BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuata dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablettablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat-obat secara oral, dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa, lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yang penggunaanya dengan cara sublingual, bukal, atau melalui vaginal, tidak boleh mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral (Ansel, 2005). Tablet digunakan baik untuk tujuan pengobatan lokal atau sistematik. Pengobatan lokal misalnya: a. Tabel untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval, dan digunakan sebagai anti infeksi, anti fungi, penggunaan hormon secara lokal. b. Lozenges, trochisci, digunakan untuk efek lokal di mulut dan tanggorokan, umumnya digunakan sebagai anti infeksi. Pengobatan untuk mendapatkan efek sistematik, selain tablet biasa yang ditelan masuk perut terdapat pula yang lainnya seperti: 1. Tablet bukal, yang digunakan dengan cara dimasukkan diantara pipi dan gusi dalam rongga mulut, biasanya berisi hormon steroid, adsorbsi terjadi melalui mukosa mulut masuk peredaran darah. 2. Tablet sublingual, digunakan dengan jalan dimasukkan di bawah lidah, biasanya berisi hormon steroid. Adsorbsi terjadi melalui mukosa mulut masuk peredaran darah. 3. Tablet implantasi, berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dimasukkan secara implantasi dari kulit badan (Anief, 2007). Tablet harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut : a. Keseragaman Ukuran Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak boleh lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari sepertiga tablet (Depkes RI, 2009). b. Keseragaman Sediaan Untuk menjamin konsistensi suatu sediaan masing-masing satuan dalam bets harus mengandung zat aktif dalam rentang yang mendekati kadar yang tertera pada etiket. Satuan sedian didefenisikan sebagai bentuk sediaan yang mengandung dosis tunggal atau bagian dari dosis suatu zat aktif pada masing-masing unit (Depkes RI, 2009). keseragaman sediaan dapat didefenisikan sebagai derajat keseragaman dari jumlah zak adiktif dalam satuan sediaan. Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragaman kandungan atau keseragaman bobot. Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar dari kandungan zat aktif dalam satuan sediaan untuk menentukan kandungan individu dalam batasan yang ditentukan. Uji keseragaman kandungan dapat diterapkan untuk semua sediaan. Uji keseragaman kandungan dipersyaratkan untuk bentuk sediaan berikut: (K1) tablet salut, selain tablet salut selaput yang mengandung zat aktif 25 mg atau lebih yang merupakan 25% atau lebih dari bobot satu tablet; (K2) sistem transdermal; (K3) suspensi, emulsi atau gel dalam wadah dosis tunggal atau dalam kapsul lunak; yang digunakan hanya untuk pemakaian sistemik (tidak untuk sediaan obat luar); (K4) inhalasi (selain larutan inhalasi dalam wadah ampul gelas atau plastik yang digunakan secara nebulasi) dikemas dalam satuan sediaan terukur; (K5) sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) yang dikemas dalam wadah dosis tunggal dan mengandung zat aktif atau inaktif yang ditambahkan, kecuali uji keseragaman bobot dapat diterapkan dalam situasi khusus seperti tercantum dalam B2 dan B3 dibawah; dan (K6) supostoria Uji keseragaman bobot diterapkan pada bentuk sediaan berikut: (B1) larutan inhalasi yang dikemas dalam wadah ampul gelas atau plastik dan digunakan secara nebulasi, larutan oral yang dikemas dalam wadah satuan sediaan dan dalam kapsul lunak; (B2) sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) yang dikemas dalam wadah dosis tunggal dan tidak mengandung bahan yang ditambahkan, baik zat aktif dan inaktif; (B3) sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) yang dikemas dalam wadah dosis tunggal, dengan atau tanpa bahan yang ditambahnkan, baik zat aktif atau inaktif, yang disiapkan dari larutan yang dibeku keringkan dalam wadah akhir, pada etiket dicantumkan metode muatan; (B4) kapsul keras, tablet tidak bersalut atau tablet salut selaput, mengandung zat aktif 25 mg atau lebih dari bobot satuan sediaan atau dalam hal kapsul keras, terhadap kandungan kapsul, kecuali keseragaman dari zat aktif lain tersedia pada dosis yang lebih kecil harus memenuhi persyaratan uji keseragaman kandungan (Depkes RI, 2009). 2.2 Cara Pembuatan Tablet Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung: 2.2.1 Pembuatan Tablet Secara Granulasi Basah Zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur baik-baik, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40°-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 2007). 2.2.2 Pembuatan Tablet Secara Granulasi Kering Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Keuntungan granulasi kering adalah tidak diperlukan panas dan klembaban dalam proses granulasi. Granulasi kering dapat juga dilakukan dengan meletakkan massa serbuk diantara mesin rol yang dijalankan secara hidrolik untuk menghasilkan massa padat yang tipis, selanjutnya diayak atau digiling hingga diperoleh granul dengan ukuran yang diinginkan (Depkes, 1995). 2.2.3 Pembuatan Tablet Secara Kecepatan Tinggi Pembuatan tablet dengan kecepatan tinggi memerluka ekspien yang memungkinkan pengempaan langsung tanpa tahap granulasi terlebih dahulu. Ekspien ini terdiri dari zat berbentuk fisik khusus seperti laktosa, sukrosa, dekstrosa, atau selulosa yang mempunyai sifat aliran dan kemampuan kempa yang diinginkan. Bahan pengisi untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan adalah selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat, laktosa semperot kering, sukrosa yang dapat dikempa dan beberapa bentuk pati termodifikasi. Kempa langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada granulasi basah dan granulasi kering. Walaupun demikian sifat fisik masing-masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat mengubah sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk kempa langsung (Depkes, 1995). 2.3 Tablet Digoksin Tablet digoksin mengandung digoksin, C41H64O14, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 105,0% dan jumlah yang tertera pada etiket (Depkes, 1995). 2.3.1 Uraian Digoksin 2.3.1.1 Digoksin Digoksin adalah agen inotropik yang terutama digunakan untuk mengobati gagal jantung kongesif (congestive heart failure, CHF) dan fibrilasi arial, agen inti sebagian diadsorpsi dan setelah diadsorpsi, fraksi yang besar dibersihkan oleh ginjal (Winter, 2009). Digoksin merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengobati gagal jantung. Digoksin (glikosida jantung) berguna untuk memperkuat daya kontraksi jantung yang lemah, sehingga memperkuat fungsi pompa jantung. Digoksin terdapat dalam daun tumbuhan Digitalis purpurea dan D. Lanata sebagai aglukan dan glikosida (Tjay dan Rahardja, 2002). Rumus Struktur : Nama kimia : 4-[(3S,5R,8R,9S,10S,12R,13S,14S)-3-[(2S,4S,5R,6R)-5[(2S,4S,5R,6R)-5-[(2S,4S,5R,6R)-4,5-dihydroxy-6-methyl- oxan-2-yl]oxy-4-hydroxy-6-methyl-oxan-2-yl]oxy-4hydroxy-6-methyl-oxan-2-yl]oxy-12,14-dihydroxy-10,13dimethyl-1,2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,15,16,17 tetradecahydrocyclopenta[a]phenanthren-17-yl]-5H-furan 2one Rumus molekul : C41H64O14 Berat molekul : 780,938 g/ml Pemerian : Hablur, jernih hingga putih atau serbuk hablur putih, tidak Berbau. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dan dalam eter, mudah larut dalam piridina, sukar larut dalam etanol encer dan kloroform. 2.3.1.2 Mekanisme Kerja Mekanisme intropik positif, digoksin menghambat pompa NA-K-ATPase pada membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar Na+ intrasel, dan ini menyebabkan berkurangnya pertukaran Na+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung sehingga Ca+ tertahan dalam sel kadar Ca2+ intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ kedalam retikulum sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca2+ yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan kedalam sitosol untuk dikontraksi meningkat, sehingga konterktilitas sel otot jantung meningkat (Gunawan, 2007). Mekanisme kronotropik negatif dan mengurangi aktivasi saraf simpatis, pada kadar terapi (1-2 ng/ml), digoksin meningkatkan tonus vegal dan mengurangi aktivitas simpatis di nodus SA maupun AV, sehingga dapat menimbulkan bradikardia sinus sampai henti jantung dan/atau perpanjangan konduksi AV sampai meningkatnya blok AV. Efek pada nodus AV inilah yang mendasari penggunaan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium (Gunawan, 2007). 2.3.1.3 Farmakokinetika Semua glikosida jantung termasuk inti steroid dan cincin lakton, sebagian besar juga memiliki satu atau lebih gula residu. Glikosida jantung sering disebut "digitalis" karena munculnya beberapa berasal dari tanaman digitalis. Digoksin adalah agen prototipe dan satu-satunya yang umum digunakan kurva fungsi ventrikel. Absis dapat berupa ukuran serat ukuran tinggi, mengisi tekanan, tekanan kapiler pulmoner. Ordinat adalah ukuran berguna eksternal stroke volume kerja jantung, curah jantung. Pada gagal jantung output berkurang sama sekali panjang serat dan jantung mengembang karena munculnya fraksi ejeksi menurun. Sebagai hasilnya, bergerak hati dari titik A ke B. Kompensatoris debit simpatik atau pengobatan yang efektif memungkinkan jantung untuk mengeluarkan lebih banyak darah, dan jantung bergerak untuk poin dalam c pada kurva tengah (Katzung, 2010). 2.3.1.4 Efek Samping Efek sampingnya berupa gangguan lambung usus: mual muntah, diare, dan nyeri perut. Efek lainnya berupa efek sentral, seperti pusing, melihat kuning, letih, lemah otot, gelisah, kekacauan, dan konvulsi. Pada overdose terjadi efek jantung, antara lain gangguan ritme, khususnya ekstrasistole dan fibrilasi bilik berbahaya yang dapat mengakibatkan shock fatal (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.3.1.5 Kegunaan Khasiatnya bermacam-macam, yang terpenting adalah efek inotrop positif, yakni memperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit, dan diuresis diperbesar, serta jantung yang membesar mengecil lagi. Frekuensi denyutan juga diturunkan (efek cronotrop negatif) akibat stimulasi norvus vagus (saraf “penegembara”). Sifat ini bertentangan dengan banyaknya zat introp positif (adrenalin, derivat xanthin, glukagon, dan ion Ca) yang memiliki kerja cronotrop positif pula. Di samping itu, zat ini menghambat penyaluran impuls AV, yang penting pada gangguan ritme serambi (efek dromotrop negatif) (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.3.1.6 Dosis a. Dewasa : (po atau iv) Dosis awal (DA) : 0,5-1,0 mg dibagi 2-3 x pemberian. Dosis pemeliharaan (DP) : 0,2-0,4 mg/hari. b. Anak-anak: µg/kg DA DP/hari Bayi baru lahir 25 1,5-12,0 Bayi umur 1 bulan 30 10 1-2 tahun 25 20 2-12 tahun 10 4 (Widodo,1993). 2.4 Kromatografi Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa gas, atau zat cair, dan fase diam dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson dan Stevenson, 1991). Kromatografi didefnisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatau proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, dan tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasikan atau ditetapkan dengan metode analitik (Depkes, 1995). Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang dapat dilakukan dalam penetapan kadar dan Farmakope Indonesia adalah kromatografi kolom, kromatografi gas, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi cair kinerja tinggi (Depkes RI, 1995). 2.4.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik kromatografi kolom yang paling sering digunakan. Popularitasnya disebabkan oleh kekuatan pemisahannya yang tinggi, selektifitasnya yang sangat baik, dan banyaknya solut yang dapat dipisahkan dengan metode ini. Serupa dengan KLT, pemisahan dengan KCKT dapat dilakukan baik pada fase normal atau fase terbalik menggunakan fase diam silika atau silika fase terikat. Meskipun demikian, berbeda dengan KLT yang banyak menggunakan fase normal, kebanyakan KCKT menggunakan fase terbalik untuk analisis solut. KCKT fase terbalik menggunakan pelarut yang kurang toksik (air dan pelarut-pelarut yang dapat campur dengan air) sehingga mengurangi polusi lingkungan (Gandjar dan Rohman, 2007). Beberapa kelebihan kromatografi cair kinerja tinggi antara lain: a. Waktu analisis yang cepat. b. Daya pisahnya baik. c. Kepekaan yang tinggi. d. Kolom dapat dipergunakan kembali. e. Ideal untuk molekul besar dan ion. f. Mudah memperoleh kembari cuplikan (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.2 Instrumentasi Kromatogarfi Cair Kinerja Tinggi Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada dasarnya terdiri atas enam komponen pokok yaitu: a. Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak yang digunakan harus bersih. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut (Gandjar dan Rohman, 2007). b. Pompa Fase Gerak dalam KCKT sudah tentu zat cair, dan untuk menggerakkannya melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis pompa yang digunakan: tekanan tetap dan pendesakan tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis alas detektor yang stabil jika detektor peka terhadap aliran. Kelebihan utamanya adalah tandonnya tidak terbatas, pompa semprit menghasilkan aliran yang tak berdenyut, tetapi tandonnya terbatas (Gandjar dan Rohman, 2007). c. Injektor Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik (injektor). Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT yaitu : 1) Injektor dengan memakai diafragma (septum) 2) Injektor tanpa septum 3) Injektor dengan pipa dosis (Mulja dan Suharman, 1995). d. Kolom Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat, Kolom juga akan menjadi kunci penentu keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil akhir analisis dengan KCKT. Kolom dapat dibagi jadi dua kelompok: 1) Kolom analitik: garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan peliket biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm. 2) kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm. Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai pada suhu kamar, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai, terutama dalam kromatografi pertukaran ion dan eksklusi (Gandjar dan Rohman, 2007). e. Detektor Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam efluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka, tidak banyak berderau, rentang tanggapan liniernya lebar, dan menanggapi semua jenis senyawa. Kita menginginkan pula detektor yang kurang peka terhadap perubahan aliran dan suhu, tetapi hal itu selalu tidak terpenuhi. Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu : 1) Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor indeks bias dan spektrofotometri massa. 2) Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (Johnson, 1991; Rohman, 2007). f. Komputer, Integrator, atau Rekorder Alat pengumpul data seperti komputer, integrator , atau recorder, dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi olehs seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2007).