BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur. Pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi
manajemen itu sendiri. Beberapa pengertian manajemen menurut para ahli,
antara lain :
Menurut Hasibuan (2003) “Organisasi dan Motivasi” mengatakan
bahwa, “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai satu tujuan.”
Menurut Sikula (Hasibuan 2007), “Manajemen pada umumya
dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian,
pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan
tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara
efisien.”
Menurut Griffin (2004:7), “Manajemen adalah serangkaian
aktivitas
(termasuk
perencanaan
dan
pengambilan
keputusan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada
sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik dan informasi)
dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien.”
Dari definisi – definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa
manajemen sebagai seni adalah suatu kreatifitas pribadi yang disertai suatu
keterampilan. Dan manajemen sebagai ilmu adalah suatu kumpulan
pengetahuan yang logis dan sistematis. Di mana ilmu pengetahuan
mengajarkan kepada orang tentang suatu pengetahuan, dan seni di mana
dapat mendorong orang untuk mempraktikannya.
Selain sebagai seni dan ilmu, manajemen juga sebagai proses unuk
mencapai tujuan organisasi yang di dalamnya diperlukan perencanaan
yang matang (planning), pelaksanaan yang konsisten, dan pengendalian
yang kontinu agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan efektif
dan efisien.
2.1.1
Fungsi Manajemen
Menurut Terry (2008) dalam bukunya “ Prinsip-prinsip Manajemen”
terdapat fungsi manajemen, yakni :
a. Planning, yakni menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan
oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan, termasuk
kegiatan pengambilan keputusan.
b. Organizing, yakni membagi komponen-komponen kegiatan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok,
membagi tugas kepada seorang manajer untuk mengadakan
pengelompokan tersebut dan menetapkan wewenang di antara
kelompok atau unit-unit organisasi.
c. Actuating, atau disebut juga gerakan aksi, mencakup kegiatan yang
dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan
kegiatan
yang
ditetapkan
oleh
unsur
perencanaan
dan
pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai.
d. Controlling, yakni pengendalian dimana mencakup kelanjutan
tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksakan sesuai
dengan rencana.
2.2
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Aset paling penting yang harus dimiliki perusahaan dan diperhatikan
adalah tenaga kerja atau manusia (sumber daya manusia). Manajemen
sumber daya manusia adalah kegiatan pengelolaan yang meliputi
pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi
manusia sebagai individu anggota organisasi.
Empat hal penting yang berkenaan dengan manajemen sumber
daya manusia adalah sebagai berikut :
a. penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengintegrasian
berbagai kebijakan sumber daya manusia dengan perencanaan.
b. tanggung jawab pengelolaan sumber daya manusia tidak lagi
menjadi tanggung jawab manajer khusus, tetapi manajemen secara
keseluruhan.
c. adanya perubahan dari hubungan serikat pekerja manajemen
menjadi hubungan manajemen karyawan.
d. terdapat aksentuasi pada komitmen untuk melatih para manajer
agar dapat berperan optimal sebagai penggerak dan fasilitator.
Berikut ini beberapa pengertian Manajemen SDM menurut
beberapa ahli :
Menurut Hasibuan (2007:11), “Manajemen sumber daya manusia adalah
ilmu atau seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara
efektif dan efisien yang membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.”
Menurut Prabu (2009) menjelaskan bahwa “Manajemen SDM
adalah suatu pegelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada
individu (pegawai).” Menurut Handoko (2008), “Manajemen SDM adalah
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan, baik tujuan individu maupun
organisasi.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen SDM
adalah ilmu yang mengatur pemanfaatan tenaga kerja yang mengacu pada
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan agar berjalan dengan baik demi
tercapainya tujuan organisasi.
2.3
Pengertian Budaya Organisasi
Dalam pandangan antropologi, dulu budaya dipandang sebagai segala
manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur yang bersifat
rohani seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang
dan setiap kelompok orang – orang. Kini budaya dipandang sebagai
sesuatu yang lebih dinamis.
Menurut Taylor (Sobirin:2007), “Budaya adalah kompleksitas
menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum,
adat kebiasaan, dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja
yang diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.”
Wibowo (2008:371) memberikan arti, “Budaya sebagai gagasan,
kepentingan, nilai – nilai dan sikap yang disumbangkan oleh kelompok.
Budaya menjadi latar belakang, keterampilan, tradisi, komunikasi dan
proses keputusan, mitos, ketakutan, harapan, aspirasi, dan harapan yang
menjadi pengalaman.”
Sedangkan Schein (Tika:2008) mendefinisikan “Budaya sebagai
suatu pola asumsi yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu sebagai pembelajarn untuk mengatasi masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan
cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait dengan
masalah-masalah tersebut.”
Dari definisi budaya di atas, dapat diketahui bahwa unsur – unsur
yang terdapat dalam budaya adalah : ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat istiadat, norma masyarakat, asumsi-asumsi dasar,
sistem nilai, pembelajaran/pewarisan, masalah adaptasi ekternal dan
integrasi internal serta cara mengatasinya.
Demikian juga organisasi diciptakan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Menurut Schermerhorn (Tika:2008) menyatakan bahwa
“Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama.”
Menurut Bernard (Tika:2008) menyatakan bahwa “Organisasi
adalah bekerja sama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitasaktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara
sadar.”
Sedangkan Robins (Sobirin:2007) mendefinisikan “Organisasi
sebagai unit sosial yang disengaja didirikan untuk jangka waktu yang
relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersamasama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja yang terstruktur, dan
didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.”
Budaya organisasi adalah norma – norma dan kebiasaan yang
diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi.
Budaya organisasi adalah bagaimana orang merasakan tentang pekerjaan
baik dan apa yang membuat orang bekerja bersama dalam harmoni.
Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang berbeda dan
mempunyai masing-masing spesifik. Namun, budaya organisasi tidak
selalu tetap dan perlu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan.
Wibowo (2008:378) mengartikan, “Budaya organisasi sebagai cara orang
melakukan sesuatu dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan satuan
norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core value, dan pola perilaku
yang dilakukan orang dalam organisasi.”
Dari beberapa pengertian budaya organisasi yang dikemukakan
oleh para tokoh budaya organisasi di atas terkandung unsur-unsur dalam
budaya organisasi sebagai berikut :
a. Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi yang dapat berfungsi
sebagai pedoman bagi anggota maupun kelmpok dalam organisasi
untuk berperilaku.
b. Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan
dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini
mengandung nilai-nilai yang dapat membentuk slogan atau moto,
asumsi dasar, tujuan umum organisasi/perusahaan, filosofi usaha,
atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
c. Pemimpin
organisasi
atau
kelompok
pecinta
pengembangan
budaya
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh
pemimpin organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam
organisasi atau perusahaan tersebut.
d. Pedoman mengatasi masalah yang dihadapi perusahan
Dalam organisasi/perusahaan terdapat dua masalah yang sering
muncul yaitu masalah adaptasi eksternal dan masalah integrsi
internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar
dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
e. Berbagi nilai (sharing of value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagai nilai terhadap apa yang
paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi
seseorang.
f. Pewarisan (learning process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi
perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi
sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam
organisasi/perusahaan tersebut.
g. Penyesuaian (adaptation)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau
norma yang berlaku dalam organisasi tersebut, serta adaptasi
organisasi/perusahaan tersebut terhadap perubahan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini sema anggota
organisasi yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan
acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang ditetapkan.
2.3.1
Fungsi Budaya Organisasi
Dari sisi fungsi menurut Moeljono (2005:53) beberapa fungsi budaya
organisasi yaitu sebagai berikut :
a. Memberikan identitas – identitas yang khas kepada anggota
organisasi. Identitas ini dapat
membuatnya berbeda dengan
anggota organisasi lain, dan sekaligur memberikan pola identifikasi
kepada organisasi dimana ia berada.
b. Merekatkan setiap anggota organisasi satu sama lain, dan kepada
institusi dan sistem organisasi. Perekatan ini membangun trust dari
organisasi diman ini diperoleh jika terbangun orgnisasi yang kuat,
yang melekatkan para anggotanya satu sama lain.
c. Memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus
dilakukan oleh para karyawan.
Maka demikian, fungsi budaya organisasi adalah sebagai perekat
sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan
organisasi berupa ketentuan – ketentuan atau nilai-nilai yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.
2.3.2
Kegunaaan Budaya Organisasi
Budaya menampilkan „perekat sosial‟ dan menghasilkan „perasaan
kekeluargaan‟ sehingga meniadakan proses diferensiasi yang merupakan
bagian dari kehidupan organisasi yang tidak dapat dihindari. Budaya
organisasi menawarkan suatu sistem bersama mengenai arti, dimana
menjadi dasar untuk komunikasi dan pemahaman bersama. Jika fungsi ini
tidak direalisasikan dalam suatu cara yang layak, budaya mungkin secara
signifikan mengurangi efisiensi organisasi.
2.3.3
Ciri Budaya Organisasi yang Kuat
Definisi budaya organisasi yang kuat menurut beberapa ahli, sebagai
berikut : Menurut Robbins (Tika:2008) mendefinisikan, “Budaya
organisasi yang kuat adalah budaya dimana nilai-nilai inti organisasi
dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota
organisasi.”
Menurut Kotter dan Hesket (Tika:2008), “Budaya yang kuat adalah
budaya yang hampir semua manajer menganut bersama seperangkat nilai
dan metode manjalankan bisnis yang relatif konsisten. Karyawan baru
akan mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat.”
Menurut Vijay (Tika:2008), “Budaya organisasi yang kuat adalah
budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi
intensitas perilaku.”
Dari beberapa uraian diatas, dapat diketahui bahwa budaya organisasi
yang kuat apabila :
a. Nilai-nilai budaya organisasi dianut secara bersama oleh seluruh
pimpinan dan anggota organisasi.
b. Nilai-nilai budaya organisasi mempengaruhi perilaku pimpinan dan
anggota organisasi.
c. Membangkitkan semangat perilaku dan bekerja lebih baik.
d. Resisten (kuat) terhadap tantangan eksternal dan internal.
e. Mempunyai sistem peraturan formal dan informal.
f. Memiliki koordinasi dan kontrol perilaku.
Deal dan Kennedy (Tika:2008) menguraikan ciri-ciri budaya organisasi
yang kuat sebagai berikut :
1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas
apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang
baik atau tidak baik.
2) Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi
digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan
oleh orang-orang didalam organisasi sehingga orang-orang yang
bekerja menjadi sangat kohesif.
3) Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan,
tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari
secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi,
dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan
yang tertinggi.
4) Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan
organisasi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam
tingkat kepahlawanan.
5) Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai ritual
yang mewah.
Selain itu, menurut Tika (2008:116) ada unsur lain yang menjadi ciri-ciri
budaya organisasi yang kuat, yaitu :
a. Unsur Kohesi
Kohesi dari suatu kelompok yang kuat menyebabkan nilai – nilai
budaya organisasi dapat dipahami, dimengerti, dan dilaksanakan
dengan penuh kesadaran oleh anggota – anggota organisasi bahkan
tidak
segan
mengorbankan
diri
dan
kelompoknya
untuk
kepentingan organisasi. Tingginya kohesi kelompok berakibat
jarang adanya perasaan ertekan dan kesalah pahaman pada diri
anggotanya. Mereka sangat loyal terhadap kepentingan organisasi.
b. Unsur Komitmen
Komitmen
yang
kuat
menyebabkan
seseorang
bisa
mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi
tersebut. Tumbuhnya komitmen seseorang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu, imbalan, penghargaan, prestise, pekerjaa
yang dilakukan sangat berarti bagi dirinya, motivasi dan
sebagainya.
c. Unsur Ritual
Salah satu kegiatan untuk menanamkan dan memperkuat budaya
organisasi adalah pimpinan organisasi perlu membuat acara – acara
rutinitas. Berbagai acara rutinitas tersebut bisa dilakukan antara
lain seperti, rapat rutin, rekreasi bersama, olah raga, malam
kesenian, dan sebagainya.
d. Unsur Jaringan Budaya
Memberikan contoh atau teladan yang ditunjukkan oleh seorang
pimpinan dalam berperilaku merupakan pedoman nyata yang cepat
diikuti dan ditiru oleh para bawahannya. Demikian pula dalam
menanamkan dan memperkuat nilai – nilai budaya kepada para
anggota organisasi. Pemberian contoh / teladan yang dilakukan
oleh
pimpinan
organisasi,
sangat
berpengaruh
dan
dapat
mempercepat penanaman dan perkuatan budaya organisasi kepada
seluruh anggota organisasi tersebut.
e. Unsur Kinerja
Penilaian dan penghargaan secara berkala perlu dilakukan oleh
pemimpin organisasi kepada para anggotanya. Bagi anggota
organisasi yang berprestasi dalam penanaman nilai – nilai budaya
organisasi perlu diberi penghargaan seperti kenaikan jabatan, gaji,
pemberian gelar, hadiah, dan sebagainya.
2.3.4
Karakteristik Budaya Organisasi
Robbin (2005), membagi beberapa karakteristik – karakteristik budaya
organisasi sebanyak 7, yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan resiko
Yaitu merupakan sejauh mana para karyawan didorong untuk
melakukan inovasi dan pengambilan resiko. Hal ini tentunya
bertujuan untuk pencapaian tujuan perusahaan.
2. Perhatian kerincian
Yaitu adanya perhatian akan sejauh mana karyawan diharapkan
bisa menunjukkan kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap
rincian.
3. Orientasi hasil
Yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil,
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil tersebut.
4. Orientasi orang
Yaitu sejauh mana keputusan manajemen dalam memperhitungkan
efek – efek hasil pada orang – orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim
Yaitu sejauh mana kegiatan kerja yang diorganisasikan sekitar timtim dan bukan hanya individu semata.
6. Keagresifan
Yaitu sejauh mana orang – orang itu agresif dan kompetitif dan
bukannya bersantai.
7. Kemantapan
Yaitu
sejauh
mana
kegiatan
organisasi
menekankan
dipertahankannya status quo dari pada terjadinya pertumbuhan.
2.4
Pengertian Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kebutuhan manusia tidak hanya pada materi semata, tetapi
juga yang bersifat non materi seperti rasa kebanggaan dan kepuasan kerja
yang pada akhirnya berpengaruh pada kepuasan hidupnya. Kepuasan kerja
menggambarkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, yang selalu
menuntut interaksi dengan rekan satu kerja atau dengan atasan, mengikuti
aturan dan kebijakan organisasi serta memenuhi standar kerja.
Sikapseseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Menurut Herzberg (2005), “Kepuasan kerja (job satisfaction)
adalah sebuah perasaan yang positif dan merupakan hasil dari sebuah
evaluasi karakteristiknya. Kepuasan kerja merupka hal yang bersifat
individual dan mempunyai tingkatan yang berbeda-beda.”
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), “Kepuasan kerja sebagai
efektifitas atau respns emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.”
Menurut Sondang Siagian (2008), “Kepuasan kerja adalah cara padang
seseroang
baik
yang
bersifat
positif
maupun
negatif
tentang
pekerjaannya.”
Dari beberapa definisi di atas mengandung pengertian bahwa
kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Kepuasan
kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan
sosial individu di luar kerja. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
yang tinggi memiliki perasaan positif tentang pekerjaan tersebut,
sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaan
tersebut. Hal ini merupakan suatu kondisi yang subyektif dari keadaan diri
seseorang sehubungan dengan senang atau tidak senang terhadap
pekerjaannya yang dikaitkan dengan kebutuhan hidupnya.
2.4.1
Faktor – faktor Kepuasan Kerja
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada
dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrisik. Faktor intrinsik adalah faktor yang
berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai
bekerja di tempat pekerjaannya atau dalam organisasinya, dimana faktor
ini merupakan faktor mendasar dalam lingkungan organisasi. Faktor
ekstrinsik adalah faktor yang menyangkut hal – hal yang berasal dari luar
diri karyawan, seperti lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan
lain, sistem penggajian dan sebagainya. Faktor ini erat hubungannya
dengan motivasi karyawan dalam memberikan kinerja yang baik pada
organisasi dan faktor tersebut biasanya dijadikan acuan bagaimana
organisasi bisa mengembangkan dan meningkatkan kepuasan kerjanya.
Herzberg (2005) mengemukakan ada 4 faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja seseorang. Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Faktor psikologis, yaitu faktor yang terkait dengan kejiwaan
karyawan dengan dimensinya sebagai berikut :
a. Minat
b. Ketenteraman dalam bekerja
c. Sikap terhadap bekerja
d. Bakat dan keterampilan
2. Faktor sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosial dengan dimensinya sebagai berikut :
a. Interaksi sesama karyawan
b. Interaksi dengan atasan
c. Interaksi dengan karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya
3. Faktor fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan dengan dimensinya
sebagai berikut :
a. Jenis pekerjaan
b. Pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat
c. Perlengkapan kerja
d. Keadaan ruangan, suhu, penerangan, dan sirkulasi / pertukaran
udara
e. Kondisi kesehatan karyawan, umur
4. Faktor finansial, yaitu faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan karyawan dengan dimensinya sebagai berikut :
a. Sistem dan besarnya gaji
b. Jaminan sosial
c. Macam – macam tunjangan atau fasilitas yang diberikan
d. Promosi
2.4.2
Model – model Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menggambarkan perasaan seseorang mempunyai model model di mana masing – masing model tersebut menjadi acuan bagaimana
individu bisa mendapatkan rasa kepuasan kerjanya. Berikut adalah 5
model kepuasan kerja menurut Kreitner dan Kinicki (2005) :
1. Pemenuhan kebutuhan
Model
ini
menjelaskan
bahwa
kepuasan
ditentukan
oleh
karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang
individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Ketidakcocokan
Model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan
yang terpenuhi di mana harapan yang terpenuhi mewakili
perbedaan antara apa yang diharapkan oleh individu dari sebuah
pekerjaan, seperti upah dan kesempatan promosi yang baik dan apa
yang pada kenyataannya diterima.
3. Pencapaian nilai
Gagasan yang melandasi pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan
berasal
dari
persepsi
dari
pada
suatu
pekerjaan
yang
memungkinkan untuk pemenuhan nilai – nilai kerja yang penting
untuk individu.
4. Persamaan
Model persamaan menyebutkan kepuasan adalah suatu fungsi dari
bagaimana seorang individu di perlakukan secara adil di tempat
kerja.
5. Watak atau generic
Model watak / generic umumnya menjelaskan bahwa kepuasan
kerja merupakan sebagian fungsi dari kepribadian manusia atau
faktor generik.
2.5
Pengertian Kinerja Karyawan
Sumber daya manusia dalam organisasi bisa mewujudkan semua hal
tersebut apabila bisa memberikan kinerja yang terbaik. Kinerja merupakan
singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa
Inggris adalah performance. Kinerja merupakan hal yang mempengaruhi
seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi pada organisasi yang
antar lain termasuk kualitas dan kuantitas output. Menurut Wirawan
(2009:226), “Kinerja adalah keluaran kerja ternilai yang diisyaratkan oleh
organsasi tempat kerja ternilai yang dapat terdiri dari hasil kerja, perilaku
kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan.”
Anwar Prabu (2009) menyatakan bahwa “Kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.”
Ratundo dan Sackett (2006) menyatakan bahwa “Kinerja adalah tindakan
atau perilaku yang dikontrol oleh individu dan memberikan kontribusi
bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi.”
Dari beberapa definisi tersebut maka kinerja adalah prestasi kerja
atau hasil kerja yang diihat baik dari sisi kualitas maupun kuantitas yang
dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan.
2.5.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Wirawan (2009:166) kinerja karyawan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
a. Keterampilan kerja
Yaitu penguasaan pegawai mengenai prosedur (metode/teknik/tata
cara/peralatan) pelaksanaan tugas-tugas jabatannya.
b. Kualitas kerja
Yaitu kemampuan pegawai menunjukkan kualitas hasil kerja
ditinjau dari segi ketelitian dan kerapian.
c. Tanggung jawab
Yaitu kesediaan pegawai untuk melibatkan diri sepenuhnya dalam
melaksanakan pekerjaannya dan menanggung konsekuensi dari
akibat kesalahan/kelalaian dan kecerobohan pribadi dalam
melaksanakan tugas.
d. Prakarsa
Yaitu kemampuan pegawai dalam mengembangkan ide / gagasan
dan tindakan yang menunjang penyelesaian tugas.
e. Disiplin
Yaitu kesediaan pegawai dalam mematuhi peraturan perusahaan
yang berkaitan dengan ketepatan waktu masuk / pulang kerja,
jumlah kehadiran, dan keluar kantor untuk urusan yang non-dinas.
f. Kerjasama
Yaitu kemampuan pegawai untuk membina hubungan lain dengan
pegawai yang lain dalam rangka menyelesaikan tugas.
g. Kuantitas pekerjaan
Yaitu kemampuan pegawai dalam menyelesaikan sejumlah hasil
tugas setiap harinya.
Adapun unsur – unsur kinerja karyawan menurut Hasibuan (2005:56)
adalah :
a. Kesetiaan
Kinerja karyawan bisa diukur dari kesetiaan karyawan terhadap
tugas dan tanggung jawabnya pada pekerjaannya.
b. Prestasi kerja
Prestasi kerja harus dinilai baik dari sisi kualitasnya maupun
kuantitasnya dalam menjadi tolok ukur kinerja.
c. Kedisiplinan
Kedisiplinan karyawan dalam mematuhi aturan – aturan yang
berlaku dan melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya
dalam mencari tolok ukur kinerjanya.
d. Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan
mengeluarkan
potensi
yang dimiliki
dalam menyelesaikan
pekerjaannya sehingga bekerja lebih baik.
e. Kerjasama
Kerjasama diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi
dan bekerja sama dengan karyawan lain sehingga
hasil
pekerjaannya akan semakin baik.
f. Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah
dibebankan
kepadanya
meningkatkan kinerja.
g. Tanggung jawab
akan
menjadi
tolok
ukur
dalam
Kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan baik
dan tepat waktu, sesuai dengan tanggung jawab jabatan masingmasing.
h. Efektifitas dan efisiensi
Penggunaan waktu sebaik-baiknya dalam melaksanakan pekerjaan
dan memnafaatkan fasilitas perusahaan dengan baik, misalkan
penggunaan telepon, listrik, dan sebagainya.
2.5.2
Pengukuran / Penilaian Kinerja Karyawan
Pengukuran atau penilaian kinerja berguna untuk mengadministrasikan
honor dan gaji, memberikan umpan balik kerja, dan mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan karyawan. Selain itu, penilaian kinerja berguna
untuk pengembangan potensi karyawan. Penilaian kinerja merupakan
suatu proses organisasi dalam menilai dan mendapatkan gambaran
mengenai sistem kerja karyawan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja
karyawan dan meningkatkan produktifitas organisasi dan dilakukan dalam
kaitannya dengan program – program lanjutan untuk pengembangan
karyawan.
Penilaian kinerja akan memberikan umpan balik kinerja yang bisa
mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan karyawan. Penilaian kinerja
adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan
mereka ketika dibandingkan dengan satu aset standard dan kemudian
mengkomunikasikannya dengan karyawan.
Tujuan penilaian kinerja adalah :
Mengetahui tingkat prestasi kinerja karyawan selama ini, apakah
sudah sesuai dengan rencana kerja dan target perusahaan.
Untuk menjadikan penilaian kinerja sebagai acuan untuk
memberikan imbalan yang serasi.
Mendorong pertanggung jawaban dari karyawan atas hasil
kinerjanya.
Untuk menghargai karyawan yang berprestasi dengan yang kurang
berprestasi sehingga akan menjadi pembeda antara karyawan yang
satu dengan yang lainnya.
Untuk mengembangkan karyawan ke depan sesuai dengan
penilaian kinerja.
2.5.3
Manfaat Penilaian Kinerja
Secara terperinci manfaat penilaian kinerja bagi organisasi menurut Sjafri
Mangkuprawira dan Aida Vitalaya Hubeis (2007:158) adalah sebagai
berikut :
a. Penyesuaian kompensasi
b. Keputusan penempatan
c. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
d. Perencanaan dan pengembangan karir
e. Memperkecil defisiensi proses penempatan staf, keakuratan data
dan informasi, memperbaiki kesalahan rancangan pekerjaan.
f. Kesempatan kerja yang sama
g. Mengatasi tantangan-tantangan eksternal
h. Umpan balik pada sumber daya manusia
Informasi penilaian kinerja tersebut oleh pimpinan dapat dipakai untuk
mengelola kinerja pegawainya, dan mengungkapkan kelemahan kinerja
pegawai sehingga manajer dapat menentukan tujuan-tujuan maupun
peringkat target yang harus diperbaiki.
2.6
Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Karyawan
Berdasarkan paparan – paparan di atas mengenai budaya organisasi,
kepuasan kerja, dan kinerja, dapat dijelaskan bahwa peranan karyawan
sangat penting untuk perkembangan organisasi. Budaya organisasi
membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi,
dan
tujuan
organisasi.
Disamping
itu,
budaya
organisasi
akan
meningkatkan kekompakan tim antar berbagai bagian/departemen, divisi,
atau unit dalam organisasi sehingga mampu menjadi perekat yang
mengikat orang dalam organisasi bersama-sama. Budaya organisasi dapat
meningkatkan semangat kinerja dengan memberi perasaan memiliki,
loyalitas, kepercayaan, dan hal lain yang mendorong para karyawan
berpikir positif tentang mereka dan organisasi.
Kepuasan kerja yang merupakan dasar hati karyawan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dalam organisasi juga menjadi faktor
yang sangat penting bagi peningkatan kinerja. Dengan adanya rasa
kepuasan kerja yang baik maka akan baik pula kinerja yang diberikan.
Muluk (Sopiah:2008) menyatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Suatu budaya yang kuat
tampak dari adanya kesepakatan yang tinggi dari adanya kesepakatan yang
tinggi dari kalangan karyawan terhadap apa yang harus dipertahankan oleh
organisasi dan mengurangi kecenderungan karyawan meninggalkan
organisasi.
Menurut
Hariyanto
(2005),
mengemukakan
dalam
penelitiannya bahwa dengan tingkat kepuasan kerja yang baik maka akan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Di dalam lingkup PT. Bank Rakyat Indonesia Divisi Pengadaan
Barang dan Jasa, budaya organisasi diterapkan dengan tujuan sebagai
suatu upaya pencapaian visi dan misi perusahaan. Budaya organisasi yang
dibentuk, disosialisasikan, dan dievaluasi adalah sebagian strategi
perusahaan untuk sumber daya manusia yang kompeten, tidak hanya
mempunyai kemampuan teknis dan keterampilan yang baik, tetapi juga
memiliki mental dan perilaku yang positif. Budaya organisai yang
dibentuk di masukkan dalam nilai – nilai perusahaan yaitu, integritas,
profesionalisme, kepuasan nasabah, keteladanan, dan penghargaan kepada
sumber daya manusia, di mana nilai – nilai inilah yang akan menjadikan
karyawan mempunyai ketangguhan dalan memberikan kinerja terbaiknya.
Nilai – nilai tersebut sangat erat kaitannya dengan kepuasan kerja.
Download