efektivitas inokulasi isolat bakteri terhadap serapan

advertisement
EFEKTIVITAS INOKULASI ISOLAT BAKTERI TERHADAP
SERAPAN MINERAL PADA PEDET PERANAKAN
FRIESIAN HOLSTEIN LEPAS SAPIH
SKRIPSI
DESRA C SIHOMBING
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
i
RINGKASAN
DESRA C SIHOMBING. D24063311. 2010. Efektivitas Inokulasi Isolat Bakteri
terhadap Serapan Mineral pada Pedet Peranakan Friesian Holstein Lepas
Sapih. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M. AgrSc.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Kartiarso, MSc.
Unsur mineral sangat penting dalam metabolisme baik pada tubuh hewan
maupun manusia. Unsur mineral esensial makro seperti Ca, Mg, Na, K, dan P
diperlukan untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur
mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mo, dan I berfungsi untuk aktivitas sistem enzim dan
hormon dalam tubuh.
Secara alami, mineral esensial makro dan mikro terdapat dalam pakan, akan
tetapi kecukupan kandungan mineral tersebut dalam memenuhi kebutuhan ternak
tidak selalu tercapai. Kecukupan mineral pada pedet masa peralihan dari periode
menyusu ke periode lepas sapih merupakan masalah tersendiri, karena pedet pada
periode tersebut harus mampu memanfaatkan nutrien dari pakan padat sedangkan
kemampuan pencernaanya masih terbatas. Percernaan fermentatif oleh mikroba
rumen sangat menentukan ketersediaan nutrien termasuk mineral dalam periode
tersebut. Oleh karena itu, manipulasi percepatan perkembangan mikroba rumen
diperkirakan dapat mengubah utilisasi mineral pada periode tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serapan mineral pada pedet lepas
sapih yang disuplementasi mineral dan selama periode menyusu mendapat inokulasi
isolat mikroba rumen pencerna serat. Penelitian ini menggunakan sembilan ekor
pedet umur dua minggu dengan rataan bobot badan 37,0±5,0 kg. Sebanyak empat
ekor pedet mendapat perlakuan inokulasi bakteri dan 5 ekor pedet tanpa inokulasi
sebagai kontrol.
Peubah yang diukur adalah konsumsi, absorpsi, ekskresi dan kadar mineral
Ca, P, Mg, dan Zn darah. Data dinalisis secara statistik menggunakan Uji T. Apabila
terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji regresi. Perlakuan inokulasi
isolat bakteri selama masa menyusu tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering,
namun meningkatkan (P<0,05) konsumsi serat kasar, ADF dan NDF pada pedet
lepas sapih. Rataan konsumsi Ca total pada pedet perlakuan sebesar 11.598 mg/e/hr
dan pedet kontrol sebesar 7.722 mg/e/hr. Ekskresi Ca dalam feses pedet inokulasi
5.622 mg/e/hr dan ekskresi Ca pedet kontrol 4.218 mg/e/hr. Ekskresi P dalam feses
pedet yang mendapat inokulasi 1.966 mg/e/hr dan ekskresi P pada pedet kontrol
1.148 mg/e/hr. Absorpsi P pada semua pedet lepas sapih meningkat (P<0,01) dengan
meningkatnya konsumsi P rataan konsumsi Mg total pada pedet perlakuan sebesar
6.115 mg/e/hr dan pedet kontrol sebesar 4.021 mg/e/hr. Ekskresi Mg dalam feses
pedet inokulasi 2805 mg/e/hr dan ekskresi Mg pada pedet kontrol 1.613 mg/e/hr.
Rataan plasma Ca pedet percobaan berkisar antara 9,00-12,03 mg/100ml.
Rataan P plasma pedet percobaan berkisar antara 4,43-11,62 mg/100ml. Rataan Mg
plasma pedet percobaan berkisar antara 2,25-3,38 mg/100ml. Rataan Zn darah pedet
percobaan berkisar antara 0,4-0,5 mg/100ml. Konsumsi bahan kering dan mineral
tidak mempengaruhi kadar mineral plasma darah. Hubungan konsumsi mineral
1
dengan plasma menggambarkan bahwa kebutuhan pedet akan mineral sudah
terpenuhi.
Inokulasi isolat bakteri merangsang konsumsi bahan kering, sehingga dapat
meningkatkan konsumsi nutrien khusunya mineral. Peningkatan konsumsi mineral
dapat meningkatkan absorpsinya, namun tidak meningkatkan kadar mineral darah,
yang berarti bahwa kebutuhan Ca, P, Mg dan Zn pada pedet telah terpenuhi.
Kata-kata kunci: pedet, konsumsi, absorpsi, mineral, darah, bakteri
2
ABSTRACT
Effectivity of Inoculated Bacteria Isolates to Mineral Absorption in Calves of
Friesian Holstein
Sihombing, D. C., T. Toharmat and Kartiarso
Calcium, P, Mg, Fe, Cu, Zn, Mo and I are involved in nutrients metabolism in
animal and human body and the makro elements are the components of skeleton and
teeth. In Indonesia, macro and micro minerals contained in the most feeds are not
sufficient to meet mineral requirement of calves specially around weaning, therefore
dietary supplementation of mineral is necessary. Insufficiency of mineral in calves
around weaning is influenced by the digestibility of ingested feed. Ruminal bacteria
has an important roles in digesting of feed and influencing mineral availability.
Inoculation of bacteria isolates in the rumen of preweaning calves may improve
availability of dietary minerals. The experiment was designed to determine the
mineral absorbtion in weaned calves with or without bacteria isolates inoculated
during pre weaning period. Eight of six week old calves were reared for 8 weeks in
individual cages with wooden floor. During preweaning period calves were offered
fresh milk and calf starter. The three calves were inoculataed with bacteria isolates
for 6 weeks and another five calves were the control group. A single grower diet was
offered to the all weaned calves for 4 weeks. During the last weeks of the
experimental period, individual faecal output was colected, weighted and sampled.
Blood sample was obatained on the last day of the period. Mineral content of feed,
faeces and blood were determined. The means of mineral absorption, and blood
content of the two groups of calves were compared statisticaly using t-Test. The
effect of fiber digestibility on mineral absorption was evaluated. Inoculation of
bacteria isolate had no significant effect on mineral intake and absorption, and
plasma mineral. Absorption of Ca, Mg and P were influenced (P<0.01) by their
intake. In conclution that inoculation of bacteria isolates during pre weaning period
could not stimulate the utilization of mineral in weaned calves.
Keywords: calves, consumption, absorption, mineral, blood, bacteria isolate
3
EFEKTIVITAS INOKULASI ISOLAT BAKTERI TERHADAP
SERAPAN MINERAL PADA PEDET PERANAKAN
FRIESIAN HOLSTEIN LEPAS SAPIH
DESRA C SIHOMBING
D24063311
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Petanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
4
Judul : Efektivitas Inokulasi Isolat Bakteri terhadap Serapan Mineral pada Pedet
Peranakan Friesian Holstein Lepas Sapih
Nama : Desra C. Sihombing
NIM
: D24063311
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc)
NIP: 19590902 198303 1 003
(Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc)
NIP: 19460416 197403 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.)
NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 4 Agustus 2010
Tanggal Lulus:
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidikalang, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 9
Maret 1988, sebagai anak pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak Juber
Sihombing dan Sonti Rajagukguk. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun
1994 di SD Negeri 1 Hutagugung dan selesai pada tahun 2000. Jenjang pendidikan
menengah pertama dilaksanakan di SLTP Negeri 1 Sumbul hingga selesai pada tahun
2003 kemudian penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Sumbul hingga tamat pada
tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007.
Selama menjalankan studi di IPB, penulis mengikuti kegiatan-kegiatan di luar
akademik, seperti menjadi anggota divisi Magang Himpunan Mahasiswa Nutrisi
Ternak (HIMASITER) dan aktivitis UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB
(UKM PMK IPB). Penulis pernah menjadi koordinator Komisi Pelayanan diaspora
UKM PMK IPB pada tahun 2008/2009, dan koordinator Kelompok Pra Alumni
UKM PMK IPB pada tahun 2009/2010. Pada tahun 2008-2010 penulis berturut-turut
mendapatkan empat program keativitas mahasiswa bidang kewirausahaan yaitu
tahun 2008 Sereal Tempe ”Tem-Q” Alternatif Sarapan Pagi dan Snack Sehat yang
Praktis dan Kaya Protein Nabati, tahun 2009 (1) Sereal BeQ-T sebagai Alternatif
Sarapan Pagi dan Snack Sehat serta Rendah Kolestrol dan (2) Permen Pepaya”
Papacan” Produk Olahan yang Kaya Vitamin A dan C serta Mampu Membantu
Proses Pencernaan, dan pada tahun 2010 “JE-LA” Jeli Buah Pala Sebagai Alternatif
Jamu Penyembuh Penyakit Insomnia, Mual dan Masuk Angin.
6
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan anugerah-Nya selama ini kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efektivitas Inokulasi Isolat Bakteri
terhadap Serapan Mineral pada Pedet Peranakan Friesian Holstein Lepas
Sapih”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Petanian Bogor.
Terwujudnya tulisan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan semua pihak,
untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat yang melimpah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan skripsi ini.
Penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan
dapat terus dipebaiki pada penelitian-penelitian selanjutnya
Bogor, September 2010
Penulis
7
DAFTAR ISI
RINGKASAN ......................................................................................................
i
ABSTRACT..........................................................................................................
iii
LEMBAR PERYATAAN.....................................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................
v
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xi
..............................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
xii
..............................................................................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................................
1
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan .......................................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
3
Sapi Friesian Holstein ...............................................................................
Pedet..........................................................................................................
Kebutuhan Nutrien Pakan ........................................................................
Konsentrat Hijauan ...................................................................................
Mineral ......................................................................................................
Kalsium( Ca) .......................................................................................
Phosphor (P) ......................................................................................
Magnesium (Mg) ................................................................................
Zinc (Zn) ............................................................................................. .
Suplementasi Mineral .............................................................................
Pemanfaatan Probiotik ..............................................................................
3
3
4
4
5
5
5
6
6
7
8
MATERI DAN METODE ....................................................................................
10
Waktu dan Tempat ....................................................................................
Materi ........................................................................................................
Ternak Percobaan ...............................................................................
Kandang dan Peralatan .......................................................................
Ransum Percobaan .............................................................................
Metode .....................................................................................................
Pembuatan Ransum Percobaan ...........................................................
Penumbuhan Bakteri dalam Media Susu.............................................
Pemberian Ransum,Susu, Calf Starter, Probiotik dan Air Minum .....
10
10
10
10
11
11
11
12
12
8
Pengambilan Sampel Pakan ................................................................
Pengambilan Sampel Darah ................................................................
Pengambilan Sampel Feses .................................................................
Pengabuan Basah (Wet Ashing)..........................................................
Pengukuran Mineral ............................................................................
Analisis Mineral Phospor...........................................................
Preparasi Larutan.......................................................................
Pembuatan Plasma/ Serum...................................................................
13
13
13
14
14
14
14
15
Rancangan Percobaan, Analisis Data dan Peubah Yang Diamati ............
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................
17
Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar.................................................
Konsumsi dan Absorpsi Mineral .............................................................
Kadar Mineral Darah ................................................................................
17
19
24
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................
28
Kesimpulan ...............................................................................................
Saran .........................................................................................................
28
28
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
31
LAMPIRAN..........................................................................................................
34
9
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Kadar Mineral Makro dan Mikro Ransum yang Disarankan
untuk memenuhi kebutuhan Anak Sapi........................................
2
Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Percobaan
Berdasarkan Bahan Kering Pakan.................................................
7
11
3
4
5
Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar pada Pedet
tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri Rumen.........................
18
Rataan Konsumsi dan Absorpsi Mineral pada Pedet tanpa dan
dengan Inokulasi Bakteri Rumen ...............................................
20
Rataan Mineral Darah pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi
Isolat Bakteri .................................................... .........................
24
10
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Hubungan Konsumsi Ca dan Absorpsi Ca pada Pedet Lepas
Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi
Isolat Bakteri............................................................................
21
2
Hubungan Konsumsi P dan Absorpsi P pada Pedet Lepas
Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi
Isolat Bakteri............................................................................
22
3
Hubungan Konsumsi Mg dan Absorpsi Mg pada Pedet Lepas
Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi
Isolat Bakteri.............................................................................
23
12
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Hasil Sidik Ragam Ca Darah........................................................
35
2
Hasil Sidik Ragam Konsumsi NDF..............................................
35
3
Hasil Sidik Ragam Konsumsi ADF..............................................
35
4
Hasil Sidik Ragam Konsumsi SK.................................................
35
5
Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ca.................................................
36
13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Unsur mineral sangat penting dalam proses fisiologis baik hewan maupun
manusia. Unsur mineral esensial makro seperti Ca, Mg, Na, K, dan P diperlukan
untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur mikro
seperti Fe, Cu, Zn, Mo, dan I berfungsi untuk aktivitas sistem enzim dan hormon
dalam tubuh (Darmono, 2007).
Kandungan mineral dalam ransum tergantung kepada jenis bahan pakan yang
digunakan. Kadar mineral dalam hijauan pakan ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu iklim, jenis dan kondisi tanah, mineral tanah dan jenis tanaman. IkIim dan
kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan mineral dalam pakan
hijauan. Di daerah yang kering dengan curah hujan rendah, kandungan mineral
dalam pakan ternak pada musim kemarau lebih rendah dibandingkan pada musim
hujan.
Kondisi tanah yang asam atau berpasir menyebabkan unsur mineral mudah
larut sehingga masuk ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam atau tercuci oleh air
permukaan, sehingga tanah menjadi miskin unsur hara termasuk mineral. Akibatnya,
kandungan mineral pada tanaman pakan ternak ruminansia yang tumbuh di daerah
tersebut juga rendah. Bila hijauan tersebut dikonsumsi oleh ternak ruminansia
termasuk (sapi, kerbau, kambing, dan domba), maka ternak akan mengalami
defisiensi mineral. Defisiensi mineral dapat mengakibatkan penurunan bobot badan,
daya produksi dan reproduksi.
Secara alami, mineral esensial makro dan mikro terdapat dalam tanaman
hijauan pakan. Permasalahannya adalah kecukupan kandungan mineral tersebut
dalam memenuhi kebutuhan fisiologi ternak tidak selalu tercapai. Kecukupan
mineral pada pedet masa peralihan dari periode menyusu ke periode lepas sapih
merupakan masalah tersendiri, karena pedet pada periode tersebut harus mampu
memanfaatkan nutrien dari pakan padat sedangkan kemampuan pencernaanya masih
terbatas. Percernaan fermentatif oleh mikroba rumen sangat
menentukan
ketersediaan nutrien termasuk mineral dalam periode tersebut. Oleh karena itu
manipulasi percepatan perkembangan mikroba rumen dengan inokulasi bakteri
diperkirakan
dapat
mengubah
utilisasi
mineral
pada
periode
tersebut.
14
Mikroba rumen membutuhkan baik mineral makro maupun mikro untuk membangun
komponen struktural sel dan untuk komponen enzim serta sebagai co-faktornya.
Mineral kalsium (Ca), posfor (P), magnesium (Mg) dan sulfur (S) sangat
diperlukan untuk pertumbuhan sel mikroba rumen dan mencerna serat secara
maksimal oleh bakteri selulolitik serta menstimulir produksi VFA (Church, 1988;
Ruckebusch dan Thivend, 1980). Mineral Ca juga berperan dalam menjaga stabilitas
struktur dinding sel, defisiensi mineral ini dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan proses-proses metabolisme yang membutuhkan Ca. Selanjutnya
Ruckebusch dan Thivend (1980) menjelaskan bahwa mineral P esensial untuk semua
mikroorganisme karena merupakan bagian integral dari nukleotida dan beberapa
koenzim. Sekitar 80% dari total P dalam bakteri rumen terdapat dalam asam nukleat
dan 10% pada posfolipid. Level 100 mg/liter dari P dalam cairan rumen mencukupi
untuk pertumbuhan bakteri dan aktivitas selulolitik. Mineral Mg sangat penting
untuk berbagai proses seluler sehingga diperlukan oleh semua mikroorganisme.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi dengan
penyerapan mineral pada pedet lepas sapih yang selama periode menyusunya
disuplementasi mineral dan mendapat inokulasi isolat mikroba rumen pencerna serat.
15
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Friesian Holstein
Sapi Friesian Holstein (FH) berkembang dengan baik di Inonesia. Sapi jenis
ini aslinya berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat.
Peternak di Amerika Serikat menyebut sapi jenis tersebut sebagai Holstein Friesian
atau disingkat Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Produksi susu bangsa sapi
tersebut tertinggi diantara bangsa sapi perah lainnya. Tetapi kadar lemak susunya
rendah. Rataan produksi susu sapi FH di Amerika Serikat rata-rata 7.245 kg/laktasi
dengan kadar lemak 3,65%, sedangkan di Indonesia rata-rata produksi susu 10
L/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi (Sudono, 1985).
Tanda-tanda yang dimiliki sapi bangsa FH antara lain memiliki warna putih
dengan belang hitam, dapat juga hitam dengan belang putih sampai warna hitam.
Ekor harus putih, warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna
hitam di daerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai
dari bahu atau paha hingga kuku diperbolehkan (Syarief dan Sumoprastowo, 1984).
Pedet
Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa rata-rata bobot lahir anak sapi
keturunan Friesian Holstein adalah 42 kg. Menurut Olson (1951), bobot lahir anak
dipengaruhi antara lain oleh jenis kelamin, bangsa, dan keturunan. Anak sapi yang
baru lahir, seperti sapi dewasa, memiliki perut yang terbagi menjadi empat walaupun
hanya abomasum yang berfungsi, abomasum memiliki kapasitas dua kali lebih besar
daripada bagian yang lain (Roy, 1980). Rumen berfungsi baik setelah anak sapi
berumur dua bulan atau jika anak sapi telah makan pakan padat atau kering
(Williamson dan Payne, 1993).
Roy (1980) menyatakan bahwa pada anak sapi, air susu maupun pakan dalam
bentuk cair dapat langsung masuk ke dalam abomasum melalui saluran khusus yang
disebut oesophageal groove. Saluran oesoophageal groove terbentuk secara reflex
jika pedet mengkonsumsi air atau air susu dengan gerakan menyedot. Akan tetapi
setelah umur anak sapi lebih dari delapan minggu maka fungsi dan respon saluran
tersebut berkurang.
16
Kebutuhan Nutrien Pakan
Kebutuhan nutrien pakan dari anak sapi sangat beragam, dari kebutuhan
untuk hidup pokok hingga untuk pertambahan bobot badan yang maksimal yang
berasal dari deposit protein dan mineral. Kebutuhan nutrien anak sapi antara lain
bergantung kepada umur dan bobot badan (NRC, 1978). Tingkat pertambahan bobot
badan maksimum yang dapat diraih ditentukan oleh tingkat konsumsi energi yang
maksimum. Energi dibutuhkan untuk menyediakan energi untuk produksi panas dan
deposit lemak, memelihara sel-sel tubuh, dan mengatur berbagai fungsi, proses dan
aktifitas metabolisme dalam sel tubuh.
Jumlah bahan kering yang dapat dikonsumsi pada pakan dalam bentuk cair
lebih banyak dibandingkan dengan pakan dalam bentuk padat sampai anak sapi
mempunyai berat hidup 70 kg. Energi dari pakan cair seperti susu dapat tercerna
lebih efisien pada sistem pencernaan monogastrik dibandingkan dengan sistem
pencernaan ruminan (Roy, 1980). Sapi akan mengkonsumsi bahan kering antara 1,4
sampai 2,7 % dari bobot badannya (NRC, 1989).
Konsentrat dan Hijauan
Konsentrat adalah makanan penguat yang diperlukan ternak yang
mengandung protein tinggi yaitu 16% dan serat kasar kurang dari 18% (Dewi, 2002).
Konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar rendah, tetapi
mengandung nutrien yang dapat dicerna tinggi sebagai sumber nutrien utama yaitu
karbohidrat, lemak dan protein (Crampton dan Harris, 1969). Pemberian konsentrat
penuh akan lebih efisien terhadap pertambahan bobot badan dibandingkan dengan
adanya pembatasan konsentrat.
Pakan hijauan yang berserat kasar merupakan pakan utama sapi perah, akan
tetapi serat kasar dapat menyebabkan ransum sulit dicerna. Bila ransum mengandung
serat kasar yang terlalu rendah, maka terjadi gangguan pencernaan pada sapi
(Sudono, 1985). Menurut Williamson dan Payne (1993) hijauan pakan umumnya
terdiri dari berbagai jenis rumput liar, sisa hasil ikutan pertanian, rumput jenis unggul
yang dibudidayakan, dan berbagai leguminosa.
17
Mineral
Beberapa sumber mineral yang tersedia seacara komersial berupa mineral
inorganik dan organik. Mineral berkualitas baik mengandung unsur yang dibutuhkan
dan mudah diabsorpsi oleh ternak untuk pertumbuhan dan reproduksi. Walaupun
jumlah mineral yang dibutuhkan hanya sedikit, keseimbangan unsur mineral dalam
tubuh harus tetap terjaga. Berdasarkan kegunaannya dalam aktifitas hidup, mineral
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan esensial dan non esensial.
Berdasarkan jumlahnya, mineral dapat pula dibagi atas mineral makro dan mineral
mikro (Parakkasi, 1999).
Kalsium (Ca)
Mineral Ca diperlukan dengan kisaran 1-2% dalam ransum. Unsur Ca
merupakan mineral terbesar yang terdapat dalam tubuh hewan. Sebagian besar (99%)
terdapat dalam tulang dan gigi, sedangkan 1% lainnya terdapat dalam cairan
eksraseluler (Parakasi, 1999). Konsentrasi mineral Ca dalam plasma darah ternak
adalah berkisar 9-12 mg/100ml (McDowell, 1992).
Kalsium yang diabsorpsi tergantung pada ketersedian Ca dalam pakan yang
dikonsumsi dan Ca yang dibutuhkan oleh tubuh (Perry et al., 2003). Unsur Ca
diabsorpsi pada usus halus, dan sejumlah kecil diduga diabsorpsi di dalam rumen
(Underwood dan Suttle, 1999). Agar dapat diabsorpsi Ca harus dalam keadaan
terlarut dalam air apabila menempel pada villi usus.
Dalam semua jenis hewan, feses adalah bagian utama untuk ekskresi Ca.
Kalsium yang tidak diserap dalam feses merupakan kombinasi dari Ca pakan yang
tidak diserap dan Ca endogen dari sekresi mukosa usus. Banyak faktor yang
mempengaruhi absorpsi Ca. Ekskresi Ca dalam urin sangat sedikit karena adanya
penyerapan kembali oleh ginjal (McDowell, 1992).
Posfor (P)
Unsur P sangat penting perannya dalam proses biokimia dan fisiologi. Posfor
ditemukan dalam setiap sel tubuh, tetapi sekitar 80% bergabung dengan kalsium
dalam tulang dan otot. Sisanya 10% tersebar luas dalam berbagai senyawa kimia
(Parakkasi, 1999). Dalam plasma darah kadar P bervariasi dalam kisaran 4-8
mg/100ml (McDowel, 1992). Tempat utama penyerapan P terjadi dalam jejenum dan
18
terjadi secara aktif. Posfor diabsorpsi dalam bentuk fosfat yang larut seperti garam
fosfat dan asam fosfat. Absorpsi posfor tegantung kepada bentuk senyawa P dan
kelarutannya (Hungate, 1966).
Magnesium ( Mg)
Magnesium merupakan mineral makro yang sangat penting. Sekitar 70% dari
total Mg dalam tubuh terdapat dalam tulang atau kerangka (Underwood, 1981),
sedangkan 30% lainnya tersebar dalam berbagai cairan tubuh dan jaringan lunak
(Tillman et al., 1998). Unsur Mg dibutuhkan oleh sebagian besar sistem enzim,
berperan dalam metabolisme karbohidrat dan dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi
sistem saraf. Selain itu Mg berperan penting untuk sintesis protein, asam nukleat,
nukleotida, dan lipid (Hungate, 1966).
Indikator defisiensi Mg adalah menurunnya kadar Mg dalam plasma menjadi
1,2-1,8 mg/100ml dari kadar normal sebesar 1,8-3,2 mg/100 ml (McDowell, 1992).
Tempat absorpsi Mg pada ternak ruminansia dewasa adalah pada bagian
retikulorumen, sekitar 25% Mg. Jumlah Mg yang diabsorpsi menurun seiring dengan
penurunan tingkat mineral di dalam pakan. Dalam kondisi defisien Mg, hewan akan
meningkatkan mobilisasi Mg cadangan dalam tubuh untuk menggantikan sumbangan
dari absorpsi Mg yang rendah ( McDowell, 1992).
Seng (Zn)
Unsur Zn terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi sebagian besar terdapat
dalam tulang. Jumlah yang besar juga terdapat dalam kulit, rambut dan bulu hewan
(Tillman et al., 1998). Mineral Zn berperan pada sintesis DNA serta metabolisme
protein sehingga sistem tubuh akan terganggu jika terjadi defisien Zn (Underwood,
1981). Mineral Zn juga berperan penting dalam metabolisme karbohidrat dan lemak
serta untuk pembentukkan sistem kekebalan tubuh (Miller et al.,1988).
Pada ternak ruminansia Zn diabsorpsi di dalam rumen dan usus halus.
Absorpsi Zn melibatkan transfer Zn dari lumen usus halus menuju mukosa sel.
Transport ini diatur oleh metallothonein yang dipengaruhi oleh level Zn dalam
ransum dan konsentrasi Zn dalam plasma, sehingga senyawa tersebut dapat mengatur
homeostasis Zn di dalam tubuh (McDowell, 1992). Indikasi defisien Zn adalah kadar
19
Zn dalam serum atau plasma turun dari level normal 0,08-0,12 mg/100 ml menjadi
0,015-0,02 mg/100 ml (Miller et al., 1988).
Suplementasi Mineral
Ada bermacam-macam mineral yang terdapat di dalam jaringan tubuh.
Mineral banyak terdapat di dalam jaringan dan cairan tubuh. Rangka tubuh sapi
terutama tersusun dari Ca dan P. Mineral sangat diperlukan oleh semua sapi dalam
berbagai kondisi fisiologis seperti sapi yang bunting, anak sapi yang sedang tumbuh,
dan sapi yang sedang laktasi. Garam dapur (NaCl) banyak diperlukan oleh sapi
perah. NaCl sangat penting artinya dalam cairan dan sel-sel tubuh, diantaranya untuk
menjaga elastisitas tubuh. Sapi perah membutuhkan 7,5 g garam dapur untuk setiap
100 kg berat badan. Unsur mineral lainnya juga sangat dibutuhkan oleh sapi,
diantaranya Mg, I, Fe, Cu, dan Na (Syarief dan Sumoprastowo, 1984).
Suplementasi berbagai nutrien menghasilkan bobot badan ternak yang
meningkat. Bagi ternak ruminansia, mineral selain digunakan untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri juga untuk mendukung kebutuhan mikroba rumen. Apabila
terjadi defisiensi salah satu mineral maka aktivitas fermentasi mikroba tidak
berlangsung optimum sehingga akan berdampak pada menurunnya produktivitas
ternak. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya ketersedian mineral
diantaranya adalah akibat antagonistik mineral anorganik seperti Zn dengan Cu
(McDowell, 1992).
Tabel 1. Kadar Mineral Makro dan Mikro Ransum yang Disarankan untuk
Memenuhi Kebutuhan Anak Sapi
Mineral Makro
Kebutuhan (%)
Mineral Mikro
Kebutuhan (ppm)
Ca
0,60
Fe
50,00
P
0,40
Mn
40,00
Mg
0,10
Zn
40,00
K
0,65
I
0,25
Cl
0,20
Co
0,10
S
0,20
Sumber: Darmono (2007)
20
Secara umum mineral dalam tubuh mempunyai fungsi antara lain sebagai
bahan pembentuk tulang dan gigi sebagai jaringan yang keras dan kuat;
mempertahankan keadaan koloidal dari berbagai senyawa dalam tubuh; menjaga
permeabilitas membran, fleksibilitas urat daging dan keseimbangan ion-ion dalam
darah; aktivator sistem enzim tertentu; komponen dalam suatu sistem enzim, sebagai
komponen darah, air susu dan produk ternak lainnya. Mineral dapat mengatur
keseimbangan asam-basa cairan tubuh yang mempengaruhi kepekaan otak dan syaraf
(Parakkasi, 1999)).
Pemanfaatan Probiotik
Probiotik didefenisikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila
diberikan dalam jumlah cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi induk
semang (Gill dan Guarner, 2004). Probiotik yang efektif harus meningkatkan efek
menguntungkan bagi induk semang, nonpatogen dan nontoksik, mampu bertahan dan
melakukan metabolisme dalam usus, tetap hidup (aktif) selama penyimpanan dan
penggunaan. Manfaat kesehatan yang dipostulatkan terkait dengan peningkatan
resistensi alami terhadap infeksi penyakit saluran pencernaaan, meningkatkan
pencernaan dan stimulasi imunitas saluran pencernaan. Mekanisme kerja probiotik
yang terjadi antara lain penurunan pH saluran pencernaan melalui produksi asam
laktat, efek antagonistik langsung terhadap patogen, kompetisi reseptor (prebiotik)
yang dapat dilakukan patogen maupun probiotik, meningkatkan fungsi imun dan
stimulasi sel imunomodulator (Collins dan Gibson, 1999).
Probiotik dapat menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran
pencernaaan sehingga menghasilkan kondisi optimum untuk pencernaan pakan
sehingga memudahkan dalam proses penyerapan nutrien, meningkatkan proteksi dari
patogen tertentu sehingga kesehatan ternak meningkat
dan mempercepat
pertumbuhan (Amin, 1997).
Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang
digunakan karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Beberapa
jenis bakteri rumen yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah: (a) bakteri
pencerna
selulosa
(Bakteroides
succinogenes,
Ruminococcus
flavafaciens,
Ruminococus albus, Butyrifibrio fibrisolvens); (b) bakteri pencerna hemiselulosa
(Butyrivibrio fibirisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp.); (c) bakteri
21
pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Steptococcus bovis, Succinnimonas
amylololytica.); (d) bakteri
ruminus);
e)
bakteri
pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobacillus
pencerna
protein
(Clostridium
sporogenus,
Bacillus
licheniformis). Probiotik yang ditambahkan pada bahan pakan dapat menjaga rasio
populasi mikroba rumen tersebut sesuai dengan rasio komponen bahan pakannya
sehingga meningkatkan penggunaan ammonia, menurunkan produksi asam laktat,
menstabilkan pH rumen, meningkatkan kecepatan kecernaan serat, meningkatkan
pembentukan protein mikroba, meningkatkan feed intake dan supply subtrat ke usus
halus dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan (Hungate,1966).
Selain mikroba, biomassa yang menjadi sumber protein bagi ruminansia yaitu
protozoa. Sama halnya dengan probiotik yang menciptakan keseimbangan populasi
mikroba rumen dengan mendesak pertumbuhan mikroba yang berlebih, protozoa
juga menciptakan keseimbangan biomassa dalam rumen dengan memakan bakteri
rumen. Penghuni terbesar dalam cairan rumen adalah bakteri yaitu 1010-1012 sel/ml
cairan rumen dan populasi terbesar kedua diduduki oleh protozoa yang dapat
mencapai 105-106 sel/ml cairan rumen, namun demikian karena ukuran tubuhnya
lebih besar daripada bakteri maka biomasa protozoa ternyata cukup besar yakni
mengandung lebih kurang 40% dari total mikroba rumen (Hungate, 1966).
22
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2009 sampai Januari 2010.
Penelitian ini dilakukan di kandang sapi perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor (IPB). Analisis sampel darah dan feses dilakukan di Laboratorium Nutrisi
Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB. Analisis sampel pakan dilakukan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.
Materi
Ternak Percobaan
Ternak yang digunakan adalah pedet sapi FH (Friesian Holstein) lepas
kolostrum (berumur 2 minggu). Pedet yang digunakan sebanyak enam ekor jantan
dan tiga ekor betina dengan rata-rata bobot badan awal 35 ± 5 kg.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan selama penelitian adalah kandang individu
beralaskan papan kayu, dengan ukuran 2 x 1,5 x 1 m. Kandang percobaan disusun
secara sejajar dengan jarak antar kandang 1,5 m. Kandang berada pada bangunan
utama berupa kandang permanen dengan ketinggian atap 7 m dan dinding samping
berupa tembok setinggi 1,5 m. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan
minum berupa ember plastik dan diletakkan di dalam kandang.
Peralatan yang digunakan dapat dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu
peralatan untuk produksi ransum meliputi freezer, kantong plastik, gunting,
timbangan, dan gelas ukur.
Kelompok kedua yaitu peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel
pakan, darah dan feses, meliputi alat untuk pengambilan sisa pakan berupa ember
plastik, aluminium foil, kantong plastik dan timbangan. Sedangkan peralatan untuk
pengambilan sampel darah meliputi spoit 1 ml dan 10 ml, tabung berheparin, tabung
bebas ion, sentrifuse, pipet, pipa mikrokapiler dan freezer.
Kelompok ketiga merupakan peralatan yang digunakan untuk preparasi dan
analisisa mineral plasma. Peralatan yang digunakan adalah meliputi sentrifuse, pipet,
tabung bebas ion, label, erlenmeyer, gelas ukur, labu takar dan alat tulis. Alat baca
23
untuk kadar fosfor yaitu spectrofotometer double beam dan kadar Ca, Mg, K dan Zn
menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Ransum Percobaan
Bahan pakan penyusun ransum terdiri dari jagung giling, wheat pollard,
bungkil kelapa, bungkil kedelai, onggok dan molases. Pada ransum percobaan
ditambahkan mineral
,
ZnSO4 (98, 733 ppm), MgSO4 (0,1%), CaCO3 (0,6%)
dicalcium phosphat (0,4%), dan vit A (2200 IU/Kg) juga pada ransum. Komposisi
bahan pakan dan kandungan nutrien ransum percobaan disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi dan kandungan Nutrien Ransum Percobaan Berdasarkan Bahan
Kering
Bahan
Komposisi
Nutrien
BK
Abu
PK
SK
LK
BETN
-------------------------------------------%----------------------------------------Onggok
40,05
83,2
0,81
2,2
16,9
0,86
62,43
Bkedelai
14,8
84,46
5,57
40,66
3,9
1,25
33,08
Pollard
14,54
85,97
3,38
14,85
8,48
2,24
57,02
Bk. kelapa
13,8
90,54
5,12
14,37
38,44
5,49
27,13
JG Giling
9,54
87,36
0,17
10,65
2,67
2,15
71,72
Molases
7,28
57,23
4,29
0,61
0,01
0,56
51,76
Ransum
100%
80,54
5,02
16,64
9,96
1,53
51,21
Keterangan: Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen INTP, 2010;
Ransum mengandung NDF =55,16% dan ADF =26,99%.
Metode
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) tahap adaptasi, (2) tahap
perlakuan inokulasi yang bersamaan dengan pemberian calf starter selama periode
pra sapih dan (3) tahap penyapihan yaitu penghentian pemberian susu dan pemberian
ransum grower. Tahap adaptasi merupakan masa untuk mengadaptasikan pedet
dengan kondisi lingkungan baik susu, kandang dan manajemen pemeliharaan yang
berlansung selam 2 minggu. Tahap kedua merupakan masa inokulasi dan pemberian
calf starter selama pra sapih dan berlangsung selama 6 minggu. Tahap ketiga adalah
penghentian pemberian susu atau penyapihan dan pemberian ransum grower.
24
Pengukuran peubah dan pengambilan sampel sisa pakan, feses dan darah dilakukan
selama pasca sapih.
Pembuatan Ransum Percobaan
Semua bahan penyusun ransum (Tabel 2) berbentuk mash (tepung), kecuali
molases tetap dalam bentuk cair. Bahan pakan yang digunakan ditimbang sesuai
dengan formulasinya. Kemudian semua bahan dicampur secara manual hingga
semua bahan teraduk secara homogen. Selanjutnya ransum dimasukkan ke dalam
kantong plastik.
Penumbuhan Bakteri dalam Media Susu
Bakteri yang digunakan sebagai sumber inokulan adalah campuran isolat
bakteri koleksi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan. Isolat bakteri merupakan bakteri pencerna serat yang diisolasi
dari cairan rumen kerbau (Astuti, 2010; Gayatri, 2010). Inokulan yang digunakan
ditumbuhkan dalam media susu agar pertumbuhan bakteri cepat dengan volume
pemberian yang sedikit.
Susu sebanyak 200 ml dimasukan ke dalam botol 250 ml. Botol yang berisi
susu kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC selama 20 menit.
Selanjutnya botol 250 ml berisi susu steril dibiarkan dingin. Kemudian ke dalam susu
ditambahkan 5 ml stok bakteri campuaran yang sebelumnya telah diremajakan.
Botol berisi media susu
yang telah dingin ditambah gabungan isolat bakteri
diinkubasi selama 60 jam. Setelah inkubasi, susu yang menggumpal digunakan untuk
inokulasi bakteri pada pedet percobaan.
Pemberian Susu, Calf Starter atau Grower, Probiotik, dan Air Minum
Selama periode pra sapih, air susu diberikan dua kali sehari, yaitu pagi dan
sore hari sekitar pukul 07.30 dan pukul 14.30. Setelah periode adaptasi terlewati,
pada pagi hari setelah pemberian susu, kelompok pedet yang mendapat perlakuan
inokulasi, diberikan isolat bakteri dalam bentuk cair sebanyak 20 ml per ekor pedet
perlakuan. Populasi mikroba dalam inokulan adalah 4,56 x 109 cfu/ml. Isolat bakteri
diberikan pada pedet dengan cara dicekokan. Claf starter disediakan setiap hari
sesuai dengan jumlah yang dikonsumsi. Susu diberikan harian mulai dari 10% dari
bobot badan pedet, selanjutnya pemberian disesuaikan dengan kemampuan pedet
25
mengkonsumsi calf starter. Pemberian susu dihentikan setelah pedet mampu
mengkonsumsi calf starter lebih dari 1 kg/e/h. Setelah pedet disapih diberikan
ransum grower.
Pengambilan Sampel Pakan
Pengambilan sampel pakan dilakukan dari ransum yang baru selesai dibuat.
Sampel pakan kemudian digiling menggunakan blender. Sampel ransum pedet
sebanyak sekitar 100 g dihaluskan menggunakan blender. Sampel hasil penggilingan
selanjutnya dianalisa kandungan nutrien dengan metoda proksimat, demikian juga
kadar mineralnya. Sampel ransum sebanyak 5 g digunakan untuk analisis mineral.
Sampel yang telah ditimbang diberi perlakuan wet ashing.
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil dari vena jugolaris pada bagian leher pedet pada
minggu kelima periode pasca penyapihan. Pengambilan darah diawali dengan
mengolesi bagian yang akan diinjeksikan jarum dengan alkohol 70% menggunakan
tabung vacutainer berheparin 10 ml. Kemudian sampel darah dikocok secara
perlahan-lahan membentuk angka delapan untuk mencegah hemolisis. Selanjutnya
sebanyak 5 ml sampel darah deberi perlakuan wet ashing.
Pengambilan Sampel Feses
Pengumpulan sampel feses dilakukan selama seminggu pada minggu
keempat. Pengambilan feses dilakukan dalam periode 24 jam selama seminggu.
Feses dibiarkan jatuh ke lantai dan fesesnya diambil segera mengggunakan serok
plastik dan dikumpulkan dalam wadah plastik. Pada keesokan harinya 10% dari
feses selama periode 24 jam dimasukkan ke dalam kantong kain untuk memudahkan
pengeringan. Feses dalam kantong kain dijemur dibawah sinar matahari sampai
kering.
Feses setelah kering udara dimasukkan ke dalam oven yang mempunyai suhu
60oC. Setelah itu sampel feses dihaluskan menggunakan blender. Sampel sebanyak
5 g diambil untuk mendapat perlakuan wet ashing di laboratorium.
26
Pengabuan Basah (Wet Ashing)
Kadar mineral sampel pakan dan feses diperlakukan dalam dua tahap yaitu
tahap wet ashing dan pembacaan dengan atomic absorption spectrophotometer
(AAS). Tahap pertama sampel diabukan terlebih dahulu dengan metode wet ashing
(Restz et al., 1960). Sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam Erlenmeyer 100 ml.
Sampel pakan ditambah HNO3 pekat 5 ml, kemudian dibiarkan selama 1 jam
sampai sampel menjadi bening. Berikutnya campuran sampel dipanaskan selama 4
jam di atas hot plate, setelah itu didinginkan. Larutan yang telah dingin ditambah 0,4
ml H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan kembali. Pada saat perubahan warna terjadi,
larutan campuran HClO4 + HNO3 (2:1) diteteskan. Setelah penambahan bahan
tersebut, terjadi perubahan warna cokelat menjadi kuning lalu bening.
Larutan
sampel kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit. Kemudian larutan sampel
ditambah 2 ml aquades bersamaan dengan ditambahkannya 0,6 ml HCl pekat.
Larutan dianaskan kembali sampai larut dan didinginkan, lalu larutan diencerkan
dengan aquades menjadi 100 ml dalam labu takar. Larutan tersebut dapat digunakan
dalm proses berikutnya yaitu pembacaan kadar mineral dengan Atomic Absorption
Spectrofotometer (AAS) dan pospor menggunakan Spectrofotometer.
Pengukuran Mineral
Sampel hasil wet ashing ditambahkan 0,05 ml larutan (Cl3La.7H2O), lalu
disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Kadar mineral ditentukan
kadarnya dengan mengukur absorbansinya menggunakan AAS pada panjang
gelombang sesuai dengan jenis mineral yang dibaca.
Analisis Mineral Phospor
Preparasi Larutan. Preparasi larutan dilakukan dengan membuat larutan A: (Asam
Trikhloro Acetat = TCA 17%) sebanyak 17 gram TCA dilarutkan dalam aquadest
sampai 100 ml, kemudian dibuat Larutan B ((NH4)6Mo7O24.4H2O 10% = ammonium
molibdat 10%), lalu ditambahkan 10 gram ammonium molibdat dengan 60 ml
aquadest dan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap. Pertama- tama dibuat larutan
sampai 100 ml dengan menambahkan aquadest, kemudian larutan tersebut
didinginkan dalam suhu kamar. Setelah itu dibuat larutan C (dibuat sesaat sebelum
27
analisis) dengan menambahkan10 ml larutan B dan 60 ml aquadest dan 5 gram
FeSO4.7H2O.
Larutan standar untuk P dibuat dengan melarutkan 4,394 gr KH2PO4 dalam
aquadest sampai 1000 ml (untuk mendapatkan konsentrasi P = 1000 ppm).
Perhitungan: Bobot molekul KH2PO4 = 136.09; Berat Atom: P = 30.9738;
136.09/30.9738 x 1000 mg x1000 ml/1000 ml = 4.394 gram KH2PO4
Larutan pengikat anion-anion pengganggu (Cl3La.7H2O) dibuat dengan
membuat larutan 6.6838 gr Cl3La.7H2O dalam aquadest sampai 25 ml, kemudian
larutan Cl3La.7H2O memiliki fungsi sebagai pengikat anion-anion pengganggu
seperti anion sulfat(SO4) dan fosfat (PO4). Perhitungan :Bobot molekul
Cl3La.7H2O=371.38; Bobot Atom: La = 138.91; 371.38/138.91 x 100 gr 25 ml/1000
ml = 6.6838 Cl3La.7H2O (Konsentrasi La dalam larutan = 100.000 ppm).
Pembuatan konsentrasi larutan standar P = 2,3,4 dan 5 ppm dalam 5 ml
diperlukan: 2 ppm = 2 ppm/25 ppm x 5 ml = 0.4 ml KH2PO4; 3 ppm = 3 ppm/25 ppm
x 5 ml = 0.6 ml KH2PO4; 4 ppm = 4 ppm/25 ppm x 5 ml = 0.8 ml KH2PO4; 5 ppm =
5 ppm/25 ppm x 5ml = 1.0 ml KH2PO4. Masing-masing volume tersebut
ditambahkan 2 ml larutan C dan aquadest sampai volume
akhir 5 ml, kemudian
filtrat sampel dipipet kedalam tabung (ukuran volume sampel yang dipipet
tergantung kadar P pada sampel,oleh karena itu sebelumnya dilakukan pemipetan
berbagai volume, kita tetapkan apabila warna sampel ada didalam range warna
standar), kemudian ditambahkan kembali 2 ml larutan C. Setelah itu hasil dapat
dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm dalam waktu ( 5
menit-2 jam).
Pembuatan Plasma/Serum. Proses awal pada tahap ini adalah dengan meneteskan
1ml aquadest dengan pipet lalu ditambahkan 0,2 ml plasma/serum, kemudian
ditambahkan juga larutan A. Setelah
itu larutan dikocok dengan vortex, lalu
disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Filtrat larutan dipipet 3 ml
kedalam tabung, kemudian ditambahkan larutan C. Setelah itu hasil dapat dibaca
pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm dalam waktu ( 5 menit-2
jam).
28
Rancangan Percobaan, Peubah dan Pengolahan data
Dua perlakuan dalam percobaan ini dialokasikan dalam Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah:
Konsumsi,
absorpsi Ca, Mg, Zn, dan P dan kadar mineral tersebut dalam darah. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F (Steel dan Torrie, 1993).
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar
Keistimewaan ruminansia adalah kemampuannya dalam mencerna dan
menggunakan materi dinding sel tanaman. Total materi dinding sel ini dinyatakan
sebagai serat detergen netral atau neutral detergent fiber (NDF) yang sebagian besar
terdiri dari hemiselulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa dan selulosa dicerna
relatif lambat oleh mikroba rumen, sementara lignin tidak tercerna. Lignin juga
berkaitan dengan bagian dinding sel yang lain, menyebabkan bagian tersebut sukar
dicerna (Beauchemin, 1996).
Rataan konsumsi bahan kering dan komponen serat pakan disajikan pada
Tabel 3. Inokulasi isolat bakteri selama masa menyusu tidak mempengaruhi
konsumsi bahan kering, namun meningkatkan (P<0,05) konsumsi komponen serat
kasar, ADF and NDF pada pedet lepas sapih. Konsumsi serat yang meningkat
diperkirakan akibat terjadinya peningkatan aktivitas pencernaan yang lebih tinggi.
Kekurangan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan
mengurangi
efisiensi pertumbuhan mikroba yang mengakibatkan berkurangnya biomassa
mikroba dan akhirnya mengurangi kecernaan dan konsumsi pakan, terutama pakan
berserat. Mikroba cairan rumen kerbau sebagai sumber inokulan memiliki aktivitas
pencenaan yang lebih tinggi terhadap dinding sel tanaman (Mubasyir, 1998).
Menurut Syamsu et al. (2002), peningkatan konsumsi akibat pemberian probiotik
pada sapi terkait dengan meningkatkan palatabilitas.
Unsur mineral dan vitamin memiliki peran yang sangat penting bagi
petumbuhan dan kemampuan degredasi mikroba rumen. Mubasyir (1998)
menunjukkan bahwa suplementasi mineral dan vitamin dapat meningkatkan aktivitas
bakteri rumen dalam mencerna berbagai komponen pakan. Unsur mineral dan
vitamin dapat digunakan isolat bakteri rumen kerbau dan meningkatkan aktivitas
pncernaan dinding sel partikel pakan.
Peningkatan konsumsi pakan diperkirakan terkait dengan peningkatan
populasi total bakteri dan bakteri selulolitik dalam rumen. Bakteri yang
diinokulasikan diduga mampu memanfaatkan nutrien di dalam cairan rumen, oleh
karena itu bakteri dapat berkembang pesat dan selajutnya meningkatkan kecernaan
pakan yang dikonsumsi dan pada akhirnya meningkatkan konsumsi pakan (Hungate,
30
1966). Peningkatan ini juga diduga karena inokulasi isolat bakteri pencerna serat
dapat menyediakan faktor perangsang tumbuh seperti vitamin B dan volatile fatty
acids rantai cabang, sementara inokulan bakteri rumen dapat merangsang
pertumbuhan bakteri selulotik lainnya yang juga menghasilkan enzim yang dapat
memotong ikatan selulosa menjadi gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan
untuk pertumbuhan mikroba rumen lainnya sehingga populasi total bakteri termasuk
bakteri selulolitik menjadi lebih besar.
Tabel 3. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar pada Pedet tanpa dan
dengan Inokulasi Isolat Bakteri Rumen
Konsumsi(g/e/hari)
Kontrol
Inokulasi
1294±399b
2096±1374a
Serat Kasar
162±50b
261±25a
NDF
714±220b
1151±108a
ADF
349±108b
563±53a
Bahan Kering
Keterangan: Rataan dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda (P<0,05).
Serat kasar dapat dihidrolis selama pencernaan fermentatif yang dilakukan
oleh bakteri dan mikroba lainnya yang mampu mencerna komponen serat pakan.
Peningkatan konsumsi bahan kering diperkirakan sebagai akibat terjadinya
peningkatan kecernaan serat kasar akibat penambahan isolat bakteri yang bersifat
selulolitik.
Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase. Enzim ini mampu
merombak dan mengubah molekul yang masih komplek menjadi komponen molekul
yang lebih sederhana terutama molekul lignoselulosa yang merupakan faktor
pembatas dalam pakan ternak. Menurut Wizna et al. (2003) mikroba yang
mendegradasi selulosa umumnya mensekresikan enzim selulase yang berbeda yang
bereaksi secara sinergis dalam menghidrolisa substrat dalam rumen.
Maynard dan Loosi (1962) menyatakan bahwa pencernaan serat pada
ruminansia sangat tergantung pada aktivitas mikroba rumen. Kecernaan bahan kering
dan hemiselulosa dapat meningkat dengan suplementasi isolat bakteri dan dapat juga
meningkatkan kecernaan ADF, NDF pada sapi perah. Peningkatan kecernaan
komponen serat pakan dapat menyebabkan menurunnya waktu retensi partikel pakan
dalam rumen sehingga dapat meningkatkan konsumsi bahan kering.
31
Perkembangan rumen dan volume rumen diperkirakan lebih baik pada
kelompok pedet yang diinokulasi isolat bakteri. Kondisi rumen pada saat lepas sapih
diperkirakan lebih baik pada kelompok pedet yang diinokulasi. Namun perbedaan
tersebut sangat bervariasi antar pedet sehingga perbedaan tersebut tidak
menyebabkan perbedaan nyata.
Konsumsi dan Absorpsi Mineral
Rataan konsumsi dan absorpsi mineral pada pedet percobaan tersaji pada
Tabel 4. Inokulasi isolat bakteri pada pedet selama masa menyusu cenderung
meningkatkan konsumsi dan absorpsi Ca, P, Mg dan Zn. Konsumsi Ca, P, Mg dan
Zn meningkatkan absorpsi Ca, P, Mg dan Zn. Nilai absorpsi mineral merupakan
proporsi mineral yang tidak diekskresikan dari jumlah mineral yang dikonsumsi.
Jumlah mineral yang terabsorpsi mengindikasikan tingginya ketersedian mineral
dalam pakan yang dikonsumsi.
Meningkatnya kecernaan pada bahan kering, bahan organik, protein kasar dan
serat kasar pada ransum memerlukan S dan P lebih banyak, karena kedua mineral
tersebut merupakan mineral yang penting untuk pertumbuhan mikroba dan untuk
menjaga integritas membran sel dan dinding sel (Komisarckzuk dan Durand, 1991).
Kalsium yang diekskresikan baik dalam feses maupun dalam urin ternak
merupakan Ca yang tidak dimanfaatkan. Sebagian besar Ca diekskresikan melalui
feses. Kalsium dalam feses merupakan Ca yang tidak diserap dan sebagian lagi
merupakan Ca yang telah dimanfaatkan kemudian dikeluarkan sebagai endogenous
(Parakkasi, 1999). Walaupun terjadi ekskresi Ca dalam feses yang tinggi namun
jumlah Ca yang diserap cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa ransum yang diberikan
mampu menyediakan Ca untuk kebutuhan pedet yang mengkonsumsinya.
32
Tabel 4. Rataan Konsumsi dan Absorpsi Mineral pada Pedet tanpa dan dengan
Inokulasi Isolat Bakteri Rumen
Peubah
Perlakuan
Kontrol
Inokulasi
Ca
7722±2218
11598±1091
P
3836±1102
5762±542
Mg
4071±1169
6115±575
Zn
106±31
159±15
Ca
4219±1136
5622±957
P
1148±303
1966±479
Mg
1613±591
2805±255
Zn
86±28
132±31
Ca
3071±1432
5976±692
P
2586±859
3796±483
Mg
2267±633
3309±335
Zn
13±13
26±17
Ca
38,21 ±11,93
51,90±5,29
P
67,41±5,26
66,15±6,76
Mg
57,89±6,5
54,13±1,04
Zn
12,367±9,79
17,58±13,00
Konsumsi Mineral (mg/e/hari)
Ekskresi Feses Mineral (mg/e/hari)
Absorpsi Mineral (mg/e/hari)
Absorpsi Mineral (%)
Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet mengakibatkan populasi
bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin
meningkat. Hal ini meningkatkan pencernaan fermentatif dalam rumen pedet. Isolat
bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral Ca. Hal ini dapat dilihat bahwa
konsumsi Ca pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan konsumsi Ca pada pedet kontrol. Peningkatan absorpsi Ca disebabkan karena
konsumsi bahan kering ransum pedet yang mendapat inokulasi lebih tinggi
dibandingkan dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi Ca total pada pedet perlakuan
33
sebesar 11.598 mg/e/h dan pedet kontrol sebesar 7.722 mg/e/h. Ekskresi Ca dalam
feses pedet yang dinokulasi 5.622 mg/ekor/hari dan ekskresi Ca untuk pedet kontrol
4.218 mg/ekor/hari. Semakin banyak Ca yang dikonsumsi maka ekskresi Ca dalam
feses juga semaki besar. Gambar 1 menunjukkan hubungan linear (P<0,05) antara
tingkat konsumsi Ca dengan absorpsi Ca tersebut.
Gambar 1.
Hubungan Konsumsi dan Absorpsi Ca pada Pedet Lepas Sapih yang
Sebelumnya Mendapatkan atau Tanpa Inokulasi Isolat Bakteri.
Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet mengakibatkan populasi
bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan pencernaan fermentatif semakin meningkat dalam
rumen pedet. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral P. Hal ini
dapat dilihat bahwa konsumsi P pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih
tinggi dibandingkan dengan konsumsi P pada pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi
bahan kering ransum pedet yang diinokulasi isolat bakteri lebih tinggi dibandingkan
dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi P total pada pedet perlakuan sebesar 5.762
mg/e/h dan pedet kontrol sebesar 3.836 mg/e/h. Ekskresi P dalam feses pedet yang
mendapat inokulasi 1.966 mg/ekor/hari dan ekskresi P untuk pedet kontrol 1.148
mg/ekor/hari. Semakin banyak P yang dikonsumsi maka ekskresi P dalam feses juga
semakin besar. Absorpsi P pada semua pedet lepas sapih meningkat (P<0,01) dengan
meningkatnya konsumsi P seperti terlihat dalam Gambar 2.
34
Gambar 2. Hubungan Konsumsi dan Absorpsi P pada Pedet Lepas Sapih yang
Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri.
Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet diduga mengakibatkan
populasi bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri
semakin meningkat. Hal ini membuat pencernaan fermentatif semakin meningkat
dalam rumen pedet sehingga meningkatkan produksi VFA dan memacu
perkembangan rumen yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi bahan kering.
Walaupun terjadi peningkatan konsumsi bahan kering, namun peningkatan sangat
bervariasi antar pedet sehingga tidak terjadi pebedaan yang nyata antar pedet yang
mendapat inokulasi dengan pedet control.
Inokulasi isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral Mg. Hal
ini dapat dilihat bahwa konsumsi Mg pada pedet yang mendapat inokuasi isolat
bakteri cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Mg pada pedet
kontrol. Hubungan antara absorpsi Mg dan konsumsi Mg pada sapi percobaan dapat
dilihat pada Gambar 3. Peningkatan konsumsi Mg dapat terkait dengan konsumsi
bahan kering ransum pedet perlakuan inokulasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi Mg total pada pedet perlakuan sebesar 6.115
mg/ekor/h dan pedet kontrol sebesar 4.021 mg/ekor/h. Ekskresi Mg dalam feses
pedet inokulasi 2.805 mg/ekor/hari dan ekskresi Mg untuk pedet kontrol 1.613
mg/ekor/hari. Semakin banyak Mg yang dikonsumsi maka ekskresi Mg dalam feses
juga semakin besar.
35
Gambar 3. Hubungan Konsumsi Mg dan Absorpsi Mg pada Pedet Lepas Sapih. yang
Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri.
Konsentrasi Zn diatur oleh mikroflora yang ada di dalam rumen. Dalam
abomasum dan duodenum, solubilitas juga meningkat dan dapat mencapai lebih dari
80%. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi Zn. Konsumsi Zn pada pedet
perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Zn pada
pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi bahan kering ransum pedet perlakuan
inokulasi lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Menurut Fahy (1987), Zn
yang diabsorpsi masuk ke dalam hati dengan konsentrasi tinggi. Kemudian Zn terikat
dalam darah merah dan terakumulasi dalam tulang, otot, ginjal dan pankreas.
Ruminansia mengabsorpsi Zn melalui rumen, abomasum dan usus kecil (Burns,
1980). Rataan konsumsi Zn total pada pedet perlakuan sebesar 159 mg/ekor/h dan
pedet kontrol sebesar 106 mg/ekor/hari. Ekskresi Zn dalam feses pedet inokulasi 132
mg/ekor/hari dan ekskresi Zn untuk pedet kontrol 86 mg/ekor/hari. Penambahan
Analogi Hidroksi Methinin (AHM) memperlihatkan pengaruh positif terhadapat
peningkatan populasi bakteri dan kecernaan bahan kering ransum. Semakin banyak
Zn yang dikonsumsi maka semakin besar ekskresi Zn dalam feses. Absorpsi Zn
tidak meningkat dengan adanya suplentasi ZnSO4.
Suharlina (2006) menunjukkan bahwa unsur Zn penting untuk pertumbuhan
mikroba. Kandungan mineral ini sangat rendah bahkan sering defisien pada pakan
berserat tinggi. Hal ini berpengaruh negatif terhadap degradasi komponen pakan dan
36
sintesis mikroba. Suplementasi Zn mampu meningkatkan pertumbuhan. Peningkatan
populasi mikroba rumen akan meningkatkan konsentrasi enzim-enzim pencerna
komponen pakan sehingga mampu meningkatkan kecernaan bahan pakan sekaligus
meningkatkan suplai protein mikroba bagi ternak induk semang. Sebagian besar
(82%) mikroba rumen memerlukan N-amonia untuk pertumbuhan.
Kadar Mineral Darah
Status mineral dalam tubuh ternak dapat dilihat dari konsentrasinya dalam
darah. Hasil analisis kadar mineral Ca, P, Mg, dan Zn darah pedet dapat dilihat pada
Tabel 5. Kadar mineral plasma adalah refleksi dari banyaknya mineral yang keluar
dan masuk masa darah dan masuknya mineral dari saluran pencernaaan yang
diantaranya tergantung pada jumlahnya dalam pakan dan penyerapannya (McDowell,
1992).
Tabel 5. Rataan Mineral Darah pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri
Mineral Darah
Perlakuan
Kontrol
Inokulasi
------------------------------------(mg/100ml)-------------------Ca
10,36±0,61
10,24±1,60
P
5,93±2,26
7,27±3,82
Mg
3,20±0,12
2,91±0,28
Zn
0,50±0,07
0,38±0,06
Unsur Ca pakan yang diserap darah hanya 20-30 % dan sekitar 70-80 % Ca
yang tidak diabsorpsi keluar melalui feses, 20-30% yang diserap tersebut kemudian
akan masuk ke dalam plasma darah (Ensminger et al., 1990). Kalsium darah pada
pedet yang mendapat inokulasi bakteri cenderung lebih tinggi dibanding dengan
pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi Ca pedet yang mendapat inokulasi isolat
bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol.
Inokulasi isolat bakteri tidak mempengaruhi Ca darah pedet. Rataan mineral
darah Ca pedet percobaan berkisar antara 9-12,03 mg/100ml. Nilai konsentrasi Ca
darah tersebut masih dalam level normal yang berkisar antara 9-12 mg/100ml
(McDowell, 1992). Konsumsi Ca tidak meningkatkan kadar Ca darah, kondisi
37
tersebut dapat disebabkan oleh kadar Ca darah pedet diatur secara rigit melalui
mekanisme homeostasis. Bila kadar Ca meningkat dari level normal, maka kalsitonin
akan dibentuk dan produksi hormon paratioid dihambat, dengan demikian
penyerapan Ca dan
reabsorpsi tulang akan diperlambat. Konsumsi Ca tidak
berkorelasi dengan kadar Ca darah yang menggambarkan bahwa kebutuhan pedet
akan Ca sudah terpenuhi (Parakkasi, 1999). Kadar Ca darah pada pedet segera
meningkat setelah mengkonsumsi campuran mineral, tetapi selanjutnya diikuti
dengan sedikit penurunan dengan bertambahnya waktu pemberian. Kenaikan kadar
Ca darah dapat terkait dengan masa petumbuhan sapi, dimana pada periode sedang
bertumbuh cepat memerlukan Ca yang tinggi (Sonjaya, 1996).
Rataan P darah pedet percobaan berkisar antara 4,43-11,62 mg/100ml. Nilai
tersebut masih dalam level normal,
dimana konsentrasi P plasma darah ternak
berkisar antara 4- 9 mg/100 ml (McDowell, 1992). Kandungan P dalam plasma darah
baik sebelum dan sesudah suplementasi mineral, lebih tinggi dari batas kritis (4,5
mg/100ml) untuk semua sapi (Sonjaya, 1996). Kondisi ini meunjukkan bahwa kadar
plasma darah dalam pedet sudah stabil sehingga konsumsi P tidak meningkatkan
kadar plasma darah.
Hubungan konsumsi P dengan P darah menggambarkan bahwa darah sudah
jenuh dan mengalami pengaturan secara homeostatis. Fospor di deposit dalam tulang
dalam bentuk kalsium-hidroksi appetite (Ca10(PO4)6(OH)2). Pospor merupakan
komponen dari fospolipid yang mempengaruhi permeabilitas sel; merupakan
komponen dari mielin pembungkus urat saraf; transfer energi dalam sel melibatkan
ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP; berperan dalam sistem buffer dari darah;
mengaktifkan peran vitamin B untuk membentuk koenzim yang dibutuhkan dalam
proses fosforilasi awal. Konsentrasi P dalam darah yang tidak terpengaruh oleh
tingkat absorpsi menunjukkan bahwa ransum telah mencukupi kebutuhan pedet akan
P (Parakkasi, 1999).
Konsumsi Mg tidak berpengaruh nyata terhadap Mg darah (P>0,05).
Konsentrasi Mg darah berada dalam level normal. Rataan Mg darah pedet percobaan
berkisar antara 2,25-3,38 mg/100ml. Menurut (McDowell,1992) nilai normal
konsentrasi Mg plasma darah ternak berkisar antara 1,8-3 mg/100 ml. Konsumsi Mg
tidak meningkatkan konsentrasi Mg darah. Kondisi tesebut dapat disebabkan oleh
38
telah tercukupinya kebutuhan pedet akan Mg sehingga kadar mineral darah pedet
sudah stabil sehingga konsumsi Mg tidak meningkatkan kadar mineral darah. Bila
Mg terlampau banyak dapat menyebabkan susunan saraf pusat terdeplesi yang
menyebabkan gangguan pernapasan dan jantung namun gejala tersebut tidak teramati
sehingga tinggkat konsumsi Mg masih dalam batas normal.(McDowell, 1992)
Magnesium dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan dibutuhkan untuk
mengaktifkan beberapa sistem enzim dengan jalan membentuk kompleks metaloenzim. Enzim yang membutuhkan Mg termasuk yang memecah dan memindahkan
grup fosfat; enzim dan fosfat tesebut untuk reaksi metabolik, maka dapat pula
dikatakan bahwa Mg juga terlibat dalam reaksi-reaksi tersebut. Unsur Mg juga
dibutuhkan sebagai kofaktor dalam proses dekarboksilasi dan pengaktif dalam
banyak peptidase. Absorpsi Mg tidak mempengaruhi konsentrasi Mg plasma.
Magnesium yang tidak terserap dalam feses merupakan kombinasi dari Mg pakan
yang tidak terserap dan Mg endogen dari sekresi mukosa usus. Penyerapan Mg
menurun bersama umur. Di dalam tubuh, Mg dapat digunakan berulang kali (didaur
ulang) sehingga penggunaan efisien sehingga tidak banyak dibutuhkan lagi dalam
pakan (McDowell, 1992)
Rataan Zn darah pedet percobaan berkisar antara 0,4-0,5 mg/100ml. Kadar
Zn tersebut lebih tinggi dari level normal konsentrasi Zn plasma darah ternak yang
berkisar antara 0,08-0,12 mg/100 ml (McDowell, 1992). Kondisi tersebut dapat
menggambarkan bahwa kebutuhan pedet akan Zn sudah terlampaui. Hal ini diperkuat
dengan tidak adanya korelasi antara konsumsi dengan absorpsi Zn. Mekanisme
homeostasis yang efektif untuk Zn melibatkan proses absorpsi dalam intestin.
Homeostasis terjadi melalui pengatran jumlah Zn yang diabsorpsi dan ekskresi
endogenusnya ke dalam feses. Kadar Zn ransum yang melebihi 100 ppm menunjukkan
bahwa kadar tersebut sudah mampu memenuhi kecukupan pedet akan Zn dan dapat
dinyatakan sudah melebihi kadar yang diperlukan. Menurut Parakkasi (1999)
konsentrasi Zn dalam pakan sangat mempengaruhi konsentrasi Zn dalam jaringan.
Gejala keracunan terkait kelebihan Zn dalam ransum pedet tidak terdeteksi hal ini
berarti bahwa kadar ransum maksimum dalam percobaan ini masih dapat ditolerir
oleh pedet percobaan.
39
Konsumsi Zn tidak berpengaruh nyata tehadap Zn darah. Konsentrasi Zn
darah pedet berada dalam level normal. Konsumsi Ca tidak meningkatkan
konsentrasi Zn darah. Hubungan konsumsi Zn dengan plasma Zn menggambarkan
bahwa kebutuhan Zn pedet sudah terpenuhi dan zn darah sudah jenuh.
40
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Inokulasi isolat bakteri dapat memacu peningkatan konsumsi bahan kering,
sehingga meningkatkan konsumsi nutrien khususnya mineral. Peningkatan konsumsi
mineral dapat meningkatkan absorpsinya, namun tidak meningkatkan kadar mineral
plasma, yang berarti bahwa kebutuhan Ca, P, Mg dan Zn pada pedet telah terpenuhi.
Saran
Kajian pengaruh inokulasi isolat bakteri terhadap ketersediaan dan utilisasi
mineral mikro perlu dilakukan lebih intensif pada skala percobaan yang lebih besar
mengingat perkembangan mikroba rumen diperkirakan dapat mengubah interaksi
dan ketersediaan mineral.
41
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima Kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hanya
karena pertolongan dan kemudahan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.
selaku pembimbing utama skripsi sekaligus pembimbing akademik dan Dr. Ir.
Kartiarso, M.Sc. selaku pembimbing anggota skripsi atas bimbingan, saran, nasihat
yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir.
Suryahadi, DEA selaku dosen pembahas seminar, Dr. Despal S.Pt. M.Sc.Agr dan Ir.
Afton Atabani, M.Si. sebagai dosen penguji sidang atas saran yang telah diberikan,
Ir Widya Hermana, M.Si sebagai panitia sidang.
Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terkira penulis haturkan kepada kedua
orang tua Bapak Juber Sihombing dan Ibu Sonti Rajagukguk yang selalu
mencurahkan kasih sayang yang tiada hentinya, doa, kesabaran, dukungan moril dan
material yang diberikan kepada penulis. Kepada adik penulis Hasoloan, Lisparyanda,
Toman Wanro, Indawati dan Budi terimakasih atas dukungan, keceriaan, dan atas
kebersamaannya. Semoga penulis dapat memenuhi harapan dan memberikan yang
terbaik.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Yayasan Karya Salemba
Empat, Bantuan Beasiswa Mahasiswa, Bank Eksport Import Indonesia, dan Alumni
Peternakan yang sudah memberikan beasiswa sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada diaspora PMK IPB, yang menjadi
tempat curhat penulis dalam suka dan duka sehingga saya semakin kuat menjalani
pergumulan hidup. Terima kasih juga penulis ucapkan buat asistensi Tesalonika
Tahun ajaran 2007/2008 yang selalu memberi dorongan kepada penulis. Terima
kasih juga buat Kak Anet, Tara, Priscilia, Fani dan Vera dimana kita selalu berbagi
suka dan duka.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dian, Iwan Prihantoro, S.Pt,
M.Si, Pak Ahmad, kak Fahmul, Ayu Puspita Sari, Ahmad Hadzik, Nurlita Rahayu,
Ninuk, Ina Winaningsih, dan Rizkinia Gunarsih yang telah banyak memberikan
bantuan dalam penelitian dan memberikan masukan dalam penyelesaian tugas akhir
ini. Terimakasihpun penulis ucapkan kepada, Wahyu, Melisda, Chiristina, Rara, Eka,
42
Ira dan Chandra, Jay, Melpa dan Dorlina, Conni. Christina, Novia yang telah
memberikan semangat dan menemani selama ini baik suka maupun duka, tidak lupa
juga penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman seperjuangan
Nutrisi’43 atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. Banyak sekali pelajaran
yang penulis dapat ambil selama kegiatan penelitian ini. Semoga pengalaman
tersebut bermanfaat untuk kegiatan penulis selanjutnya dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2010
Penulis
43
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. 1997. Pengaruh penggunaan probiotik Saccharomyces cerevisiae
dan Aspergillus oryzae dalam ransum pada populasi mikroba, aktivitas
fermentasi rumen, kecernaan, dan pertumbuhan sapi perah dara. Tesis.
Pogram Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Astuti, R. 2010. Isolasi dan seleksi bakteri pencerna serat asal rumen kerbau
berdasarkan pertumbuhannya pada berbagai pakan sumber serat. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Beauchemin, K. A. 1996. Using ADF and NDF in dairy cattle diet fomulation-a
western Canadian Pespective. Anim. Feed Science and Tech.58:101-111.
Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan
Srigandono. Gajah mada University Press,Yogyakarta.
Burns, M. J.1980. Role of zinc in physiological proceses. Auburn Veterinarian. 30(2)
: 45-47.
Church, D. C. 1988. Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. A Reston
Book, New Jersey.
Crampton , E. W. & L. E. Harris. 1969. Uses of Feedstuffs in The Formulation of
Livestock Ration. Applied Animal Nutrition. W. H. Freman and Co; San
Fransisco.
Collins M. D. & G. R. Gibson. 1999. Probiotics, Prebiotic, and Synbiotic:
approaches
for
modulating the microbial ecology of the gut. Am. J.
Clin. Nutr. 69 (suppl): 1052S -7S.
Darmono, 2007. Penyakit Defisiensi Mineral Pada Ternak Ruminansia dan Upaya
Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian, Bogor.
Dewi, D. S. 2002. Strategi pembangunan pakan ternak (studi kasus pada KUD
Karya Utama Sejahtera Cikajang). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Institut pertanian Bogor, Bogor.
Ensminger, M. E., J. E. Olfield. & W. W. Heinemann. 1990. Feed Nutrition. 2th
Edition, California.
Fahy, V. A. 1987. Zinc. DalamProceding Veterinary Clinical Toxicology. University
of Sydney. Sydney.
Gayatri, I. 2010. Kemampuan isolat bakteri asal rumen kerbau dalam mencerna
komponen pakan serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
44
Gill, H. S. & F. Guarner. 2004. Probitic and human health: a clinic perspective
Postgrad. Med. J.80: 516-526.
Hungate, R. E. 1966. The Rumen and It’s Microbes. Academic Press, New York.
Komisarczuk, S. & Durrand, M. 1991. Effect of Mineral on Microbial Metabolism
In Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. J.P. Journal (Ed)
INA publ. Versailes, France.
Maynard, L. A. & J. K. Loosi. 1962. Animal Nutrition.Fifth Edition. Mc Graw Hill
Book Co. lnc, New Work.
McDowell, L. R. 1992. Minerals and Human Nutrition. Academic Press, London.
Miller, J. K., N. Ramsey & F. C. Madson. 1988. The Trace Element. In :Church,
D.C.(Ed). The Ruminal Animal: Digestive, Physiology and Nutritiontion.
Prentice Hall, New Jersey.
Mubasyir, H. M. 1998. Pengaruh penambahan faktor pertumbuhan terhadap
aktivitas isolat bakteri rumen kerbau yang beradaptasi pada subtrat
hemiselulosa dalam mencerna dinding sel jerami padi. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Petanian Bogor, Bogor.
National Research Council. 1978. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. National
Academy of Science. Washington. D. C.
National Research Council. 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6th
Ed.Revised National Academy of Science. Washington. D.C.
Olson, T. M. 1951. Element of Drying. The McMilland Company, New York.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Perry, T. W., A. E. Cullison, & R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. Sixth
Edition. Pearson Education, lnc., Upper Saddle River, New Jersey.
Restz, L. L., Smith W. H. & Plumlee M. P. 1960. A simple wet oxidation procedure
for biological material. Animal Science Departement, Purdue University,
West La Fayeetee. Animal Chemistry 32:1728.
Roy, J. H. B. 1980. The Calf, Studies in Agriculture and Food Science. 4th
Edition. Butterworths, London.
Ruckebusch, Y. & P. Thivend, 1980. Digestive Physiologi and Metabolism in
Ruminant. Avi Publishing Co. Westport, Connecticut.
Sonjaya, H. 1996. Respons profil makro mineral darah terhadap suplementasi
mineral pada sapi Bali Jantan Muda yang Berasal dari Tiga Daerah berbeda.
20(2): 116-123.
45
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1997. Principles and Biometrical Approach, 3rd
Edition. Mc Graw. Hill, Inc, Singapore.
Sudono, M. A. W. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak.
Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suharlina. 2006. Kelarutan mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P) beberapa jenis pohon
secara in vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syamsu. J. A, M Hikmah., Hikmah. & E Abustam. 2002. Kajian terhadap jerami
padi hasil fermentasi oleh probiotik sebagai pakan sapi Bali di Sulawesi
Selatan. J. Ilmu Ternak. 2(2). 46-49.
Syarief. M. Z. & Sumoprastowo, R. M. 1984. Ternak Perah. Yasaguna, Jakarta.
Tilman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo. & S.
Lebdosukujo. 1998. Ilmu Makanan Tenak Dasar. Cetakan ke- 6. Fakultas
Peternakan. Universitas Gajah Mada. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Underwood, E. J. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. Second Edition.
Commonwealth Agricultural Bureaux, London.
Underwood, E.J. & N.F.Suttle. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock. Third
Edition. CABI Publishing, London.
Williamson, F. G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Terjemahan: Dmadja, D. Cetakan ketiga. Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Wizna, H. Abbas., Y. Rizal., A. Dharma, & I. P. Kompiang. 2003. Potensi bakteri
Bacillus Amyloliquefaciens serasah hutan sebagai inokulum fermentasi pakan
berserat tinggi. J Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. 8(3) 212-220.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Ca Darah
SK
Db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
1
0,03
0,03
0,03
4,90
7,42
Galat
6
6,5
1,09
Total
7
6,53
Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi NDF
NDF
db
JK
KT
Perlakuan
1
358037,5
358037
Galat
6
217057,8
36176,3
Total
7
575095,3
Fhit
)
9,89*
F 0,05
F 0,01
5,99
13,75
Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Tanda *) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi ADF
ADF
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
1
85720
85720
9,90*)
5,99
13,75
Galat
6
59676,54
8661,21
Total
7
137688,30
Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Tanda **) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi SK
SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
1
18386
18386
9,897*)
5,99
13,75
Galat
7
11146,72
1857,78
Total
8
29533,25
Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
48
Tanda *) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ca
Ca
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
1
17,15
17,15
11,13*)
5,99
13,75
Galat
6
9,278
1,54
Total
7
26,43
Keterangan: SK = Sumber Keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Tanda *) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
49
Download