BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan media untuk mengkomunikasikan informasiinformasi keuangan perusahaan kepada pihak luar, seperti yang dikemukakan oleh Kieso dan Weygant (2007:2), yaitu : “Financial statement are the principal means through which financial information is communicated to those outside an enterprise” Artinya bahwa laporan keuangan merupakan prinsip-prinsip yang berisi tentang informasi keuangan yang digunakan untuk disampaikan kepada pihak luar perusahaan. Laporan keuangan juga memperlihatkan kondisi keuangan perusahaan, seperti yang diungkapkan Martono dan Harjito (2003:51) bahwa laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No.1 Tahun 2007 mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan, laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan posisi keuangan, (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti laporan keuangan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.” Berdasarkan penjelasan di atas tampak jelas bahwa perusahaan perlu mengadakan laporan mengenai kondisi keuangan perusahaannya dalam waktu atau periode yang telah ditentukan. Laporan keuangan yang lengkap apabila terdiri atas komponen neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (PSAK No.1 Tahun 2007). 2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan Perusahaan melakukan laporan keuangan tentu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.1, 2012) tujuan laporan keuangan yaitu: “Memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.” Menurut Machfoedz (1994:4) tujuan penyusunan laporan keuangan sebagai berikut: “Menyediakan informasi keuangan suatu badan usaha yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi.” Laporan keuangan merupakan salah satu sumber utama informasi keuangan yang penting bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Menurut Hendriksen dan Breda (2000:140) informasi keuangan akan bermanfaat bagi para pemakainya bila memenuhi karakteristik kualitatif, antara lain manfaat dan biaya, relevansi, keandalan, daya banding, dan materialitas. Pengguna laporan keuangan yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan menurut Fahmi (2011) adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Investor merupakan penanam modal berisiko, maka kebutuhan laporan keuangan investor juga akan memenuhi kebutuhan informasi pengguna lain dalam melakukan analisis laporan keuangan. 2.1.3 Analisis Laporan Keuangan Analisa laporan keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan menggunakan cara atau metode analisis yang tepat sehingga hasil yang diharapkan benar-benar tepat pula. Menurut Munawir (2010:35) mendefinisikan analisis laporan keuangan sebagai berikut : ”Analisis laporan keuangan adalah analisis laporan keuangan yang terdiri dari penelaahan atau mempelajari daripada hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan.” Menurut Rusdin (2008:140) mendefinisikan analisis laporan keuangan sebagai berikut : “Analisis laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan hubungan diantara berbagai account dari beberapa laporan keuangan yang menccerminkan keadaan keuangan serta hasil operasional perusahaan”. Berdasarkan kedua definisi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan sangat perlu melakukan analisis laporan keuangan untuk menentukan estimasi dan prediksi mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. Analisis rasio keuangan adalah salah satu alat penting yang digunakan dalam menganalisis laporan keuangan. 2.1.4 Analisis Rasio Keuangan Sebelum melakukan prediksi mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa yang akan datang maka dilakukan analisis terhadap rasio keuangan. Menurut James dan Jhon (2005:202) analisis rasio keuangan merupakan sebuah indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan di dapat dengan membagi satu angka dengan yang lainnya. Sedangkan menurut Harahap (2009:297) analisis rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari hasil satu pos dengan pos laporan keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Analisis rasio keuangan dipresentasikan ke dalam rasio-rasio keuangan. Menurut Rusdin (2008), umumnya dikelompokkan dalam 5 tipe dasar, yaitu: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas. 2.1.5 Jenis-jenis Rasio Keuangan Menganalisis rasio keuangan diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Menurut Gitman (2006:57) adalah sebagai berikut: “Financial ratios can be divided for convenience into five basic categories: liquidity, activity, debt, profitability, and market ratios. Liquidity, activity, and debt ratios primarly measure risk. Profitability ratios measure return. Market ratios capture both risk and return.” Artinya rasio keuangan dapat dibagi menjadi lima kategori: likuiditas, aktifitas, hutang (leverage), profitabilitas, dan rasio pasar. Rasio likuiditas, aktifitas, dan hutang (leverage) untuk mengukur risiko, sedangkan rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian. Rasio pasar digunakan untuk mengukur rasio dan tingkat pengembalian. Sunjaja dan Barlian (2003:131) membagi rasio keuangan ke dalam lima kategori, yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio hutang, rasio profitabilitas, dan rasio pasar.. Adapun jenis-jenis rasio keuangan akan dijelaskan lebih terperinci sebagai berikut: 1. Rasio Likuiditas Menurut istilah kata likuid berarti cair atau lancar. Sehingga, jika dianalogikan dengan likuiditas keuangan berarti kemampuan perusahaan untuk menjaga posisi keuangannya dalam keadaan lancar (Fitriani, 2014). Menurut Brigham (2007:103) rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan tentang hubungan antara kas perusahaan dan harta lancar lainnya dengan hutang lancar. Sedangkan menurut Galagher and Andrew (2003:99) rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur seberapa cepat dan mudahnya perusahaan dalam menghasilkan uang tunai untuk memenuhi keperluannya. Rasio-rasio yang digunakan untuk menghitung likuiditas perusahaan antara lain Current Ratio, Quick Ratio,dan Cash Ratio. Berikut rasio yang dipergunakan untuk menghitung aktivitas likuiditas, yaitu : - Current Ratio Menurut Munawir (1979) current ratio menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya hutang jangka pendek. Menurut Martono dan Agus (2002:55) current ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Rumus untuk rasio ini, menurut Brigham dan Houston (2006:95), yaitu : Current Ratio = - 𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚 𝐋𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫 𝐇𝐮𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐋𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫 Quick Ratio x 100% Quick Ratio merupakan perbandingan aktiva lancar (tanpa persediaan) terhadap hutang lancar (Munawir, 1979). Menurut Brigham (2007:103) rasio ini dihitung dengan mengeluarkan persediaan dari aktiva lancar kemudian dibagi dengan hutang lancar. - Cash Ratio Cash Ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas adalah efek atau surat berharga Sutrisno (2003). 2. Rasio Solvabilitas Menurut Riyanto (2001:32) solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasikan. Menurut Munawir (2004:32), mendefinisikan tentang solvabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memnuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang”. Rasio-rasio yang digunakan untuk menghitung solvabilitas perusahaan antara lain, Debt to Equity Ratio, Debt to Total Asset Ratio, dan Time Interest Earned Ratio - Debt to Equity Ratio (DER) Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:70) debt to equity ratio menunjukkan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. Menurut Rusdin (2008:142) debt to equity ratio merupakan rasio yang menunjukkan struktur permodalan emiten jika dibandingkan dengan kewajiban. Menurut Martono dan Agus (2002:59) rasio ini dihitung dengan formula : Debt to Equity Ratio = - 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑫𝒆𝒃𝒕 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 x100% Debt to Asset Ratio (DAR) Rasio ini mengukur persentase total dana yang disediakan oleh hutang (Sutrisno, 2003). Rasio ini dihitung dengan membagi total kewajiban dengan total aktiva (Neveu, 1985). Semakin tinggi tingkat rasio ini, semakin tinggi risiko keuangan perusahaan. - Time Interest Earned Ratio Menurut Sawir (2008:14) rasio ini mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT) dan mengukur sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan kegagalan dari pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman. 3. Rasio Aktivitas Menurut Sartono (2008:114) rasio aktivitas menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh pinjaman. Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi (efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2006). Hasil pengukuran tersebut dapat terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mengelola aset yang dimilikinya atau justru sebaliknya. Rasio-rasio yang termasuk ke dalam rasio aktivitas adalah : - Total Assets Turnover Total assets turnover menurut Syamsuddin (2002) mengukur berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan. Rumus untuk menghitung Total Assets Turnover menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:221), yaitu : Total Assets Turnover = - 𝑵𝒆𝒕 𝑺𝒂𝒍𝒆𝒔 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 x 1 time Inventory Turnover Rasio Inventory Turnover atau perputaran persedian merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki oleh perusahaan (Munawir, 1979). - Fixed Assets Turnover Rasio perputaran aktiva tetap atau fixed asset turnover merupakan perbandingan antara penjualan bersih dengan total aktiva tetap yang dimiliki perusahaan (Sutrisno, 2003). Rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan dan penjualan. - Average Collection Periods Piutang dagang berubah seiiring berjalannya operasi perusahaan. Menurut Neveu (1985) menyatakan rasio average collection periode mengukur rata-rata jumlah hari yang diperlukan perusahaan untuk menagih piutang dagangnya. 4. Rasio Profitabilitas Menurut Brigham (2007:112) rasio profitabilitas merupakan sekelompok rasio yang menunjukkan tentang kombinasi dan likuiditas, manajemen aktiva, hutang, dan hasil usaha. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Berikut merupakan rasio-rasio profitabilitas : - Earning Per Shares (EPS) Menurut Tandelilin (2010:373) earning per share merupakan laba bersih yang siap dibagikan kepada pemegang saham di bagi dengan jumlah lembar saham perusahaan. Cara perhitungan Earning Per Share adalah sebagai berikut : Earning Per Share = - 𝑬𝑨𝑻 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒉𝒂𝒎 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒆𝒅𝒂𝒓 x100% Net Profit Margin Marjin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan (Martono dan Agus, 2002). Rasio ini didapat dari pendapatan setelah pajak dibagi dengan penjualan bersih (Neveu, 1985). - Gross Profit Margin Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, menindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien Sawir (2005:18). Margin per produk dapat dilihat pada saat dilakukan evaluasi, bila rendah maka perusahaan tersebut sensitive terhadap pesaingnya. - Return On Equity Rasio yang digunakan untuk mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas (Irham, 2012). Semakin tinggi ROE menggambarkan semakin baik manajemen perusahaan karena dari modal yang dikelola dapat menghasilkan pendapatan yang optimal (Andrew, 2003). - Return on Asset Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu (Hanafi, 2012). Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset, yang berarti semakin baik. Rasio-rasio yang di pilih penulis dalam penelitian ini meliputi current ratio, debt to equity ratio, total asset turnover, dan earning per share. Penulis memilih rasio tersebut untuk mengetahui pengaruh antara aktiva lancar dan hutang lancar, beban utang yang ditanggung perusahaan, aktivitas terhadap harga saham, dan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu serta seberapa besar pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan. 2.1.6 Saham Saham merupakan salah satu instrument pasar modal yang digunakan sebagai sarana melakukan investasi. Melalui saham, investor dapat menanamkan modalnya dan dapat memperoleh pendapatan dikemudian hari berupa deviden. Menurut Martono dan Harjito (2002:230) mendefinisikan saham sebagai berikut: “Tanda bukti kepemilikan atau penyertaan pemegangnya atas perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (emiten). Saham juga merupakan bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu perusahaan yang berbentuk PT (Perseroan Terbatas)”. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006:5) saham adalah : “Tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham dalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut”. Pemilik saham akan menerima penghasilan dalam bentuk dividen dan dividen ini akan dibagikan kepada pemegang saham apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Berbeda dengan penghasilan bunga yang mudah dihitung, maka laba yang diperoleh perusahaan sulit diukur potensinya. Saham merupakan sekuritas yang memberikan penghasilan yang tidak tetap. Selain penghasilan berupa dividen, keuntungan yang diharapkan pemegang saham adalah selisih harga saham. Bila harga jual saham lebih tinggi dibanding dengan harga belinya, maka investor akan memperoleh capital gain, tetapi bila harga jualnya lebih rendah dibanding dengan harga beli saham, investor akan mendapatkan capital loss. Risiko yang dihadapi investor dengan kepemilikan sahamnya adalah tidak mendapat dividen, capital loss, perusahaan bangkrut atau dilikuidasi dan saham di-delist dari bursa (delisting). 2.1.7 Jenis-Jenis Saham Saham merupakan salah satu investasi yang paling banyak diminati oleh investor. Bagi perusahaan yang telah go public perusahaan tersebut dapat menjual sahamnya kepada masyarakat luas dan masyarakatpun dapat memilih beberapa jenis saham untuk berinvestasi. Menurut Ahmad (2004:74), dilihat dari cara pengalihannya dapat dibedakan menjadi : saham atas unjuk (bearer stock) dan saham atas nama (registered stock). Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001:5) hak tagihan (Klaim) dapat dibedakan atas saham Biasa (Common Stock) dan saham Preferen (Preferred Stock). Terdapat beberapa jenis saham preferen, diantaranya adalah cumulative preffered stock dimana pemilik saham memberikan hak kepada pemiliknya atas pembagian deviden yang sifatnya kumulatif dalam suatu persentase atau jumlah tertentu. Jenis selanjutnya adalah noncumulative preferred stock yaitu pemilik saham mendapatkan prioritas dalam pembagian dividen sampai pada suatu persentase atau jumlah tertentu, tapi tidak bersifat kumulatif. Jenis terakhir yaitu participating preferred stock dimana selain memperoleh dividen ekstra juga memperoleh dividen ekstra bersama-sama dengan pemegang saham biasa. 2.1.8 Harga Saham Saham-saham yang diperdagangkan di pasar modal dibutuhkan suatu sistem penilaian sebagai tolak ukur baik buruknya saham tersebut dengan pasar saham. Menurut Martono dan Agus (2007:13) harga saham merupakan refleksi dari keputusan-keputusan investasi (termasuk kebijakan deviden) dan pengelolaan aset. Sedangkan menurut Rusdin (2008:66) harga saham ditentukan menurut hukum permintaan, penawaran, atau kekuatan tawar menawar. Makin banyak orang yang ingin membeli, maka harga saham tersebut cenderung naik. Sebaliknya, makin banyak orang yang ingin menjual saham, maka saham tersebut akan bergerak turun. Tinggi rendahnya harga saham pada dasarnya lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internal dan eksternal perusahaan. Hal ini berkaitan dengan analisis sekuritas yang umumnya dilakukan investor sebelum membeli dan menjual saham. 2.1.8.1 Analisis Saham Penilaian terhadap surat berharga dapat dikelompokkan menjadi analisis fundamental dan analisis teknikal. Menurut (Husnan, 2001:349) analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati perubahan harga saham tersebut di waktu yang lalu. Menurut Kamaruddin (2004:79) pemikiran yang mendasari analisis tersebut adalah: 1. Bahwa harga saham mencerminkan informasi yang relevan. 2. Bahwa informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu. 3. Perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan berulang kembali. Analisis ini cocok untuk melakukan transaksi jangka pendek. Namun tingkat kesalahan analisis teknikal relatif lebih tinggi di banding analisis fundamental. Hal ini bisa dihindari dengan melakukan transaksi dengan alat yang tepat. Selain itu terdapat analisis fundamental yang lebih menentukan pada penentuan nilai intrinsik dari suatu saham Husnan (2001:349). Banyak faktor yang mempengaruhi harga saham dalam melakukan analisis fundamental antara lain: analisis ekonomi, analisis industri, dan analisis kondisi spesifik perusahaan. 2.1.8.2 Faktor-Faktor yang Membentuk Harga Saham Beberapa hal yang mampu membentuk harga saham, karena harga saham akan dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh faktor fundamental. Menurut Brigham dan Houston (2004), bahwa harga saham perusahaan tergantung pada faktor proyeksi laba per saham, waktu diperolehnya laba, tingkat resiko dari proyeksi laba, proporsi utang perusahaan terhadap equitas (DER) dan kebijakan pembagian deviden Selanjutnya menurut Damoddaran (2002:23) bahwa harga saham ditentukan oleh permintaan atau perdagangan harian antara penjual dan pembeli. Arus permintaan ditentukan oleh harga, jika permintaan lebih besar dari penawaran, harga akan naik tetapi jika penawaran lebih besar dari permintaan harga akan turun. 2.2 Kerangka Pemikiran Sektor manufaktur merupakan sektor yang sangat rentan terhadap fluktuasi dan gejala perekonomian global. Meningkat atau menurunnya situasi ekonomi pada sektor manufaktur dapat dilihat melalui kinerja keuangan perusahaan yang terdapat di sektor manufaktur itu sendiri. Menurut Munawir (2010:30), kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Rasio keuangan perusahaan yang dipakai untuk mengukur kinerja keuangan dapat digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan serta mempunyai kekuatan untuk memprediksi harga atau return saham di pasar modal. Ang (1997) mengelompokkan rasio keuangan tersebut ke dalam lima jenis yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio rentabilitas (profitabilitas), rasio solvabilitas dan rasio pasar. Rasio likuiditas perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Utomo, 2006). Jika perusahaan mampu melakukan pembayaran terhadap utang-utangnya artinya perusahaan dalam keadaan likuid, tetapi jika tidak mampu maka perusahaan dikatakan dalam keadaan ilikuid. Selanjutnya pada rasio solvabilitas, rasio ini menggambarkan tentang proporsi dari jumlah aktiva yang dipinjamkan kepada perusahaan oleh kreditur (Gitman, 2006:64). Investor menginginkan prospek tingkat pengembalian yang tinggi, namun mereka enggan menghadapi risiko, karena investor itu lebih tertarik pada saham yang tidak menanggung terlalu banyak risiko dan risiko hutang yang tinggi (Brigham dan Houston, 2006:103). Rasio berikutnya adalah rasio aktivitas, rasio ini menunjukkan semakin besar perputaran aktiva semakin efektif perusahaan mengelola aktivanya dalam menghasilkan penjualan (Sutrisno, 2009). Selanjutnya rasio profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sandhieko, 2009). Bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini. Naik turunnya harga saham dapat dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan. Harga saham mencerminkan juga nilai dari suatu perusahaan. Jika perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh para investor. Prestasi baik yang dicapai perusahaan dapat dilihat di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan (emiten). Emiten berkewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan pada periode tertentu. Tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks, yang satu dengan yang lainnya. Analisis dari macam-macam rasio dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi keuangan perusahaan bagi para analis. 2.2.1 Pengaruh Current Ratio Terhadap Harga Saham Likuiditas berfungsi untuk mengatur kemampuan jangka pendek perusahaan di dalam memenuhi kewajiban dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun) dari sisi likuiditas keuangan (Sutrisno, 2003). Rasio ini diwakili oleh Current Ratio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang perusahaan. Perusahaan yang sedang berkembang dan menghasilkan laba akan memerlukan dana yang cukup besar untuk membiayai investasinya, oleh karena itu mungkin akan kurang likuid karena dana yang diperoleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang permanen (Sartono,2001:293). Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan dana. Keberhasilan investasi yang dilakukan oleh perusahaan akan memberikan sinyal positif bagi peningkatan harga sahamnya. Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaan berarti semakin kecil resiko kegagalan perusahaaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, akibatnya risiko yang ditangung perusahaan juga semakin kecil (Ang, 1977:18). Semakin kecilnya risiko yang ditanggung perusahaan maka diharapkan akan meningkatkan minat para investor untuk menanamkan dananya dalam perusahaan tersebut, sehingga investor lebih menyukai Current Ratio yang tinggi dibandingkan dengan Current Ratio yang rendah. Hal ini diperkuat oleh penelitian Reza dan Abdurrahman (2013) bahwa current ratio memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Penelitian berikutnya juga membuktikan bahwa current ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham (Dadrasmoghadam dan Akbari,2015). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis, yaitu : H1 : Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 2.2.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham Solvabilitas digunakan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (Riyanto, 2001). Solvabilitas diwakili oleh debt to equity ratio pada penelitian ini. Semakin meningkatnya debt to equity ratio (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Semakin besar biaya bunga, maka profitabilitas (earning after tax) semakin berkurang karena sebagian digunakan untuk membayar bunganya. Debt to Equity Ratio (DER) akan mempengaruhi harga saham karena rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menutupi total hutangnya, baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Meningkatnya Debt to Equity Ratio (DER), daya tarik saham perusahaan akan menurun di mata investor, karena proporsi hutang perusahaan mempunyai beban yang lebih berat. Sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ramdhani (2013) bahwa Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham. Menurut Nardi (2013) Debt to Equity Ratio juga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 2.2.3 Pengaruh Total Asset Turnover Terhadap Harga Saham Rasio aktivitas merupakan pengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang dimilikinya. Menurut Irawati (2006:52), rasio aktivitas merupakan kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha dalam suatu periode tertentu. Semakin besar perputaran aktiva maka akan semakin efektif perusahaan yang akan berdampak pada harga saham perusahaan. Penelitian ini diwakili oleh Total Asset Turnover yang digunakan untuk mengukur berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan. Menurut Reza dan Abdurrahman (2013) tidak terdapat pengaruh total asset turnover terhadap harga saham dikarenakan industri yang dijadikan penelitian penggunaan aset untuk kegiatan produksi tidak akan langsung dapat dirasakan dengan cepat, harus melalui proses yang lama sampai dengan hasil akhir. Apabila semakin besar perputaran aktiva perusahaan maka semakin efektif perusahaan mengelola aktivanya. Dadrasmoghadam dan Akbari (2015) juga mengemukakan bahwa rasio aktivitas (Total Asset Turnover) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : H3 : Total Asset Turnover berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 2.2.4 Pengaruh Earning per Share Terhadap Harga Saham Penggunaan sumber dana perusahaan bertujuan untuk menghasilkan laba. Laba dapat diperoleh apabila kegiatan operasional perusahaan dalam keadaan yang baik, karena prestasi perusahaan dalam menghasilkan laba dapat mempengaruhi permintaan terhadap saham perusahaan tersebut. Meningkatnya permintaan saham akan ikut meningkatkan harga sahamnya. Hal tersebut dipertegas oleh Sartono (2001:40) pada dasarnya harga saham ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. Pasar modal yang kompetitif tercipta karena adanya kekuatan permintaan dan penawaran sencara kontinyu hingga harga pasar saham menyesuaikan secara cepat dengan setiap perubahan informasi. Harga saham dapat dipengaruhi oleh berbagai macam informasi, baik informasi tentang perusahaan, emitan yang bersangkutan atau informasi yang berkaitan dengan perekonomian secara makro. Salah satu perhatian investor dalam menganalisis saham-saham yang diminatinya adalah harga saham itu sendiri. Penjelasan tersebut ditegaskan oleh Syamsudin (2004:38) pemegang saham dan calon pemegang saham menaruh perhatian utama pada tingkat keuntungan, baik sekarang maupun yang akan datang. Hal tersebut penting karena tingkat keuntungan akan mempengaruhi harga saham yang mereka miliki. Earning Per Share merupakan salah satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham (Kasmir, 2012:207). Earning Per Share merupakan alat analisis tingkat profitabilitas perusahaan yang menggunakan konsep laba konvensional. Menurut Tandelilin (2001) menyatakan sebagai berikut : “EPS yang berhubungan positif dengan harga saham sesuia dengan teori yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perubahan earning dengan perubahan harga saham”. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa Earning Per Share berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham (Kartika,2013). Menurut Menaje (2012) Earning Per Share memiliki hubungan yang signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : H4 : Earning Per Share berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014. 2.2.5 Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per Share Terhadap Harga Saham Menurut Sawir (2003: 144), dalam menilai kinerja keuangan yang menggunakan analisis rasio keuangan perlu diketahui standar rasio keuangan tersebut. Menurut Munawir (2010: 67), selain membandingkan rasio keuangan dengan standar rasio, kinerja keuangan juga dapat dinilai dengan membandingkan rasio keuangan tahun yang dinilai dengan rasio keuangan pada tahun-tahun sebelumnya. Menurut Fahmi (2011) bahwa rasio likuiditas penting karena kegagalan dalam membayar utang lancarnya dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Variabel pengukuran yang dipakai pada rasio likuiditas adalah current ratio. Menurut Jumingan (2010) yang mengatakan bahwa current ratio yang rendah relatif lebih riskan, tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aset lancar secara efektif. Selanjutnya pada rasio solvabilitas adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh utang (Sartono,2000). Sebaiknya perusahaan harus menyeimbangkan berapa utang yang layak di ambil dan dari mana sumber-sumber yang dapat di pakai untuk membayar utang. Variabel pengukuran yang dipakai pada rasio likuiditas adalah debt equity to ratio. Rasio selanjutnya yaitu rasio aktivitas yang merupakan rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas manajemen perusahaan dalam mengelola asetasetnya (Martono dan Harjito, 2007:56). Rasio ini juga sering digunakan investor sebagai pertimbangan sebelum melakukan investasi. Semakin efektif dan efisien perusahaan dalam mengelola aktiva, maka semakin besar keuntungan yang diperoleh investor. Variabel pengukuran yang dipakai pada rasio likuiditas adalah total asset turnover. Menurut Hanafi dan Halim (2009:156) mengatakan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, baik dalam hubungan dengan penjualan, asset dan modal saham tertentu. Semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan menghasilkan laba bagi perusahaan. Variabel pengukuran yang dipakai pada rasio likuiditas adalah earning per share. Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan. Harga saham senantiasa bergerak dan pergerakan tersebut di tentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran saham itu sendiri di pasar modal. Bagi investor, harga saham mencerminkan nilai suatu perusahaan (Fahmi, 2013). Menurut Tan, Syarif, dan Ariza (2014) bahwa Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per Share berpengaruh nyata terhadap harga saham secara simultan. Sedangkan menurut Sari (2014) Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per Share juga berpengaruh signifikan secara terhadap harga saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : H5 : Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per Share berpengaruh secara simultan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 Berdasarkan uraian di atas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran pada Gambar 2.1 di bawah ini : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Current Ratio X1 Debt to Equity Ratio X2 Harga Saham Turn Asset Turnover (Y) X3 Earning Per Share X4 2.3 Ringkasan Hipotesis Berdasarkan gambar 2.1 di atas, ringkasan hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah : H1 : Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 H3 : Total Asset Turnover berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 H4 : Earning Per Share berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014. H5 : Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover dan Earning per Share berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014