1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang berhak

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal
layak, mendapatkan lingkungan hidup yang baik, mempunyai hak untuk dapat hidup
yang layak atas kesehatan dan kehidupan serta keluarganya termaksud makanan,
perumahan dan pelayanan sosial yang dibutuhkan untuk diperlakukan yang sama
merupakan kebutuhan pokok manusia.1 Kebutuhan akan tempat tinggal merupakan
kebutuhan dasar (basic need) disamping sandang dan pangan.2 Negara bertanggung
jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui pengawasan penyelenggaraan
perumahan demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945.3 Peranan Negara adalah
mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana kondusif, demi terciptanya
tujuan pembangunan nasional/daerah. Masyarakat juga berperan sebagai perilaku
utama program pembangunan perumahan yang dijalankan.4 Kegiatan masyarakat dan
pemerintah harus saling mendukung dan melengkapi sehingga terjadi satu kesatuan
langkah.5
Tanah merupakan sumber daya penting dan strategis kerena menyangkut
hajat hidup seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar. Disamping itu tanah juga
1
Paulus Haryono, sosiologi kota untuk arsitek, (Jakarta:bumi aksara, 2007), hal 1.
Sunarti Hartono, Hukum Pembangunan Indonesia, (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman 1982),hal 2.
3
Undang – undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Pasal
129
4
AP Parlindungan, Hukum Agraria Beberapa Pemikiran dan Gagasan, (Medan:USU Press
1998), hal 79
5
Landasan Hukum International yang dituangkan dalam DUHAM (Deklarasi Umum HAM
Pasal 25 ayat (1).
2
1
Universitas Sumatera Utara
2
memiliki karakteristik yang bersifat multidimensi, multisektoral dan memiliki
kompleksitas yang tinggi. Sebagaimana diketahui masalah tanah memang merupakan
masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik,
bahkan untuk Indonesia. Tanah juga mempunyai nilai religius yang tidak dapat
diukur secara ekonomis.
Tanah juga dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa
sehingga perlu campur tangan negara untuk mengaturnya. Hal ini sesuai dengan
amanat konstitusional sebagaimana tercantum pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,
yang berbunyi:
“Bumi, air dan kekayaan yang alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat’’
Negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat pada tingkatan tertinggi, menguasai
tanah untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui:
1. Pengaturan hubungan hukum orang dengan tanah.
2. Mengatur perbuatan hukum orang terhadap tanah, dan
3. Perencanaan persediaan peruntukan dan penggunaan tanah bagi kepentingan
umum.
Negara berwenang untuk mengatur tentang peruntukan, persedian dan
penggunaan tanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat luas
Dalam undang undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, pada Pasal 2 ayat (1) ditegaskan lagi bahwa
bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Dengan mengacu pada ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 2 UUPA
tentang penguasaan oleh Negara, maka dalam hal ini Pemerintah perlu membuat
rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa serta
Universitas Sumatera Utara
3
kekayaan yang terkandung didalamnya, seperti yang disebutkan dalam Pasal 14
UUPA untuk keperluan:
1. Negara.
2. Peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dara Ketuhana Yang
Maha Esa.
3. Pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain
kesejahteraan.
4. Memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta
sejalan dengan itu
5. Memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam
perekonomian dan kelangsungan hidup, penyedia lapangan kerja dan penyedia
pangan, pelaksanaan alih fungsi tanah dilakukan dengan memperhatikan peran tanah
untuk kepentingan umum dalam kehidupan manusia, sehubungan dengan itu,
pengendalian tanah pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang cukup
tepat untuk tetap memelihara sektor pertanian dalam kapasitas penyedia pangan
dalam kaitannya untuk mencegah menurunnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi
dalam jangka panjang mengingat sifat multifungsi tanah pertanian.6
Perubahan spesifik dari penggunaan tanah pertanian menjadi pemukiman
ataupun untuk kepentingan umum yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi
lahan dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Alih fungsi lahan pertanian yang
tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam
jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial.7
6
Direktorat Pangan dan Pertanian, Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian,
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2006, hal.10
7
Iqbal, dan Sumaryanto, strategi penegendalian alih fungsi lahan, Bogor, Pusat kebijakan
pertanian, 2007, hal 167
Universitas Sumatera Utara
4
Meningkatnya kebutuhan akan tanah yang diperuntukkan bagi kegiatan
pembangunan baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh swasta membawa
konsekuensi pada pemerintah untuk menyediakan lahan bagi kegiatan tersebut,
sementara lahan yang tersedia bersifat terbatas. Keadaan ini memaksa pemerintah
untuk melakukan pengambil alihan tanah rakyat.
Alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian terjadi secara meluas sejalan
dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan kepada aspek pertumbuhan
melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri
dalam penyediaan tanah.8
Pertumbuhan penduduk yang cepat diikuti dengan kebutuhan perumahan
menjadikan lahan-lahan pertanian berkurang diberbagai daerah. Lahan yang semakin
sempit semakin terfragmentasi akibat kebutuhan perumahan dan lahan industri.Petani
lebih memilih bekerja di sektor informal daripada bertahan di sektor pertanian. Daya
tarik sektor pertanian yang terus menurun juga menjadikan petani cenderung diikuti
dengan alih fungsi lahan.9
Pemilik lahan mengalihfungsikan lahan pertaniannya untuk kepentingan non
pertanian oleh karena mengharapakan keuntungan lebih. Secara ekonomis lahan
pertanian, terutama sawah, harga jualnya tinggi karena biasanya berada di lokasi yang
berkembang. Namun, bagi petani penggarap dan buruh tani, alih fungsi lahan menjadi
8
Widjanarko,dkk, Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian
(sawah). Jakarta. Pusat Penelitian dan pengembangan BPN, 2006. Hal 60
9
Gunanto, E.S. Konversi Lahan Pertanian Mengkhawatirkan . PT. Raja Persada Grafika
2007, hal 35
Universitas Sumatera Utara
5
bencana karena mereka tidak bisa beralih pekerjaan. Para petani semakin terjebak
dengan semakin sempitnya kesempatan kerja sehingga akan menimbulkan masalah
sosial yang pelik.
Alih fungsi tanah yang semula untuk pertanian menjadi tanah non pertanian
adalah faktor utama dari semakin sedikitnya tanah pertanian. Selain berkurangnya
lahan untuk pertanian, dalam arti untuk menghasilkan bahan–bahan pangan dan
menyediakan lapangan pekerjaan sebagai fungsi utama dari tanah pertanian tersebut,
maka dapat diartikan pula semakin berkurangnya tanah yang subur akibat pada
rusaknya sistem ekositem yaitu sebagai penyerap/penampung air hujan, pencegah
banjir dan erosi dan pelindung atas lingkungan. Semakin seringnya banjir dan tanah
longsor adalah salah satu akibat yang disebabkan semakin bertambahnya tanah kritis,
baik itu karena pengalihfungsi tanah pertanian menjadi non pertanian ataupun
penatagunaan tanah yang tidak tepat dan bertentangan dengan Undang – Undang
Tentang Penataan Ruang.
Didalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Pasal 3 dijelaskan bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandasakan wawasan
nusantara dan ketahanan nasional.
Perlu diperhatikan, bahwa di samping derasnya pembangunan sehingga
masalah pembebasan tanah sampai pada pencabutan hak atas tanah yang sifatnya
sensitif sekali. Berkembangnya sektor industri, dan properti pada era pertumbuhan
ekonomi pada umumnya telah memberikan tekanan pada sektor pertanian, terutama
Universitas Sumatera Utara
6
tanah sawah. Konflik penggunaan dan pemanfaatan tanah bersifat dilematis
mengingat peluang perluasan areal pertanian sudah sangat terbatas, sementara
tuntutan terhadap kebutuhan tanah untuk perkembangan industri dan properti semakin
meningkat.
Dengan demikian perubahan penggunaan lahan sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi regional tidak mungkin dapat dihindarkan. Bila keadaan ini tidak segera
diatasi dengan pengembangan kebijakan pertanahan maka kelangsungan sistem
pertanian sulit dipertahankan, mengingat tiga dekade terakhir belum ada sesuatu
terobosan teknologi dan kelembagaan yang mampu mengkompensasi penurunan
produksi pertanian akibat berkurangnya tanah-tanah pertanian yang dirubah
kepenggunaan lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 56 tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian tidak diberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan tanah pertanian.
Berhubung dengan itu dalam Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah dengan Menteri Agraria tanggal 5 Januari 1961 No. Sekra 9/1/12 tentang
pengertian tanah pertanian, diberikan penjelasan sebagai berikut :
“Yang dimaksud dengan “Tanah Pertanian” ialah juga semua tanah perkebunan,
tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas
ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Pada
umumnya tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang, selain tanah
untuk perumahan dan perusahaan.Bila atas sebidang tanah berdiri rumah tempat
Universitas Sumatera Utara
7
tinggal seseorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan berapa luas
bagian yang dianggap halaman rumah dan berapa yang merupakan tanah pertanian”. 10
Perumahan atau pemukiman juga merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang – undang Dasar (UUD) 1945 dan
Pasal 28 UUD 1945, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena
itu setiap Warga Negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Selain itu rumah juga merupakan kebutuhan dasar
manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan penghidupan,
serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta
pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa.
Pengertian perumahan atau pemukiman sendiri menurut ketentuan Undang –
Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman adalah Perumahan
adalah Kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun
pedesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah yang layak huni, sedangkan Permukiman adalah bagian
dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan”. 11
Pengambilan tanah dengan dalih untuk kepentingan umum, kadang
mencederai masyarakat, karena pemanfaatan tanah yang diambil oleh pemerintah
10
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, sejarah pembentukan undang – undang pokok
agraria isi dan pelaksanaanya , jakarta, Penerbit djambatan , 2005, hal 18
11
UU No. 1 Tahun 2011 Op.cit
Universitas Sumatera Utara
8
tidak sebagaimana rencana semula, bahkan cenderung melahirkan kesengsaraan
masyarakat bekas pemegang hak. Tidak jarang dengan dalih kepentingan umum,
tanah masyarakat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan kepentingan umum
tersebut. Demikian juga tidak jarang pengambil alihan tanah ini akan menyisakan
permasalahan hukum.
Ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh negara untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, yakni pertama, dilakukan dengan cara biasa, yakni melalui jual beli, tukar
menukar, dan lain-lain, kedua, dilakukan dengan melalui lembaga pengadaan tanah
dan, ketiga dilakukan melalui lembaga pencabutan hak atas tanah.
Hal itu harus tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku karena
tidak seluruh tanah pertanian dapat di alih fungsikan, hal ini tertera dalam Pasal 44
ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang menyatakan bahwa lahan yang sudah
ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang
dialihfungsikan, kecuali diperuntukan untuk kepentingan umum dan terjadi bencana,
sesuai dengan bunyi ayat (2) . Oleh karena itu pengalihan fungsi tanah pertanian
harus tetap sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah agar setiap Hak atas tanah
tetap memiliki fungsi sosial.
Didalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Pasal 3 bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandasakan wawasan nusantara
Universitas Sumatera Utara
9
dan ketahanan nasional dengan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan akibat dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Seperti telah disebut diatas, gencarnya perubahan fungsi tanah ini bukan
hanya karena peraturan perundang-undangan yang tidak efektif, baik itu dari segi
substansi ketentuannya yang tidak jelas dan tegas, maupun penegakannya yang tidak
didukung oleh pemerintah itu sendiri sebagai pejabat yang berwenang memberikan
izin perubahan fungsi suatu tanah.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi semua kalangan, terutama pembuat
kebijakan tata guna tanah. Seperti halnya telah disebutkan dalam UUPA sebagai
peraturan induk dari Hukum Agraria Nasional. Bahwa atas dasar Hak Menguasai
Negara maka pemerintah membuat rencana umum tentang persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dalam rangka sosialisme Indonesia dan bertujuan untuk sebesar –
besarnya untuk kemakmuran rakyat. 12
Selain dipengaruhi oleh keadaan tanah, perubahan fungsi tanah juga
dipengaruhi oleh banyak faktor lain terutama perkembangan ekonomi dan sosial.
Untuk mengontrol perubahan fungsi tanah tersebut, salah satunya adalah dengan cara
pengaturan Fatwa Tata Guna Tanah. Pada masa pemerintahan Orde Lama, hal ini
diatur oleh Peraturan Direktur Jenderal Agraria Nomor 2 tahun 1968 tentang Fatwa
Tata Guna Tanah yang kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
12
Undang-undang no 5 tahun 1960 tentang Ketentuan dasar Pokok – pokok agraria (UUPA)
pasal 14 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
10
Nomor 3 tahun 1978 tentang Fatwa Tata Guna Tanah dan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 tahun 2004 yang diterbitkan pada tanggal 10 Mei 2004 tentang
penatagunaan tanah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan
Tanah pasal 17 ayat (1) disebutkan Pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan apabila
tidak mengubah pemanfaatannya. Penatagunaan tanah selain dalam kerangka sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, juga harus memperhatikan kewajiban
pemeliharaan tanah dalam arti menjaga dan menambah kesuburannya, serta
mencegahnya dari kerusakan sebagaimana telah ditentukan oleh Undang – undang
Pokok Agraria pasal 15 menyebutkan , Memeliharan tanah termaksud menambah
keseburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap – tiap orang,
bahkan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu,
dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
Dan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup pasal 18 ayat (1) mengatakan setiap usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan.
Ditentukan bahwa pada asasnya perubahan tata guna tanah harus disertai
dengan fatwa tata guna tanah yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.Fatwa
ini merupakan penilaian tehnis objektif dan merupakan salah satu bahan
pertimbangan dalam mengusulkan penyelesaian permohonan suatu hak atas tanah dan
Universitas Sumatera Utara
11
pemberian izin perubahan penggunaan tanah. Isinya terdiri dari keadaan penggunaan
tanahnya, kemampuan tanah, persediaan air, kemungkinan pengaruhnya terhadap
daerah sekitarnya, rencana induk dan denah perusahaan, aspek sosial ekonomi
penggarapan tanah dan aspek asas-asas tata guna tanah. 13
Dalam hal alih fungsi tanah Pertanian menjadi tanah perumahan disebabkan oleh
beberapa faktor yang menyebabkan kebutuhan akan pembangunan perumahan dan
pemukiman setiap tahunnya meningkat, yaitu karena : Tingginya tingkat kelahiran
anak, tidak terbendungnya arus urbanisasi ke daerah perkotaan, adanya minat, untuk
memeliki rumah yang berlebihan dan lain sebagainya, terjadi alih fungsi dari
penggunaan rumah itu sendiri. Contoh : rumah digunakan untuk kantor, untuk sarang
burung walet, dan lain-lain. 14
Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 menyebutkan tujuan
pembangunan perumahan dan permukiman yaitu :
1. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
pemukiman
2. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk
yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan.
3. Meningkatkan daya guna dan hasil sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan.
13
14
Abdurrahman, Beberapa aspekta tentang hukum agraria, jakarta 1983, hal 68.
Affan Mukti, Pokok-pokok bahasan Hukum Agraria, USU press, 2006, hal 109
Universitas Sumatera Utara
12
4. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman
5. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, dan
6. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Kabupaten Serdang Bedagai sebagai daerah otonom dibentuk melalui
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Toba
Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara, dimana
mempunyai luas wilayah 1.900.22 km2 terdiri dari 17 Kecamatan dan 243
desa/kelurahan dengan jumlah penduduk 602.522 jiwa.
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu lumbung beras di Propinsi
Sumatera Utara, dimana produksi beras Kabupaten Serdang Bedagai dari tahun ke
tahun terus meningkat dan berpotensi besar untuk mengembangkan usaha di bidang
pertanian, tetapi di tahun 2015 mengalami penurunan dikarenakan luas tanah
pertanian semakin berkurang.
Di tahun 2010 luas tanah pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai mencapai
41.057 hekatar, dan pada tahun berikutnya 2011 – 2015 luas tanah pertanian semakin
menurun drastis yaitu 38.502 hektar,
15
dimana antara tahun 2011-2015 tanah
pertanian berkurang 2.555 hektar atau berkurang 16% dalam kurung waktu 5 tahun,
dimana penggunaan tanah pertanian berkurang karena di alihfungsikan untuk
perumahan dan industri.
15
Wawancara dengan Bapak Fathruzi SP, Kepala Seksi Pertanian Kabupaten Serdang
Bedagai. Kamis, 18 Agustus 2016 Pukul 14.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
13
Berdasarkan Uraian latar belakang diatas maka penulis ingin melakukan
penelitian tesis ini mengambil judul tentang “Analisis Hukum Pelaksanaan Alih
Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Perumahan Di Kabupaten Serdang
Bedagai”.
Adapun alasan penulis memilih kabupaten serdang Bedagai sebagai tempat
penelitian tesis ini dikarenakan Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu
kabupaten
yang sebagian besar wilayahnya merupakan Pertanian namun karena
kabupaten ini adalah merupakan kabupaten pemekaran sehingga pembangunan di
Kabupaten Serdang Bedagai mengalami kemajuan pesat dan banyak para Investor
ataupun developer yang tertarik membangun perumahan maupun Rumah Toko untuk
usaha. Terutama pada saat sekarang ini Kabupaten Serdang Bedagai juga merupakan
kabupaten yang dilewati pembangunan jalan tol dari
Medan – Tebing Tinggi
sepanjang 80 km Sehingga terdapat banyak pembebasan tanah pertanian masyarkat
yang di alihfungsikan untuk keperluan kepentingan umum seperti pembangunan Jalan
Tol tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, dapat disimpulkan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Mengapa terjadi percepatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah perumahan
di Kabupaten Serdang Bedagai
2. Dampak apa saja yang ditimbulkan dari Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi
Tanah Perumahan Di Kabupaten Serdang Bedagai
Universitas Sumatera Utara
14
3. Bagaimana peranan pemerintah dalam mengatasi percepatan Alih Fungsi tanah
Pertanian menjadi tanah perumahan di Kabupaten Serdang Bedagai?
C. Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui mengapa begitu cepat terjadi alih fungsi tanah pertanian
menjadi tanah perumahan di Kabupaten Serdang Bedagai,
2. Untuk Mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan dari alih Fungsi tanah
pertanian menjadi tanah perumahan
3. Untuk mengetahui dan menganalis peranan pemerintah kabupaten Serdang
Bedagai dalam mengatasi terjadinya percepatan terhadap alih fungsi tanah
pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai.
D. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis agar dapat bermanfaat, antara lain :
1.
Manfaat secara teoritis.
a. Diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalah yang sedang
diteliti.
b. Diharapkan
dapat
digunakan
menjadi
sumbangan
pemikiran
dan
pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Agraria pada
khususnya dan penilitian ini dapat menambah bahan terutama mengenai
perubahan fungsi tanah (konversi).
Universitas Sumatera Utara
15
c.
Diharapkan dapat menambah referensi sebagai bahan acuan bagi penelitian yang
akan datang apabila melakukan peneitian dibidang yang sama dengan bahan yang
diteliti.
2.
Manfaat secara praktis
a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak – pihak yang
berkepentingan dalam penelitian ini.
b. Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum dan
menambah pengetahuan penilitian yang berkaitan dengan perubahan fungsi
tanah.
E. Keaslian Penelitian.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Fakultas
Hukum Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penilitian mengenai :
“Analisis Hukum Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah
Perumahan Di Kabupaten Serdang Bedagai”. Belum pernah dilakukan sebelumnya,
sehingga dengan demikian penilitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan penulusuran kepustakaan sementara dilingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang berhubungan
dengan topik ini, antara lain :
1.
Bukhari, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2008, dengan judul
Universitas Sumatera Utara
16
“Problematika Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan
Umum (studi kasus pada pembangunan Kampus Unimal di Desa Reuleut Timur
Kecamatana
Muara
Batu
Kabupaten
Aceh
Utara”,
dengan
beberapa
permasalahan yang diteliti :
a.
Apakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan Kampus
Universitas Malikussaleh sudah sesuai dengan prosedur,
b. hambatan apa yang ditemui pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk
pembangunan Kampus Universitas Malikussaleh
c.
upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemui antara
pemilik tanah dan Universitas Malikussaleh di lapangan.
2.
Enrico Nugraha Simatupang, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2010,
dengan judul “Suatu Kajian Hukum Status dan Eksitensi tanah marga yang
dijadikan fasilitas umum oleh Pemerintah Kabupaten Dairi”. Dengan beberapa
permasalahan yang diteliti :
a. Bagaimana eksitensi tanah marga di Kecamatan Sidikkalang yang menurut
masyarakat adat haknya diambil oleh Negara
b. Bagaimana proses peralihan kepemilikan tanah marga yang dijadikan fasilitas
umum oleh pemerintah Kabupaten Dairi dan
c. Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Dairi untuk memperoleh
kepastian hukum hak atas tanah yang telah dibangun fasilitas umum.
Universitas Sumatera Utara
17
3.
Stephanus Elgin, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2003, dengan judul
“Tanggung Jawab pengembang perumahan terhadap konsep pengembangan
pemukiman terpadu yang berwawasan lingkungan, studi terhadap perusahaan
pengembang perumahan di Kota Medan, dengan beberapa permasalahan yang
diteliti :
a. Apakah konsep wawasan lingkungan telah termaksud dalam peraturan
perusahaan pengembang perumahan dan pemukiman
b. Apakah perusahaan pengembang telah melaksanakan konsep pengembangan
perumahan dan pemukiman terpadu
c. Bagaimana penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan pengembang dan
bentuk sanksinya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
Teori
memberikan
penjelasan
dengan
cara
mengorganisasikan
dan
mensistematikan masalah yang dibicarakan dan teori juga bisa mengandung
subjektivitas apabila berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks.16
Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran – pemikiran teoritis, teori adalah
untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.17
16
Satijpto, Rahardjo, Ilmu Hukum ,cetakan ke 6, Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 253
Soejono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1986, hal 122
17
Universitas Sumatera Utara
18
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
Dalam penelitian ilmiah kerangka teori menjadi landasan yang sangat penting
serta teori mengacu sebagai pemberi sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta
memahami masalah yang kita bicarakan serta lebih baik.18 Teori merupakan bagian
fundamental dalam penelitian ini, untuk itu akan memudahkan atau menjelaskan
mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan
menghadapkan pada fakta–fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 19
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori,
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
pegangan teoritis, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya. Sedangkan
tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan
dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasilhasil penelitian yang terlebih dahulu.20 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis
dalam penelitian ini adalah teori Kemanfaatan Hukum.
Aliran Utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai
tujuan utama hukum. Adapun ukuran kemanfaatan hukum yaitu kebahagian yang
sebesar-besarnya bagi orang-orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum
tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau
18
Satjipto Rahardjo, Op.cit hal 259
J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, asas –asas FE UI, Jakarta, 1996, hal 203
20
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, PT.Sofmedia, Medan, 2012, hal 80
19
Universitas Sumatera Utara
19
tidak.21 Utilitarianisme meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama dari hukum,
kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happines), yang tidak
mempermasalahkan baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung
kepada pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagian kepada
manusia atau tidak.22 Penganut aliran Utilitarianis memempunyai prinsip bahwa
manusia akan melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan.
Tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan sebanyakbanyaknya kepada warga masyarakat yang didasari oleh falsafah sosial yang
mengungkapkan bahwa setiap warga negara mendambakan kebahagiaan, dan hukum
merupakan salah satu alatnya.23
Ajaran Bentham dikenal sebagai Utilitarianisme individual, yang menyatakan
bahwa baik buruknya suatu perbuatan akan diukur apakah perbuatan itu
mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Bentham mencoba menerapkannya di bidang
hukum yaitu perundang-undangan di mana baik buruknya ditentukan pula oleh
ukuran tersebut. Sehingga undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan
pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Oleh
karena itu diharapkan agar pembentuk undang-undang harus membentuk hukum
yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual. Lebih lanjut Bentham
21
Lilik Rasyidi, dan Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta : Sinar Grafika,2010, hal 59.
Muh. Erwin, Filsafat Hukum ; Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta : Rajawali Press,
2011, hlm 179.
23
Darji Darmodihardjo, dalam Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum; Edisi lengkap (Dari Klasik
sampai Postmoderenisme), Jogyakarta : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011, hlm 159.
22
Universitas Sumatera Utara
20
berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum sematamata sebagai alat untuk
mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.24
Ajaran Bentham dikenal dengan sifat individualis di mana pandangannya
beranjak pada perhatiannya yang besar pada kepentingan individu. Menurutnya
hukum pertama-tama memberikan kebahagian kepada individu-individu tidak
langsung kemasyarakat. Namun demikian Bentham tetap memperhatikan kepentingan
masyarakat. Untuk itu, Bentham mengatakan agar kepentingan idividu yang satu
dengan kepentingan individu yang lain tidak bertabrakan maka harus dibatasi
sehingga individu yang satu tidak menjadi mangsa bagi individu yang lainnya (homo
homini lupus). Selain itu, Bentham menyatakan bahwa agar tiap-tiap individu
memiliki sikap simpati dengan individu yang lainnya sehingga terciptanya
kebahagiaan individu maka dengan sendirinya maka kebahagiaan masyarakat akan
terwujud. 25
Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah John Stuar Mill. Sejalan
dengan pemikiran Bentham, Mill memiliki pendapat bahwa suatu perbuatan
hendaknya bertujuan untuk mencapai sebanyak mungkin kebahagian. Menurut Mill,
keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan
yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan
simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang
24
Lilik Rasyidi, dan Ira Thania Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung :
PT. Citra Aditya Bhakti, 2004, hlm 64.
25
Darji Darmodiharjo, dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum ; Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm, 118.
Universitas Sumatera Utara
21
hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.26 Mill setuju dengan Bentham bahwa suatu
tindakan hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu
tindakan adalah salah apabila menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari
kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill menyatakan bahwa standar keadilan hendaknya
didasarkan pada kegunaannya, akan tetapi bahwa asal-usul kesadaran akan keadilan
itu tidak diketemukan pada kegunaan, melainkan pada dua hal yaitu rangsangan
untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati. Menurut Mill keadilan bersumber
pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh
diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaan
keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar
kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain yang
kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat keadilan mencakup semua
persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. 27
Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa pengambil alihan tanah masyarakat
untuk kepentingan pemukiman ataupun untuk kepentingan umum harus didasari dan
mengutamakan kepentingan masyarakat setempat, terlebih apakah alih fungsi tanah
pertanian menjadi tanah perumahan dapat memberikan manfaat atau malah
sebaliknya.
2.
Konsepsi
Dalam kerangkan Konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau
pengertian yang dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.28 Konsepsi
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang
26
H.R Otje Salman, S, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung :
PT. Refika Aditama, 2010, hlm 44.
27
Bodenheimer, dalam Satjipto, Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2006, Hlm 277.
28
Soerjono, Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Edisi I, Cetakan 7, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal 7
Universitas Sumatera Utara
22
konkrit. Konsepsi merupakan definisi operasional dari inti sari objek penelitian yang
dilaksanakan. Pentingnya definsi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan
pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan
juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Dalam penelitian ini
dirumuskan serangkaian kerangkan konsepsi atau definisi operasional, sebagai
berikut :
Analisis Hukum adalah yaitu upaya pemahaman tentang struktur sistem
hukum dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum, unsur-unsur khas
dari konsep yuridis, subyek hukum, kewajiban hukum, hak, hubungan hukum, badan
hukum dan sebagainya.
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang
sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan
penerapan. Majone dan Wildavasky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi.
Browne dan Wildavasky mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan. 29
Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu
kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat
pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan
peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur
pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur
industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar-
29
Nurdin Usman, Konteks Implementasi berbasis Kurikulum.(Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada 2002), hal 70.
Universitas Sumatera Utara
23
besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga
terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh
lebih besar. 30
Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan
memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah
non pertanian. Dalam rangka dilakukannya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah
non pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan permohonannya
melalui mekanisme perijinan. Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat
melalui ijin lokasi atau ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.
Tanah Pertanian adalah usaha manusia mengelola lahan adan agroeksisten
dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai
kedaulatan dan ketahanan pangan serta kesahjetraan rakyat.31 pertanian merupakan
hal yang sangat vital dalam kehidupan manusia, tanpa adanya kehidupan dari
pertanian maka akan sulit lah kita mewujudkan kehidupan ini.
Tanah Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan”.32
G. Metode Penelitian
Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai
usaha untuk
menentukan,
mengembangkan
dan
menguji
kebenaran
suatu
30
Adi Sasono, dan Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, (Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, 1995), hal. 13
31
Undang nomor 41 Tahun 2009, ketentuan umum. Hal 3
32
Affan, Mukti, Op.cit hal 109
Universitas Sumatera Utara
24
pengetahuan.
33
Usaha mana dilakukan dengan metode – metode ilmiah yang disebut
dengan Metodologi Penelitian.
34
Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka
rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data sehingga analisis
data yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah – kaidah penelitian sebagai
berikut :
1.
Jenis Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian hukum tidak terlepas dengan jenis
penelitian Normatif dan Empris. Penelitian Normatif yang biasa disebut sebagai
penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan dan ditujukan pada
peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada
perpustakaan. Yang dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi,
perbandingan, struktur sehingga menjadi bahasa hukum dan Penelitian Hukum
Empiris yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum
dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan
masyarakat. Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Normatif.
2.
Sifat Penelitian.
Penelitian ini bersifat Deskriftif. Penelitian Deskriftif adalah salah satu jenis
penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting
33
Muslam, Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press Malang,
2009 Hal 91.
34
Sutrisno, Hadi, Metodologi Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,
Yogyakarta, 1973, Hal 5
Universitas Sumatera Utara
25
sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi sosial. Yang memfokuskan pengumpulan
data – data awal tanah pertanian sawah dan bagaimana proses alih fungsi tanah
pertanian dengan mudah di alih fungsikan dan gejala-gejala lainnya. Yang bertujuan
untuk menemukan Fakta belaka (Fact finding) dari suatu perundang-undangan. Dan
juga menemukan masalah (Problem finding) dari alih fungsi tanah pertanian tersebut
dan selanjutnya (Problem solution) untuk mengatasi masalah-masalah dari alih fungsi
tanah pertanian seperti sawah tersebut. 35
3.
Sumber Data.
Penelitian ini menilitik beratkan pada studi kepustakaan. Dalam mencari dan
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, menggunakan data
sekunder. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsiparsip, bahan pustaka data resmi pada instansi Pemerintah, Undang – undang, makalah
yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, yang terdiri dari :
a.
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu Undang –
undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Perundang – Undangan
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.
b.
Bahan Hukum Sekunder yaitu Bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum
primer, antara lain berupa buku, hasil-hasil penelitian, tulisan atau pendapat
pakar-pakar hukum.
35
Soerjono, Soekanto, Op.cit Hal 9
Universitas Sumatera Utara
26
c.
Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk
dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet serta makalahmakalah yang berkaitan dengan objek penelitian.
4.
Teknik Pengumpulan Data.
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini
diperoleh melalui :
a.
Studi Kepustakaan
Menurut Bambang Wajuyo, “Sebagai penelitian hukum yang bersifat
normative, Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yakni upaya untuk memperoleh
data dari penelusuran Literature Kepustakaan, Peraturan Perundang-Undangan,
Majalah, Koran, Artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian. 36
5.
Analisis Data.
Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat deskriftif analitis, dimana
analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan. Data kualitatif bersifat
mendalam dan rinci, sehingga juga bersifat panjang lebar. Akibatnya analisis data
kualitis bersifat spesifik, terutama untuk meringkas data dan menyatukannya dalam
36
Bambang Wajuyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta 1996 hal 14
Universitas Sumatera Utara
27
suatu alur analisis yang mudah dipahami pihak lain. Penarikan kesimpulan dalam
penelitian ini dengan menggunakan metode deduktif artinya semua data diungkapkan
terlebih dahulu dalam hal-hal yang bersifat umum kemudian dikerucutkan menjadi
pengungkapan data yang bersifat khusus.37
37
Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitas, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal 103
Universitas Sumatera Utara
Download