penyebab terjadinya radang
selaput otak (meningitis), terutama pada bayi dan
anak usia muda. Penyakit ini sangat berbahaya karena
seringkali meninggalkan gejala sisa yang cukup
serius ,misalnya kelumpuhan.Di Indonesia ada dua
jenis vaksin yang beredar, yaitu Act HiB dan Pedvax.
7. MMR (Measles Mumps Rubella)
Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah penyakit
gondok,campak, serta campak jerman. Imunisasi ini
diberikan hanya satu kali. Setelah hari ke-3 biasanya
bayi akan panas dan timbul bintik-bintik seperti
terkena campak,namun bintik-bintik tersebut akan
hilang dengan sendirinya. Sedangkan panasnya bisa
diturunkan dengan obat penurun panas yang bisa
dibeli di apotik.
Beberapa imunisasi dapat membentuk
kekebalan tubuh seumur hidup,seperti campak.Namun
ada pula bentuk imunisasi yang memberikan kekebalan
tubuh dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, DPT, dan
polio.Apabila bayi mau diimunisasi bayi harus dalam
kondisi benar-benar fit. Sebab ,imunisasi yang diberikan
pada bayi yang tidak sehat akan menjadi tidak efektif
atau malah berubah menjadi penyakit. Jadi, kita harus
menunggu sampai bayi sembuh dari sakitnya.
Sebaiknya imunisasi diberikan selengkap
mungkin. Biasanya dokter akan memberi tahu kapan
bayi harus diimunisasi. Namun, alangkah baiknya bila
kita yang aktif bertanya, kapan dan imunisasi apa yang
harus diberikan selanjutnya. Tanyakan pula efek apa
setelah diimunisasi dan apa yang harus kita lakukan.
Yang tidak kalah penting adalah vaksin yang
diberikan,kemungkinan vaksin tidak memenuhi syarat.
Misalnya vaksin sudah rusak ketika masuk ke dalam
tubuh bayi. Imunisasi harus dilakukan dengan
menggunakan jarum suntik yang baru.
Tabel 2. Hasil uji statistik SPSS 11 dengan uji korelasi pearson's product moment
No . Hubungan
Sig(2 tailed)
Pearson correlation
1.
Pengetahuan dengan Sikap
0 , 046
0 , 200
2.
Sikap dengan Prilaku
0 , 062
0 , 188
3.
Pengetahuan dengan Prilaku
0 , 420
0 , 082
yang menyatakan tidak bersedia.
Sebesar 83 % responden menyatakan di
wilayahnya banyak nyamuk, selebihnya menjawab
tidak. Dari 100 responden, 94 % melakukan upaya
melindungi diri dari gigitan nyamuk selebihnya
menyatakan kadang-kadang. 36% responden selalu
melakukan upaya pemberatasan nyamuk, 60 % kadangkadang saja dan lainnya tidak melakukan.Sebanyak 73%
responden kadang-kadang melakukan aktivitas keluar
rumah di malam hari seperti ronda, pengajian, menonton
TV di rumah tetangga, dll. Dari 73 % responden yang
keluar rumah di malam hari hanya 21 % yang selalu
melindungi diri dari gigitan nyamuk, 25 % kadangkadang saja.
Secara umum praktek responden 93%
dikategorikan baik, 7% sedang dan tidak ada yang
berpraktek kurang.
e. Analisis Pengetahuan dan Sikap, Sikap dengan
Perilaku serta Pengetahuan dan Perilaku
Dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov pada
program SPSS dengan a
=5% menunjukkan probabilitas
skor pengetahuan sebesar 2,46 sikap 5,33 dan perilaku
5,38 semuanya lebih besar dari 0,05 sehingga dapat
dikatakan data berdistribusi normal. Oleh karena itu
untuk melakukan uji hubungan dengan skala data
ordinal dilakukan dengan menggunakan uji korelasi
Pearson's product moment.6 Dari hasil uji statistik
didapatkan hasil seperti pada tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan ada hubungan nyata
antara pengetahuan dengan sikap responden tentang
filariasis (r
<0,05) dengan derajat keeratan hubungan
7
0,2 atau menunjukkan korelasi yang lemah . Sedangkan
antara sikap dengan perilaku menunjukkan r
value
r
>0,05, sehingga tidak ada hubungan antara sikap
dengan perilaku. Demikian pula antara pengetahuan
dengan perilaku menunjukkan tidak adanya
hubungan.(r
>0,05)
Meskipun sikap dan perilaku cukup baik,
namun untuk mendukung agar sikap dan praktek tetap
baik perlu kiranya dilandasi pengetahuan yang memadai
sehingga menguatkan dalam sikap dan praktek yang
dilakukan.8 Sebagai contoh meskipun hasil wawancara
sikap dan perilaku responden cukup baik, namun pada
observasi lapangan masih banyak ditemukan genangan
air dengan jumlah kepadatan jentik yang tinggi. Hal ini
kemungkinan bukan karena sikap dan praktek
masyarakat yag tidak mau peduli namun lebih
dikarenakan faktor pengetahuan yang kurang. Dalam
upaya pengembangan masyarakat dalam mendukung
program eliminasi filariasis perlu memperhatikan
aspek-aspek tersebut selain kondisi antropo-sosiologis
di Kelurahan Pabean.
f. Hasil observasi lingkungan
Dari hasil observasi surveyor terhadap rumah
responden sebesar 73 % rumah di lokasi penelitian
masih belum rapat nyamuk. 44% di sekitar rumah
ditemukan genangan air dan positif jentik, 32 %
ditemukan genangan air dan tidak ada jentik nyamuk,
hanya 21% rumah yang tidak ditemukan adanya
genangan di sekitanya. Dari hasil observasi, habitat
nyamuk Culex Spp yang paling banyak adalah di
sepanjang selokan dengan air yang tergenang karena
banyak sampah ataupun di badan air yang mengalir
lambat. Selain itu, genangan air pada lahan yang
terbengkalai yang banyak ditumbuhi berbagai jenis
tanaman air merupakan habitat nyamuk Culex Spp .
Culex quenquefasciatus telah dikonfirmasi sebagai
4
vektor penular filariasis di daerah penelitian .
Terdapatnya habitat nyamuk berupa selokan dan tempattempat yang tidak terawat sangat membutuhkan
kepedulian dan peran serta masyarakat untuk
membersihkannya, apalagi dengan bentangan yang luas.
SIMPULAN
Masyarakat Kelurahan Pabean, Kecamatan
Pekalongan Utara, Kota Pekalongan menghadapi
masalah kasus filariasis dengan Mf rate >1%
menunjukkan lokasi tersebut merupakan daerah
endemis. Pengetahuan masyarakat tentang filariasis
menunjukkan masih perlu ditingkatkan. Responden
*) Staf Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang
28 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 28-29
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku.......(Ikawati, et.al)
5
yang mengetahui secara mendalam sampai ke
pengobatan dan efek samping obat filariasis sangat
sedikit. Sikap responden umumnya sangat baik.
Penduduk umumnya berperilaku baik. Ada hubungan
yang lemah antara pengetahuan dengan sikap, dan tidak
ada hubungan sikap dan pengetahuan dengan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dep.Kes.RI. Epidemiologi Filariasis, Ditjend. PP &
PL Jakarta. 2005
2. WHO. Lymphatic Filariasis. Prospects for the
elimination of some IDR diseases. p : 17-22. 1997
3. Dinkes Kota Pekalongan. Laporan Tahunan. 2005
4. Loka Litbang P2B2 Banjarnegara. Hasil Penelitian
6 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 1-6
Studi Epidemiologi Filariasis di Kota Pekalongan
Tahun 2005. (belum dipublikasikan)
5. Lemeshow, S, dW Hosmer Jr, Janelle Klar and
Stephen K Lwanga. Besar Sampel dalam Penelitian
Kesehatan. Gadjah Mada Univesity
Press..Yogyakarta.1997 hal : 2
6. Materi Kuliah Biostatistik. Magister Kesehatan
Lingkungan. Universitas Diponegoro. 2007
7. Santoso, S. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16.
Elex Media Komputindo. Jakarta. 2008
8. Sarwono, S. Sosiologi Kesehatan. Beberapa Konsep
Beserta Aplikasinya. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 2004
suatu area yang homogen. Biasanya digunakan
untuk menggambarkan suatu feature seperti batas
Negara, kecamatan, danau dls.
Kemampuan SIG
SIG sebagai sistem di dalam komputer memiliki
kemampuan dalam mengolah data diantaranya :
1.Akusisi dan verifikasi data, 2.Kompilasi data,
3.Penyimpanan data, 4. Perubahan dan updating data, 5.
Manajemen dan pertukaran data, 6.Manipulasi data,
7.Pemanggilan dan persentasi data dan 7. Analisis data.
Selain proses mengolah data, SIG juga dapat membuat
tema peta (thematic map), melakukan pemodelan
spasial seperti proses tumpang susun (overlay),
menentukan buffer area di sekitar kenampakan yang
inginkan, melakukan interpolasi (menghubungkan antar
titik).
Sebagian besar jenis penyakit berhubungan
dengan aspek lingkungan/ spatial/ keruangan, karena
salah satu sumber terjadinya penyakit tidak lepas dari
faktor lingkungan. Sebagai contoh penyakit Malaria,
sumber penular Malaria adalah nyamuk Anopheles.
Kejadian Malaria tidak terlepas dari pengaruh ekologi
wilayah yang memungkinkan nyamuk berkembang
cepat dan berpotensi kontak dengan manusia. Wilayah
yang disukai yakni daerah genangan, wilayah lembab,
vegetasi /tanaman sejenis (kebun salak). Selain itu
faktor lingkungan yang turut mempengaruhi
penyebaran Malaria adalah penggundulan hutan,
terutama hutan bakau di pantai. Akibat kerusakan
lingkungan ini, nyamuk yang semula tinggal di hutan,
bermigrasi ke pemukiman penduduk. Di daerah pantai,
kerusakan hutan bakau dapat menghilangkan musuhmusuh alami nyamuk, sehingga perkembangbiakan
nyamuk sangat cepat. Dari semua informasi di atas yang
menyatakan bahwa penyakit berhubungan dengan aspek
lingkungan/spatial/keruangan, maka faktor atau aspek
lingkungan dapat dipetakan. Misalnya peta tentang
daerah kumuh dan genangan yang merupakan sumber
Malaria. Dengan asumsi bahwa daerah itu merupakan
sumber Malaria, maka daerah tersebut dapat
digolongkan sangat rawan. Sebaliknya, lingkungan
yang relatif aman dari genangan tergolong tidak rawan
terhadap Malaria. Bila digabungkan dengan data
kepadatan penduduk, maka output dari peta tersebut
dapat berupa peta rawan Malaria. Analisis yang dapat
diperoleh adalah seberapa besar jumlah penduduk yang
berisiko terkena penyakit. Selain itu 'analisis jarak' juga
dapat dilakukan, seekor nyamuk secara teori dapat
terbang 2-3 Km dari sumbernya. Dalam SIG, pembuatan
jarak 2-3 km dari sumber penyakit sangat mudah
dilakukan. Bila dihubungkan lagi dengan peta sebaran
rumah sakit, klinik, tenaga dokter, dan tindakan
pencegahan yang dilakukan, dapat dihasilkan
kesimpulan atau output tentang optimasi kesehatan
masyarakat (optimal atau tidak mencapai sasaran).
Data atribut yang ada di SIG tidak terpisahkan dengan
data grafis. Data atribut berisi keterangan yang ada dalam
peta, misalnya peta berupa area genangan/tempat kumuh,
keterangan yang menyatakan bahwa itu sebagai
genangan/tempat kumuh inilah yang dinamakan data
atribut. Seorang analis SIG dengan mudah dapat
melakukan query atau pemanggilan data atribut, misalnya
dia ingin mengetahui dimana saja tempat-tempat yang
rawan penyakit sekaligus berapa jumlah penduduknya,
dengan melakukan query maka tempat yang rawan
penyakit sangat mudah ditemukan, dan terdeteksi di peta.
Para pengambil kebijakan dibidang kesehatan sebaiknya
memahami tindakan 'non medis' berupa pemanfaatan SIG
ini. Dengan SIG dapat memahami karakter wilayah,
kontrol dini sebelum terjun dilapangan, dan akhirnya
dapat mengambil kebijakan tentang kesehatan yang tepat
sasaran.
Tabel 1. Daftar data Malaria dan peta yang dibutuhkan
dalam SIG Malaria
Daftar data atribut
1. Jumlah pendudukperdesa
2. Jumlah kasus malaria klinis
3. Jumlah sediaan darah yang diperiksa
4. Jumlah kasus positif
5. Jumlah kasus positif P.falciparum
6. Jumlah kasus positif P.vivax
7. Jumlah kasus indigenous
8. Jumlah kasus indigenous P.falciparum
9. Jumlah kasus indigenous P.vivax
10. Puskesmas yg memiliki
.
laboratorium
Daftar peta
1. Peta titikdesa
2. Peta titikrumahsakit
3. Peta titik puskesmas
4. Peta titik pustu
5. Peta batas desa
6. Petabatas kecamatan
7. Peta pemanfaatan lahan
8. Peta topografi (ketinggian , kontur )
9. Peta hidrologi (sungai, badan air)
10. Peta jaringan jalan raya
Sumber : Luo Dapeng (2004)
Data dan peta pada Tabel 1, merupakan kebutuhan
standar, apabila operator SIG Malaria menghendaki
kajian malaria terhadap faktor risiko lingkungan tertentu
dapat menambah data baik data atribut malaria maupun
jenis petanya. Program aplikasi SIG yang dapat
digunakan untuk mengolah data di atas diantaranya :
ArcGis, ArcView, program tersebut dapat diakses gratis di
internet.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aronoff S, 1989. Geographic Information System: A
Management Perspective,WDL Publication, Ottawa,
Canada.
2. Burrough PA, 1987. Principle of Geographical Information
System for Land Resources Assessment. Oxford : Clarendon
Press
3. Prahasta E, 2005. Sistem Informasi Geografis; konsepkonsep Dasar, edisi Revisi, CV. Informatika, Bandung
4. Lo CP, Yeung. 2002. Consepts And Techniques Of
Geographic Information Systems, Prentice-Hall of India,
New Delhi.
5. Luo Dapeng, 2004, Geographic Information System Malaria
Control Suveilance, ICDC Package B
Sistem Informasi.................(Sunaryo)
27
Download