Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan media untuk mengkomunikasikan informasiinformasi keuangan perusahaan kepada pihak luar, seperti yang dikemukakan oleh
Kieso dan Weygant (2007:2), yaitu :
“Financial statement are the principal means through which financial
information is communicated to those outside an enterprise”
Artinya bahwa laporan keuangan merupakan prinsip-prinsip yang berisi
tentang informasi keuangan yang digunakan untuk disampaikan kepada pihak luar
perusahaan.
Laporan keuangan juga memperlihatkan kondisi keuangan perusahaan,
seperti yang diungkapkan Martono dan Harjito (2003:51) bahwa laporan
keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada
saat tertentu.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No.1 Tahun 2007
mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan,
laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba
rugi, laporan posisi keuangan, (yang dapat disajikan dalam berbagai cara
seperti laporan keuangan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan.”
Berdasarkan penjelasan di atas tampak jelas bahwa perusahaan perlu
mengadakan laporan mengenai kondisi keuangan perusahaannya dalam waktu
atau periode yang telah ditentukan. Laporan keuangan yang lengkap apabila
terdiri atas komponen neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas,
laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (PSAK No.1 Tahun 2007).
2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan
Perusahaan melakukan laporan keuangan tentu memiliki maksud dan
tujuan tertentu. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.1, 2012) tujuan
laporan keuangan yaitu:
“Memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan
arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna
laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.”
Menurut Machfoedz (1994:4) tujuan penyusunan laporan keuangan
sebagai berikut:
“Menyediakan informasi keuangan suatu badan usaha yang akan
digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan
pertimbangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi.”
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber utama informasi
keuangan yang penting bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Menurut Hendriksen dan Breda (2000:140) informasi keuangan akan bermanfaat
bagi para pemakainya bila memenuhi karakteristik kualitatif, antara lain manfaat
dan biaya, relevansi, keandalan, daya banding, dan materialitas.
Pengguna laporan keuangan yang memiliki kepentingan terhadap laporan
keuangan menurut Fahmi (2011) adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman,
pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Investor
merupakan penanam modal berisiko, maka kebutuhan laporan keuangan investor
juga akan memenuhi kebutuhan informasi pengguna lain dalam melakukan
analisis laporan keuangan.
2.1.3 Analisis Laporan Keuangan
Analisa laporan keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan
menggunakan cara atau metode analisis yang tepat sehingga hasil yang
diharapkan benar-benar tepat pula. Menurut Munawir (2010:35) mendefinisikan
analisis laporan keuangan sebagai berikut :
”Analisis laporan keuangan adalah analisis laporan keuangan yang terdiri
dari penelaahan atau mempelajari daripada hubungan dan tendensi atau
kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil
operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan.”
Menurut Rusdin (2008:140) mendefinisikan analisis laporan keuangan
sebagai berikut :
“Analisis laporan keuangan merupakan suatu informasi yang
menggambarkan hubungan diantara berbagai account dari beberapa
laporan keuangan yang menccerminkan keadaan keuangan serta hasil
operasional perusahaan”.
Berdasarkan kedua definisi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
sangat perlu melakukan analisis laporan keuangan untuk menentukan estimasi dan
prediksi mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa yang akan datang.
Analisis rasio keuangan adalah salah satu alat penting yang digunakan dalam
menganalisis laporan keuangan.
2.1.4 Analisis Rasio Keuangan
Sebelum melakukan prediksi mengenai kondisi dan kinerja perusahaan
pada masa yang akan datang maka dilakukan analisis terhadap rasio keuangan.
Menurut James dan Jhon (2005:202) analisis rasio keuangan merupakan sebuah
indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan di dapat dengan membagi
satu angka dengan yang lainnya. Sedangkan menurut Harahap (2009:297) analisis
rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari
hasil satu pos dengan pos laporan keuangan lainnya yang mempunyai hubungan
yang relevan dan signifikan.
Analisis rasio keuangan dipresentasikan ke dalam rasio-rasio keuangan.
Menurut Rusdin (2008), umumnya dikelompokkan dalam 5 tipe dasar, yaitu: rasio
likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas.
2.1.5 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Menganalisis rasio keuangan diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan
yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Menurut Gitman (2006:57) adalah
sebagai berikut:
“Financial ratios can be divided for convenience into five basic
categories: liquidity, activity, debt, profitability, and market ratios.
Liquidity, activity, and debt ratios primarly measure risk. Profitability
ratios measure return. Market ratios capture both risk and return.”
Artinya rasio keuangan dapat dibagi menjadi lima kategori: likuiditas, aktifitas,
hutang (leverage), profitabilitas, dan rasio pasar. Rasio likuiditas, aktifitas, dan
hutang (leverage) untuk mengukur risiko, sedangkan rasio profitabilitas
digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian. Rasio pasar digunakan untuk
mengukur rasio dan tingkat pengembalian.
Sunjaja dan Barlian (2003:131) membagi rasio keuangan ke dalam lima
kategori, yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio hutang, rasio profitabilitas,
dan rasio pasar.. Adapun jenis-jenis rasio keuangan akan dijelaskan lebih
terperinci sebagai berikut:
1. Rasio Likuiditas
Menurut istilah kata likuid berarti cair atau lancar. Sehingga, jika
dianalogikan dengan likuiditas keuangan berarti kemampuan perusahaan untuk
menjaga posisi keuangannya dalam keadaan lancar (Fitriani, 2014). Menurut
Brigham (2007:103) rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan tentang
hubungan antara kas perusahaan dan harta lancar lainnya dengan hutang lancar.
Sedangkan menurut Galagher and Andrew (2003:99) rasio likuiditas merupakan
rasio yang mengukur seberapa cepat dan mudahnya perusahaan dalam
menghasilkan uang tunai untuk memenuhi keperluannya.
Rasio-rasio yang digunakan untuk menghitung likuiditas perusahaan
antara lain Current Ratio, Quick Ratio,dan Cash Ratio. Berikut rasio yang
dipergunakan untuk menghitung aktivitas likuiditas, yaitu :
-
Current Ratio
Menurut Munawir (1979) current ratio menunjukkan bahwa nilai
kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya hutang
jangka pendek. Menurut Martono dan Agus (2002:55) current ratio merupakan
perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Rumus untuk rasio ini,
menurut Brigham dan Houston (2006:95), yaitu :
Current Ratio =
-
𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚 𝐋𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫
𝐇𝐮𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐋𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫
Quick Ratio
x 100%
Quick Ratio merupakan perbandingan aktiva lancar (tanpa persediaan)
terhadap hutang lancar (Munawir, 1979). Menurut Brigham (2007:103) rasio ini
dihitung dengan mengeluarkan persediaan dari aktiva lancar kemudian dibagi
dengan hutang lancar.
-
Cash Ratio
Cash Ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar
yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Aktiva lancar yang bisa
segera menjadi uang kas adalah efek atau surat berharga Sutrisno (2003).
2. Rasio Solvabilitas
Menurut Riyanto (2001:32) solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila
sekiranya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasikan. Menurut Munawir
(2004:32), mendefinisikan tentang solvabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memnuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut
dilikuidasikan, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang”.
Rasio-rasio yang digunakan untuk menghitung solvabilitas perusahaan
antara lain, Debt to Equity Ratio, Debt to Total Asset Ratio, dan Time Interest
Earned Ratio
-
Debt to Equity Ratio (DER)
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:70) debt to equity ratio
menunjukkan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. Menurut Rusdin
(2008:142) debt to equity ratio merupakan rasio yang menunjukkan struktur
permodalan emiten jika dibandingkan dengan kewajiban. Menurut Martono dan
Agus (2002:59) rasio ini dihitung dengan formula :
Debt to Equity Ratio =
-
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑫𝒆𝒃𝒕
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚
x100%
Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini mengukur persentase total dana yang disediakan oleh hutang
(Sutrisno, 2003). Rasio ini dihitung dengan membagi total kewajiban dengan total
aktiva (Neveu, 1985). Semakin tinggi tingkat rasio ini, semakin tinggi risiko
keuangan perusahaan.
-
Time Interest Earned Ratio
Menurut Sawir (2008:14) rasio ini mengukur kemampuan pemenuhan
kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT) dan mengukur sejauh mana
laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan kegagalan dari pemenuhan
kewajiban membayar bunga pinjaman.
3. Rasio Aktivitas
Menurut Sartono (2008:114) rasio aktivitas menunjukkan sejauh mana
efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh pinjaman.
Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi (efektivitas)
pemanfaatan sumber daya perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2006). Hasil
pengukuran tersebut dapat terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif
dalam mengelola aset yang dimilikinya atau justru sebaliknya. Rasio-rasio yang
termasuk ke dalam rasio aktivitas adalah :
-
Total Assets Turnover
Total assets turnover menurut Syamsuddin (2002) mengukur berapa kali
total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan. Rumus untuk menghitung Total
Assets Turnover menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:221), yaitu :
Total Assets Turnover =
-
𝑵𝒆𝒕 𝑺𝒂𝒍𝒆𝒔
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔
x 1 time
Inventory Turnover
Rasio Inventory Turnover atau perputaran persedian merupakan rasio
antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan
yang dimiliki oleh perusahaan (Munawir, 1979).
-
Fixed Assets Turnover
Rasio perputaran aktiva tetap atau fixed asset turnover merupakan
perbandingan antara penjualan bersih dengan total aktiva tetap yang dimiliki
perusahaan (Sutrisno, 2003). Rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas
penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan dan penjualan.
-
Average Collection Periods
Piutang dagang berubah seiiring berjalannya operasi perusahaan. Menurut
Neveu (1985) menyatakan rasio average collection periode mengukur rata-rata
jumlah hari yang diperlukan perusahaan untuk menagih piutang dagangnya.
4. Rasio Profitabilitas
Menurut Brigham (2007:112) rasio profitabilitas merupakan sekelompok
rasio yang menunjukkan tentang kombinasi dan likuiditas, manajemen aktiva,
hutang, dan hasil usaha. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan. Berikut merupakan rasio-rasio profitabilitas :
-
Earning Per Shares (EPS)
Menurut Tandelilin (2010:373) earning per share merupakan laba bersih
yang siap dibagikan kepada pemegang saham di bagi dengan jumlah lembar
saham perusahaan. Cara perhitungan Earning Per Share adalah sebagai berikut :
Earning Per Share =
-
𝑬𝑨𝑻
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒉𝒂𝒎 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒆𝒅𝒂𝒓
x100%
Net Profit Margin
Marjin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung
seluruh biaya dan pajak penghasilan (Martono dan Agus, 2002). Rasio ini didapat
dari pendapatan setelah pajak dibagi dengan penjualan bersih (Neveu, 1985).
-
Gross Profit Margin
Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya
produksinya, menindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara
efisien Sawir (2005:18). Margin per produk dapat dilihat pada saat dilakukan
evaluasi, bila rendah maka perusahaan tersebut sensitive terhadap pesaingnya.
-
Return On Equity
Rasio yang digunakan untuk mengkaji sejauh mana suatu perusahaan
mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas
ekuitas (Irham, 2012). Semakin tinggi ROE menggambarkan semakin baik
manajemen perusahaan karena dari modal yang dikelola dapat menghasilkan
pendapatan yang optimal (Andrew, 2003).
-
Return on Asset
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat aset yang tertentu (Hanafi, 2012). Rasio yang tinggi
menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset, yang berarti semakin
baik.
Rasio-rasio yang di pilih penulis dalam penelitian ini meliputi current
ratio, debt to equity ratio, total asset turnover, dan earning per share. Penulis
memilih rasio tersebut untuk mengetahui pengaruh antara aktiva lancar dan
hutang lancar, beban utang yang ditanggung perusahaan, aktivitas terhadap harga
saham, dan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada
tingkat penjualan tertentu serta seberapa besar pengembalian dari aset yang
dimiliki perusahaan.
2.1.6 Saham
Saham merupakan salah satu instrument pasar modal yang digunakan
sebagai sarana melakukan investasi. Melalui saham, investor dapat menanamkan
modalnya dan dapat memperoleh pendapatan dikemudian hari berupa deviden.
Menurut Martono dan Harjito (2002:230) mendefinisikan saham sebagai berikut:
“Tanda bukti kepemilikan atau penyertaan pemegangnya atas perusahaan
yang mengeluarkan saham tersebut (emiten). Saham juga merupakan bukti
pengambilan bagian atau peserta dalam suatu perusahaan yang berbentuk
PT (Perseroan Terbatas)”.
Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006:5) saham adalah :
“Tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu
perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham dalah selembar kertas
yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik
perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan
oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut”.
Pemilik saham akan menerima penghasilan dalam bentuk dividen dan
dividen ini akan dibagikan kepada pemegang saham apabila perusahaan
memperoleh keuntungan. Berbeda dengan penghasilan bunga yang mudah
dihitung, maka laba yang diperoleh perusahaan sulit diukur potensinya. Saham
merupakan sekuritas yang memberikan penghasilan yang tidak tetap. Selain
penghasilan berupa dividen, keuntungan yang diharapkan pemegang saham adalah
selisih harga saham. Bila harga jual saham lebih tinggi dibanding dengan harga
belinya, maka investor akan memperoleh capital gain, tetapi bila harga jualnya
lebih rendah dibanding dengan harga beli saham, investor akan mendapatkan
capital loss. Risiko yang dihadapi investor dengan kepemilikan sahamnya adalah
tidak mendapat dividen, capital loss, perusahaan bangkrut atau dilikuidasi dan
saham di-delist dari bursa (delisting).
2.1.7 Jenis-Jenis Saham
Saham merupakan salah satu investasi yang paling banyak diminati oleh
investor. Bagi perusahaan yang telah go public perusahaan tersebut dapat menjual
sahamnya kepada masyarakat luas dan masyarakatpun dapat memilih beberapa
jenis saham untuk berinvestasi. Menurut Ahmad (2004:74), dilihat dari cara
pengalihannya dapat dibedakan menjadi : saham atas unjuk (bearer stock) dan
saham atas nama (registered stock).
Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001:5) hak tagihan (Klaim) dapat
dibedakan atas saham Biasa (Common Stock) dan saham Preferen (Preferred
Stock). Terdapat beberapa jenis saham preferen, diantaranya adalah cumulative
preffered stock dimana pemilik saham memberikan hak kepada pemiliknya atas
pembagian deviden yang sifatnya kumulatif dalam suatu persentase atau jumlah
tertentu. Jenis selanjutnya adalah noncumulative preferred stock yaitu pemilik
saham mendapatkan prioritas dalam pembagian dividen sampai pada suatu
persentase atau jumlah tertentu, tapi tidak bersifat kumulatif. Jenis terakhir yaitu
participating preferred stock dimana selain memperoleh dividen ekstra juga
memperoleh dividen ekstra bersama-sama dengan pemegang saham biasa.
2.1.8 Harga Saham
Saham-saham yang diperdagangkan di pasar modal dibutuhkan suatu
sistem penilaian sebagai tolak ukur baik buruknya saham tersebut dengan pasar
saham. Menurut Martono dan Agus (2007:13) harga saham merupakan refleksi
dari keputusan-keputusan investasi (termasuk kebijakan deviden) dan pengelolaan
aset. Sedangkan menurut Rusdin (2008:66) harga saham ditentukan menurut
hukum permintaan, penawaran, atau kekuatan tawar menawar. Makin banyak
orang yang ingin membeli, maka harga saham tersebut cenderung naik.
Sebaliknya, makin banyak orang yang ingin menjual saham, maka saham tersebut
akan bergerak turun.
Tinggi rendahnya harga saham pada dasarnya lebih banyak dipengaruhi
oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internal dan eksternal
perusahaan. Hal ini berkaitan dengan analisis sekuritas yang umumnya dilakukan
investor sebelum membeli dan menjual saham.
2.1.8.1 Analisis Saham
Penilaian terhadap surat berharga dapat dikelompokkan menjadi analisis
fundamental dan analisis teknikal. Menurut (Husnan, 2001:349) analisis teknikal
merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati
perubahan harga saham tersebut di waktu yang lalu. Menurut Kamaruddin
(2004:79) pemikiran yang mendasari analisis tersebut adalah:
1. Bahwa harga saham mencerminkan informasi yang relevan.
2. Bahwa informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu.
3. Perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan
berulang kembali.
Analisis ini cocok untuk melakukan transaksi jangka pendek. Namun tingkat
kesalahan analisis teknikal relatif lebih tinggi di banding analisis fundamental. Hal
ini bisa dihindari dengan melakukan transaksi dengan alat yang tepat.
Selain itu terdapat analisis fundamental yang lebih menentukan pada
penentuan nilai intrinsik dari suatu saham Husnan (2001:349). Banyak faktor
yang mempengaruhi harga saham dalam melakukan analisis fundamental antara
lain: analisis ekonomi, analisis industri, dan analisis kondisi spesifik perusahaan.
2.1.8.2 Faktor-Faktor yang Membentuk Harga Saham
Beberapa hal yang mampu membentuk harga saham, karena harga saham
akan dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh faktor
fundamental. Menurut Brigham dan Houston (2004), bahwa harga saham
perusahaan tergantung pada faktor proyeksi laba per saham, waktu diperolehnya
laba, tingkat resiko dari proyeksi laba, proporsi utang perusahaan terhadap equitas
(DER) dan kebijakan pembagian deviden
Selanjutnya menurut Damoddaran (2002:23) bahwa harga saham
ditentukan oleh permintaan atau perdagangan harian antara penjual dan pembeli.
Arus permintaan ditentukan oleh harga, jika permintaan lebih besar dari
penawaran, harga akan naik tetapi jika penawaran lebih besar dari permintaan
harga akan turun.
2.2 Kerangka Pemikiran
Sektor manufaktur merupakan sektor yang sangat rentan terhadap fluktuasi
dan gejala perekonomian global. Meningkat atau menurunnya situasi ekonomi
pada sektor manufaktur dapat dilihat melalui kinerja keuangan perusahaan yang
terdapat di sektor manufaktur itu sendiri. Menurut Munawir (2010:30), kinerja
keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi
keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan
perusahaan.
Rasio keuangan perusahaan yang dipakai untuk mengukur kinerja
keuangan dapat digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan kelemahan keuangan
perusahaan serta mempunyai kekuatan untuk memprediksi harga atau return
saham di pasar modal. Ang (1997) mengelompokkan rasio keuangan tersebut ke
dalam lima jenis yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio rentabilitas
(profitabilitas), rasio solvabilitas dan rasio pasar. Rasio likuiditas perusahaan
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (Utomo, 2006). Jika perusahaan mampu melakukan pembayaran
terhadap utang-utangnya artinya perusahaan dalam keadaan likuid, tetapi jika
tidak mampu maka perusahaan dikatakan dalam keadaan ilikuid. Selanjutnya pada
rasio solvabilitas, rasio ini menggambarkan tentang proporsi dari jumlah aktiva
yang dipinjamkan kepada perusahaan oleh kreditur (Gitman, 2006:64). Investor
menginginkan prospek tingkat pengembalian yang tinggi, namun mereka enggan
menghadapi risiko, karena investor itu lebih tertarik pada saham yang tidak
menanggung terlalu banyak risiko dan risiko hutang yang tinggi (Brigham dan
Houston, 2006:103). Rasio berikutnya adalah rasio aktivitas, rasio ini
menunjukkan semakin besar perputaran aktiva semakin efektif perusahaan
mengelola aktivanya dalam menghasilkan penjualan (Sutrisno, 2009). Selanjutnya
rasio profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sandhieko,
2009). Bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis
profitabilitas ini.
Naik turunnya harga saham dapat dipengaruhi oleh kinerja keuangan
perusahaan. Harga saham mencerminkan juga nilai dari suatu perusahaan. Jika
perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan
banyak diminati oleh para investor. Prestasi baik yang dicapai perusahaan dapat
dilihat di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan (emiten).
Emiten berkewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan pada periode
tertentu. Tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks, yang satu
dengan yang lainnya. Analisis dari macam-macam rasio dapat memberikan
informasi yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi keuangan
perusahaan bagi para analis.
2.2.1 Pengaruh Current Ratio Terhadap Harga Saham
Likuiditas berfungsi untuk mengatur kemampuan jangka pendek
perusahaan di dalam memenuhi kewajiban dalam jangka pendek (kurang dari satu
tahun) dari sisi likuiditas keuangan (Sutrisno, 2003). Rasio ini diwakili oleh
Current Ratio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang-hutang
perusahaan.
Perusahaan
yang
sedang
berkembang
dan
menghasilkan laba akan memerlukan dana yang cukup besar untuk membiayai
investasinya, oleh karena itu mungkin akan kurang likuid karena dana yang
diperoleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang
permanen (Sartono,2001:293).
Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi
perusahaan dan kebijakan pemenuhan dana. Keberhasilan investasi yang
dilakukan oleh perusahaan akan memberikan sinyal positif bagi peningkatan harga
sahamnya. Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaan berarti semakin kecil
resiko kegagalan perusahaaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
akibatnya risiko yang ditangung perusahaan juga semakin kecil (Ang, 1977:18).
Semakin kecilnya risiko yang ditanggung perusahaan maka diharapkan akan
meningkatkan minat para investor untuk menanamkan dananya dalam perusahaan
tersebut, sehingga investor lebih menyukai Current Ratio yang tinggi
dibandingkan dengan Current Ratio yang rendah. Hal ini diperkuat oleh penelitian
Reza dan Abdurrahman (2013) bahwa current ratio memiliki pengaruh signifikan
terhadap harga saham. Penelitian berikutnya juga membuktikan bahwa current
ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham (Dadrasmoghadam
dan Akbari,2015). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis,
yaitu :
H1 : Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
2.2.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham
Solvabilitas digunakan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (Riyanto,
2001). Solvabilitas diwakili oleh debt to equity ratio pada penelitian ini. Semakin
meningkatnya debt to equity ratio (dimana beban hutang juga semakin besar)
maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilas yang diperoleh perusahaan,
karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Semakin besar
biaya bunga, maka profitabilitas (earning after tax) semakin berkurang karena
sebagian digunakan untuk membayar bunganya.
Debt to Equity Ratio (DER) akan mempengaruhi harga saham karena rasio
ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menutupi total
hutangnya, baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang.
Meningkatnya Debt to Equity Ratio (DER), daya tarik saham perusahaan akan
menurun di mata investor, karena proporsi hutang perusahaan mempunyai beban
yang lebih berat. Sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Ramdhani (2013) bahwa Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap harga saham. Menurut Nardi (2013) Debt to Equity
Ratio juga tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga saham. Berdasarkan
uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu :
H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
2.2.3 Pengaruh Total Asset Turnover Terhadap Harga Saham
Rasio aktivitas merupakan pengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba melalui aktiva yang dimilikinya. Menurut Irawati (2006:52),
rasio aktivitas merupakan kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha
dalam suatu periode tertentu. Semakin besar perputaran aktiva maka akan semakin
efektif perusahaan yang akan berdampak pada harga saham perusahaan. Penelitian
ini diwakili oleh Total Asset Turnover yang digunakan untuk mengukur berapa
kali total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan. Menurut Reza dan
Abdurrahman (2013) tidak terdapat pengaruh total asset turnover terhadap harga
saham dikarenakan industri yang dijadikan penelitian penggunaan aset untuk
kegiatan produksi tidak akan langsung dapat dirasakan dengan cepat, harus
melalui proses yang lama sampai dengan hasil akhir. Apabila semakin besar
perputaran aktiva perusahaan maka semakin efektif perusahaan mengelola
aktivanya. Dadrasmoghadam dan Akbari (2015) juga mengemukakan bahwa rasio
aktivitas (Total Asset Turnover) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
harga saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu :
H3 : Total Asset Turnover berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
2.2.4 Pengaruh Earning per Share Terhadap Harga Saham
Penggunaan sumber dana perusahaan bertujuan untuk menghasilkan laba.
Laba dapat diperoleh apabila kegiatan operasional perusahaan dalam keadaan
yang baik, karena prestasi perusahaan dalam menghasilkan laba dapat
mempengaruhi permintaan terhadap saham perusahaan tersebut. Meningkatnya
permintaan saham akan ikut meningkatkan harga sahamnya. Hal tersebut
dipertegas oleh Sartono (2001:40) pada dasarnya harga saham ditentukan oleh
interaksi antara permintaan dan penawaran. Pasar modal yang kompetitif tercipta
karena adanya kekuatan permintaan dan penawaran sencara kontinyu hingga
harga pasar saham menyesuaikan secara cepat dengan setiap perubahan informasi.
Harga saham dapat dipengaruhi oleh berbagai macam informasi, baik
informasi tentang perusahaan, emitan yang bersangkutan atau informasi yang
berkaitan dengan perekonomian secara makro. Salah satu perhatian investor
dalam menganalisis saham-saham yang diminatinya adalah harga saham itu
sendiri. Penjelasan tersebut ditegaskan oleh Syamsudin (2004:38) pemegang
saham dan calon pemegang saham menaruh perhatian utama pada tingkat
keuntungan, baik sekarang maupun yang akan datang. Hal tersebut penting karena
tingkat keuntungan akan mempengaruhi harga saham yang mereka miliki.
Earning Per Share merupakan salah satu rasio keuangan yang sering
digunakan oleh investor untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam
mencapai keuntungan bagi pemegang saham (Kasmir, 2012:207). Earning Per
Share
merupakan
alat
analisis
tingkat
profitabilitas
perusahaan
yang
menggunakan konsep laba konvensional.
Menurut Tandelilin (2001) menyatakan sebagai berikut :
“EPS yang berhubungan positif dengan harga saham sesuia dengan teori
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perubahan earning
dengan perubahan harga saham”.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa Earning Per Share berpengaruh
secara signifikan terhadap harga saham (Kartika,2013). Menurut Menaje (2012)
Earning Per Share memiliki hubungan yang signifikan terhadap harga saham.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu :
H4 : Earning Per Share berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
2.2.5 Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan
Earning per Share Terhadap Harga Saham
Menurut Sawir (2003: 144), dalam menilai kinerja keuangan yang
menggunakan analisis rasio keuangan perlu diketahui standar rasio keuangan
tersebut. Menurut Munawir (2010: 67), selain membandingkan rasio keuangan
dengan standar rasio, kinerja keuangan juga dapat dinilai dengan membandingkan
rasio keuangan tahun yang dinilai dengan rasio keuangan pada tahun-tahun
sebelumnya.
Menurut Fahmi (2011) bahwa rasio likuiditas penting karena kegagalan
dalam membayar utang lancarnya dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan.
Variabel pengukuran yang dipakai pada rasio likuiditas adalah current ratio. Menurut
Jumingan (2010) yang mengatakan bahwa current ratio yang rendah relatif lebih
riskan, tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aset lancar
secara efektif.
Selanjutnya pada rasio solvabilitas adalah mengukur seberapa besar
perusahaan dibiayai oleh utang (Sartono,2000). Sebaiknya perusahaan harus
menyeimbangkan berapa utang yang layak di ambil dan dari mana sumber-sumber
yang dapat di pakai untuk membayar utang. Variabel pengukuran yang dipakai pada
rasio likuiditas adalah debt equity to ratio.
Rasio selanjutnya yaitu rasio aktivitas yang merupakan rasio yang
mengukur sejauh mana efektivitas manajemen perusahaan dalam mengelola asetasetnya (Martono dan Harjito, 2007:56). Rasio ini juga sering digunakan investor
sebagai pertimbangan sebelum melakukan investasi. Semakin efektif dan efisien
perusahaan dalam mengelola aktiva, maka semakin besar keuntungan yang
diperoleh investor. Variabel pengukuran yang dipakai pada rasio likuiditas adalah
total asset turnover.
Menurut Hanafi dan Halim (2009:156) mengatakan bahwa profitabilitas
merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, baik dalam
hubungan dengan penjualan, asset dan modal saham tertentu. Semakin tinggi
profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan menghasilkan laba
bagi perusahaan. Variabel pengukuran yang dipakai pada rasio likuiditas adalah
earning per share.
Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan
perusahaan. Harga saham senantiasa bergerak dan pergerakan tersebut di tentukan
oleh kekuatan permintaan dan penawaran saham itu sendiri di pasar modal. Bagi
investor, harga saham mencerminkan nilai suatu perusahaan (Fahmi, 2013).
Menurut Tan, Syarif, dan Ariza (2014) bahwa Current Ratio, Debt to Equity
Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per Share berpengaruh nyata terhadap
harga saham secara simultan. Sedangkan menurut Sari (2014) Current Ratio, Debt to
Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per Share juga berpengaruh
signifikan secara terhadap harga saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat
diperoleh hipotesis yaitu :
H5 : Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per
Share berpengaruh secara simultan terhadap harga saham pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
Berdasarkan uraian di atas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk
skema kerangka pemikiran pada Gambar 2.1 di bawah ini :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Current Ratio
X1
Debt to Equity Ratio
X2
Harga Saham
Turn Asset Turnover
(Y)
X3
Earning Per Share
X4
2.3 Ringkasan Hipotesis
Berdasarkan gambar 2.1 di atas, ringkasan hipotesis yang ditetapkan dalam
penelitian ini adalah :
H1 : Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
H3 : Total Asset Turnover berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
H4 : Earning Per Share berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
H5 : Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per
Share berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014
Download