BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tindak Kekerasan 2.1.1. Pengertian Tindak Kekerasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), “kekerasan” diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai. Menurut Kaplan, tindak kekerasan adalah tiap bentuk perilaku menyakiti atau melukai orang lain. Sedangkan Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain, secara verbal (kata-kata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik (melukai atau membunuh) atau merusak harta benda. Menurut Wignyosoebroto (dalam Satria, 2011) pengertian kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau yang tengah dipandang berada dalam keadaan lebih lemah), berdasarkan kekuatan fisiknya yang superior, dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkannya rasa derita di pihak yang tengah menjadi objek kekerasan itu. Namun, tak jarang pula tindak kekerasan ini 11 Universita Sumatera Utara terjadi sebagi bagian dari tindakan manusia untuk tak lain daripada melampiaskan rasa amarah yang sudah tak tertahan lagi olehnya. Menurut KUHP Pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang sangat. Sedangkan Pasal 335 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan lain atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman perbuatan lain atau dengan ancaman perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Pasal 351 (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Tindak kekerasan termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup Universita Sumatera Utara rumah tangga. Sebagian besar korban kekerasan adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orangorang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban kekerasan adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi: a. Suami, isteri, dan anak; b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada point a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Menurut WHO (1999) yang dimaksud dengan kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Kekuatan fisik dan kekuasaan harus dilihat dari segi pandang yang luas mencakup tindakan atau penyiksaan secara fisik, psikis/emosi, seksual dan kurang perhatian/pengabaian (neglected). CDC Atlanta dan Komite Nasional pencegahan trauma di Amerika Serikat (dalam Bacchus, et al, 2003) menggunakan istilah kekerasan oleh mitra dekat (intimate partner violence) yang mencakup di dalamnya kekerasan dalam rumah Universita Sumatera Utara tangga. Kekerasan oleh mitra dekat adalah ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap mitra dekat yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan kematian, trauma dan hal-hal yang berbahaya yang mencakup kekerasan fisik, psikologis/emosional dan seksual. Dalam hal ini yang dimaksud mitra adalah suami atau istri, dating partner/pacar, bekas istri dan bekas pacar. Istilah kekerasan dalam rumah tangga digunakan di banyak negara di dunia untuk merujuk pada pengertian kekerasan terhadap perempuan oleh pasangan intimnya yang sekarang atau mantan pasangan intimnya (Jhonson & Sacco, 1995; Fischbach & Herbart, 1997 dalam Rena, 2008). Di beberapa daerah lain, termasuk di Amerika Latin kekerasan dalam rumah tangga digunakan untuk merujuk pada semua bentuk kekerasan dalam keluarga termasuk kekerasan terhadap anak-anak dan orangorang tua yang terjadi di dalam rumah (Kornblit, 1994). Dokumen terpenting yang digunakan untuk merujuk batasan kekerasan terhadap perempuan pada Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang disahkan pada tahun 1993 oleh PBB Pasal 1 disebutkan bahwa; Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk kekerasan yang berbasis gender, yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan, termasuk ancaman, paksaan, pembatasan kebebasan, baik yang terjadi di area publik maupun di dalam rumah tangga. Kekerasan pada istri adalah setiap perbuatan terhadap istri yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam Universita Sumatera Utara lingkup rumah tangga (Rena, 2008). Mengingat luasnya pengertian kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi jenis kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri. 2.1.2 Kasus Tindak Kekerasan di Dunia dan di Indonesia Catatan statistik kondisi perempuan di dunia (Sulaeman, 2013) menyatakan bahwa perempuan usia 15-44 tahun lebih beresiko mengalami pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga dibanding mengalami kanker, kecelakaan mobil, perang, atau malaria. Di negara Australia, Kanada, dan Israel 40-70 % dari jumlah perempuan yang tewas terbunuh adalah akibat pembunuhan oleh partner (suami/pacar) mereka. Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah perempuan yang tewas terbunuh adalah akibat pembunuhan oleh partner (suami/pacar) mereka dan 83% perempuan usia 12 -16 tahun mengalami pelecehan seksual di sekolah. Sementara di Afrika Selatan, seorang perempuan dibunuh setiap 6 jam, oleh partner intim mereka. Kemudian di India, 22 perempuan dibunuh setiap harinya terkait masalah mas kawin. Guatemala, rata-rata dua perempuan dibunuh setiap harinya. Switzerland, 22,3% perempuan pernah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pria asing (non partner) sepanjang hidup mereka. Di Kanada, 54% perempuan usia 15-19 tahun mengalami kekerasan seksual saat pacaran. Jumlah perempuan yang mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pria asing (non partner) setelah usia 15 tahun adalah kurang dari 1 % di Ethiopia dan Bangladesh, dan 10-12% di Peru, Samoa, Tanzania. Selain itu di Uni Eropa kekerasan dan pelecehan seksual di tempat Universita Sumatera Utara kerja mereka. Selanjutnya di negara-negara Asia-Pasifik, 30 -40 % perempuan pekerja mengalami kekerasan seksual di tempat kerja meliputi verbal dan fisik. Di banyak banyak masyarakat, korban pemerkosaan, perempuan yang dicurigai pernah melakukan hubungan seks sebelum pernikahan, dan perempuan yang dituduh berzina, dibunuh oleh keluarga mereka karena dianggap merusak kehormatan keluarga. Pembunuhan yang diistilahkan “honour killing” ini setiap tahunnya (di seluruh dunia) dilakukan terhadap rata-rata 5000 perempuan. Diperkirakan 2,5 juta orang diselundupkan setiap tahunnya, untuk dipekerjakan di sebagai pelacuran dan budak. 80% dari angka itu adalah perempuan dan anak-anak. Kemudian selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen di Indonesia. Remaja Indonesia (SMP-SMA) sebanyak 93,7 pernah melakukan hubungan seks dan 21,2 % remaja putri pernah melakukan aborsi. Kaum perempuan paling banyak mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh orang-orang terdekatnya serta tindak perkosaan di lingkungan komunitasnya sendiri. Pada awal tahun 2004 yang dilansir oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memperlihatkan pada tahun 2003 telah terjadi 5.934 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 2.703 diantaranya adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan korban terbanyak adalah istri, yaitu 2.025 kasus (75%). Tindakan kekerasan terhadap perempuan terus meningkat konsisten dari tahun ke tahun. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga skala Nasional tahun 2008 mencapai 35.398 kasus dan meningkat menjadi 43.000 kasus di Universita Sumatera Utara tahun 2009. Sedangkan tahun 2009, kasus kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2010 meningkat sekitar 6,25%. Kasus tindak kekerasan termasuk di dalamnya kekerasan di rumah tangga umumnya dilakukan oleh suami, mantan suami dan pacar. Lembaga non pemerintah Mitra Perempuan mencatat sepanjang tahun 2005 ada sebanyak 86,81 % kasus kekerasan yang dialami perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga dan 77,36 % dari kasus itu pelakunya adalah para suami. Selain suami, kekerasan dalam rumah tangga juga dilakukan oleh mantan suami (3,08%), orangtua atau mertua serta saudara (6,15%), majikan (0,22%) dan 9,01% dilakukan oleh pacar/teman dekat (Komnas Perempuan, 2012). 2.2 Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara lain : 1. Kekerasan Fisik antara lain : a. Kekerasan fisik berat berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul, menyundut, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan cedera berat, tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati, kehilangan salah satu panca indera, cacat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu Universita Sumatera Utara lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan dan kematian korban. b. Kekerasan fisik ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan : cedera ringan, rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat dan melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat. 2. Kekerasan Psikis antara lain : a. Kekerasan psikis berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masingmasingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut: gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun, gangguan stres pasca trauma, gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis), depresi berat atau destruksi diri, gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya dan bunuh diri. b. Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk Universita Sumatera Utara pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini : ketakutan dan perasaan terteror, rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual, gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis) dan fobia atau depresi temporer. 3. Kekerasan Seksual antara lain : a. Kekerasan seksual berat, berupa pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan. b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki. c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan. d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu. Universita Sumatera Utara e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi. f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka atau cedera. g. Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. h. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat. 4. Kekerasan Ekonomi antara lain : a. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa : memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran, melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya, mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban. b. Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Universita Sumatera Utara Lebih jauh lagi bentuk-bentuk tindak dapat dijelaskan secara detil. Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekik, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat anak-anak menjadi trauma selama hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman. Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus. Ketiga, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (Pasal 8): (a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Keempat, penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang Universita Sumatera Utara dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9). Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan dan sebagainya. 2.3 Penyebab Tindak Kekerasan Tindak kekerasan dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi dan interaksi multi faktoral antara biologis, sosial, ekonomi dan politis seperti riwayat kekerasan, kemiskinan, konflik bersenjata, namun dipengaruhi pula oleh beberapa faktor risiko dan faktor protektif. Kekerasan terhadap perempuan sebagai korban terbanyak dari tindak kekerasan dalam rumah tangga sangat dipengaruhi oleh ketimpangan gender. Budaya yang mempunyai peran gender yang kaku, yang mengaitkan keperkasaan pria dengan dominasi dan kendalinya terhadap wanita (Missa, 2010). Adapun faktor pencetus terjadinya kekerasan adalah : Universita Sumatera Utara a. Faktor individu : Menurut survey di Amerika Serikat (Mezey, et al, 2004) wanita mempunyai risiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah : 1. Wanita yang single, bercerai atau ingin bercerai. 2. Berumur 17-28 tahun. 3. Mempunyai pasangan dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan. 4. Ketergantungan obat atau alcohol atau riwayat ketergantungan kedua zat tersebut. 5. Sedang hamil b. Faktor keluarga : 1. Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencintai dan menghargai, serta tidak menghargai peran wanita. 2. Kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga. 3. Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas. c. Faktor masyarakat : 1. Urbanisasi dan kesenjangan pendapatan di antara penduduk kota. 2. Kemiskinan. 3. Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi. 4. Masyarakat keluarga ketergantungan obat. Menurut Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana (dalam Missa, 2010) kekerasan itu sangat dipengaruhi ideologi dan pemahaman budaya Universita Sumatera Utara masyarakat setempat. Di hampir sebagian masyarakat Indonesia, perempuan dianggap orang nomor dua dalam rumah tangga sehingga memiliki hak yang kurang dibanding laki-laki. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh multi faktor. Faktor terpenting adalah soal ideologi dan culture (budaya), di mana perempuan cenderung dipersepsikan sebagai orang nomor dua dan dapat diperlakukan dengan cara apa saja. Ideology dan kultur itu juga muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu. Sebagai contoh, zaman dulu, anak diwajibkan tunduk pada orang tua, tidak boleh mendebat sepatah kata pun sehingga kekerasan terhadap anak sering terjadi. Soedjono (dalam Purwaningsih, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, antara lain : - The Enternal Quest for the Couses of Crime (adanya tuntutan sebagai penyebabdari timbulnya kejahatan) The Contitusional School of Criminology (adanya sekolah hukum yang mempelajari kejahatan) Geography and Criminal Causation (fakta letak geografis dari suatu daerahyang menjadi penyebab dari timbulnya kejahatan) Economic Factor and Crime Causation (faktor ekonomi sebagai penyebab dari timbulnya kejahatan) Modern Sociological Theories (adanya teori-teori sosial modren) Minority Tension as Factors in Crime (adanya tekanan dan ketegangan kecil) Home and Community Influence (pengaruh rumah dan lingkungan) Emotional Disturbances as Factor Criminality (adanya emosi yang labil) Teori Sosiologi tentang tingkah laku kejahatan Kriminalitas dan perkembangan masyarakat Broken Home dan hubungannya dengan Emotional Immatury dan hubungannnya dengan kejahatan Di Indonesia kasus kekerasan sebenarnya banyak tapi cenderung ditutup- tutupi dan dipandang aib serta memalukan untuk diketahui khalayak ramai. Hal Universita Sumatera Utara tersebut membuat tindak kekerasan semakin marak dan subur terutama di Indonesia. Arif (dalam Purwaningsih, 2008) bahwa secara garis besar ada empat faktor mendasar yang menjadi penyebab dari timbulnya kekerasan dalam rumah tangga, di antaranya yaitu : 1. Sosial Budaya ; masyarakat Indonesia cenderung masih memegang budaya timur yang enggan untuk terbuka dan mengganggap bahwa segala permasalahan yang bersifat pribadi adalah tabu dan pantang untuk diceritakan kepada orang lain. Terutama masalah kekerasan yang dialami adalah sesuatu yang memalukan untuk diceritakan. Bahkan ada daerah tertentu yang mengganggap bahwa pasangan atau suami adalah sah-sah saja melakukan kekerasan sebab ia seorang yang lebih berkuasa serta berhak mengatur istri dan anak-anaknya sehingga kekerasan semakin berkembang dan tidak terselesaikan. 2. Tingkat pendidikan ; minimnya pendidikan kedua pasangan dapat mempengaruhi keadaaan rumah tangga atau cara mereka melakukan relasi satu dengan yang lainnya. Suami yang memiliki sifat menguasai dan merasa diri lebih dominan maka akan berusaha membuat istrinya patuh sepenuhnya. Istri juga akibat minimnya pendidikan menjadikannya kurang berani tegas untuk berkata “tidak” kepada suaminya sehingga suami atau pasangannya makin semena-mena. 3. Sosial ekonomi ; perempuan atau istri yang tidak bekerja akan lebih bergantung pada suaminya, terlebih budaya masyarakat di Indonesia bahwa Universita Sumatera Utara perempuan harus tetap mengurus rumah tangga. Oleh karena ketergantungan ekonomi pada suami atau pasangannya maka perempuan merasa bahwa ia sudah bersalah tidak bekerja untuk menambah keuangan di rumah sehingga ketika suami melakukan kekerasan perempuan akan merasa hal tersebut memang harus dia terima. 4. Strata Sosial ; perbedaan status antara laki-laki dan perempuan akan menimbulkan kekerasan di rumah tangga. Apabila salah satu memiliki strata social yang lebih tinggi maka cenderung akan meremehkan pasangannya. Keadaan tersebut di atas merupakan kenyataan yang sering terjadi di Indonesia atau di sekeliling kita namun sering tidak dianggap sebab lebih banyak mereka yang mengalami kekerasan akan berdiam diri. Akhirnya kesimpulan dapat diambil bahwa alasan wanita sering mengalami tindak kekerasan adalah dapat menyangkut interaksi kompleks dari aspek biologis, sosio-kulural, ekonomis, psikologis dan politis adalah : (a) laki-laki secara fisik lebih kuat daripada perempuan ; (b) tradisi di masyarakat mengenai dominasi laki-laki karena mereka kuat ; (c) tradisi tersebut sering ditampilkan dalam film, pornografi, music rock dan media ; (d) realitas ekonomi yang membuat perempuan bergantung kepada laki-laki ; (e) pada tingkat individual, faktor individual berkenaan dengan factor yang tersebut di atas bahwa ada perempuan yang mengalami dan ada yang tidak kemudian ada laki-laki sebagai pelaku dan ada yang tidak (Poerwandari dalam Purwaningsih, 2008). Universita Sumatera Utara 2.4 Kekerasan Selama Kehamilan Kekerasan umumnya meningkat selama kehamilan. Luka-luka kekerasan terjadi selama kehamilan biasanya terdapat pada bagian payudara atau perut. Pasien juga dapat memperlihatkan trauma pada genitalia, nyeri yang tidak dapat dijelaskan, serta kekurangan gizi. Kekerasan selama kehamilan dapat membawa dampak yang fatal bagi ibu maupun janin, seperti aborsi spontan yang tidak dapat dijelaskan, keguguran atau kelahiran premature (Crempien et.all, 2010). Dalam penelitiannya kepada 256 orang wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Crempien et.all (2010) menemukan bahwa sebanyak 79% wanita hamil memeriksakan ANC kurang dari 12 minggu kehamilan dan 21% memeriksakan ANC lebih dari 12 minggu kehamilan. Dilihat dari status gizi, ada 56,6% ibu hamil memiliki berat badan normal, 27% kelebihan berat badan, 9,8% mengalami obesitas dan 6,6 % berada di bawah berat badan normal mereka. Ditemukan juga mereka yang menderita kekerasan fisik akan mengalami kekerasan emosional juga. 2.5 Akibat Kekerasan Kekerasan pada perempuan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan antara lain dampak fisik dan psikologis. 1. Akibat fisik a. Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri. b. Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, kecacatan. Universita Sumatera Utara c. Trauma fisik selama kehamilan, yang berisiko terhadap ibu dan janin (abortus, kenaikan berat badan ibu tidak memadai, infeksi, anemia, berat bayi lahir rendah). d. Kehamilan yang tak diinginkan dan kehamilan dini akibat perkosaan atau kebebasan dalam mengikuti KB, yang dapat diikuti dengan tindakan aborsi, tertular PMS, HIV/AIDS atau komplikasi kehamilan, termasuk sepsis, aborsi spontan dan kehamilan prematur. e. Meningkatnya risiko terhadap kesakitan, misalnya gangguan ginekologis, perdarahan pervaginam berat, infeksi saluran kencing dan gangguan pencernaan. Hasil penelitian kolektif RAWCC (2001) memperlihatkan bahwa sepertiga dari istri yang mengalami penganiayaan mendapat cedera fisik. Selain cedera, dampak fisik juga dapat berupa: 1) Sakit kepala, 2) Asma, 3) Sakit perut, 4) Serta gangguan kesehatan reproduksi seperti mengalami keputihan, 5) Bahkan bagi istri yang sedang hamil, kemungkinannya mengalami keguguran menjadi dua kali lebih besar. Sedangkan dampak secara psikis, kekerasan akan membuat istri menderita : 1) Kecemasan, 2) Depresi, 3) Sakit jiwa akut, 4) Kemampuan menyelesaikan masalah rendah, 5) Tidak tertutup kemungkinan memunculkan keinginan untuk bunuh diri atau membunuh pelaku. yang sangat mengkuatirkan, kekerasan terhadap istri juga berdampak bagi anak-anaknya. Bagi yang masih bayi, besar kemungkinan ia tidak lagi akan dapat merasakan nikmatnya air susu ibu (ASI), sebab stres akan membuat produksi ASI berkurang bahkan berhenti, belum lagi dengan melemahnya Universita Sumatera Utara kemampuan menguasai diri, 6) Baik dari suami maupun istri akan membuka kemungkinan mereka bertindak kejam terhadap anak. 2. Akibat non fisik a. Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan dan cemas, rasa rendah diri, kelelahan kronis, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat atau mengisolasikan dan menarik diri. b. Pengaruh psikologis terhadap anak karena menyaksikan kekerasan, misalnya kelak cenderung melakukan kekerasan terhadap pasangannya. 3. Pengaruh terhadap masyarakat a. Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan b. Efek terhadap produktivitas, misalnya berkurangnya kontribusi kepada masyarakat, kemampuan realisasi dan cuti sakit bertambah. Berdasar uraian tersebut di atas, kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan dapat berdampak fisik dan juga pada dampak psikologis, misalnya ditemukan timbulnya perasaan takut dan was-was apabila kejadian tersebut terulang lagi. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jiwa dari korban sendiri. 2.6 Kehamilan 2.6.1 Definisi Hamil Kehamilan adalah suatu anugerah dari Tuhan yang perlu mendapatkan perhatian dan dukungan dari seluruh anggota keluarga. Kehamilan adalah sebuah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang Universita Sumatera Utara kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan bertumbuh. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1. Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0 (BKKBN, 2004). Kehamilan adalah proses dimana sperma menembus ovum sehingga terjadinya konsepsi dan fertilasi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan), dihitung dari pertama haid terakhir dan kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm (Guyton, 1997). Sementara Kushartanti (2004) kehamilan adalah di kandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma. 2.6.2 Hak-hak Wanita Hamil Setiap manusia memiliki hak untuk hidup, demikian juga dengan ibu hamil mempunyai hak antara lain (Jannah, 2012) : a. Wanita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif, yang diberikan secara bermartabat dan dengan rasa hormat. Tidak ada pembedaan dalam pelayanan pada setiap wanita yang mengalami kehamilan, baik dari tenaga kesehatan maupun pasangannya sendiri. Bila pasangannya sendiri tidak memberi Universita Sumatera Utara peluang untuk wanita tersebut menikmati pelayanan kesehatan yang standart maka pasangannya tersebut juga sudah melakukan kekerasan kepada istrinya. b. Asuhan harus dapat dicapai, diterima, terjangkau untuk semua perempuan dan keluarga. Asuhan kehamilan sebaiknya dapat mendukung bagi pencapaian ibu hamil yang sehat dan sejahtera. c. Wanita berhak memilih dan memutuskan tentang kesehatannya. Dalam hal ini wanita tidak boleh dihambat atau dipaksakan kepadanya untuk memilih suatu keputusan bagi kesehatannya atau memilih caranya untuk untuk memelihara kesehatannya. d. Memperoleh pendidikan dan informasi. Wanita atau ibu hamil berhak mendapat pengetahuan mengenai kehamilannya atau kesehatannya. e. Memperoleh gizi cukup. Wanita hamil berhak mendapat gizi yang baik dan diurus oleh suami atau keluarganya. Jika hal tersebut tidak terlaksana maka akan terjadi penelantaran bagi ibu hamil tersebut. f. Wanita berhak bekerja dan tidak di keluarkan dari pekerjaannya. Wanita hamil adalah manusia dan hamil bukanlah suatu penyakit yang di derita. Tidak ada pelarangan bagi mereka untuk hamil dan bekerja. Bila mereka dikeluarkan dari pekerjaan maka hal tersebut maka terjadi pembedaan hak dan ketidak adilan. 2.6.3 Kebutuhan Ibu Hamil Periode kehamilan dari waktu ke waktu seringkali memunculkan keluhan dan pemenuhan kebutuhan guna kelangsungan kehamilannya (Bartini, 2012), antara lain : Universita Sumatera Utara 1. Kebutuhan fisik : a. Nutrisi ; : peningkatan konsumsi makanan dan vitamin dimulai dari trimester 1 sampai trimester 3. b. Personal hygiene ; perawatan gigi dan mulut c. Pakaian ; menyerap keringat, longgar / tidak ketat sehingga tidak mengganggu peredaran darah dan menghindari bendungan vena dan varices, BH yang menyangga payudara dan memakai sepatu hak rendah. d. Eliminasi ; banyak mengkonsumsi serat dan cukup minum serta cukup gerak, disarankan untuk tidak meminum cairan pencahar. e. Sexual intercourse ; sebaiknya berhati-hati terutama pada trimester 1 dan trimester 3. f. Mobilisasi dan body mechanic ; mengatur sikap tubuh yang baik. g. Senam ibu hamil. h. Immunisasi ; tetanus toxoid sangat dianjurkan. i. Travelling ; jalan-jalan akan membantu sirkulasi dan mencegah statis vena. j. Persiapan menyusui dan persiapan persalinan. 2. Kebutuhan Psikologis a. Support keluarga, keluarga sebagai lingkungan terdekat dari ibu sangat membantu ibu menjalani perawatan kehamilannya. Dukungan suami, orangtua dan segenap anggota keluarga selama kehamilan akan mempengaruhi kesehatan ibu. Support keluarga dapat dilihat pada partisipasi suami dan keluarga saat ANC dan menjelang persalinan. Universita Sumatera Utara b. Support tenaga kesehatan, kemampuan bidan dalam upaya promosi kesehatan pada ibu hamil, mengatasi keluhan dan masalah ibu merupakan pendukung bagi ibu hamil. c. Persiapan menjadi orang tua, bagi ibu antara lain ; interes menjadi ibu, tanggung jawab sebagai ibu dan konsentrasi pada kebutuhan sendiri bayinya. d. Persiapan sibling, perlu diperhatikan untuk menghindari sibling rivalry (perasaaan bersaing) dari anak-anak terdahulu. 2.6.4 Adaptasi terhadap Kehamilan Secara Fisiologis dan Psikologis pada Ibu Hamil Adaptasi maternal merupakan akibat kerja hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat kerja hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat membesarnya uterus dan jaringan lain. Adaptasi ini melindungi fungsi fisiologis normal seorang wanita, dan menyediakan kebutuhan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. Walaupun kehamilan merupakan fenomena normal, namun dapat timbul masalah yang harus dikenali oleh perawat dan ibu hamil. Sejalan dengan penyesuaian yang diharapkan terjadi selama masa hamil, beberapa penyakit juga menimbulkan perubahan. Beberapa contoh adalah kadar hemoglobin yang rendah, laju endap darah yang tinggi, dispnea saat istirahat, dan perubahan fungsi jantung serta keseimbangan endokrin. Perubahan-perubahan ini menunjukkan usaha tubuh untuk melindungi ibu dan janin (Bobak, dkk, 2005). Proses kehamilan sampai kelahiran merupakan rangkaian dalam satu kesatuan yang dimulai dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi ibu terhadap nidasi, Universita Sumatera Utara pemeliharaan kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi dan persalinan dengan kesiapan untuk memelihara bayi. Kehamilan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik anatomis maupun fisiologis pada ibu. Pada kehamilan terdapat adaptasi ibu dalam bentuk fisik dan psikologis (Bobak, dkk, 2005). I. Adaptasi Fisiologis Tanda Kehamilan Beberapa perubahan fisiologis yang timbul selama masa hamil di,kenal sebagai tanda kehamilan. Ada tiga kategori, presumsi, yaitu perubahan yang dirasakan wanita (misalnya amenore, keletihan, perubahan payudara) ; kemungkinan, yaitu perubahan yang diobservasi oleh pemeriksa (misalnya, tanda Hegar ballottement, tes kehamilan ; dan pasti (misalnya, ultrasonografi, bunyi denyut jantung janin 1. Trimester I - Sistem Reproduksi a. Vagina dan Vulva ; akibat pengaruh hormone esterogen, vagina dan vulva mengalami perubahan. Sampai minggu ke-8 terjadi hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah, agak kebiruan(lividae) tanda ini disebut tanda chatwick. Keasaman berubah dari 4 menjadi 6,5. b. Serviks Uteri ; mengalami perubahan karena homon esterogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat. Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Akibat kadar esterogen meningkat dan dengan adanya Universita Sumatera Utara hipervaskularisasi serta meningkatnya suplai darah maka konsistensi menjadi lunak yang disebut tanda Goodell. c. Uterus ; akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh esterogen dan progesterone. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar sebesar telur bebek dan pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa. d. Ovarium ; pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatum, korpus luteum graviditatis berdiameter kira-kira 3 cm, kemudian dia mengecil setelah plasenta terbentuk. e. Payudara/Mamae ; mamae akan membesar dan tegang akibat hormone somatomamotropin, esetrogen dan progesteron akan tetapi belum mengeluarkan ASI. f. System Endokrin ; perubahan pada system endokrin yang penting terjadi untuk mempertahankan kehamilan, pertumbuhan normal janin dan pemulihan pascapartum (nifas). Tes HCG positif dan kadar HCG meningkat cepat menjadi 2 kali lipat setiap 48 jam sampai kehamilan 6 minggu. 2. Trimester II - Sistem Reproduksi a. Vulva dan Vagina ; karena hormone esterogen dan progesteron terus menerus meningkat menjadi hipervaskularisasi mengakibatkan pembuluhpembuluh darah alat genetalia membesar. Hal ini dapat dimengerti karena ogsigenisasi dan nutrisi pada alat-alat genetalia tersebut meningkat. Universita Sumatera Utara b. Serviks Uteri ; konsistensi serviks menjadi lunak dan kelenjar-kelenjar di serviks akan berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. c. Uterus ; pada kehamilan 16 minggu cavum uteri sama skali diisi oleh ruang amnion yang berisi janin dan istimus menjadi bagian korpus uteri. Bentuk uterus menjadi bulat dan berangsur-angsur berbentuk lonjong seperti telur, ukurannya kira-kira sebesar kepala bayi atau tinju orang dewasa. d. Ovarium ; pada usia 16 minggu, plasenta mulai terbentuk dan menggantikan fungsi korpus luteum graviditatum. e. Payudara/mamae ; pada kehamilan 12 minggu ke atas dari puting susu dapat keluar cairan berwarna putih agak jernih disebut colostrums. f. Kenaikan berat badan 0,4-0,5 kg perminggu selama sisa kehamilan. 3. Trimester III - System Reproduksi a. Uterus ; pada kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus segmen bawah rahim (SBR) menjadi lebih lebar dan tipis, tampak batas yang nyata antara bagian atas yang lebih tebal dan segmen bawah yang lebih tipis. b. System Traktus Uranius ; pada akhir kehamilan kepala janin mulai turun ke pintu atas panggul keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung kencing akan mulai tertekan kembali. Selain itu juga terjadi hemodilusi menyebabkan metabolism air menjadi lancer. Universita Sumatera Utara c. System Respirasi ; pada usia 32 minggu ke atas karena usus-usus tertekan uterus yang membesar kea rah diafragma kurang leluasa bergerak mengakibatkan kebanyakan wanita hamil mengalami derajat kesulitan bernafas. d. Kenaikan berat badan ; terjadi kenaikan berat badan sekitar 5,5 kg, penambahan berat badan dari mulai awal kehamilan sampai akhir kehamilan adalah 11-12 kg. e. Sirkulasi Darah ; hemodilusi penambahan volume darah sekitar 25 % dengan puncak pada usia kehamilan 32 minggu, sedangkan hemotokrit mencapai level terendah pada minggu 30-32 karena setelah 34 minggu massa RBC terus meningkat tetapi volume plasma tidak. Peningkatan RBC menyebabkan penyaluran oksigen pada wanita hamil lanjut mengeluh sesak nafas dan pendek nafas. Hal ini ditemukan pada kehamilan meningkat untuk memenuhi kebutuhan bayi. II. Adaptasi Psikologis 1. Trimester I Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan. Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil. Pada saat inilah tugas pertama calon ibu : - Untuk dapat menerima kenyataan akan kehamilannya. - Saat mulai hamil maka hormon estrogen dan progesterone mengalami peningkatan sehingga akan mempengaruhi pada perubahan fisik Universita Sumatera Utara sehingga sering ibu hamil merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan. - Sering merenungkan dirinya dan sering muncul kebingungan tentang kehamilannya dengan pengalaman buruk yang pernah dialaminya sebelum kehamilan (terutama jika ia wanita karir), tanggung jawab baru akan dipikul, kecemasannya tentang kemampuan dirinya untuk menjadi seorang ibu, keuangan dan rumah, penerimaan kehamilannya berupa mual, lelah, perubahan selera, emosional. - Kuatir akan terjadi keguguran mereka cenderung menunda memberitahukan orang lain bahwa dirinya hamil sampe ia benar-benar yakin. 2. Libido sangat dipengaruhi oleh kelelahan dan rasa mual. Trimester II - Periode ini sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan, saat ibu merasa sehat. Pada umumnya mereka sudah merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormone yang tinggi dan rasa nyaman karena tidak hamil sudah berkurang. Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Libido juga meningkat pada masa ini. - Fase prequickening dan postquickening. Quickening mungkin menyerang wanita untuk memikirkan bayinya adalah bagian dari dirinya. Universita Sumatera Utara 3. Trimester III Fase ini disebut sebagai periode penantian. Mulai muncul kekuatiran akan kesakitan untuk melahirkan. Merasa dirinya aneh dan jelek. Sangat memerlukan dukungan suami dan keluarga. Libido tidak setinggi pada trimester kedua. a. Adaptasi Maternal ; adaptasi teruhadap peran sebagai ibu. Merupakan proses social dan kognitif kompleks yang bukan didasarkan pada naluri tetapi dipelajari. Kehamilan dapat menyebabkan krisis maturitas yang dapat menimbulkan stress tetapi ini dapat diimbangi dengan kesadaran wanita tersebut untuk menyiapkan diri untuk member perawatan dan mengemban tanggung jawab yang lebih besar. b. Menerima Kehamilan ; langkah pertama dalam adaptasi terhadap peran ibu ialah menerima kehamilan dan mengasimilasi hamil ke dalam gaya hidup wanita tersebut. Tingkat penerimaan dicerminkan dalam kesipan wanita dan respon emosionalnya dalam menerima kehamilan. c. Kesiapan Menyambut Kehamilan ; ketersediaan keluarga berencana mengandung makna bahwa kehamilan bagi banyak wanita merupakan suatu komitmen tanggung jawab bersama pasangan. Namun merencanakan suatu kehamilan tidak selalu berarti menerima kehamilan. Wanita lain memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan perkawinan, baik diinginkan maupun tidak diinginkan, bergantung pada keadaan. Universita Sumatera Utara d. Respon Emosional ; wanita yang bahagia dan senang dengan kehamilannya akan memandang hal tersebut sebagai pemenuhan biologis dan bagian dari rencana hidupnya. Mereka memiliki harga diri yang tinggi dan cenderung percaya diri akan hasil akhir untuk dirinya sendiri, untuk bayinya dan untuk anggota keluarga yang lain. Perubahan mood dan peningkatan sensivitas terhadap orang lain ini akan membingungkan mereka sendiri dan juga orang-orang di sekelilingnya. e. Respon terhadap Perubahan Bentuk Tubuh ; perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk tubuh yang cepat dan nyata. Selama trimester pertama belum terlihat perubahan tubuh tetapi dalam trimester kedua pembesaran abdomen yang nyata, penebalan pinggang dan pembesaran payudara memastikan perkembangan kehamilan. f. Menyiapkan Peran Ibu ; banyak wanita selalu menginginkan seorang bayi, menyukai anak-anak dan menanti untuk menjadi seorang ibu. Mereka sangat dimotivasi untuk menjadi orangtua. Hal ini mempengaruhi penerimaan mereka terhadap kehamilan dan akhirnya terhadap adaptasi menjadi orangtua. g. Menyiapkan Hubungan Ibu-Anak ; ikatan emosional dengan anak mulai pada periode prenatal, yakni ketika wanita mulai membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu. Mereka berpikir seolah-olah mereka menjadi seorang ibu dan membayangkan kualitas seorang ibu seperti yang mereka miliki. Universita Sumatera Utara III. Adaptasi Maternal Wanita dari remaja sampai wanita usia sekitar 40-an, menggunakan masa hamil sembilan bulan untuk beradaptasi terhadap peran sebagai ibu. Adaptasi ini merupakan proses social dan kognitif kompleks yang bukan didasarkan pada naluri tetapi dipelajari (Rubin dalam Bobak, dkk, 2005). Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stress, tetapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk member perawatan dan mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Seiring dengan persiapannya untuk menghadapi peran baru, wanita tersebut mengubah konsep dirinya supaya ia siap menjadi orangtua. Secara bertahap ia berubah dari seorang yang bebas dan berfokus pada diri sendiri menjadi orang yang seumur hidup berkomitmen untuk merawat individu lain. Pertumbuhan ini membutuhkan penguasaan tugas-tugas perkembangan tertentu : menerima kehamilan, mengidentifikasi peran ibu, mengatur kembali hubungan ibu dan anak perempuan serta antara dirinya dan pasangannya, membangun hubungan antara dirinya dan pasangannya, membangun hubungan dengan anak yang belum lahir dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pengalaman melahirkan (Rubin dalam Bobak, dkk, 2005). 2.6.5 Partisipasi Suami Dalam Asuhan Kehamilan Seperti yang dijelaskan di atas bahwa kebutuhan ibu hamil tidak hanya secara fisik tetapi juga kebuhan psikologis harus terpenuhi, terutama dukungan dari orangorang terdekat, antara lain suami. Partisipasi suami dalam kesehatan reproduksi adalah bentuk nyata dari kepedulian dan keikutsertaan suami dalam pelaksanaan Universita Sumatera Utara upaya-upaya kesehatan reproduksi. Asuhan kehamilan merupakan salah satu bentuk dari upaya pemeliharaan reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan suatu kesehatan dalam keadaan sempurna baik fisik, mental, social dan lingkungan serta bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya (BKKBN, dalam Yusad 2006). Partisipasi suami dalam asuhan kehamilan sangat mendukung istrinya secara psikologis sehingga istri dapat lebih kuat dan tenang jiwanya dalam memelihara kehamilannya dan hasil buah cinta mereka berdua. Dari sini dapat dilihat keharmonisan keluarga tersebut. BKKBN (dalam Yusad, 2006), partisipasi suami dalam asuhan kehamilan dapat ditunjukkan dengan cara : a. Memberikan perhatikan dan kasih sayang kepada istri. b. Mendorong dan mengantar istri untuk memeriksakan kehamilan ke fasilitas kesehatan minimal empat kali selama kehamilan. c. Memenuhi kebutuhan gizi bagi istrinya agar tidak terjadi anemi. d. Menentukan tempat persalinan (fasilitas kesehatan) bersama istri sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing daerah. e. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan sedini mungkin bila terjadi hal-hal yang menyangkut kesehatan selama kehamilan (perdarahan, eklamsi dan lainlain). f. Menyiapkan biaya persalinan. Universita Sumatera Utara Kesemuanya tersebut di atas menjadi kekuatan bagi istri untuk dan membuat suami semakin bertanggung jawab pada keluarga dan tidak hanya membuat istrinya hamil. Kemudian menurut Cholil, et all (dalam Yusad, 2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi suami dalam memerhatikan kesehatan reproduksi istrinya, antara lain : a. Budaya : terutama di daerah yang masih tradsional (patrilineal) istri dianggap hanya sebagai seorang yang melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Hal tersebut dapat mempengaruhi perlakuan suami terhadap istri dan terhadap kesehatan reproduksi istrinya. Kadang asupan gizi untuk istri tidak dipedulikan, suami kurang berempati saat istri hamil. b. Pendapatan ; pada masyarakat kebanyakan penghasilannya 75%-100% lebih banyak digunakan untuk membiayai keperluan hidupnya sehingga terkadang istri kurang diperhatikan, kurang dibawa untuk control kehamilannya. Sebaiknya suami meningkatkan taraf hidup keluarganya dan dapat memperhatikan kesehatan istri dan keluarganya. c. Tingkat pendidikan ; akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami untuk mengetahui akses terhadap kesehatan istrinya dan kesulitan untuk mengambil tindakan secara efektif. Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa partisipasi suami sangat besar perannya untuk meningkatkan taraf hidup keluarga dan terutama untuk kesehatan reproduksi istrinya. Universita Sumatera Utara BKKBN (dalam Yusad, 2006) menyatakan bahwa perlunya partisipasi suami dalam asuhan kehamilan adalah karena : 1. Suami merupakan pasangan atau partner dalam proses reproduksi sehingga beralasan apabila suami istri mempunyai tanggung jawab yang seimbang dalam keluarga dan mencapai kesehatan reproduksi yang baik. 2. Suami bertanggung jawab secara social, moral dan ekonomi dalam membangun keluarga. 3. Suami secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peran yang penting dalam mengambil keputusan. 4. Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung maupun tidak langsung dalam asuhan kehamilan saat ini masih rendah. Jadi kehamilan adalah hasil buah cinta atau hasil kerjasama daripada suami dan istri sehingga mau tidak mau tanggung jawab harus dilakukan oleh kedua belah pihak sehingga tercipta keluarga yang harmonis dan bahagia, sementara bila tidak tercapai maka kemungkinan besar akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga. 2.7 Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perspektif Gender Fakih dalam menjelaskan konsep gender dan kekerasan menyatakan bahwa kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh bias gender yang disebut sebagai gender-related violence. Dimana pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dia mengkategorikan beberapa kekerasan gender yaitu kekerasan terhadap perempuan Universita Sumatera Utara termasuk pemerkosaan dalam perkawinan, pemukulan dan serangan fisik seperti penyiksaan terhadap anak-anak, bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran, kekerasan dalam bentuk ponografi, kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam keluarga berencana dan kekerasan terselubung. Muniarti (2004) mengatakan bahwa apabila ditelusuri lebih mendalam, kekerasan dimulai karena adanya relasi kasta dalam hubungan antar manusia. Dalam konsep jenis kelaminpun terdapat relasi kasta, relasi vertikal. Selama bentuk relasi ini dipercaya sebagi kodrat dan dikukuhkan oleh budaya dan agama maka segala ketidakadilan gender tetap akan lestari keberadaannya. Dalam hal ini begitu banyak pranata-pranata yang mengkondisikan laki-laki menjadi dominan, sehingga situasi tersebut menjadi legal dan dilestarikan melalui ajaran agama. Lebih jauh Murniati melihat fenomena kekerasan dalam keluarga sebagai akibat dari proses kebudayaan patriarkhi yang telah membuat keluarga menjadi pribadi yang tertutup. Budaya ini menyakini bahwa laki-laki adalah superior yang diberi kekuasaan yang tidak terbatas, dan perempuan inferior, sehingga terjadi pembenaran terhadap laki-laki dapat menguasai dan mengontrol perempuan. Ideologi gender hasil konstruksi masyarakat menimbulkan berbagai masalah dalam keluarga karena tidak ada kesetaraan dalam relasi antar manusia. Pemahaman bahwa setelah menikah istri adalah milik suami membuat perilaku suami untuk menguasai istri. Demikian juga dengan konstruksi yang mengharuskan suami sebagai kepala keluarga, laki-laki harus bekerja keras menghidupi keluarga. Universita Sumatera Utara Meski demikian sistem kapitalis yang penuh persaingan telah menciptakan tekanan-tekanan pada laki-laki di dalam mencari kebutuhan hidup. Tekanan dibawa ke rumah dan semakin lama semakin menumpuk. Jika seseorang dalam situasi tidak nyaman, tidak mampu/putus asa akan berubah menjadi stres atau depresi. Di sinilah peluang kekerasan dalam keluarga muncul. Seperti apa yang diungkapkan oleh liputan salah satu harian (Republika) pada tanggal 25 Oktober 2001 yang menceritakan betapa seorang suami bahkan tega membunuh istrinya karena alasan ekonomi. 2.7.1 Akibat Tindak Kekerasan terhadap Ibu Hamil dan Janin Korban kekerasan yang biasanya perempuan ini ternyata juga sering dialami oleh ibu hamil. Menurut Barrier (dalam Hakimi, et all, 2001) sekitar 30 % sampai 40% wanita dibunuh mati oleh pasangan intim atau oleh mantan pasangannya. Sekitar 25% - 45% wanita korban kekerasan ini berada dalam kondisi hamil. Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah ditemukan data dari seluruh kasus kekerasan, kekerasan pada ibu hamil memang tampak sedikit yaitu kekerasan fisik selama hamil 1%, kekerasan seksual selama hamil 7%, kekerasan emosional selama hamil 10% (Hakimi, et all, 2001). Kekerasan selama kehamilan ini cenderung meningkat dengan alasan : (1) stress biopsikososial selama kehamilan mengganggu hubungan dan kemampuan koping, frustrasi dan akhirnya melakukan kekerasan ; (2) suami cemburu dengan janin yang dikandung pasangannya dan menjadikan pasangannya sebagai sasaran Universita Sumatera Utara kemarahannya ; (3) marah pada janin yang belum lahir ; (4) kekerasan dilakukan suami karena bingung dan ingin mengakhiri kehamilan pasangannya. Dalam penelitian Handayani (2010) bahwa terdapat kekerasan emosi/psikologis pada ibu hamil sebanyak 38%. Sesuai dengan pendapat ahli bahwa kekerasan selama kehamilan adalah bentuk kekerasan yang paling besar banyak dialami (Buzama dan Carl dalam Handayani, 2010). Hasil penelitian juga diperoleh bahwa kekerasan ekonomi yang terjadi selama kehamilan berjumlah 24%. Kekerasan ekonomi sering dianggap sebagai pendorong timbulnya kekerasan domestik yang lain meliputi kekerasan fisik, mental dan seksual (Mardiana, et all dalam Handayani, 2010). Kekerasan yang dilakukan oleh suami atau pasangan selalu akan membawa efek kepada korban dan berpengaruh pada kehamilan. Newton dalam Raharjo (2009) mencoba memaparkan beberapa efek jangka panjang pada wanita yang mengalami kekerasan dalam rumahtangga, seperti (1) timbulnya kecemasan,(2) depresi kronis, (3) rasa nyeri kronis, (4) kematian, (5) dehidrasi, (6) ketergantungan obat dan alkohol, (7) kelainan makan, (8) timbulnya reaksi emosional yang berlebihan, (9) masalah kesehatan, (10) kekurangan gizi, (11) serangan panik mendadak, (12) disfungsiseksual, (13) kesulitan tidur, (14) kemungkinan melakukan bunuh diri, dan (15) ketidakmampuan menyeimbangkan diri dalam mengasuh serta memenuhi kebutuhan anak-anak. Crampein, et all (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa fek langsung akibat tindak kekerasan pada masa kehamilan dapat meliputi : blunt trauma to the Universita Sumatera Utara abdomen, pendarahan (termasuk pemisahan plasenta), rahim pecah, keguguran/lahir mati, lahir premature untuk pekerja, lahir prematur akibat pecahnya ketuban. Ketika mereka mengalami sedikit pendarahan dua orang informan tidak memeriksakan diri ke puskesmas atau bidan setempat. Mereka tidak terlalu peduli dengan janin atau keadaan kehamilannya. Penelitian yang dilakukan Kisinku (2013) pada lima puluh orang perempuan yang menikah muda dan menderita kekerasan. Diperoleh bahwa dampak kekerasan psikis yang dialami subjek adalah: subjek merasa malu dan tidak percaya diri untuk bertemu dengan orang lain. Dampak kekerasan fisik yang dialami subjek lebamlebam, memar dan merasakan badannya pegal-pegal setelah mengalami kekerasan fisik dari suami. Dampak kekerasan seksual yang dialami subjek kurang menikmati dan malas untuk melakukan hubungan seksual dengan suaminya, subjek juga mengalami haid yang tidak teratur. Dampak kekerasan ekonomi yang dialami subjek adalah karena kurang terpenuhinya kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan anaknya, suami yang terkadang tidak memeberikan uang untuk kebutuhan rumh tangga membuat subjek memutuskan untuk bekerja agar dapat memebantu memenuhi kebutuhan keluarga dan anaknya. Dampak yang paling terlihat saat ini adalah subjek berencana untuk bercerai dengan suaminya karena sudah tidak sanggup menghadapi sikap suami yang tidak berubah. Dampak lain yang juga mempengaruhi kekerasan organ reproduksi istri dalam rumah tangga diantaranya adalah perubahan pola pikir, emosi dan ekonomi keluarga. Dampak pada pola pikir istri membuat mereka tidak dapat berpikir jernih karena Universita Sumatera Utara selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak dapat percaya kepada apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibanding yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular. Dampak terhadap status emosi istri yang sedang hamil, istri dapat mengalami depresi, tindakan pengguguran kandungan, kecemasan, percobaan bunuh diri, keadaan pasca trauma dan rendahnya kepercayaan diri (Curry, 1998). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akibat kekerasan yang dilakukan oleh pasangan dari ibu yang sedang hamil akan selalu membawa dampak yang negatif baik dari segi fisik, psikologis bahkan kepada janin yang ada di kandungan. Universita Sumatera Utara