1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal layak, mendapatkan lingkungan hidup yang baik, mempunyai hak untuk dapat hidup yang layak atas kesehatan dan kehidupan serta keluarganya termaksud makanan, perumahan dan pelayanan sosial yang dibutuhkan untuk diperlakukan yang sama merupakan kebutuhan pokok manusia.1 Kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar (basic need) disamping sandang dan pangan.2 Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui pengawasan penyelenggaraan perumahan demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945.3 Peranan Negara adalah mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana kondusif, demi terciptanya tujuan pembangunan nasional/daerah. Masyarakat juga berperan sebagai perilaku utama program pembangunan perumahan yang dijalankan.4 Kegiatan masyarakat dan pemerintah harus saling mendukung dan melengkapi sehingga terjadi satu kesatuan langkah.5 Tanah merupakan sumber daya penting dan strategis kerena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar. Disamping itu tanah juga 1 Paulus Haryono, sosiologi kota untuk arsitek, (Jakarta:bumi aksara, 2007), hal 1. Sunarti Hartono, Hukum Pembangunan Indonesia, (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman 1982),hal 2. 3 Undang – undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Pasal 129 4 AP Parlindungan, Hukum Agraria Beberapa Pemikiran dan Gagasan, (Medan:USU Press 1998), hal 79 5 Landasan Hukum International yang dituangkan dalam DUHAM (Deklarasi Umum HAM Pasal 25 ayat (1). 2 1 Universitas Sumatera Utara 2 memiliki karakteristik yang bersifat multidimensi, multisektoral dan memiliki kompleksitas yang tinggi. Sebagaimana diketahui masalah tanah memang merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik, bahkan untuk Indonesia. Tanah juga mempunyai nilai religius yang tidak dapat diukur secara ekonomis. Tanah juga dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa sehingga perlu campur tangan negara untuk mengaturnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusional sebagaimana tercantum pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan yang alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat’’ Negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat pada tingkatan tertinggi, menguasai tanah untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui: 1. Pengaturan hubungan hukum orang dengan tanah. 2. Mengatur perbuatan hukum orang terhadap tanah, dan 3. Perencanaan persediaan peruntukan dan penggunaan tanah bagi kepentingan umum. Negara berwenang untuk mengatur tentang peruntukan, persedian dan penggunaan tanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat luas Dalam undang undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, pada Pasal 2 ayat (1) ditegaskan lagi bahwa bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Dengan mengacu pada ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 2 UUPA tentang penguasaan oleh Negara, maka dalam hal ini Pemerintah perlu membuat rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa serta Universitas Sumatera Utara 3 kekayaan yang terkandung didalamnya, seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 UUPA untuk keperluan: 1. Negara. 2. Peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dara Ketuhana Yang Maha Esa. 3. Pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan. 4. Memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu 5. Memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian dan kelangsungan hidup, penyedia lapangan kerja dan penyedia pangan, pelaksanaan alih fungsi tanah dilakukan dengan memperhatikan peran tanah untuk kepentingan umum dalam kehidupan manusia, sehubungan dengan itu, pengendalian tanah pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang cukup tepat untuk tetap memelihara sektor pertanian dalam kapasitas penyedia pangan dalam kaitannya untuk mencegah menurunnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multifungsi tanah pertanian.6 Perubahan spesifik dari penggunaan tanah pertanian menjadi pemukiman ataupun untuk kepentingan umum yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi lahan dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial.7 6 Direktorat Pangan dan Pertanian, Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2006, hal.10 7 Iqbal, dan Sumaryanto, strategi penegendalian alih fungsi lahan, Bogor, Pusat kebijakan pertanian, 2007, hal 167 Universitas Sumatera Utara 4 Meningkatnya kebutuhan akan tanah yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh swasta membawa konsekuensi pada pemerintah untuk menyediakan lahan bagi kegiatan tersebut, sementara lahan yang tersedia bersifat terbatas. Keadaan ini memaksa pemerintah untuk melakukan pengambil alihan tanah rakyat. Alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian terjadi secara meluas sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanah.8 Pertumbuhan penduduk yang cepat diikuti dengan kebutuhan perumahan menjadikan lahan-lahan pertanian berkurang diberbagai daerah. Lahan yang semakin sempit semakin terfragmentasi akibat kebutuhan perumahan dan lahan industri.Petani lebih memilih bekerja di sektor informal daripada bertahan di sektor pertanian. Daya tarik sektor pertanian yang terus menurun juga menjadikan petani cenderung diikuti dengan alih fungsi lahan.9 Pemilik lahan mengalihfungsikan lahan pertaniannya untuk kepentingan non pertanian oleh karena mengharapakan keuntungan lebih. Secara ekonomis lahan pertanian, terutama sawah, harga jualnya tinggi karena biasanya berada di lokasi yang berkembang. Namun, bagi petani penggarap dan buruh tani, alih fungsi lahan menjadi 8 Widjanarko,dkk, Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (sawah). Jakarta. Pusat Penelitian dan pengembangan BPN, 2006. Hal 60 9 Gunanto, E.S. Konversi Lahan Pertanian Mengkhawatirkan . PT. Raja Persada Grafika 2007, hal 35 Universitas Sumatera Utara 5 bencana karena mereka tidak bisa beralih pekerjaan. Para petani semakin terjebak dengan semakin sempitnya kesempatan kerja sehingga akan menimbulkan masalah sosial yang pelik. Alih fungsi tanah yang semula untuk pertanian menjadi tanah non pertanian adalah faktor utama dari semakin sedikitnya tanah pertanian. Selain berkurangnya lahan untuk pertanian, dalam arti untuk menghasilkan bahan–bahan pangan dan menyediakan lapangan pekerjaan sebagai fungsi utama dari tanah pertanian tersebut, maka dapat diartikan pula semakin berkurangnya tanah yang subur akibat pada rusaknya sistem ekositem yaitu sebagai penyerap/penampung air hujan, pencegah banjir dan erosi dan pelindung atas lingkungan. Semakin seringnya banjir dan tanah longsor adalah salah satu akibat yang disebabkan semakin bertambahnya tanah kritis, baik itu karena pengalihfungsi tanah pertanian menjadi non pertanian ataupun penatagunaan tanah yang tidak tepat dan bertentangan dengan Undang – Undang Tentang Penataan Ruang. Didalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pasal 3 dijelaskan bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandasakan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Perlu diperhatikan, bahwa di samping derasnya pembangunan sehingga masalah pembebasan tanah sampai pada pencabutan hak atas tanah yang sifatnya sensitif sekali. Berkembangnya sektor industri, dan properti pada era pertumbuhan ekonomi pada umumnya telah memberikan tekanan pada sektor pertanian, terutama Universitas Sumatera Utara 6 tanah sawah. Konflik penggunaan dan pemanfaatan tanah bersifat dilematis mengingat peluang perluasan areal pertanian sudah sangat terbatas, sementara tuntutan terhadap kebutuhan tanah untuk perkembangan industri dan properti semakin meningkat. Dengan demikian perubahan penggunaan lahan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi regional tidak mungkin dapat dihindarkan. Bila keadaan ini tidak segera diatasi dengan pengembangan kebijakan pertanahan maka kelangsungan sistem pertanian sulit dipertahankan, mengingat tiga dekade terakhir belum ada sesuatu terobosan teknologi dan kelembagaan yang mampu mengkompensasi penurunan produksi pertanian akibat berkurangnya tanah-tanah pertanian yang dirubah kepenggunaan lain. Dalam Undang-Undang Nomor 56 tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian tidak diberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan tanah pertanian. Berhubung dengan itu dalam Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tanggal 5 Januari 1961 No. Sekra 9/1/12 tentang pengertian tanah pertanian, diberikan penjelasan sebagai berikut : “Yang dimaksud dengan “Tanah Pertanian” ialah juga semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk perumahan dan perusahaan.Bila atas sebidang tanah berdiri rumah tempat Universitas Sumatera Utara 7 tinggal seseorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan berapa luas bagian yang dianggap halaman rumah dan berapa yang merupakan tanah pertanian”. 10 Perumahan atau pemukiman juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang – undang Dasar (UUD) 1945 dan Pasal 28 UUD 1945, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu setiap Warga Negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu rumah juga merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa. Pengertian perumahan atau pemukiman sendiri menurut ketentuan Undang – Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman adalah Perumahan adalah Kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun pedesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni, sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan”. 11 Pengambilan tanah dengan dalih untuk kepentingan umum, kadang mencederai masyarakat, karena pemanfaatan tanah yang diambil oleh pemerintah 10 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, sejarah pembentukan undang – undang pokok agraria isi dan pelaksanaanya , jakarta, Penerbit djambatan , 2005, hal 18 11 UU No. 1 Tahun 2011 Op.cit Universitas Sumatera Utara 8 tidak sebagaimana rencana semula, bahkan cenderung melahirkan kesengsaraan masyarakat bekas pemegang hak. Tidak jarang dengan dalih kepentingan umum, tanah masyarakat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan kepentingan umum tersebut. Demikian juga tidak jarang pengambil alihan tanah ini akan menyisakan permasalahan hukum. Ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yakni pertama, dilakukan dengan cara biasa, yakni melalui jual beli, tukar menukar, dan lain-lain, kedua, dilakukan dengan melalui lembaga pengadaan tanah dan, ketiga dilakukan melalui lembaga pencabutan hak atas tanah. Hal itu harus tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku karena tidak seluruh tanah pertanian dapat di alih fungsikan, hal ini tertera dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang menyatakan bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan, kecuali diperuntukan untuk kepentingan umum dan terjadi bencana, sesuai dengan bunyi ayat (2) . Oleh karena itu pengalihan fungsi tanah pertanian harus tetap sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah agar setiap Hak atas tanah tetap memiliki fungsi sosial. Didalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pasal 3 bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandasakan wawasan nusantara Universitas Sumatera Utara 9 dan ketahanan nasional dengan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan akibat dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Seperti telah disebut diatas, gencarnya perubahan fungsi tanah ini bukan hanya karena peraturan perundang-undangan yang tidak efektif, baik itu dari segi substansi ketentuannya yang tidak jelas dan tegas, maupun penegakannya yang tidak didukung oleh pemerintah itu sendiri sebagai pejabat yang berwenang memberikan izin perubahan fungsi suatu tanah. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi semua kalangan, terutama pembuat kebijakan tata guna tanah. Seperti halnya telah disebutkan dalam UUPA sebagai peraturan induk dari Hukum Agraria Nasional. Bahwa atas dasar Hak Menguasai Negara maka pemerintah membuat rencana umum tentang persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam rangka sosialisme Indonesia dan bertujuan untuk sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat. 12 Selain dipengaruhi oleh keadaan tanah, perubahan fungsi tanah juga dipengaruhi oleh banyak faktor lain terutama perkembangan ekonomi dan sosial. Untuk mengontrol perubahan fungsi tanah tersebut, salah satunya adalah dengan cara pengaturan Fatwa Tata Guna Tanah. Pada masa pemerintahan Orde Lama, hal ini diatur oleh Peraturan Direktur Jenderal Agraria Nomor 2 tahun 1968 tentang Fatwa Tata Guna Tanah yang kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri 12 Undang-undang no 5 tahun 1960 tentang Ketentuan dasar Pokok – pokok agraria (UUPA) pasal 14 ayat (1). Universitas Sumatera Utara 10 Nomor 3 tahun 1978 tentang Fatwa Tata Guna Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 yang diterbitkan pada tanggal 10 Mei 2004 tentang penatagunaan tanah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah pasal 17 ayat (1) disebutkan Pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan apabila tidak mengubah pemanfaatannya. Penatagunaan tanah selain dalam kerangka sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, juga harus memperhatikan kewajiban pemeliharaan tanah dalam arti menjaga dan menambah kesuburannya, serta mencegahnya dari kerusakan sebagaimana telah ditentukan oleh Undang – undang Pokok Agraria pasal 15 menyebutkan , Memeliharan tanah termaksud menambah keseburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap – tiap orang, bahkan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah. Dan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 18 ayat (1) mengatakan setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Ditentukan bahwa pada asasnya perubahan tata guna tanah harus disertai dengan fatwa tata guna tanah yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.Fatwa ini merupakan penilaian tehnis objektif dan merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mengusulkan penyelesaian permohonan suatu hak atas tanah dan Universitas Sumatera Utara 11 pemberian izin perubahan penggunaan tanah. Isinya terdiri dari keadaan penggunaan tanahnya, kemampuan tanah, persediaan air, kemungkinan pengaruhnya terhadap daerah sekitarnya, rencana induk dan denah perusahaan, aspek sosial ekonomi penggarapan tanah dan aspek asas-asas tata guna tanah. 13 Dalam hal alih fungsi tanah Pertanian menjadi tanah perumahan disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan kebutuhan akan pembangunan perumahan dan pemukiman setiap tahunnya meningkat, yaitu karena : Tingginya tingkat kelahiran anak, tidak terbendungnya arus urbanisasi ke daerah perkotaan, adanya minat, untuk memeliki rumah yang berlebihan dan lain sebagainya, terjadi alih fungsi dari penggunaan rumah itu sendiri. Contoh : rumah digunakan untuk kantor, untuk sarang burung walet, dan lain-lain. 14 Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 menyebutkan tujuan pembangunan perumahan dan permukiman yaitu : 1. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman 2. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan. 3. Meningkatkan daya guna dan hasil sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan. 13 14 Abdurrahman, Beberapa aspekta tentang hukum agraria, jakarta 1983, hal 68. Affan Mukti, Pokok-pokok bahasan Hukum Agraria, USU press, 2006, hal 109 Universitas Sumatera Utara 12 4. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman 5. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, dan 6. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Kabupaten Serdang Bedagai sebagai daerah otonom dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara, dimana mempunyai luas wilayah 1.900.22 km2 terdiri dari 17 Kecamatan dan 243 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk 602.522 jiwa. Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu lumbung beras di Propinsi Sumatera Utara, dimana produksi beras Kabupaten Serdang Bedagai dari tahun ke tahun terus meningkat dan berpotensi besar untuk mengembangkan usaha di bidang pertanian, tetapi di tahun 2015 mengalami penurunan dikarenakan luas tanah pertanian semakin berkurang. Di tahun 2010 luas tanah pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai mencapai 41.057 hekatar, dan pada tahun berikutnya 2011 – 2015 luas tanah pertanian semakin menurun drastis yaitu 38.502 hektar, 15 dimana antara tahun 2011-2015 tanah pertanian berkurang 2.555 hektar atau berkurang 16% dalam kurung waktu 5 tahun, dimana penggunaan tanah pertanian berkurang karena di alihfungsikan untuk perumahan dan industri. 15 Wawancara dengan Bapak Fathruzi SP, Kepala Seksi Pertanian Kabupaten Serdang Bedagai. Kamis, 18 Agustus 2016 Pukul 14.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 13 Berdasarkan Uraian latar belakang diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tesis ini mengambil judul tentang “Analisis Hukum Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Perumahan Di Kabupaten Serdang Bedagai”. Adapun alasan penulis memilih kabupaten serdang Bedagai sebagai tempat penelitian tesis ini dikarenakan Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang sebagian besar wilayahnya merupakan Pertanian namun karena kabupaten ini adalah merupakan kabupaten pemekaran sehingga pembangunan di Kabupaten Serdang Bedagai mengalami kemajuan pesat dan banyak para Investor ataupun developer yang tertarik membangun perumahan maupun Rumah Toko untuk usaha. Terutama pada saat sekarang ini Kabupaten Serdang Bedagai juga merupakan kabupaten yang dilewati pembangunan jalan tol dari Medan – Tebing Tinggi sepanjang 80 km Sehingga terdapat banyak pembebasan tanah pertanian masyarkat yang di alihfungsikan untuk keperluan kepentingan umum seperti pembangunan Jalan Tol tersebut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, dapat disimpulkan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Mengapa terjadi percepatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah perumahan di Kabupaten Serdang Bedagai 2. Dampak apa saja yang ditimbulkan dari Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Perumahan Di Kabupaten Serdang Bedagai Universitas Sumatera Utara 14 3. Bagaimana peranan pemerintah dalam mengatasi percepatan Alih Fungsi tanah Pertanian menjadi tanah perumahan di Kabupaten Serdang Bedagai? C. Tujuan Penelitian. 1. Untuk mengetahui mengapa begitu cepat terjadi alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah perumahan di Kabupaten Serdang Bedagai, 2. Untuk Mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan dari alih Fungsi tanah pertanian menjadi tanah perumahan 3. Untuk mengetahui dan menganalis peranan pemerintah kabupaten Serdang Bedagai dalam mengatasi terjadinya percepatan terhadap alih fungsi tanah pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai. D. Manfaat Penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis agar dapat bermanfaat, antara lain : 1. Manfaat secara teoritis. a. Diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalah yang sedang diteliti. b. Diharapkan dapat digunakan menjadi sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Agraria pada khususnya dan penilitian ini dapat menambah bahan terutama mengenai perubahan fungsi tanah (konversi). Universitas Sumatera Utara 15 c. Diharapkan dapat menambah referensi sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang apabila melakukan peneitian dibidang yang sama dengan bahan yang diteliti. 2. Manfaat secara praktis a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak – pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini. b. Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum dan menambah pengetahuan penilitian yang berkaitan dengan perubahan fungsi tanah. E. Keaslian Penelitian. Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penilitian mengenai : “Analisis Hukum Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Perumahan Di Kabupaten Serdang Bedagai”. Belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga dengan demikian penilitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan penulusuran kepustakaan sementara dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik ini, antara lain : 1. Bukhari, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2008, dengan judul Universitas Sumatera Utara 16 “Problematika Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum (studi kasus pada pembangunan Kampus Unimal di Desa Reuleut Timur Kecamatana Muara Batu Kabupaten Aceh Utara”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti : a. Apakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan Kampus Universitas Malikussaleh sudah sesuai dengan prosedur, b. hambatan apa yang ditemui pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Kampus Universitas Malikussaleh c. upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemui antara pemilik tanah dan Universitas Malikussaleh di lapangan. 2. Enrico Nugraha Simatupang, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2010, dengan judul “Suatu Kajian Hukum Status dan Eksitensi tanah marga yang dijadikan fasilitas umum oleh Pemerintah Kabupaten Dairi”. Dengan beberapa permasalahan yang diteliti : a. Bagaimana eksitensi tanah marga di Kecamatan Sidikkalang yang menurut masyarakat adat haknya diambil oleh Negara b. Bagaimana proses peralihan kepemilikan tanah marga yang dijadikan fasilitas umum oleh pemerintah Kabupaten Dairi dan c. Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Dairi untuk memperoleh kepastian hukum hak atas tanah yang telah dibangun fasilitas umum. Universitas Sumatera Utara 17 3. Stephanus Elgin, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2003, dengan judul “Tanggung Jawab pengembang perumahan terhadap konsep pengembangan pemukiman terpadu yang berwawasan lingkungan, studi terhadap perusahaan pengembang perumahan di Kota Medan, dengan beberapa permasalahan yang diteliti : a. Apakah konsep wawasan lingkungan telah termaksud dalam peraturan perusahaan pengembang perumahan dan pemukiman b. Apakah perusahaan pengembang telah melaksanakan konsep pengembangan perumahan dan pemukiman terpadu c. Bagaimana penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan pengembang dan bentuk sanksinya. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematikan masalah yang dibicarakan dan teori juga bisa mengandung subjektivitas apabila berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks.16 Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran – pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.17 16 Satijpto, Rahardjo, Ilmu Hukum ,cetakan ke 6, Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 253 Soejono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal 122 17 Universitas Sumatera Utara 18 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Dalam penelitian ilmiah kerangka teori menjadi landasan yang sangat penting serta teori mengacu sebagai pemberi sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan serta lebih baik.18 Teori merupakan bagian fundamental dalam penelitian ini, untuk itu akan memudahkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta–fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 19 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya. Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasilhasil penelitian yang terlebih dahulu.20 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori Kemanfaatan Hukum. Aliran Utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Adapun ukuran kemanfaatan hukum yaitu kebahagian yang sebesar-besarnya bagi orang-orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau 18 Satjipto Rahardjo, Op.cit hal 259 J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, asas –asas FE UI, Jakarta, 1996, hal 203 20 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, PT.Sofmedia, Medan, 2012, hal 80 19 Universitas Sumatera Utara 19 tidak.21 Utilitarianisme meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama dari hukum, kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happines), yang tidak mempermasalahkan baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung kepada pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.22 Penganut aliran Utilitarianis memempunyai prinsip bahwa manusia akan melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan sebanyakbanyaknya kepada warga masyarakat yang didasari oleh falsafah sosial yang mengungkapkan bahwa setiap warga negara mendambakan kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya.23 Ajaran Bentham dikenal sebagai Utilitarianisme individual, yang menyatakan bahwa baik buruknya suatu perbuatan akan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Bentham mencoba menerapkannya di bidang hukum yaitu perundang-undangan di mana baik buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut. Sehingga undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Oleh karena itu diharapkan agar pembentuk undang-undang harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual. Lebih lanjut Bentham 21 Lilik Rasyidi, dan Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta : Sinar Grafika,2010, hal 59. Muh. Erwin, Filsafat Hukum ; Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2011, hlm 179. 23 Darji Darmodihardjo, dalam Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum; Edisi lengkap (Dari Klasik sampai Postmoderenisme), Jogyakarta : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011, hlm 159. 22 Universitas Sumatera Utara 20 berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum sematamata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.24 Ajaran Bentham dikenal dengan sifat individualis di mana pandangannya beranjak pada perhatiannya yang besar pada kepentingan individu. Menurutnya hukum pertama-tama memberikan kebahagian kepada individu-individu tidak langsung kemasyarakat. Namun demikian Bentham tetap memperhatikan kepentingan masyarakat. Untuk itu, Bentham mengatakan agar kepentingan idividu yang satu dengan kepentingan individu yang lain tidak bertabrakan maka harus dibatasi sehingga individu yang satu tidak menjadi mangsa bagi individu yang lainnya (homo homini lupus). Selain itu, Bentham menyatakan bahwa agar tiap-tiap individu memiliki sikap simpati dengan individu yang lainnya sehingga terciptanya kebahagiaan individu maka dengan sendirinya maka kebahagiaan masyarakat akan terwujud. 25 Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah John Stuar Mill. Sejalan dengan pemikiran Bentham, Mill memiliki pendapat bahwa suatu perbuatan hendaknya bertujuan untuk mencapai sebanyak mungkin kebahagian. Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang 24 Lilik Rasyidi, dan Ira Thania Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2004, hlm 64. 25 Darji Darmodiharjo, dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum ; Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm, 118. Universitas Sumatera Utara 21 hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.26 Mill setuju dengan Bentham bahwa suatu tindakan hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill menyatakan bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya, akan tetapi bahwa asal-usul kesadaran akan keadilan itu tidak diketemukan pada kegunaan, melainkan pada dua hal yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati. Menurut Mill keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. 27 Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa pengambil alihan tanah masyarakat untuk kepentingan pemukiman ataupun untuk kepentingan umum harus didasari dan mengutamakan kepentingan masyarakat setempat, terlebih apakah alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah perumahan dapat memberikan manfaat atau malah sebaliknya. 2. Konsepsi Dalam kerangkan Konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.28 Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang 26 H.R Otje Salman, S, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung : PT. Refika Aditama, 2010, hlm 44. 27 Bodenheimer, dalam Satjipto, Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006, Hlm 277. 28 Soerjono, Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I, Cetakan 7, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal 7 Universitas Sumatera Utara 22 konkrit. Konsepsi merupakan definisi operasional dari inti sari objek penelitian yang dilaksanakan. Pentingnya definsi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Dalam penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangkan konsepsi atau definisi operasional, sebagai berikut : Analisis Hukum adalah yaitu upaya pemahaman tentang struktur sistem hukum dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum, unsur-unsur khas dari konsep yuridis, subyek hukum, kewajiban hukum, hak, hubungan hukum, badan hukum dan sebagainya. Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavasky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavasky mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. 29 Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar- 29 Nurdin Usman, Konteks Implementasi berbasis Kurikulum.(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002), hal 70. Universitas Sumatera Utara 23 besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar. 30 Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian. Dalam rangka dilakukannya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan permohonannya melalui mekanisme perijinan. Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat melalui ijin lokasi atau ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Tanah Pertanian adalah usaha manusia mengelola lahan adan agroeksisten dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta kesahjetraan rakyat.31 pertanian merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan manusia, tanpa adanya kehidupan dari pertanian maka akan sulit lah kita mewujudkan kehidupan ini. Tanah Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan”.32 G. Metode Penelitian Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu 30 Adi Sasono, dan Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 13 31 Undang nomor 41 Tahun 2009, ketentuan umum. Hal 3 32 Affan, Mukti, Op.cit hal 109 Universitas Sumatera Utara 24 pengetahuan. 33 Usaha mana dilakukan dengan metode – metode ilmiah yang disebut dengan Metodologi Penelitian. 34 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data sehingga analisis data yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah – kaidah penelitian sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian hukum tidak terlepas dengan jenis penelitian Normatif dan Empris. Penelitian Normatif yang biasa disebut sebagai penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan. Yang dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur sehingga menjadi bahasa hukum dan Penelitian Hukum Empiris yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Normatif. 2. Sifat Penelitian. Penelitian ini bersifat Deskriftif. Penelitian Deskriftif adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting 33 Muslam, Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press Malang, 2009 Hal 91. 34 Sutrisno, Hadi, Metodologi Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1973, Hal 5 Universitas Sumatera Utara 25 sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi sosial. Yang memfokuskan pengumpulan data – data awal tanah pertanian sawah dan bagaimana proses alih fungsi tanah pertanian dengan mudah di alih fungsikan dan gejala-gejala lainnya. Yang bertujuan untuk menemukan Fakta belaka (Fact finding) dari suatu perundang-undangan. Dan juga menemukan masalah (Problem finding) dari alih fungsi tanah pertanian tersebut dan selanjutnya (Problem solution) untuk mengatasi masalah-masalah dari alih fungsi tanah pertanian seperti sawah tersebut. 35 3. Sumber Data. Penelitian ini menilitik beratkan pada studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, menggunakan data sekunder. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsiparsip, bahan pustaka data resmi pada instansi Pemerintah, Undang – undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu Undang – undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Perundang – Undangan Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. b. Bahan Hukum Sekunder yaitu Bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa buku, hasil-hasil penelitian, tulisan atau pendapat pakar-pakar hukum. 35 Soerjono, Soekanto, Op.cit Hal 9 Universitas Sumatera Utara 26 c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet serta makalahmakalah yang berkaitan dengan objek penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data. Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui : a. Studi Kepustakaan Menurut Bambang Wajuyo, “Sebagai penelitian hukum yang bersifat normative, Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran Literature Kepustakaan, Peraturan Perundang-Undangan, Majalah, Koran, Artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian. 36 5. Analisis Data. Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat deskriftif analitis, dimana analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan. Data kualitatif bersifat mendalam dan rinci, sehingga juga bersifat panjang lebar. Akibatnya analisis data kualitis bersifat spesifik, terutama untuk meringkas data dan menyatukannya dalam 36 Bambang Wajuyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta 1996 hal 14 Universitas Sumatera Utara 27 suatu alur analisis yang mudah dipahami pihak lain. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deduktif artinya semua data diungkapkan terlebih dahulu dalam hal-hal yang bersifat umum kemudian dikerucutkan menjadi pengungkapan data yang bersifat khusus.37 37 Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitas, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal 103 Universitas Sumatera Utara