EFEKTIVITAS INOKULASI ISOLAT BAKTERI TERHADAP SERAPAN MINERAL PADA PEDET PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN LEPAS SAPIH SKRIPSI DESRA C SIHOMBING DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i RINGKASAN DESRA C SIHOMBING. D24063311. 2010. Efektivitas Inokulasi Isolat Bakteri terhadap Serapan Mineral pada Pedet Peranakan Friesian Holstein Lepas Sapih. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M. AgrSc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Kartiarso, MSc. Unsur mineral sangat penting dalam metabolisme baik pada tubuh hewan maupun manusia. Unsur mineral esensial makro seperti Ca, Mg, Na, K, dan P diperlukan untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mo, dan I berfungsi untuk aktivitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh. Secara alami, mineral esensial makro dan mikro terdapat dalam pakan, akan tetapi kecukupan kandungan mineral tersebut dalam memenuhi kebutuhan ternak tidak selalu tercapai. Kecukupan mineral pada pedet masa peralihan dari periode menyusu ke periode lepas sapih merupakan masalah tersendiri, karena pedet pada periode tersebut harus mampu memanfaatkan nutrien dari pakan padat sedangkan kemampuan pencernaanya masih terbatas. Percernaan fermentatif oleh mikroba rumen sangat menentukan ketersediaan nutrien termasuk mineral dalam periode tersebut. Oleh karena itu, manipulasi percepatan perkembangan mikroba rumen diperkirakan dapat mengubah utilisasi mineral pada periode tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serapan mineral pada pedet lepas sapih yang disuplementasi mineral dan selama periode menyusu mendapat inokulasi isolat mikroba rumen pencerna serat. Penelitian ini menggunakan sembilan ekor pedet umur dua minggu dengan rataan bobot badan 37,0±5,0 kg. Sebanyak empat ekor pedet mendapat perlakuan inokulasi bakteri dan 5 ekor pedet tanpa inokulasi sebagai kontrol. Peubah yang diukur adalah konsumsi, absorpsi, ekskresi dan kadar mineral Ca, P, Mg, dan Zn darah. Data dinalisis secara statistik menggunakan Uji T. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji regresi. Perlakuan inokulasi isolat bakteri selama masa menyusu tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering, namun meningkatkan (P<0,05) konsumsi serat kasar, ADF dan NDF pada pedet lepas sapih. Rataan konsumsi Ca total pada pedet perlakuan sebesar 11.598 mg/e/hr dan pedet kontrol sebesar 7.722 mg/e/hr. Ekskresi Ca dalam feses pedet inokulasi 5.622 mg/e/hr dan ekskresi Ca pedet kontrol 4.218 mg/e/hr. Ekskresi P dalam feses pedet yang mendapat inokulasi 1.966 mg/e/hr dan ekskresi P pada pedet kontrol 1.148 mg/e/hr. Absorpsi P pada semua pedet lepas sapih meningkat (P<0,01) dengan meningkatnya konsumsi P rataan konsumsi Mg total pada pedet perlakuan sebesar 6.115 mg/e/hr dan pedet kontrol sebesar 4.021 mg/e/hr. Ekskresi Mg dalam feses pedet inokulasi 2805 mg/e/hr dan ekskresi Mg pada pedet kontrol 1.613 mg/e/hr. Rataan plasma Ca pedet percobaan berkisar antara 9,00-12,03 mg/100ml. Rataan P plasma pedet percobaan berkisar antara 4,43-11,62 mg/100ml. Rataan Mg plasma pedet percobaan berkisar antara 2,25-3,38 mg/100ml. Rataan Zn darah pedet percobaan berkisar antara 0,4-0,5 mg/100ml. Konsumsi bahan kering dan mineral tidak mempengaruhi kadar mineral plasma darah. Hubungan konsumsi mineral 1 dengan plasma menggambarkan bahwa kebutuhan pedet akan mineral sudah terpenuhi. Inokulasi isolat bakteri merangsang konsumsi bahan kering, sehingga dapat meningkatkan konsumsi nutrien khusunya mineral. Peningkatan konsumsi mineral dapat meningkatkan absorpsinya, namun tidak meningkatkan kadar mineral darah, yang berarti bahwa kebutuhan Ca, P, Mg dan Zn pada pedet telah terpenuhi. Kata-kata kunci: pedet, konsumsi, absorpsi, mineral, darah, bakteri 2 ABSTRACT Effectivity of Inoculated Bacteria Isolates to Mineral Absorption in Calves of Friesian Holstein Sihombing, D. C., T. Toharmat and Kartiarso Calcium, P, Mg, Fe, Cu, Zn, Mo and I are involved in nutrients metabolism in animal and human body and the makro elements are the components of skeleton and teeth. In Indonesia, macro and micro minerals contained in the most feeds are not sufficient to meet mineral requirement of calves specially around weaning, therefore dietary supplementation of mineral is necessary. Insufficiency of mineral in calves around weaning is influenced by the digestibility of ingested feed. Ruminal bacteria has an important roles in digesting of feed and influencing mineral availability. Inoculation of bacteria isolates in the rumen of preweaning calves may improve availability of dietary minerals. The experiment was designed to determine the mineral absorbtion in weaned calves with or without bacteria isolates inoculated during pre weaning period. Eight of six week old calves were reared for 8 weeks in individual cages with wooden floor. During preweaning period calves were offered fresh milk and calf starter. The three calves were inoculataed with bacteria isolates for 6 weeks and another five calves were the control group. A single grower diet was offered to the all weaned calves for 4 weeks. During the last weeks of the experimental period, individual faecal output was colected, weighted and sampled. Blood sample was obatained on the last day of the period. Mineral content of feed, faeces and blood were determined. The means of mineral absorption, and blood content of the two groups of calves were compared statisticaly using t-Test. The effect of fiber digestibility on mineral absorption was evaluated. Inoculation of bacteria isolate had no significant effect on mineral intake and absorption, and plasma mineral. Absorption of Ca, Mg and P were influenced (P<0.01) by their intake. In conclution that inoculation of bacteria isolates during pre weaning period could not stimulate the utilization of mineral in weaned calves. Keywords: calves, consumption, absorption, mineral, blood, bacteria isolate 3 EFEKTIVITAS INOKULASI ISOLAT BAKTERI TERHADAP SERAPAN MINERAL PADA PEDET PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN LEPAS SAPIH DESRA C SIHOMBING D24063311 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Petanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 4 Judul : Efektivitas Inokulasi Isolat Bakteri terhadap Serapan Mineral pada Pedet Peranakan Friesian Holstein Lepas Sapih Nama : Desra C. Sihombing NIM : D24063311 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc) NIP: 19590902 198303 1 003 (Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc) NIP: 19460416 197403 1 001 Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP: 19670506 199103 1 001 Tanggal Ujian: 4 Agustus 2010 Tanggal Lulus: 5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sidikalang, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 9 Maret 1988, sebagai anak pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak Juber Sihombing dan Sonti Rajagukguk. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1994 di SD Negeri 1 Hutagugung dan selesai pada tahun 2000. Jenjang pendidikan menengah pertama dilaksanakan di SLTP Negeri 1 Sumbul hingga selesai pada tahun 2003 kemudian penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Sumbul hingga tamat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Selama menjalankan studi di IPB, penulis mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik, seperti menjadi anggota divisi Magang Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (HIMASITER) dan aktivitis UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (UKM PMK IPB). Penulis pernah menjadi koordinator Komisi Pelayanan diaspora UKM PMK IPB pada tahun 2008/2009, dan koordinator Kelompok Pra Alumni UKM PMK IPB pada tahun 2009/2010. Pada tahun 2008-2010 penulis berturut-turut mendapatkan empat program keativitas mahasiswa bidang kewirausahaan yaitu tahun 2008 Sereal Tempe ”Tem-Q” Alternatif Sarapan Pagi dan Snack Sehat yang Praktis dan Kaya Protein Nabati, tahun 2009 (1) Sereal BeQ-T sebagai Alternatif Sarapan Pagi dan Snack Sehat serta Rendah Kolestrol dan (2) Permen Pepaya” Papacan” Produk Olahan yang Kaya Vitamin A dan C serta Mampu Membantu Proses Pencernaan, dan pada tahun 2010 “JE-LA” Jeli Buah Pala Sebagai Alternatif Jamu Penyembuh Penyakit Insomnia, Mual dan Masuk Angin. 6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya selama ini kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efektivitas Inokulasi Isolat Bakteri terhadap Serapan Mineral pada Pedet Peranakan Friesian Holstein Lepas Sapih”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Petanian Bogor. Terwujudnya tulisan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat yang melimpah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan skripsi ini. Penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat terus dipebaiki pada penelitian-penelitian selanjutnya Bogor, September 2010 Penulis 7 DAFTAR ISI RINGKASAN ...................................................................................................... i ABSTRACT.......................................................................................................... iii LEMBAR PERYATAAN..................................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii DAFTAR ISI......................................................................................................... viii DAFTAR TABEL................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi .............................................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii .............................................................................................................................. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan ....................................................................................................... 1 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3 Sapi Friesian Holstein ............................................................................... Pedet.......................................................................................................... Kebutuhan Nutrien Pakan ........................................................................ Konsentrat Hijauan ................................................................................... Mineral ...................................................................................................... Kalsium( Ca) ....................................................................................... Phosphor (P) ...................................................................................... Magnesium (Mg) ................................................................................ Zinc (Zn) ............................................................................................. . Suplementasi Mineral ............................................................................. Pemanfaatan Probiotik .............................................................................. 3 3 4 4 5 5 5 6 6 7 8 MATERI DAN METODE .................................................................................... 10 Waktu dan Tempat .................................................................................... Materi ........................................................................................................ Ternak Percobaan ............................................................................... Kandang dan Peralatan ....................................................................... Ransum Percobaan ............................................................................. Metode ..................................................................................................... Pembuatan Ransum Percobaan ........................................................... Penumbuhan Bakteri dalam Media Susu............................................. Pemberian Ransum,Susu, Calf Starter, Probiotik dan Air Minum ..... 10 10 10 10 11 11 11 12 12 8 Pengambilan Sampel Pakan ................................................................ Pengambilan Sampel Darah ................................................................ Pengambilan Sampel Feses ................................................................. Pengabuan Basah (Wet Ashing).......................................................... Pengukuran Mineral ............................................................................ Analisis Mineral Phospor........................................................... Preparasi Larutan....................................................................... Pembuatan Plasma/ Serum................................................................... 13 13 13 14 14 14 14 15 Rancangan Percobaan, Analisis Data dan Peubah Yang Diamati ............ 16 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 17 Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar................................................. Konsumsi dan Absorpsi Mineral ............................................................. Kadar Mineral Darah ................................................................................ 17 19 24 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 28 Kesimpulan ............................................................................................... Saran ......................................................................................................... 28 28 UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ 30 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31 LAMPIRAN.......................................................................................................... 34 9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Kadar Mineral Makro dan Mikro Ransum yang Disarankan untuk memenuhi kebutuhan Anak Sapi........................................ 2 Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Percobaan Berdasarkan Bahan Kering Pakan................................................. 7 11 3 4 5 Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri Rumen......................... 18 Rataan Konsumsi dan Absorpsi Mineral pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Bakteri Rumen ............................................... 20 Rataan Mineral Darah pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri .................................................... ......................... 24 10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Hubungan Konsumsi Ca dan Absorpsi Ca pada Pedet Lepas Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri............................................................................ 21 2 Hubungan Konsumsi P dan Absorpsi P pada Pedet Lepas Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri............................................................................ 22 3 Hubungan Konsumsi Mg dan Absorpsi Mg pada Pedet Lepas Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri............................................................................. 23 12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Hasil Sidik Ragam Ca Darah........................................................ 35 2 Hasil Sidik Ragam Konsumsi NDF.............................................. 35 3 Hasil Sidik Ragam Konsumsi ADF.............................................. 35 4 Hasil Sidik Ragam Konsumsi SK................................................. 35 5 Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ca................................................. 36 13 PENDAHULUAN Latar Belakang Unsur mineral sangat penting dalam proses fisiologis baik hewan maupun manusia. Unsur mineral esensial makro seperti Ca, Mg, Na, K, dan P diperlukan untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mo, dan I berfungsi untuk aktivitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh (Darmono, 2007). Kandungan mineral dalam ransum tergantung kepada jenis bahan pakan yang digunakan. Kadar mineral dalam hijauan pakan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu iklim, jenis dan kondisi tanah, mineral tanah dan jenis tanaman. IkIim dan kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan mineral dalam pakan hijauan. Di daerah yang kering dengan curah hujan rendah, kandungan mineral dalam pakan ternak pada musim kemarau lebih rendah dibandingkan pada musim hujan. Kondisi tanah yang asam atau berpasir menyebabkan unsur mineral mudah larut sehingga masuk ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam atau tercuci oleh air permukaan, sehingga tanah menjadi miskin unsur hara termasuk mineral. Akibatnya, kandungan mineral pada tanaman pakan ternak ruminansia yang tumbuh di daerah tersebut juga rendah. Bila hijauan tersebut dikonsumsi oleh ternak ruminansia termasuk (sapi, kerbau, kambing, dan domba), maka ternak akan mengalami defisiensi mineral. Defisiensi mineral dapat mengakibatkan penurunan bobot badan, daya produksi dan reproduksi. Secara alami, mineral esensial makro dan mikro terdapat dalam tanaman hijauan pakan. Permasalahannya adalah kecukupan kandungan mineral tersebut dalam memenuhi kebutuhan fisiologi ternak tidak selalu tercapai. Kecukupan mineral pada pedet masa peralihan dari periode menyusu ke periode lepas sapih merupakan masalah tersendiri, karena pedet pada periode tersebut harus mampu memanfaatkan nutrien dari pakan padat sedangkan kemampuan pencernaanya masih terbatas. Percernaan fermentatif oleh mikroba rumen sangat menentukan ketersediaan nutrien termasuk mineral dalam periode tersebut. Oleh karena itu manipulasi percepatan perkembangan mikroba rumen dengan inokulasi bakteri diperkirakan dapat mengubah utilisasi mineral pada periode tersebut. 14 Mikroba rumen membutuhkan baik mineral makro maupun mikro untuk membangun komponen struktural sel dan untuk komponen enzim serta sebagai co-faktornya. Mineral kalsium (Ca), posfor (P), magnesium (Mg) dan sulfur (S) sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel mikroba rumen dan mencerna serat secara maksimal oleh bakteri selulolitik serta menstimulir produksi VFA (Church, 1988; Ruckebusch dan Thivend, 1980). Mineral Ca juga berperan dalam menjaga stabilitas struktur dinding sel, defisiensi mineral ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan proses-proses metabolisme yang membutuhkan Ca. Selanjutnya Ruckebusch dan Thivend (1980) menjelaskan bahwa mineral P esensial untuk semua mikroorganisme karena merupakan bagian integral dari nukleotida dan beberapa koenzim. Sekitar 80% dari total P dalam bakteri rumen terdapat dalam asam nukleat dan 10% pada posfolipid. Level 100 mg/liter dari P dalam cairan rumen mencukupi untuk pertumbuhan bakteri dan aktivitas selulolitik. Mineral Mg sangat penting untuk berbagai proses seluler sehingga diperlukan oleh semua mikroorganisme. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi dengan penyerapan mineral pada pedet lepas sapih yang selama periode menyusunya disuplementasi mineral dan mendapat inokulasi isolat mikroba rumen pencerna serat. 15 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) berkembang dengan baik di Inonesia. Sapi jenis ini aslinya berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Peternak di Amerika Serikat menyebut sapi jenis tersebut sebagai Holstein Friesian atau disingkat Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Produksi susu bangsa sapi tersebut tertinggi diantara bangsa sapi perah lainnya. Tetapi kadar lemak susunya rendah. Rataan produksi susu sapi FH di Amerika Serikat rata-rata 7.245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65%, sedangkan di Indonesia rata-rata produksi susu 10 L/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi (Sudono, 1985). Tanda-tanda yang dimiliki sapi bangsa FH antara lain memiliki warna putih dengan belang hitam, dapat juga hitam dengan belang putih sampai warna hitam. Ekor harus putih, warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam di daerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari bahu atau paha hingga kuku diperbolehkan (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Pedet Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa rata-rata bobot lahir anak sapi keturunan Friesian Holstein adalah 42 kg. Menurut Olson (1951), bobot lahir anak dipengaruhi antara lain oleh jenis kelamin, bangsa, dan keturunan. Anak sapi yang baru lahir, seperti sapi dewasa, memiliki perut yang terbagi menjadi empat walaupun hanya abomasum yang berfungsi, abomasum memiliki kapasitas dua kali lebih besar daripada bagian yang lain (Roy, 1980). Rumen berfungsi baik setelah anak sapi berumur dua bulan atau jika anak sapi telah makan pakan padat atau kering (Williamson dan Payne, 1993). Roy (1980) menyatakan bahwa pada anak sapi, air susu maupun pakan dalam bentuk cair dapat langsung masuk ke dalam abomasum melalui saluran khusus yang disebut oesophageal groove. Saluran oesoophageal groove terbentuk secara reflex jika pedet mengkonsumsi air atau air susu dengan gerakan menyedot. Akan tetapi setelah umur anak sapi lebih dari delapan minggu maka fungsi dan respon saluran tersebut berkurang. 16 Kebutuhan Nutrien Pakan Kebutuhan nutrien pakan dari anak sapi sangat beragam, dari kebutuhan untuk hidup pokok hingga untuk pertambahan bobot badan yang maksimal yang berasal dari deposit protein dan mineral. Kebutuhan nutrien anak sapi antara lain bergantung kepada umur dan bobot badan (NRC, 1978). Tingkat pertambahan bobot badan maksimum yang dapat diraih ditentukan oleh tingkat konsumsi energi yang maksimum. Energi dibutuhkan untuk menyediakan energi untuk produksi panas dan deposit lemak, memelihara sel-sel tubuh, dan mengatur berbagai fungsi, proses dan aktifitas metabolisme dalam sel tubuh. Jumlah bahan kering yang dapat dikonsumsi pada pakan dalam bentuk cair lebih banyak dibandingkan dengan pakan dalam bentuk padat sampai anak sapi mempunyai berat hidup 70 kg. Energi dari pakan cair seperti susu dapat tercerna lebih efisien pada sistem pencernaan monogastrik dibandingkan dengan sistem pencernaan ruminan (Roy, 1980). Sapi akan mengkonsumsi bahan kering antara 1,4 sampai 2,7 % dari bobot badannya (NRC, 1989). Konsentrat dan Hijauan Konsentrat adalah makanan penguat yang diperlukan ternak yang mengandung protein tinggi yaitu 16% dan serat kasar kurang dari 18% (Dewi, 2002). Konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar rendah, tetapi mengandung nutrien yang dapat dicerna tinggi sebagai sumber nutrien utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein (Crampton dan Harris, 1969). Pemberian konsentrat penuh akan lebih efisien terhadap pertambahan bobot badan dibandingkan dengan adanya pembatasan konsentrat. Pakan hijauan yang berserat kasar merupakan pakan utama sapi perah, akan tetapi serat kasar dapat menyebabkan ransum sulit dicerna. Bila ransum mengandung serat kasar yang terlalu rendah, maka terjadi gangguan pencernaan pada sapi (Sudono, 1985). Menurut Williamson dan Payne (1993) hijauan pakan umumnya terdiri dari berbagai jenis rumput liar, sisa hasil ikutan pertanian, rumput jenis unggul yang dibudidayakan, dan berbagai leguminosa. 17 Mineral Beberapa sumber mineral yang tersedia seacara komersial berupa mineral inorganik dan organik. Mineral berkualitas baik mengandung unsur yang dibutuhkan dan mudah diabsorpsi oleh ternak untuk pertumbuhan dan reproduksi. Walaupun jumlah mineral yang dibutuhkan hanya sedikit, keseimbangan unsur mineral dalam tubuh harus tetap terjaga. Berdasarkan kegunaannya dalam aktifitas hidup, mineral dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan esensial dan non esensial. Berdasarkan jumlahnya, mineral dapat pula dibagi atas mineral makro dan mineral mikro (Parakkasi, 1999). Kalsium (Ca) Mineral Ca diperlukan dengan kisaran 1-2% dalam ransum. Unsur Ca merupakan mineral terbesar yang terdapat dalam tubuh hewan. Sebagian besar (99%) terdapat dalam tulang dan gigi, sedangkan 1% lainnya terdapat dalam cairan eksraseluler (Parakasi, 1999). Konsentrasi mineral Ca dalam plasma darah ternak adalah berkisar 9-12 mg/100ml (McDowell, 1992). Kalsium yang diabsorpsi tergantung pada ketersedian Ca dalam pakan yang dikonsumsi dan Ca yang dibutuhkan oleh tubuh (Perry et al., 2003). Unsur Ca diabsorpsi pada usus halus, dan sejumlah kecil diduga diabsorpsi di dalam rumen (Underwood dan Suttle, 1999). Agar dapat diabsorpsi Ca harus dalam keadaan terlarut dalam air apabila menempel pada villi usus. Dalam semua jenis hewan, feses adalah bagian utama untuk ekskresi Ca. Kalsium yang tidak diserap dalam feses merupakan kombinasi dari Ca pakan yang tidak diserap dan Ca endogen dari sekresi mukosa usus. Banyak faktor yang mempengaruhi absorpsi Ca. Ekskresi Ca dalam urin sangat sedikit karena adanya penyerapan kembali oleh ginjal (McDowell, 1992). Posfor (P) Unsur P sangat penting perannya dalam proses biokimia dan fisiologi. Posfor ditemukan dalam setiap sel tubuh, tetapi sekitar 80% bergabung dengan kalsium dalam tulang dan otot. Sisanya 10% tersebar luas dalam berbagai senyawa kimia (Parakkasi, 1999). Dalam plasma darah kadar P bervariasi dalam kisaran 4-8 mg/100ml (McDowel, 1992). Tempat utama penyerapan P terjadi dalam jejenum dan 18 terjadi secara aktif. Posfor diabsorpsi dalam bentuk fosfat yang larut seperti garam fosfat dan asam fosfat. Absorpsi posfor tegantung kepada bentuk senyawa P dan kelarutannya (Hungate, 1966). Magnesium ( Mg) Magnesium merupakan mineral makro yang sangat penting. Sekitar 70% dari total Mg dalam tubuh terdapat dalam tulang atau kerangka (Underwood, 1981), sedangkan 30% lainnya tersebar dalam berbagai cairan tubuh dan jaringan lunak (Tillman et al., 1998). Unsur Mg dibutuhkan oleh sebagian besar sistem enzim, berperan dalam metabolisme karbohidrat dan dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi sistem saraf. Selain itu Mg berperan penting untuk sintesis protein, asam nukleat, nukleotida, dan lipid (Hungate, 1966). Indikator defisiensi Mg adalah menurunnya kadar Mg dalam plasma menjadi 1,2-1,8 mg/100ml dari kadar normal sebesar 1,8-3,2 mg/100 ml (McDowell, 1992). Tempat absorpsi Mg pada ternak ruminansia dewasa adalah pada bagian retikulorumen, sekitar 25% Mg. Jumlah Mg yang diabsorpsi menurun seiring dengan penurunan tingkat mineral di dalam pakan. Dalam kondisi defisien Mg, hewan akan meningkatkan mobilisasi Mg cadangan dalam tubuh untuk menggantikan sumbangan dari absorpsi Mg yang rendah ( McDowell, 1992). Seng (Zn) Unsur Zn terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi sebagian besar terdapat dalam tulang. Jumlah yang besar juga terdapat dalam kulit, rambut dan bulu hewan (Tillman et al., 1998). Mineral Zn berperan pada sintesis DNA serta metabolisme protein sehingga sistem tubuh akan terganggu jika terjadi defisien Zn (Underwood, 1981). Mineral Zn juga berperan penting dalam metabolisme karbohidrat dan lemak serta untuk pembentukkan sistem kekebalan tubuh (Miller et al.,1988). Pada ternak ruminansia Zn diabsorpsi di dalam rumen dan usus halus. Absorpsi Zn melibatkan transfer Zn dari lumen usus halus menuju mukosa sel. Transport ini diatur oleh metallothonein yang dipengaruhi oleh level Zn dalam ransum dan konsentrasi Zn dalam plasma, sehingga senyawa tersebut dapat mengatur homeostasis Zn di dalam tubuh (McDowell, 1992). Indikasi defisien Zn adalah kadar 19 Zn dalam serum atau plasma turun dari level normal 0,08-0,12 mg/100 ml menjadi 0,015-0,02 mg/100 ml (Miller et al., 1988). Suplementasi Mineral Ada bermacam-macam mineral yang terdapat di dalam jaringan tubuh. Mineral banyak terdapat di dalam jaringan dan cairan tubuh. Rangka tubuh sapi terutama tersusun dari Ca dan P. Mineral sangat diperlukan oleh semua sapi dalam berbagai kondisi fisiologis seperti sapi yang bunting, anak sapi yang sedang tumbuh, dan sapi yang sedang laktasi. Garam dapur (NaCl) banyak diperlukan oleh sapi perah. NaCl sangat penting artinya dalam cairan dan sel-sel tubuh, diantaranya untuk menjaga elastisitas tubuh. Sapi perah membutuhkan 7,5 g garam dapur untuk setiap 100 kg berat badan. Unsur mineral lainnya juga sangat dibutuhkan oleh sapi, diantaranya Mg, I, Fe, Cu, dan Na (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Suplementasi berbagai nutrien menghasilkan bobot badan ternak yang meningkat. Bagi ternak ruminansia, mineral selain digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri juga untuk mendukung kebutuhan mikroba rumen. Apabila terjadi defisiensi salah satu mineral maka aktivitas fermentasi mikroba tidak berlangsung optimum sehingga akan berdampak pada menurunnya produktivitas ternak. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya ketersedian mineral diantaranya adalah akibat antagonistik mineral anorganik seperti Zn dengan Cu (McDowell, 1992). Tabel 1. Kadar Mineral Makro dan Mikro Ransum yang Disarankan untuk Memenuhi Kebutuhan Anak Sapi Mineral Makro Kebutuhan (%) Mineral Mikro Kebutuhan (ppm) Ca 0,60 Fe 50,00 P 0,40 Mn 40,00 Mg 0,10 Zn 40,00 K 0,65 I 0,25 Cl 0,20 Co 0,10 S 0,20 Sumber: Darmono (2007) 20 Secara umum mineral dalam tubuh mempunyai fungsi antara lain sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi sebagai jaringan yang keras dan kuat; mempertahankan keadaan koloidal dari berbagai senyawa dalam tubuh; menjaga permeabilitas membran, fleksibilitas urat daging dan keseimbangan ion-ion dalam darah; aktivator sistem enzim tertentu; komponen dalam suatu sistem enzim, sebagai komponen darah, air susu dan produk ternak lainnya. Mineral dapat mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh yang mempengaruhi kepekaan otak dan syaraf (Parakkasi, 1999)). Pemanfaatan Probiotik Probiotik didefenisikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila diberikan dalam jumlah cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi induk semang (Gill dan Guarner, 2004). Probiotik yang efektif harus meningkatkan efek menguntungkan bagi induk semang, nonpatogen dan nontoksik, mampu bertahan dan melakukan metabolisme dalam usus, tetap hidup (aktif) selama penyimpanan dan penggunaan. Manfaat kesehatan yang dipostulatkan terkait dengan peningkatan resistensi alami terhadap infeksi penyakit saluran pencernaaan, meningkatkan pencernaan dan stimulasi imunitas saluran pencernaan. Mekanisme kerja probiotik yang terjadi antara lain penurunan pH saluran pencernaan melalui produksi asam laktat, efek antagonistik langsung terhadap patogen, kompetisi reseptor (prebiotik) yang dapat dilakukan patogen maupun probiotik, meningkatkan fungsi imun dan stimulasi sel imunomodulator (Collins dan Gibson, 1999). Probiotik dapat menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaaan sehingga menghasilkan kondisi optimum untuk pencernaan pakan sehingga memudahkan dalam proses penyerapan nutrien, meningkatkan proteksi dari patogen tertentu sehingga kesehatan ternak meningkat dan mempercepat pertumbuhan (Amin, 1997). Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Beberapa jenis bakteri rumen yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah: (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroides succinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococus albus, Butyrifibrio fibrisolvens); (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibirisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp.); (c) bakteri 21 pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Steptococcus bovis, Succinnimonas amylololytica.); (d) bakteri ruminus); e) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobacillus pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). Probiotik yang ditambahkan pada bahan pakan dapat menjaga rasio populasi mikroba rumen tersebut sesuai dengan rasio komponen bahan pakannya sehingga meningkatkan penggunaan ammonia, menurunkan produksi asam laktat, menstabilkan pH rumen, meningkatkan kecepatan kecernaan serat, meningkatkan pembentukan protein mikroba, meningkatkan feed intake dan supply subtrat ke usus halus dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan (Hungate,1966). Selain mikroba, biomassa yang menjadi sumber protein bagi ruminansia yaitu protozoa. Sama halnya dengan probiotik yang menciptakan keseimbangan populasi mikroba rumen dengan mendesak pertumbuhan mikroba yang berlebih, protozoa juga menciptakan keseimbangan biomassa dalam rumen dengan memakan bakteri rumen. Penghuni terbesar dalam cairan rumen adalah bakteri yaitu 1010-1012 sel/ml cairan rumen dan populasi terbesar kedua diduduki oleh protozoa yang dapat mencapai 105-106 sel/ml cairan rumen, namun demikian karena ukuran tubuhnya lebih besar daripada bakteri maka biomasa protozoa ternyata cukup besar yakni mengandung lebih kurang 40% dari total mikroba rumen (Hungate, 1966). 22 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2009 sampai Januari 2010. Penelitian ini dilakukan di kandang sapi perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB). Analisis sampel darah dan feses dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB. Analisis sampel pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Materi Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah pedet sapi FH (Friesian Holstein) lepas kolostrum (berumur 2 minggu). Pedet yang digunakan sebanyak enam ekor jantan dan tiga ekor betina dengan rata-rata bobot badan awal 35 ± 5 kg. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan selama penelitian adalah kandang individu beralaskan papan kayu, dengan ukuran 2 x 1,5 x 1 m. Kandang percobaan disusun secara sejajar dengan jarak antar kandang 1,5 m. Kandang berada pada bangunan utama berupa kandang permanen dengan ketinggian atap 7 m dan dinding samping berupa tembok setinggi 1,5 m. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum berupa ember plastik dan diletakkan di dalam kandang. Peralatan yang digunakan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu peralatan untuk produksi ransum meliputi freezer, kantong plastik, gunting, timbangan, dan gelas ukur. Kelompok kedua yaitu peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel pakan, darah dan feses, meliputi alat untuk pengambilan sisa pakan berupa ember plastik, aluminium foil, kantong plastik dan timbangan. Sedangkan peralatan untuk pengambilan sampel darah meliputi spoit 1 ml dan 10 ml, tabung berheparin, tabung bebas ion, sentrifuse, pipet, pipa mikrokapiler dan freezer. Kelompok ketiga merupakan peralatan yang digunakan untuk preparasi dan analisisa mineral plasma. Peralatan yang digunakan adalah meliputi sentrifuse, pipet, tabung bebas ion, label, erlenmeyer, gelas ukur, labu takar dan alat tulis. Alat baca 23 untuk kadar fosfor yaitu spectrofotometer double beam dan kadar Ca, Mg, K dan Zn menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Ransum Percobaan Bahan pakan penyusun ransum terdiri dari jagung giling, wheat pollard, bungkil kelapa, bungkil kedelai, onggok dan molases. Pada ransum percobaan ditambahkan mineral , ZnSO4 (98, 733 ppm), MgSO4 (0,1%), CaCO3 (0,6%) dicalcium phosphat (0,4%), dan vit A (2200 IU/Kg) juga pada ransum. Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrien ransum percobaan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Komposisi dan kandungan Nutrien Ransum Percobaan Berdasarkan Bahan Kering Bahan Komposisi Nutrien BK Abu PK SK LK BETN -------------------------------------------%----------------------------------------Onggok 40,05 83,2 0,81 2,2 16,9 0,86 62,43 Bkedelai 14,8 84,46 5,57 40,66 3,9 1,25 33,08 Pollard 14,54 85,97 3,38 14,85 8,48 2,24 57,02 Bk. kelapa 13,8 90,54 5,12 14,37 38,44 5,49 27,13 JG Giling 9,54 87,36 0,17 10,65 2,67 2,15 71,72 Molases 7,28 57,23 4,29 0,61 0,01 0,56 51,76 Ransum 100% 80,54 5,02 16,64 9,96 1,53 51,21 Keterangan: Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen INTP, 2010; Ransum mengandung NDF =55,16% dan ADF =26,99%. Metode Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) tahap adaptasi, (2) tahap perlakuan inokulasi yang bersamaan dengan pemberian calf starter selama periode pra sapih dan (3) tahap penyapihan yaitu penghentian pemberian susu dan pemberian ransum grower. Tahap adaptasi merupakan masa untuk mengadaptasikan pedet dengan kondisi lingkungan baik susu, kandang dan manajemen pemeliharaan yang berlansung selam 2 minggu. Tahap kedua merupakan masa inokulasi dan pemberian calf starter selama pra sapih dan berlangsung selama 6 minggu. Tahap ketiga adalah penghentian pemberian susu atau penyapihan dan pemberian ransum grower. 24 Pengukuran peubah dan pengambilan sampel sisa pakan, feses dan darah dilakukan selama pasca sapih. Pembuatan Ransum Percobaan Semua bahan penyusun ransum (Tabel 2) berbentuk mash (tepung), kecuali molases tetap dalam bentuk cair. Bahan pakan yang digunakan ditimbang sesuai dengan formulasinya. Kemudian semua bahan dicampur secara manual hingga semua bahan teraduk secara homogen. Selanjutnya ransum dimasukkan ke dalam kantong plastik. Penumbuhan Bakteri dalam Media Susu Bakteri yang digunakan sebagai sumber inokulan adalah campuran isolat bakteri koleksi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Isolat bakteri merupakan bakteri pencerna serat yang diisolasi dari cairan rumen kerbau (Astuti, 2010; Gayatri, 2010). Inokulan yang digunakan ditumbuhkan dalam media susu agar pertumbuhan bakteri cepat dengan volume pemberian yang sedikit. Susu sebanyak 200 ml dimasukan ke dalam botol 250 ml. Botol yang berisi susu kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC selama 20 menit. Selanjutnya botol 250 ml berisi susu steril dibiarkan dingin. Kemudian ke dalam susu ditambahkan 5 ml stok bakteri campuaran yang sebelumnya telah diremajakan. Botol berisi media susu yang telah dingin ditambah gabungan isolat bakteri diinkubasi selama 60 jam. Setelah inkubasi, susu yang menggumpal digunakan untuk inokulasi bakteri pada pedet percobaan. Pemberian Susu, Calf Starter atau Grower, Probiotik, dan Air Minum Selama periode pra sapih, air susu diberikan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari sekitar pukul 07.30 dan pukul 14.30. Setelah periode adaptasi terlewati, pada pagi hari setelah pemberian susu, kelompok pedet yang mendapat perlakuan inokulasi, diberikan isolat bakteri dalam bentuk cair sebanyak 20 ml per ekor pedet perlakuan. Populasi mikroba dalam inokulan adalah 4,56 x 109 cfu/ml. Isolat bakteri diberikan pada pedet dengan cara dicekokan. Claf starter disediakan setiap hari sesuai dengan jumlah yang dikonsumsi. Susu diberikan harian mulai dari 10% dari bobot badan pedet, selanjutnya pemberian disesuaikan dengan kemampuan pedet 25 mengkonsumsi calf starter. Pemberian susu dihentikan setelah pedet mampu mengkonsumsi calf starter lebih dari 1 kg/e/h. Setelah pedet disapih diberikan ransum grower. Pengambilan Sampel Pakan Pengambilan sampel pakan dilakukan dari ransum yang baru selesai dibuat. Sampel pakan kemudian digiling menggunakan blender. Sampel ransum pedet sebanyak sekitar 100 g dihaluskan menggunakan blender. Sampel hasil penggilingan selanjutnya dianalisa kandungan nutrien dengan metoda proksimat, demikian juga kadar mineralnya. Sampel ransum sebanyak 5 g digunakan untuk analisis mineral. Sampel yang telah ditimbang diberi perlakuan wet ashing. Pengambilan Sampel Darah Sampel darah diambil dari vena jugolaris pada bagian leher pedet pada minggu kelima periode pasca penyapihan. Pengambilan darah diawali dengan mengolesi bagian yang akan diinjeksikan jarum dengan alkohol 70% menggunakan tabung vacutainer berheparin 10 ml. Kemudian sampel darah dikocok secara perlahan-lahan membentuk angka delapan untuk mencegah hemolisis. Selanjutnya sebanyak 5 ml sampel darah deberi perlakuan wet ashing. Pengambilan Sampel Feses Pengumpulan sampel feses dilakukan selama seminggu pada minggu keempat. Pengambilan feses dilakukan dalam periode 24 jam selama seminggu. Feses dibiarkan jatuh ke lantai dan fesesnya diambil segera mengggunakan serok plastik dan dikumpulkan dalam wadah plastik. Pada keesokan harinya 10% dari feses selama periode 24 jam dimasukkan ke dalam kantong kain untuk memudahkan pengeringan. Feses dalam kantong kain dijemur dibawah sinar matahari sampai kering. Feses setelah kering udara dimasukkan ke dalam oven yang mempunyai suhu 60oC. Setelah itu sampel feses dihaluskan menggunakan blender. Sampel sebanyak 5 g diambil untuk mendapat perlakuan wet ashing di laboratorium. 26 Pengabuan Basah (Wet Ashing) Kadar mineral sampel pakan dan feses diperlakukan dalam dua tahap yaitu tahap wet ashing dan pembacaan dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS). Tahap pertama sampel diabukan terlebih dahulu dengan metode wet ashing (Restz et al., 1960). Sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam Erlenmeyer 100 ml. Sampel pakan ditambah HNO3 pekat 5 ml, kemudian dibiarkan selama 1 jam sampai sampel menjadi bening. Berikutnya campuran sampel dipanaskan selama 4 jam di atas hot plate, setelah itu didinginkan. Larutan yang telah dingin ditambah 0,4 ml H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan kembali. Pada saat perubahan warna terjadi, larutan campuran HClO4 + HNO3 (2:1) diteteskan. Setelah penambahan bahan tersebut, terjadi perubahan warna cokelat menjadi kuning lalu bening. Larutan sampel kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit. Kemudian larutan sampel ditambah 2 ml aquades bersamaan dengan ditambahkannya 0,6 ml HCl pekat. Larutan dianaskan kembali sampai larut dan didinginkan, lalu larutan diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml dalam labu takar. Larutan tersebut dapat digunakan dalm proses berikutnya yaitu pembacaan kadar mineral dengan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) dan pospor menggunakan Spectrofotometer. Pengukuran Mineral Sampel hasil wet ashing ditambahkan 0,05 ml larutan (Cl3La.7H2O), lalu disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Kadar mineral ditentukan kadarnya dengan mengukur absorbansinya menggunakan AAS pada panjang gelombang sesuai dengan jenis mineral yang dibaca. Analisis Mineral Phospor Preparasi Larutan. Preparasi larutan dilakukan dengan membuat larutan A: (Asam Trikhloro Acetat = TCA 17%) sebanyak 17 gram TCA dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml, kemudian dibuat Larutan B ((NH4)6Mo7O24.4H2O 10% = ammonium molibdat 10%), lalu ditambahkan 10 gram ammonium molibdat dengan 60 ml aquadest dan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap. Pertama- tama dibuat larutan sampai 100 ml dengan menambahkan aquadest, kemudian larutan tersebut didinginkan dalam suhu kamar. Setelah itu dibuat larutan C (dibuat sesaat sebelum 27 analisis) dengan menambahkan10 ml larutan B dan 60 ml aquadest dan 5 gram FeSO4.7H2O. Larutan standar untuk P dibuat dengan melarutkan 4,394 gr KH2PO4 dalam aquadest sampai 1000 ml (untuk mendapatkan konsentrasi P = 1000 ppm). Perhitungan: Bobot molekul KH2PO4 = 136.09; Berat Atom: P = 30.9738; 136.09/30.9738 x 1000 mg x1000 ml/1000 ml = 4.394 gram KH2PO4 Larutan pengikat anion-anion pengganggu (Cl3La.7H2O) dibuat dengan membuat larutan 6.6838 gr Cl3La.7H2O dalam aquadest sampai 25 ml, kemudian larutan Cl3La.7H2O memiliki fungsi sebagai pengikat anion-anion pengganggu seperti anion sulfat(SO4) dan fosfat (PO4). Perhitungan :Bobot molekul Cl3La.7H2O=371.38; Bobot Atom: La = 138.91; 371.38/138.91 x 100 gr 25 ml/1000 ml = 6.6838 Cl3La.7H2O (Konsentrasi La dalam larutan = 100.000 ppm). Pembuatan konsentrasi larutan standar P = 2,3,4 dan 5 ppm dalam 5 ml diperlukan: 2 ppm = 2 ppm/25 ppm x 5 ml = 0.4 ml KH2PO4; 3 ppm = 3 ppm/25 ppm x 5 ml = 0.6 ml KH2PO4; 4 ppm = 4 ppm/25 ppm x 5 ml = 0.8 ml KH2PO4; 5 ppm = 5 ppm/25 ppm x 5ml = 1.0 ml KH2PO4. Masing-masing volume tersebut ditambahkan 2 ml larutan C dan aquadest sampai volume akhir 5 ml, kemudian filtrat sampel dipipet kedalam tabung (ukuran volume sampel yang dipipet tergantung kadar P pada sampel,oleh karena itu sebelumnya dilakukan pemipetan berbagai volume, kita tetapkan apabila warna sampel ada didalam range warna standar), kemudian ditambahkan kembali 2 ml larutan C. Setelah itu hasil dapat dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm dalam waktu ( 5 menit-2 jam). Pembuatan Plasma/Serum. Proses awal pada tahap ini adalah dengan meneteskan 1ml aquadest dengan pipet lalu ditambahkan 0,2 ml plasma/serum, kemudian ditambahkan juga larutan A. Setelah itu larutan dikocok dengan vortex, lalu disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Filtrat larutan dipipet 3 ml kedalam tabung, kemudian ditambahkan larutan C. Setelah itu hasil dapat dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm dalam waktu ( 5 menit-2 jam). 28 Rancangan Percobaan, Peubah dan Pengolahan data Dua perlakuan dalam percobaan ini dialokasikan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: Konsumsi, absorpsi Ca, Mg, Zn, dan P dan kadar mineral tersebut dalam darah. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F (Steel dan Torrie, 1993). 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar Keistimewaan ruminansia adalah kemampuannya dalam mencerna dan menggunakan materi dinding sel tanaman. Total materi dinding sel ini dinyatakan sebagai serat detergen netral atau neutral detergent fiber (NDF) yang sebagian besar terdiri dari hemiselulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa dan selulosa dicerna relatif lambat oleh mikroba rumen, sementara lignin tidak tercerna. Lignin juga berkaitan dengan bagian dinding sel yang lain, menyebabkan bagian tersebut sukar dicerna (Beauchemin, 1996). Rataan konsumsi bahan kering dan komponen serat pakan disajikan pada Tabel 3. Inokulasi isolat bakteri selama masa menyusu tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering, namun meningkatkan (P<0,05) konsumsi komponen serat kasar, ADF and NDF pada pedet lepas sapih. Konsumsi serat yang meningkat diperkirakan akibat terjadinya peningkatan aktivitas pencernaan yang lebih tinggi. Kekurangan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan mengurangi efisiensi pertumbuhan mikroba yang mengakibatkan berkurangnya biomassa mikroba dan akhirnya mengurangi kecernaan dan konsumsi pakan, terutama pakan berserat. Mikroba cairan rumen kerbau sebagai sumber inokulan memiliki aktivitas pencenaan yang lebih tinggi terhadap dinding sel tanaman (Mubasyir, 1998). Menurut Syamsu et al. (2002), peningkatan konsumsi akibat pemberian probiotik pada sapi terkait dengan meningkatkan palatabilitas. Unsur mineral dan vitamin memiliki peran yang sangat penting bagi petumbuhan dan kemampuan degredasi mikroba rumen. Mubasyir (1998) menunjukkan bahwa suplementasi mineral dan vitamin dapat meningkatkan aktivitas bakteri rumen dalam mencerna berbagai komponen pakan. Unsur mineral dan vitamin dapat digunakan isolat bakteri rumen kerbau dan meningkatkan aktivitas pncernaan dinding sel partikel pakan. Peningkatan konsumsi pakan diperkirakan terkait dengan peningkatan populasi total bakteri dan bakteri selulolitik dalam rumen. Bakteri yang diinokulasikan diduga mampu memanfaatkan nutrien di dalam cairan rumen, oleh karena itu bakteri dapat berkembang pesat dan selajutnya meningkatkan kecernaan pakan yang dikonsumsi dan pada akhirnya meningkatkan konsumsi pakan (Hungate, 30 1966). Peningkatan ini juga diduga karena inokulasi isolat bakteri pencerna serat dapat menyediakan faktor perangsang tumbuh seperti vitamin B dan volatile fatty acids rantai cabang, sementara inokulan bakteri rumen dapat merangsang pertumbuhan bakteri selulotik lainnya yang juga menghasilkan enzim yang dapat memotong ikatan selulosa menjadi gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba rumen lainnya sehingga populasi total bakteri termasuk bakteri selulolitik menjadi lebih besar. Tabel 3. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri Rumen Konsumsi(g/e/hari) Kontrol Inokulasi 1294±399b 2096±1374a Serat Kasar 162±50b 261±25a NDF 714±220b 1151±108a ADF 349±108b 563±53a Bahan Kering Keterangan: Rataan dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda (P<0,05). Serat kasar dapat dihidrolis selama pencernaan fermentatif yang dilakukan oleh bakteri dan mikroba lainnya yang mampu mencerna komponen serat pakan. Peningkatan konsumsi bahan kering diperkirakan sebagai akibat terjadinya peningkatan kecernaan serat kasar akibat penambahan isolat bakteri yang bersifat selulolitik. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase. Enzim ini mampu merombak dan mengubah molekul yang masih komplek menjadi komponen molekul yang lebih sederhana terutama molekul lignoselulosa yang merupakan faktor pembatas dalam pakan ternak. Menurut Wizna et al. (2003) mikroba yang mendegradasi selulosa umumnya mensekresikan enzim selulase yang berbeda yang bereaksi secara sinergis dalam menghidrolisa substrat dalam rumen. Maynard dan Loosi (1962) menyatakan bahwa pencernaan serat pada ruminansia sangat tergantung pada aktivitas mikroba rumen. Kecernaan bahan kering dan hemiselulosa dapat meningkat dengan suplementasi isolat bakteri dan dapat juga meningkatkan kecernaan ADF, NDF pada sapi perah. Peningkatan kecernaan komponen serat pakan dapat menyebabkan menurunnya waktu retensi partikel pakan dalam rumen sehingga dapat meningkatkan konsumsi bahan kering. 31 Perkembangan rumen dan volume rumen diperkirakan lebih baik pada kelompok pedet yang diinokulasi isolat bakteri. Kondisi rumen pada saat lepas sapih diperkirakan lebih baik pada kelompok pedet yang diinokulasi. Namun perbedaan tersebut sangat bervariasi antar pedet sehingga perbedaan tersebut tidak menyebabkan perbedaan nyata. Konsumsi dan Absorpsi Mineral Rataan konsumsi dan absorpsi mineral pada pedet percobaan tersaji pada Tabel 4. Inokulasi isolat bakteri pada pedet selama masa menyusu cenderung meningkatkan konsumsi dan absorpsi Ca, P, Mg dan Zn. Konsumsi Ca, P, Mg dan Zn meningkatkan absorpsi Ca, P, Mg dan Zn. Nilai absorpsi mineral merupakan proporsi mineral yang tidak diekskresikan dari jumlah mineral yang dikonsumsi. Jumlah mineral yang terabsorpsi mengindikasikan tingginya ketersedian mineral dalam pakan yang dikonsumsi. Meningkatnya kecernaan pada bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar pada ransum memerlukan S dan P lebih banyak, karena kedua mineral tersebut merupakan mineral yang penting untuk pertumbuhan mikroba dan untuk menjaga integritas membran sel dan dinding sel (Komisarckzuk dan Durand, 1991). Kalsium yang diekskresikan baik dalam feses maupun dalam urin ternak merupakan Ca yang tidak dimanfaatkan. Sebagian besar Ca diekskresikan melalui feses. Kalsium dalam feses merupakan Ca yang tidak diserap dan sebagian lagi merupakan Ca yang telah dimanfaatkan kemudian dikeluarkan sebagai endogenous (Parakkasi, 1999). Walaupun terjadi ekskresi Ca dalam feses yang tinggi namun jumlah Ca yang diserap cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa ransum yang diberikan mampu menyediakan Ca untuk kebutuhan pedet yang mengkonsumsinya. 32 Tabel 4. Rataan Konsumsi dan Absorpsi Mineral pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri Rumen Peubah Perlakuan Kontrol Inokulasi Ca 7722±2218 11598±1091 P 3836±1102 5762±542 Mg 4071±1169 6115±575 Zn 106±31 159±15 Ca 4219±1136 5622±957 P 1148±303 1966±479 Mg 1613±591 2805±255 Zn 86±28 132±31 Ca 3071±1432 5976±692 P 2586±859 3796±483 Mg 2267±633 3309±335 Zn 13±13 26±17 Ca 38,21 ±11,93 51,90±5,29 P 67,41±5,26 66,15±6,76 Mg 57,89±6,5 54,13±1,04 Zn 12,367±9,79 17,58±13,00 Konsumsi Mineral (mg/e/hari) Ekskresi Feses Mineral (mg/e/hari) Absorpsi Mineral (mg/e/hari) Absorpsi Mineral (%) Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet mengakibatkan populasi bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin meningkat. Hal ini meningkatkan pencernaan fermentatif dalam rumen pedet. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral Ca. Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi Ca pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Ca pada pedet kontrol. Peningkatan absorpsi Ca disebabkan karena konsumsi bahan kering ransum pedet yang mendapat inokulasi lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi Ca total pada pedet perlakuan 33 sebesar 11.598 mg/e/h dan pedet kontrol sebesar 7.722 mg/e/h. Ekskresi Ca dalam feses pedet yang dinokulasi 5.622 mg/ekor/hari dan ekskresi Ca untuk pedet kontrol 4.218 mg/ekor/hari. Semakin banyak Ca yang dikonsumsi maka ekskresi Ca dalam feses juga semaki besar. Gambar 1 menunjukkan hubungan linear (P<0,05) antara tingkat konsumsi Ca dengan absorpsi Ca tersebut. Gambar 1. Hubungan Konsumsi dan Absorpsi Ca pada Pedet Lepas Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau Tanpa Inokulasi Isolat Bakteri. Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet mengakibatkan populasi bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin meningkat. Hal ini menyebabkan pencernaan fermentatif semakin meningkat dalam rumen pedet. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral P. Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi P pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi P pada pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi bahan kering ransum pedet yang diinokulasi isolat bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi P total pada pedet perlakuan sebesar 5.762 mg/e/h dan pedet kontrol sebesar 3.836 mg/e/h. Ekskresi P dalam feses pedet yang mendapat inokulasi 1.966 mg/ekor/hari dan ekskresi P untuk pedet kontrol 1.148 mg/ekor/hari. Semakin banyak P yang dikonsumsi maka ekskresi P dalam feses juga semakin besar. Absorpsi P pada semua pedet lepas sapih meningkat (P<0,01) dengan meningkatnya konsumsi P seperti terlihat dalam Gambar 2. 34 Gambar 2. Hubungan Konsumsi dan Absorpsi P pada Pedet Lepas Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri. Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet diduga mengakibatkan populasi bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin meningkat. Hal ini membuat pencernaan fermentatif semakin meningkat dalam rumen pedet sehingga meningkatkan produksi VFA dan memacu perkembangan rumen yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi bahan kering. Walaupun terjadi peningkatan konsumsi bahan kering, namun peningkatan sangat bervariasi antar pedet sehingga tidak terjadi pebedaan yang nyata antar pedet yang mendapat inokulasi dengan pedet control. Inokulasi isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral Mg. Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi Mg pada pedet yang mendapat inokuasi isolat bakteri cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Mg pada pedet kontrol. Hubungan antara absorpsi Mg dan konsumsi Mg pada sapi percobaan dapat dilihat pada Gambar 3. Peningkatan konsumsi Mg dapat terkait dengan konsumsi bahan kering ransum pedet perlakuan inokulasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi Mg total pada pedet perlakuan sebesar 6.115 mg/ekor/h dan pedet kontrol sebesar 4.021 mg/ekor/h. Ekskresi Mg dalam feses pedet inokulasi 2.805 mg/ekor/hari dan ekskresi Mg untuk pedet kontrol 1.613 mg/ekor/hari. Semakin banyak Mg yang dikonsumsi maka ekskresi Mg dalam feses juga semakin besar. 35 Gambar 3. Hubungan Konsumsi Mg dan Absorpsi Mg pada Pedet Lepas Sapih. yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri. Konsentrasi Zn diatur oleh mikroflora yang ada di dalam rumen. Dalam abomasum dan duodenum, solubilitas juga meningkat dan dapat mencapai lebih dari 80%. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi Zn. Konsumsi Zn pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Zn pada pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi bahan kering ransum pedet perlakuan inokulasi lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Menurut Fahy (1987), Zn yang diabsorpsi masuk ke dalam hati dengan konsentrasi tinggi. Kemudian Zn terikat dalam darah merah dan terakumulasi dalam tulang, otot, ginjal dan pankreas. Ruminansia mengabsorpsi Zn melalui rumen, abomasum dan usus kecil (Burns, 1980). Rataan konsumsi Zn total pada pedet perlakuan sebesar 159 mg/ekor/h dan pedet kontrol sebesar 106 mg/ekor/hari. Ekskresi Zn dalam feses pedet inokulasi 132 mg/ekor/hari dan ekskresi Zn untuk pedet kontrol 86 mg/ekor/hari. Penambahan Analogi Hidroksi Methinin (AHM) memperlihatkan pengaruh positif terhadapat peningkatan populasi bakteri dan kecernaan bahan kering ransum. Semakin banyak Zn yang dikonsumsi maka semakin besar ekskresi Zn dalam feses. Absorpsi Zn tidak meningkat dengan adanya suplentasi ZnSO4. Suharlina (2006) menunjukkan bahwa unsur Zn penting untuk pertumbuhan mikroba. Kandungan mineral ini sangat rendah bahkan sering defisien pada pakan berserat tinggi. Hal ini berpengaruh negatif terhadap degradasi komponen pakan dan 36 sintesis mikroba. Suplementasi Zn mampu meningkatkan pertumbuhan. Peningkatan populasi mikroba rumen akan meningkatkan konsentrasi enzim-enzim pencerna komponen pakan sehingga mampu meningkatkan kecernaan bahan pakan sekaligus meningkatkan suplai protein mikroba bagi ternak induk semang. Sebagian besar (82%) mikroba rumen memerlukan N-amonia untuk pertumbuhan. Kadar Mineral Darah Status mineral dalam tubuh ternak dapat dilihat dari konsentrasinya dalam darah. Hasil analisis kadar mineral Ca, P, Mg, dan Zn darah pedet dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar mineral plasma adalah refleksi dari banyaknya mineral yang keluar dan masuk masa darah dan masuknya mineral dari saluran pencernaaan yang diantaranya tergantung pada jumlahnya dalam pakan dan penyerapannya (McDowell, 1992). Tabel 5. Rataan Mineral Darah pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri Mineral Darah Perlakuan Kontrol Inokulasi ------------------------------------(mg/100ml)-------------------Ca 10,36±0,61 10,24±1,60 P 5,93±2,26 7,27±3,82 Mg 3,20±0,12 2,91±0,28 Zn 0,50±0,07 0,38±0,06 Unsur Ca pakan yang diserap darah hanya 20-30 % dan sekitar 70-80 % Ca yang tidak diabsorpsi keluar melalui feses, 20-30% yang diserap tersebut kemudian akan masuk ke dalam plasma darah (Ensminger et al., 1990). Kalsium darah pada pedet yang mendapat inokulasi bakteri cenderung lebih tinggi dibanding dengan pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi Ca pedet yang mendapat inokulasi isolat bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Inokulasi isolat bakteri tidak mempengaruhi Ca darah pedet. Rataan mineral darah Ca pedet percobaan berkisar antara 9-12,03 mg/100ml. Nilai konsentrasi Ca darah tersebut masih dalam level normal yang berkisar antara 9-12 mg/100ml (McDowell, 1992). Konsumsi Ca tidak meningkatkan kadar Ca darah, kondisi 37 tersebut dapat disebabkan oleh kadar Ca darah pedet diatur secara rigit melalui mekanisme homeostasis. Bila kadar Ca meningkat dari level normal, maka kalsitonin akan dibentuk dan produksi hormon paratioid dihambat, dengan demikian penyerapan Ca dan reabsorpsi tulang akan diperlambat. Konsumsi Ca tidak berkorelasi dengan kadar Ca darah yang menggambarkan bahwa kebutuhan pedet akan Ca sudah terpenuhi (Parakkasi, 1999). Kadar Ca darah pada pedet segera meningkat setelah mengkonsumsi campuran mineral, tetapi selanjutnya diikuti dengan sedikit penurunan dengan bertambahnya waktu pemberian. Kenaikan kadar Ca darah dapat terkait dengan masa petumbuhan sapi, dimana pada periode sedang bertumbuh cepat memerlukan Ca yang tinggi (Sonjaya, 1996). Rataan P darah pedet percobaan berkisar antara 4,43-11,62 mg/100ml. Nilai tersebut masih dalam level normal, dimana konsentrasi P plasma darah ternak berkisar antara 4- 9 mg/100 ml (McDowell, 1992). Kandungan P dalam plasma darah baik sebelum dan sesudah suplementasi mineral, lebih tinggi dari batas kritis (4,5 mg/100ml) untuk semua sapi (Sonjaya, 1996). Kondisi ini meunjukkan bahwa kadar plasma darah dalam pedet sudah stabil sehingga konsumsi P tidak meningkatkan kadar plasma darah. Hubungan konsumsi P dengan P darah menggambarkan bahwa darah sudah jenuh dan mengalami pengaturan secara homeostatis. Fospor di deposit dalam tulang dalam bentuk kalsium-hidroksi appetite (Ca10(PO4)6(OH)2). Pospor merupakan komponen dari fospolipid yang mempengaruhi permeabilitas sel; merupakan komponen dari mielin pembungkus urat saraf; transfer energi dalam sel melibatkan ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP; berperan dalam sistem buffer dari darah; mengaktifkan peran vitamin B untuk membentuk koenzim yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi awal. Konsentrasi P dalam darah yang tidak terpengaruh oleh tingkat absorpsi menunjukkan bahwa ransum telah mencukupi kebutuhan pedet akan P (Parakkasi, 1999). Konsumsi Mg tidak berpengaruh nyata terhadap Mg darah (P>0,05). Konsentrasi Mg darah berada dalam level normal. Rataan Mg darah pedet percobaan berkisar antara 2,25-3,38 mg/100ml. Menurut (McDowell,1992) nilai normal konsentrasi Mg plasma darah ternak berkisar antara 1,8-3 mg/100 ml. Konsumsi Mg tidak meningkatkan konsentrasi Mg darah. Kondisi tesebut dapat disebabkan oleh 38 telah tercukupinya kebutuhan pedet akan Mg sehingga kadar mineral darah pedet sudah stabil sehingga konsumsi Mg tidak meningkatkan kadar mineral darah. Bila Mg terlampau banyak dapat menyebabkan susunan saraf pusat terdeplesi yang menyebabkan gangguan pernapasan dan jantung namun gejala tersebut tidak teramati sehingga tinggkat konsumsi Mg masih dalam batas normal.(McDowell, 1992) Magnesium dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan dibutuhkan untuk mengaktifkan beberapa sistem enzim dengan jalan membentuk kompleks metaloenzim. Enzim yang membutuhkan Mg termasuk yang memecah dan memindahkan grup fosfat; enzim dan fosfat tesebut untuk reaksi metabolik, maka dapat pula dikatakan bahwa Mg juga terlibat dalam reaksi-reaksi tersebut. Unsur Mg juga dibutuhkan sebagai kofaktor dalam proses dekarboksilasi dan pengaktif dalam banyak peptidase. Absorpsi Mg tidak mempengaruhi konsentrasi Mg plasma. Magnesium yang tidak terserap dalam feses merupakan kombinasi dari Mg pakan yang tidak terserap dan Mg endogen dari sekresi mukosa usus. Penyerapan Mg menurun bersama umur. Di dalam tubuh, Mg dapat digunakan berulang kali (didaur ulang) sehingga penggunaan efisien sehingga tidak banyak dibutuhkan lagi dalam pakan (McDowell, 1992) Rataan Zn darah pedet percobaan berkisar antara 0,4-0,5 mg/100ml. Kadar Zn tersebut lebih tinggi dari level normal konsentrasi Zn plasma darah ternak yang berkisar antara 0,08-0,12 mg/100 ml (McDowell, 1992). Kondisi tersebut dapat menggambarkan bahwa kebutuhan pedet akan Zn sudah terlampaui. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya korelasi antara konsumsi dengan absorpsi Zn. Mekanisme homeostasis yang efektif untuk Zn melibatkan proses absorpsi dalam intestin. Homeostasis terjadi melalui pengatran jumlah Zn yang diabsorpsi dan ekskresi endogenusnya ke dalam feses. Kadar Zn ransum yang melebihi 100 ppm menunjukkan bahwa kadar tersebut sudah mampu memenuhi kecukupan pedet akan Zn dan dapat dinyatakan sudah melebihi kadar yang diperlukan. Menurut Parakkasi (1999) konsentrasi Zn dalam pakan sangat mempengaruhi konsentrasi Zn dalam jaringan. Gejala keracunan terkait kelebihan Zn dalam ransum pedet tidak terdeteksi hal ini berarti bahwa kadar ransum maksimum dalam percobaan ini masih dapat ditolerir oleh pedet percobaan. 39 Konsumsi Zn tidak berpengaruh nyata tehadap Zn darah. Konsentrasi Zn darah pedet berada dalam level normal. Konsumsi Ca tidak meningkatkan konsentrasi Zn darah. Hubungan konsumsi Zn dengan plasma Zn menggambarkan bahwa kebutuhan Zn pedet sudah terpenuhi dan zn darah sudah jenuh. 40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Inokulasi isolat bakteri dapat memacu peningkatan konsumsi bahan kering, sehingga meningkatkan konsumsi nutrien khususnya mineral. Peningkatan konsumsi mineral dapat meningkatkan absorpsinya, namun tidak meningkatkan kadar mineral plasma, yang berarti bahwa kebutuhan Ca, P, Mg dan Zn pada pedet telah terpenuhi. Saran Kajian pengaruh inokulasi isolat bakteri terhadap ketersediaan dan utilisasi mineral mikro perlu dilakukan lebih intensif pada skala percobaan yang lebih besar mengingat perkembangan mikroba rumen diperkirakan dapat mengubah interaksi dan ketersediaan mineral. 41 UCAPAN TERIMAKASIH Terima Kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hanya karena pertolongan dan kemudahan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. selaku pembimbing utama skripsi sekaligus pembimbing akademik dan Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc. selaku pembimbing anggota skripsi atas bimbingan, saran, nasihat yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Suryahadi, DEA selaku dosen pembahas seminar, Dr. Despal S.Pt. M.Sc.Agr dan Ir. Afton Atabani, M.Si. sebagai dosen penguji sidang atas saran yang telah diberikan, Ir Widya Hermana, M.Si sebagai panitia sidang. Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terkira penulis haturkan kepada kedua orang tua Bapak Juber Sihombing dan Ibu Sonti Rajagukguk yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tiada hentinya, doa, kesabaran, dukungan moril dan material yang diberikan kepada penulis. Kepada adik penulis Hasoloan, Lisparyanda, Toman Wanro, Indawati dan Budi terimakasih atas dukungan, keceriaan, dan atas kebersamaannya. Semoga penulis dapat memenuhi harapan dan memberikan yang terbaik. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Yayasan Karya Salemba Empat, Bantuan Beasiswa Mahasiswa, Bank Eksport Import Indonesia, dan Alumni Peternakan yang sudah memberikan beasiswa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada diaspora PMK IPB, yang menjadi tempat curhat penulis dalam suka dan duka sehingga saya semakin kuat menjalani pergumulan hidup. Terima kasih juga penulis ucapkan buat asistensi Tesalonika Tahun ajaran 2007/2008 yang selalu memberi dorongan kepada penulis. Terima kasih juga buat Kak Anet, Tara, Priscilia, Fani dan Vera dimana kita selalu berbagi suka dan duka. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dian, Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si, Pak Ahmad, kak Fahmul, Ayu Puspita Sari, Ahmad Hadzik, Nurlita Rahayu, Ninuk, Ina Winaningsih, dan Rizkinia Gunarsih yang telah banyak memberikan bantuan dalam penelitian dan memberikan masukan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Terimakasihpun penulis ucapkan kepada, Wahyu, Melisda, Chiristina, Rara, Eka, 42 Ira dan Chandra, Jay, Melpa dan Dorlina, Conni. Christina, Novia yang telah memberikan semangat dan menemani selama ini baik suka maupun duka, tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman seperjuangan Nutrisi’43 atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. Banyak sekali pelajaran yang penulis dapat ambil selama kegiatan penelitian ini. Semoga pengalaman tersebut bermanfaat untuk kegiatan penulis selanjutnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2010 Penulis 43 DAFTAR PUSTAKA Amin, M. 1997. Pengaruh penggunaan probiotik Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus oryzae dalam ransum pada populasi mikroba, aktivitas fermentasi rumen, kecernaan, dan pertumbuhan sapi perah dara. Tesis. Pogram Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Astuti, R. 2010. Isolasi dan seleksi bakteri pencerna serat asal rumen kerbau berdasarkan pertumbuhannya pada berbagai pakan sumber serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Beauchemin, K. A. 1996. Using ADF and NDF in dairy cattle diet fomulation-a western Canadian Pespective. Anim. Feed Science and Tech.58:101-111. Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan Srigandono. Gajah mada University Press,Yogyakarta. Burns, M. J.1980. Role of zinc in physiological proceses. Auburn Veterinarian. 30(2) : 45-47. Church, D. C. 1988. Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. A Reston Book, New Jersey. Crampton , E. W. & L. E. Harris. 1969. Uses of Feedstuffs in The Formulation of Livestock Ration. Applied Animal Nutrition. W. H. Freman and Co; San Fransisco. Collins M. D. & G. R. Gibson. 1999. Probiotics, Prebiotic, and Synbiotic: approaches for modulating the microbial ecology of the gut. Am. J. Clin. Nutr. 69 (suppl): 1052S -7S. Darmono, 2007. Penyakit Defisiensi Mineral Pada Ternak Ruminansia dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian, Bogor. Dewi, D. S. 2002. Strategi pembangunan pakan ternak (studi kasus pada KUD Karya Utama Sejahtera Cikajang). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut pertanian Bogor, Bogor. Ensminger, M. E., J. E. Olfield. & W. W. Heinemann. 1990. Feed Nutrition. 2th Edition, California. Fahy, V. A. 1987. Zinc. DalamProceding Veterinary Clinical Toxicology. University of Sydney. Sydney. Gayatri, I. 2010. Kemampuan isolat bakteri asal rumen kerbau dalam mencerna komponen pakan serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 44 Gill, H. S. & F. Guarner. 2004. Probitic and human health: a clinic perspective Postgrad. Med. J.80: 516-526. Hungate, R. E. 1966. The Rumen and It’s Microbes. Academic Press, New York. Komisarczuk, S. & Durrand, M. 1991. Effect of Mineral on Microbial Metabolism In Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. J.P. Journal (Ed) INA publ. Versailes, France. Maynard, L. A. & J. K. Loosi. 1962. Animal Nutrition.Fifth Edition. Mc Graw Hill Book Co. lnc, New Work. McDowell, L. R. 1992. Minerals and Human Nutrition. Academic Press, London. Miller, J. K., N. Ramsey & F. C. Madson. 1988. The Trace Element. In :Church, D.C.(Ed). The Ruminal Animal: Digestive, Physiology and Nutritiontion. Prentice Hall, New Jersey. Mubasyir, H. M. 1998. Pengaruh penambahan faktor pertumbuhan terhadap aktivitas isolat bakteri rumen kerbau yang beradaptasi pada subtrat hemiselulosa dalam mencerna dinding sel jerami padi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Petanian Bogor, Bogor. National Research Council. 1978. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. National Academy of Science. Washington. D. C. National Research Council. 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6th Ed.Revised National Academy of Science. Washington. D.C. Olson, T. M. 1951. Element of Drying. The McMilland Company, New York. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Perry, T. W., A. E. Cullison, & R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. Sixth Edition. Pearson Education, lnc., Upper Saddle River, New Jersey. Restz, L. L., Smith W. H. & Plumlee M. P. 1960. A simple wet oxidation procedure for biological material. Animal Science Departement, Purdue University, West La Fayeetee. Animal Chemistry 32:1728. Roy, J. H. B. 1980. The Calf, Studies in Agriculture and Food Science. 4th Edition. Butterworths, London. Ruckebusch, Y. & P. Thivend, 1980. Digestive Physiologi and Metabolism in Ruminant. Avi Publishing Co. Westport, Connecticut. Sonjaya, H. 1996. Respons profil makro mineral darah terhadap suplementasi mineral pada sapi Bali Jantan Muda yang Berasal dari Tiga Daerah berbeda. 20(2): 116-123. 45 Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1997. Principles and Biometrical Approach, 3rd Edition. Mc Graw. Hill, Inc, Singapore. Sudono, M. A. W. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suharlina. 2006. Kelarutan mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P) beberapa jenis pohon secara in vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syamsu. J. A, M Hikmah., Hikmah. & E Abustam. 2002. Kajian terhadap jerami padi hasil fermentasi oleh probiotik sebagai pakan sapi Bali di Sulawesi Selatan. J. Ilmu Ternak. 2(2). 46-49. Syarief. M. Z. & Sumoprastowo, R. M. 1984. Ternak Perah. Yasaguna, Jakarta. Tilman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo. & S. Lebdosukujo. 1998. Ilmu Makanan Tenak Dasar. Cetakan ke- 6. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Underwood, E. J. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. Second Edition. Commonwealth Agricultural Bureaux, London. Underwood, E.J. & N.F.Suttle. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock. Third Edition. CABI Publishing, London. Williamson, F. G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: Dmadja, D. Cetakan ketiga. Gajah Mada Press, Yogyakarta. Wizna, H. Abbas., Y. Rizal., A. Dharma, & I. P. Kompiang. 2003. Potensi bakteri Bacillus Amyloliquefaciens serasah hutan sebagai inokulum fermentasi pakan berserat tinggi. J Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. 8(3) 212-220. 46 LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Ca Darah SK Db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 1 0,03 0,03 0,03 4,90 7,42 Galat 6 6,5 1,09 Total 7 6,53 Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi NDF NDF db JK KT Perlakuan 1 358037,5 358037 Galat 6 217057,8 36176,3 Total 7 575095,3 Fhit ) 9,89* F 0,05 F 0,01 5,99 13,75 Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Tanda *) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi ADF ADF db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 1 85720 85720 9,90*) 5,99 13,75 Galat 6 59676,54 8661,21 Total 7 137688,30 Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Tanda **) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi SK SK db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 1 18386 18386 9,897*) 5,99 13,75 Galat 7 11146,72 1857,78 Total 8 29533,25 Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) 48 Tanda *) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ca Ca db JK KT Fhit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 1 17,15 17,15 11,13*) 5,99 13,75 Galat 6 9,278 1,54 Total 7 26,43 Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Tanda *) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 49