PENDAHULUAN Hampir setiap orang selama hidupnya pernah mengalami nyeri di daerah pinggang. Sebagian besar keluhan yang timbul ringan dan dapat sembuh dalam waktu singkat sehingga sering dianggap sebagai gangguan yang tidak serius. Oleh karena itu penyebab yang lebih serius dapat diabaikan oleh pasien sendiri atau oleh dokter yang menanganinya. Sehubungan dengan hal tersebut perlu perhatian yang lebih mendalam untuk mencegah kekeliruan dalam mengelola sindroma ini. Dalam paper ini akan dilaporkan seorang penderita dengan LBP (Low Back Pain) akibat hernia nukleus pulposus (HNP) dengan pembahasan terutama pada aspek diagnostik klinis. ILUSTRASI KASUS Seorang pria 44 tahun, masuk rumah sakit (MRS) tgl 23-9-2003 dengan keluhan utama nyeri pinggang sampai ke tungkai kiri sejak 2 bulan sebelum MRS. Keluhan nyeri pinggang sudah dialami penderita sejak +10 tahun yang lalu, terasa tumpul atau pegal, hilang timbul terutama bila bekerja mengangkat barang berat dan hanya terbatas pada pinggang bagian bawah saja. Sejak 2 bulan sebelum MRS nyeri pinggang ini bertambah dan lebih lama, dirasakan seperti kena aliran listrik menjalar dari bokong kiri sampai paha bagian belakang, betis dan telapak kaki kiri. Timbulnya nyeri tak tergantung dengan waktu baik siang ataupun malam, terutama bila berjalan, mengedan atau batuk. Sejak + 1 bulan yang lalu penderita juga merasa kesemutan pada daerah betis sisi luar sampai ke kaki sisi luar dan telapak kaki kiri. Bersamaan penderita merasa kaki kiri menjadi lemah dan terasa berat untuk berjalan. Tak ada trauma pada tulang belakang, demam (-), batuk-batuk (-), penurunan berat badan (-). Dalam perawatan (minggu ke 3) setelah dilakukan MRI penderita merasa nyeri seperti kena aliran listrik pada tungkai kanan yang sama seperti tungkai kiri, walau tak terlalu hebat. Bersamaan kaki kanan terasa lemah, dan rasa baal pada daerah selangkang kiri dan kanan. Buang air kecil hanya sedikit-sedikit, harus mengejan dan sulit buang air besar. Selama sakit ini penderita pernah berobat ke dokter umum terdekat tapi tak ada perubahan, jenis obat yang diminum tidak diketahui. Pekerjaan penderita pegawai negeri tapi penderita juga bekerja sambilan bertani dan sering mengangkat beban berat sejak belasan tahun yang lalu. Riwayat penyakit dahulu: operasi katarak karena trauma mata (tahun 1996 mata kanan, tahun 2003 mata kiri) dengan gejala sisa pandangan ganda saat melihat jauh dan penglihatan mata kanan kabur, sakit gula (-), batuk-batuk lama (-), sakit kanker (-). Kebiasaan merokok 1-2 bungkus/hari sejak + 20 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak sakit sedang, posisi tubuh cenderung antefleksi dan tampak menahan sakit bila berubah posisi, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 76x/menit reguler isi cukup, frekuensi pernapasan 18x/menit, suhu afebris. Mata tidak anemis dan tak tidak ikterus, mata kanan afakia, jantung–paru dalam batas normal, hepar-limpa tak teraba, peristaltik normal, ekstremitas akral hangat. Tak ditemui pembesaran kelenjar limfe. Colok dubur: sfingter ani longgar, ampula terisi feses, prostat tak membesar, permukaan licin, nyeri tekan (-), massa (-), sarung tangan feses (+), darah (-). Status neurologis didapatkan pupil kanan 3 mm, kiri oval, cahaya langsung tidak langsung normal, paresis nervus VI kanan minimal, visus bedside kesan OD 1/60 OS 5/6, funduskopi OD/S dalam batas normal, tanda rangsang meningeal; tes laseque 45o/30o, tes kernig 110o/110o. Motoris: kekuatan otot ekstremitas atas 5555/5555 ekstremitas bawah 3355/5433, hipotoni pada tungkai bawah kiri, hipotrofi tungkai kiri pada otot gastronemeus, soleus, tibialis anterior dan posterior, refleks fisiologis biseps ++/++, triseps ++/++, KPR ++/+, APR +/+, refleks patologis (-). Sensorik: hipestesi dan parestesi pada dermatom L5 dan S1 kiri, proprioseptik baik. Otonom; retensio urine dan alvi. Pemeriksaan tambahan: tulang belakang deformitas (-), nyeri tekan lokal di lumbal 5 dan paravertebral kiri-kanan, nyeri tekan sumbu (-), tes valsava (+), nyeri tekan bokong kiri dan paha bagian belakang (+), tes patrick -/-, tes kontra patrick -/-. Diagnosis kerja awal adalah: iskialgia bilateral ec. suspek HNP Lumbal 4-5, dd. spondiloartrosis lumbal. Penatalaksanaan awal diberikan: Diklofenak 3x25 mg, Amitriptilin 3x5 mg, Diazepam 3x1 mg, Esperson 3x1, Ranitidin 2x1 tablet, Metikobalamin 3x500 mg, laksatif, kateter. Konsul URM. Pemeriksaan penunjang: laboratorium rutin, LP, foto polos vertebra lumbosakral (AP/lateral), foto polos toraks, EMG dan MRI lumbosakral. Hasil pemeriksaan penunjang ditemui : · Foto polos toraks (24-9-2003) : tak tampak kelainan radiologik. · Foto lumbosakral AP/Lat (24-9-2003): kesan penyempitan intervertebra L4-5. · Pemeriksaan laboratorium (24-9-2003) : Hb : 15,2 g/dl Gula darah sewaktu :114 mg/dl. Ht : 44 l% Ureum : 40 mg/dl. LED : 20 mm/jam Kreatinin : 1,0 mg/dl Leukosit : 10.900 /ul. As urat : 6,9 mEq/l Trombosit : 246.000 /ul. · Pemeriksaan EMG (17-10-2003): didapatkan adanya iritasi radiks L3-4 kiri dan kompresi radiks L5 – S1-S2 kiri. EMG II (13-1-2004) : kompresi radiks L4-5, S1. · Pada pemeriksaan MRI (2-10-2003) tampak adanya penonjolan diskus intervertebralis L4-5 ke posterior yang menekan dural sac dan radiks kanan-kiri. Tampak degenerasi diskus intervertebralis L2-3, L3-4, L4-5, L5-S1, alignment kolumna lumbosakral melurus, tampak osteofit korpus vertebra L4, L5 posterior, jaringan lunak baik. Kesan HNP Lumbal 4-5 dengan penekanan radiks kanan-kiri. Diagnosis ditegakkan sebagai : - Diagnosis klinis : iskialgia bilateral hipestesi/parestesi dermatom L5–S1, monoparesis tungkai kiri ametropia mata kanan, strabismus konvergen - Diagnosis topis : radiks L3,4,5, S1,2 diskus intervertebralis L4-5 lensa mata kanan, nervus VI kanan - Diagnosis etiologis : hernia nukleus pulposus katarak traumatik - Diagnosis patologis : degeneratif, inflamasi Penatalaksanaan diberikan: · Konservatif : Informasi dan edukasi kebiasaan hidup Imobilisasi ditempat tidur dengan penyesuaian posisi tubuh dan aktivitas. Medikamentosa : Metilprednisolon 3x16 mg tappering off, Diklofenak 3x50 mg, Ranitidin 2x1 tab, Tramadol 3x50 mg, Karbamazepin 3x200 mg, Amitriptilin 3x12,5 mg, Lioresal 3x1 tab, Metikobalamin tablet 3x500 mg. Program rehabilitasi: 1. Perawatan, miring kiri-kanan terlentang tiap dua jam. 2. Fisioterapi, aktif ROM dan strengthening exercise anggota gerak atas, TENS paralumbal kiri dan gluteus kiri, massage para lumbal kiri dan gluteus kiri. 3. Korset. · Operatif: dilakukan konsultasi dengan bagian bedah saraf dan direncanakan operasi elektif, namun sehubungan dengan suatu hal (biaya dan persetujuan keluarga) penderita minta tunda operasi dan minta pulang. Penderita MRS kembali tanggal 7-1-2004 dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang sama dan dioperasi tanggal 29-1-2004. Prognosis Prognosis pada penderita ini: Ad vitam : bonam Ad fungsionam : dubia ad bonem Ad sanasionam : dubia PEMBAHASAN LBP (low back pain/nyeri punggung bawah) adalah suatu gejala dan bukan suatu diagnosis, dimana pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan diagnosis patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun di sebagian besar kasus, diagnosis tidak pasti dan berlangsung lama. Dengan demikian maka LBP yang timbulnya sementara dan hilang timbul adalah sesuatu yang dianggap biasa. Namun bila LBP terjadi mendadak dan berat maka akan membutuhkan pengobatan, walaupun pada sebagian besar kasus akan sembuh dengan sendirinya. LBP yang rekuren membutuhkan lebih banyak perhatian, karena harus merubah pula cara hidup penderita dan malahan juga perubahan pekerjaan. Definisi Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik.1 Insiden LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalencerata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke 2 untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi.2 Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17%. 1 Etiologi Penyebab LBP dapat dibagi menjadi: 1. Diskogenik (sindroma spinal radikuler). 2. Non-diskogenik 1. Diskogenik Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa dalam bentuk suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang sekali pada daerah torakal. Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan yang dapat menyerap air sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai dekade ke tiga, gel dari nukleus pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus sampai dekade ke empat menjadi kira-kira 65%. Nutrisi dari anulus fibrosis bagian dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai darah dari ruang epidural. Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat anulus baik secara melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus. Perpaduan robekan secara melingkar dan radial menyebabkan massa nukleus berpindah keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf.3 2. Non-diskogenik Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada serabut sensorik saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus dan bisa disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik atau imunologis, yang mengiritasi n. iskiadikus dalam perjalanannya dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi pelvis sampai sepanjang jalannya n. iskiadikus (neuritis n. iskiadikus).4 Penderita didiagnosis sebagai HNP Lumbal 4-5 dengan manifestasi iskialgia bilateral didasarkan atas anamnesis: adanya nyeri pada punggung bawah yang timbul tak tergantung dengan waktu siang atau malam, memberat terutama bila berjalan, batuk ataupun mengejan. Disertai nyeri radikuler sepanjang nervus iskiadikus sinistra sejak 2 bulan sebelum MRS dan bertambah pada sisi kanan juga, telah disertai dengan defisit neurologis berupa adanya tanda rangsangan meningeal (laseque, kernig), monoparesis tungkai bawah kiri tipe lower motor neuron, dan gangguan sensorik saddle hipestesi, hipestesi pada dermatom L5-S1 kiri. Dari pemeriksaan x-foto lumbosakral terdapat penyempitan ruang intervertebralis L4-5, MRI didapatkan penonjolan diskus intervertebralis L4-5 dengan penekanan radiks kanankiri. Dengan EMG didapatkan iritasi radiks L3-4 kiri dan kompresi radiks L5-S1-S2 kiri. Pertambahan nyeri radikuler pada tungkai kanan setelah dilakukan MRI kemungkinan akibat posisi dorsifleksi (supinasi) pada lumbal dalam waktu relatif cukup lama dimana dengan posisi ini membuat foramen intervertebral menyempit dan menjepit radiks. Faktor risiko Faktor risiko terjadinya LBP adalah usia, kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan. 1,6 Pada pasien ini faktor yang menjadi resiko dari penyebab terjadinya low back pain karena hernia nukleus pulposus adalah faktor pemakaian yang terlalu banyak (wear and tear), karena sejalan dengan usia yang sudah berumur pertengahan. Selain hal ini penderita juga sering mengangkat beban berat yang akan memberikan trauma berulang secara berkepanjangan pada struktur tulang belakang, adanya kebiasaan merokok, dan riwayat low back pain berulang sebelumnya. Merokok dikatakan dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri pinggang bawah pada usia muda dengan odds ratio 2,4 95% CI 1,3-6,0. 5 Anamnesis Harus dilakukan anamnesis yang teliti yang biasanya nantinya akan dilengkapi oleh pemeriksaan fisik, disertai pemeriksaan radiologis dan elektrodiagnosis. Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:7 1. Nyeri pinggang lokal Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen. 2. Iritasi pada radiks Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis. 3. Nyeri rujukan somatis Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial. 4. Nyeri rujukan viserosomatis Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang. 5. Nyeri karena iskemia Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis. 6. Nyeri psikogen Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan. Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi. Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan miksi-defekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana harus dicari dengan teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow incontinence dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan suatu keadaan emergensi yang absolut, yang memerlukan suatu diagnosis segera dan dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa yang menyebabkan kompresi. Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa hilangnya nyeri tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan, namun dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan nyeri hilang, walaupun kompresi radiks masih ada. Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan dapat diperberat dengan adanya depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5 tanda depresi yang menyertai nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi), anhedonia (tak dapat menikmati diri sendiri), gangguan tidur, menangis spontan dan perasaan depresi secara umum. 6 Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus. Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita: Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah. Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal. Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect). Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama. Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik. Palpasi : Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis. Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1. Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.6 Tanda-tanda perangsangan meningeal : Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasimodifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus.3,8 Tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif pada 73,3% penderita.7 Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Karena tanda Laseque tidak patognomonis untuk suatu HNP, maka bila tidak dijumpai pada seseorang yang umurnya kurang dari 30 tahun dengan sangat mungkin akan menyingkirkan diagnosis HNP. Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP. Tanda Laseque terbalik (femoral nerve stretch test / reverse Laseque sign) : Tes ini dapat menimbukan nyeri akibat ketegangan saraf yang mengalami iritasi ataupun kompresi, terutama pada lumbal bagian tengah dan atas.3 Bila tes ini positif, maka dicurigai adanya ketegangan pada radiks L2, L3 atau L4 dan tes ini dilakukan pada pasien yang terlungkup dengan jalan meng-ekstensikan paha dimana lutut dalam keadaan fleksi dan bisa juga dilakukan dengan pasien tidur pada sisi yang sehat dan meluruskan paha yang terkena dengan lutut dalam keadaan fleksi dan suatu tes yang positif akan menghasilkan nyeri pada paha medial atau anterior. Tanda Neri (Neri’s sign) : bisa ditimbulkan bila pasien membungkuk ke depan dan dikatakan positif bila akan terjadi fleksi lutut pada sisi yang terkena. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari LBP yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.12 Disease condition Back strain Acute herniation Patient or age Location of Aggravating or (years) pain Quality of pain relieving factors Signs 20 40 disc 30 50 to Low back, Ache, spasm buttock, posterior thigh Increased activity bending with Local tenderness, or limited spinal motion to Low back to Sharp, Decreased with Positive straight leg lower leg shooting or standing; raise test, weakness, burning pain, increased with asymmetric reflexes paresthesia in bending or sitting leg Osteoarthritis or >50 spinal stenosis Low back to Ache, shooting Increased with Mild decrease in lower leg; pain, "pins and walking, extension of spine; often needles" especially up an may have weakness or bilateral sensation incline; decreased asymmetric reflexes with sitting Spondylolisthesis Any age Back, posterior thigh Ache Increased activity bending to Sacroiliac joints, lumbar spine Ache Morning stiffness Decreased back motion, tenderness over sacroiliac joints Lumbar spine, sacrum Sharp ache Ankylosing spondylitis 15 40 Infection Any age pain, Varies with Exaggeration or lumbar curve, "step off" between processes), hamstrings of the palpable (defect spinous tight Fever, percussive tenderness; may have neurologic abnormalities decreased motion Malignancy >50 Affected bone(s) or Dull ache, Increased with May have localized throbbing pain; recumbency or tenderness, neurologic slowly cough signs or fever progressive TES DIAGNOSTIK : Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal. Terhadap penderita ini tak didapatkan kelainan yang mengarah kepada penyebab LBP karena infeksi ataupun kelainan ginjal. Pungsi Lumbal (LP) : LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal. Pada pasien ini tak dilakukan tindakan LP karena pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran yang spesifik terhadap HNP, juga perannya telah dapat digantikan oleh adanya gambaran radiologis yang lebih objektif dan tidak invasif. Pemeriksaan Radiologis : Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.3 MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi kecurigaan karena infeksi atau neoplasma Menurut gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus yang terjadi terbagi atas: 9 · Protruded intervertebral disc, dimana nukleus terlihat menonjol ke suatu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus. · Prolapsed intervertebral disc, dimana nukleus berpindah tetapi masih tetap dalam lingkaran anulus fibrosus. · Ekstruded intervertebral disc, dimana nukleus keluar dari anulus fibrosus dan berada di bawah ligamen longitudinalis posterior. · Sequestrated intervertebral longitudinalis posterior. disc, dimana nukleus telah menembus ligamen Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor. Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps pada mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%. Pada penderita ini secara radiologis x-foto polos terlihat penyempitan ruang intervertebralis L4-5 dan pada MRI tampak penonjolan diskus intervertebralis L4-5 ke arah posterior yang menekan dural sac dan radiks kanan-kiri, juga adanya degenerasi diskus intervertebralis L2-3, L3-4, L4-5, L5-S1, alignment kolumna lumbosakral melurus, tampak osteofit korpus vertebra L4, L5 posterior. Hal ini menggambarkan telah terjadinya trauma mekanik pada vertebra yang terjadi secara berulang dalam waktu yang lama. Selain itu lordosis lumbal yang melurus menggambarkan adanya spasme otot-otot paravertebral yang lama. Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasif. Elektromiografi (EMG) : Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk : · Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks · Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer · Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif, Motor Unit Action Potentials (MUAP) pada iritasi radiks terlihat sebagai : · Potensial yang polifasik · Amplitudo yang lebih besar dan · Durasi potensial yang lebih panjang, pada otot-otot dari segmen yang terkena. Pada kompresi radiks, selain kelainan-kelainan yang telah disebut diatas, juga ditemukan aktivitas spontan pada pemeriksaan EMG berupa fibrilasi di otot-otot segmen terkena atau di otot paraspinal atau interspinal dari miotoma yang terkena. Sensifitas pemeriksaan EMG untuk mendeteksi penderita radikulopati lumbal sebesar 92,47%.10 EMG lebih sensitif dilakukan pada waktu minimal 10-14 hari setelah onset defisit neurologis, dan dapat menunjukkan tentang kelainan berupa radikulopati, fleksopati ataupun neuropati.6 Elektroneurografi (ENG) Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti F- wave dan H-reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara bersamaan.10 Potensial Cetusan Somatosensorik (Somato-Sensory Evoked Potentials/SSEP) Kadang-kadang pemeriksaan SSEP diperlukan untuk membuat diagnosis lesi-lesi yang lebih proksimal sepanjang jaras-jaras somatosensorik. Terhadap penderita ini telah dilakukan EMG/ENG dan hasilnya menunjukkan adanya iritasi radiks L3-4 kiri dan kompresi radiks L5 – S1-S2 kiri. Dimana hasil ini sejalan dengan hasil MRI yaitu adanya HNP pada L4-5 yang telah mengiritasi dan menekan radiks. Tidak dilakukan SSEP karena tak ada tanda-tanda terjadinya lesi pada tingkat medula spinalis. Semua tes mempunyai hasil yang positif palsu dan negatif palsu serta penggunaan tes diagnostik lebih dari satu akan mempertajam akurasi diagnostik. Harus diingat bahwa seluruh pemeriksaan tambahan ini dilakukan dalam kerangka pemeriksaan klinis neurologis dan harus dievaluasi sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh sehingga sampai pada suatu kesimpulan diagnosis yang akurat sehingga tindakan pembedahan yang berlebihan dapat dicegah. PENATALAKSANAAN § Penanganan konservatif Tujuan penatalaksanaan secara konservatif adalah menghilangkan nyeri dan melakukan restorasi fungsional. Harus diberikan penerangan yang jelas tentang perjalanan penyakitnya, tes-tes diagnostik, cara-cara pencegahan, peran pembedahan sehingga pasien dapat menilai keadaan dirinya dan mengerti tindakan yang diambil oleh dokter dengan konsekuensi dari terapi yang dipilih. Dalam penanganan umum penderita diberikan informasi dan edukasi tentang hal-hal seperti: sikap badan, tirah baring dan mobilisasi. Medikamentosa diberikan terutama untuk mengurangi nyeri yaitu dengan analgetika. Cara pemberian analgetik mengacu seperti pada petunjuk tiga jenjang terapi analgetik WHO. Sering obat yang sesuai untuk penanganan dimulai dengan asetaminofen dan/ataunonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID). Untuk LBP akut secara fakta didapatkan bahwa tidak terdapat NSAID spesifik yang lebih efektif terhadap yang lainnya.13 Medikasi lain yang dapat diberikan sebagai tambahan adalah relaksan otot, antidepresan trisiklik, dan antiepileptika seperti fenitoin, karbamazepin, gabapentin, dan topiramat. Dari segi rehabilitasi, modalitas penanganan penderita HNP tergantung dari stadium dampak dari penyakit tersebut yang dibedakan atas:11 § Stadium impairment; fisioterapi § Stadium disabilitas; latihan penguatan otot § Stadium handicap; analisa sifat pekerjaan dan diikuti penyesuaian cara bekerja/alih pekerjaan. Modalitas yang dapat diberikan pada HNP seperti: - Traksi lumbal - Terapi termal (panas dan dingin) - Hidroterapi - Masase - TENS (Transcutaneus electrical nerve stimulaton) - Latihan - Korset (Back braces/Corset) Terhadap penderita ini penanganan secara umum, medikamentosa dan fisioterapi telah sesuai dengan yang dianjurkan walaupun pada akhirnya memang tak berhasil karena lesi yang ada sudah selayaknya ditangani secara operatif. § Penanganan operatif Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa: 14 Skiatika dengan terapi konservatif berat/intractable/ menetap/ progresif. selama lebih 4 minggu: - Defisit neurologik memburuk - Sindroma kauda ekuina. Stenosis kanal; setelah terapi konservatif tak berhasil. nyeri Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan radiologik. Dari pemeriksaan tambahan yang ada, pada penderita ini telah terindikasikan untuk dilakukan penanganan secara operatif karena; penanganan konservatif tidak ada perbaikan, adanya sindroma kauda ekuina dan pada hasil EMG telah terdapat kompresi pada radiks L5-S1-S2 kiri. Prognosis Dengan operasi 90% perbaikan fungsi secara baik dalam 1 tahun. Perbaikan motoris biasanya lebih cepat dari pada sensorik.6 Menurut Anderson, faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan/prognosis adalah: diagnosis etiologi spesifik, usia lanjut, pernah nyeri pinggang sebelumnya dan gangguan psikososial. Sebagian besar pasien sembuh secara cepat dan tanpa gangguan fungsional. Rata-rata 60-70% sembuh dalam 6 minggu, 80-90% dalam 12 minggu. Penyembuhan setelah 12 minggu berjalan sangat lambat dan tak pasti. Diagnosis sangat berkaitan dengan penyembuhan, penderita nyeri pinggang bawah dengan iskialgia membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan tanpa iskialgia.2 Dari penelitian Weber, tahun pertama terdapat perbaikan secara signifikan pada kelompok yang dioperasi dibanding tanpa operasi, namun kedua kelompok baik dioperasi maupun tidak, pada observasi tahun ke 4-10 terlihat perbaikan yang ada tidak berbeda secara signifikan.3 Alasan penanganan non operatif didukung oleh penelitian secara klinis dan otopsi yang memperlihatkan protrusi dan ekstrusi dari material diskus dapat diabsorbsi dikemudian hari. Dimana 90% dari pasien yang sudah diagnosis definitif herniasi diskus lumbal dan radikulopati, adanya kriteria jelas untuk operasi, berhasil ditangani dengan cara rehabilitasi secara agresif dan medikamentosa.3 Prognosis pada penderita ini secara fungsional dubia ada bonem karena secara klinis telah terdapat kompresi radiks yang cukup lama dengan disertai adanya sindroma kauda ekuina yang seharusnya dilakukan tindakan operatif secepatnya untuk koreksi struktur dan membebaskan penjepitan/kompresi radiks yang telah ada. Kesimpulan LBP sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sebagian besar dari kita pernah menderita LBP pada suatu waktu dalam masa hidup kita. Penyebab LBP beraneka ragam dan dibagi dalam kausa neurologis dan non-neurologis. Kausa neurologis dibagi lagi dalam non- diskogenik dan diskogenik. Sebagian besar kausa neurologis disebabkan oleh sindroma radikuler spinal khususnya lumbal. Secara ideal, maka patofisologi serta diagnosis spesifik dari kausa LBP harus di mengerti dengan baik, sehingga dapat dianalisa lebih lanjut dan diberikan terapi yang adekuat. Dan hendaknya dalam menangani nyeri pinggang bawah kita harus mencermati anamnesis mula terjadinya, perjalanan penyakit serta analisis rasa nyeri dilaksanakan dengan teliti agar pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis (rontgen, CT Scan, MRI), EMG dan laboratorium lebih terarah dan berindikasi tepat mengingat biaya dan waktu untuk penderita. Pengobatan pada LBP berputar pada masalah pemilihan cara pengobatan yang merubah perjalanan penyakit, karena bila tidak demikian, maka terapi hanya dianggap sementara dan juga pemilihan antara terapi konservatif atau operatif memerlukan suatu pertimbangan yang matang dan tepat dari hasil yang menyeluruh baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Telah diilustrasikan sebuah kasus LBP dengan penyebabnya HNP, dengan hal-hal yang berhubungan dengan aspek diagnosisnya serta sedikit tentang modalitas penanganannya