BAB I

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Remaja sebagai tahap perkembangan manusia setelah masa anak-anak
memiliki berbagai macam perubahan. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada
perubahan fisik, yakni pertumbuhan organ repoduksi, tinggi badan, dan berat badan
(Santrock, 2003), tetapi juga pada perubahan yang tidak dapat diamati seara langsung,
yakni konsep diri (Gunarsa & Gunarsa, 2008).
Konsep diri yaitu evaluasi/penilaian/penaksiran individu mengenai diri sendiri
oleh individu yang bersangkutan (Chaplin, 2011). Konsep diri sebagai gambaran
individu mengenai dirinya yang merupakan hasil evaluasi terhadap kemampuan diri.
Remaja mengalami banyak perubahan, termasuk sikap atau tingkah laku, hal ini akan
membuat sikap orang lain terhadap remaja tersebut juga akan berubah menyesuaikan
dengan perubahan yang tertampil dalam dirinya. Oleh sebab itu, konsep diri pada
remaja cenderung tidak konsisten. Dari masa inilah, remaja mengalami suatu
perkembangan konsep diri hingga pada akhirnya memiliki konsep diri yang konsisten
(Santrock, 2003). Konsep diri diartikan sebagai produk sosial yang dibentuk melalui
proses internalisasi dan organisasi berbagai pengalaman psikologis yang berisi hasil
eksplorasi individu terhadap lingkungan fisik dan refleksi dari dirinya yang diterima
dari significant others (Mead, 1972 dalam Shobur, 2003).
commit1 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Konsep diri remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ialah
lingkungan keluarga terdekat, yakni orang tua. Orang tua adalah sosok yang penting
dalam perkembangan identitas remaja. Seorang ayah dan ibu memiliki perannya
masing-masing, seorang ayah akan bertanggung jawab memberi pelajaran moral,
menjadi model peran berdasar jenis kelamin, pencari nafkah, dan bertanggung jawab
terhadap disiplin. Perkembangan sosial remaja pun dapat sangat diuntungkan oleh
adanya ayah yang penyayang, dapat diandalkan, dan mendorong tumbuhnya
kepercayaan dan keyakinan (Stoll, et.al dalam Santrock, 2003). Di samping itu,
remaja mampu memiliki kepribadian dan penyesuaian sosial yang lebih baik apabila
memiliki ayah yang terlibat dalam pengasuhan dibandingkan dengan ayah yang tidak
peduli serta menolak (Fish & Biller dalam Santrock, 2003). Faktor konsep diri dari
lingkungan keluarga tersebut pun ternyata tidak dialami oleh setiap remaja. Beberapa
remaja harus menerima takdir untuk kehilangan satu atau dua dari orang tua mereka.
Perhatian dan kasih sayang yang nyata menjadi hal yang tidak didapatkan oleh
beberapa remaja karena keberadaan orang tua mereka yang kini sudah tiada lagi. Hal
ini menyebabkan remaja berada dalam kondisi yang tidak beruntung, yakni tidak
dapat diasuh langsung oleh orang tua mereka. Beberapa anak dan remaja di Indonesia
yang sudah tidak memiliki orang tua ditampung dan dirawat di panti asuhan sebagai
alternatif tempat pengasuhan bagi anak-anak dan remaja (Widodo, 2012).
Lingkungan
panti
asuhan
diharapkan
dapat
membantu
individu
mendefinisikan diri remaja, seperti yang diungkapkan oleh Myers (2012) bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
orang
lain
di
sekitar
membantu
individu
mendefinisikan
standar
dalam
mendefinisikan diri. Manusia sebagai makhluk sosial, tentu berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Pengalaman mengenai kegagalan serta keberhasilannya, penilaian
lingkungan terhadap dirinya, serta sikap orang dewasa di sekitarnya merupakan
sumber konsep diri yang diperhitungkan (Tim pustaka familia, 2006). Panti asuhan
sebagai lingkungan sosial bagi remaja pun berdampak pada konsep diri pula, seperti
pada penelitian, namun konsep diri pada dasarnya terbentuk atas dasar pengalaman di
lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumah, yang diterima melalui anggota
rumah, yaitu orang tua, nenek, paman, dan saudara kandung, kemudian konsep diri
akan diperoleh dari pengalaman dengan lingkaran pertemanannya (Gunarsa &
Gunarsa, 2008).
Di Indonesia hampir 90% anak asuh di panti asuhan masih memiliki salah
satu orang tua, lebih dari 56% masih memiliki orang tua lengkap, mereka
ditempatkan di panti oleh keluarganya akibat keterbatasan ekonomi (Widodo, 2012).
Panti asuhan menampung anak yang tidak memiliki ayah (yatim), tidak memiliki ibu
(piatu), atau tidak memiliki ayah dan ibu (yatim piatu). Tidak hanya eksistensi orang
tua yang menjadi pengaruh utama dalam konsep diri remaja di panti asuhan. Hasil
wawancara di salah satu panti asuhan di Surakarta pada Februari 2016 menunjukkan
bahwa ketidakberadaan orang tua di samping mereka tentu membuat sebagian besar
remaja panti asuhan meratapi kehidupannya, sesekali anak asuh menangis menyendiri
untuk sekadar melepas rindu dengan lingkungan keluarganya. Faktor lain seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
sosial ekonomi pun menjadi bagian penilaian bagi diri mereka. Di Surakarta beberapa
anak asuh yang berada di panti asuhan yatim piatu pun diasuh karena keberadaan
ekonomi yang masih kurang memadai. Hal ini tentu menjadi pengaruh tambahan bagi
konsep diri remaja di panti asuhan tersebut.
Konsep diri terkait pula dengan penilaian orang lain mengenai diri individu
(Myers, 2012) dan interaksi sosial (Hartiyani, 2011). Dalam wawancara dengan
pengasuh dan anak asuh di salah satu panti di Surakarta pada Mei 2016, terdapat
beberapa remaja yang hiperkritis terhadap orang lain, yakni dengan mengucapkan
kata-kata yang “pedas” dan cukup ditakuti oleh remaja lainnya karena senioritas anak
asuh tersebut. Sikap hiperkritis tersebut merupakan salah karakteristik konsep diri
yang rendah menurut Brooks (dalam Rakhmat, 2007). Beberapa anak asuh juga
mengeluhkan bahwa di samping sikap hiperkritis tersebut, beberapa remaja di panti
asuhan diberikan penilaian buruk oleh teman-temannya karena sikapnya yang tidak
ingin mengintrospeksi diri dan tidak menjalin interaksi sosial yang baik dengan
menyendiri.
Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik ialah salah satu
karakteristik konsep diri yang tinggi (Hamachek, dalam Rakhmat 2007). Dalam
wawancara dengan pangasuh dan anak asuh pada Mei 2016, penilaian yang tidak baik
pun muncul ketikka terdapat pula beberapa remaja yang bertindak sewenang-wenang
yang menganggap bahwa dirinya tidak diperhatikan, kemudian pergi beberapa hari
tanpa berpamitan kepada pengasuh wisma panti asuhan dengan mengajak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
teman-teman satu wisma.
Beberapa remaja di panti asuhan kurang memiliki penyesuaian diri yang baik,
yakni membutuhkan penyesuaian diri yang lebih lama dibandingkan dengan remaja
lain di panti asuhan tersebut (wawancara dengan pengasuh dan anak asuh pada Mei
2016). Hal ini sejalan dengan penelitian Ganai (2016) yang menyebutkan bahwa
penyesuaian diri dan konsep diri remaja di panti asuhan lebih rendah dibandingkan
dengan remaja yang tidak tinggal di panti asuhan.
Konsep diri berpengaruh pula pada kepercayaan diri individu (Hartiyani,
2011). Dalam wawancara dengan pengasuh dan anak asuh pada Mei 2016, beberapa
remaja di panti asuhan kurang memiliki kepercayaan diri yang baik dengan
cenderung menariik diri dari lingkungan sosial dan cenderung melemparkan amanah
yang diterima dengan keluhan.
Menurut Burns (1993), rendahnya konsep diri ini dapat berpengaruh pada
penghargaan diri yang negatif, penerimaan diri yang negatif, evaluasi diri yang
negatif, membenci diri, perasaan rendah diri. Rendahnya konsep diri dapat
berpengaruh pada rendahnya kebermaknaan hidup remaja (Mazaya & Supradewi,
2011). Apabila konsep diri remaja panti asuhan dapat ditingkatkan, mereka dapat
memiliki motivasi berprestasi dan prestasi belajar yang tinggi (Suparman, 2000). Di
samping itu, konsep diri yang tinggi pada remaja panti asuhan juga memiliki
hubungan yang positif dengan kompetensi interpersonal pada remaja panti asuhan
(Nainggolan, 2002). Konsep diri yang tinggi dapat pula berpengaruh pada coping
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
stress remaja (Sitepu, 2010) dalam masanya menghadapi perubahan-perubahan pada
dirinya menghadapi storm and stress.
Remaja yang berada dalam kondisi konsep diri belum stabil (Santrock, 2003)
dan memiliki konsep diri yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang tinggal
bersama orang tuanya (Ganai, 2016) menjadi tantangan yang nyata. Lowenfeld
(dalam Malchiodi, 2003) mengutarakan bahwa individu yang menghadapi kondisi
yang penuh dengan rintangan akan memengaruhi konsep diri, hal ini pun sejalan
dengan berkembangnya proses seni (art) pada dirinya.
Konsep diri (self concept) sebagai penilaian individu terhadap dirinya dirasa
oleh peneliti mampu ditingkatkan melalui proses kreatif dalam art therapy yang
dilakukan oleh individu. Melalui ekspresi kreatif dalam art therapy, individu akan
mengekspresikan dirinya kemudian menemukan sense of self. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Samogyi (2003) bahwa sense of self dilakukan dengan proses
kreatif yang efektif dan nyaman untuk mengekspresikan dirinya. Seni memiliki
makna yang lebih jelas dibandingkan dengan verbal, yaitu mampu mengutarakan
perasaan dan emosi. Dunia seni akan bebas mengeksplor dirinya melalui proses
imajeri yang tertuang, lambat laun, individu akan mengidentifikasi perasaan melalui
proses artistik. Sense of self yang telah ditemukan dalam proses seni pun akan
berpengaruh pada konsep diri individu, menurut Anderson (dalam Brendtro & Ness,
2011), seni memiliki nilai intrinsik yang mendorong anak untuk berkreasi yang
mampu membangun konsep diri positif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Art therapy digunakan untuk mengetahui masa lalu yang mengelilingi
kehidupan individu dan sebagai alat yang baik utuk mengetahui kisah yang ingin
diceritakannya (Riley, 1999). Hal ini berkesinambungan dengan art therapy yang
pernah dilakukan oleh seorang klien dengan latar belakang konsep diri dan percaya
diri yang rendah pada masa anak-anaknya, namun terpendam hingga masa dewasa
(Malchiodi, 2003). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2014)
yang mengutarakan bahwa terapi seni berpengaruh terhadap peningkatan konsep diri
anak. Dalam wawancara pada Mei 2016 dengan salah satu anak asuh di Panti Asuhan
di Surakarta yang mampu mengekspresikan dirinya dalam seni, subjek merasa
memiliki kebahagiaan yang memengaruhi dirinya saat berhasil menuangkan ide
imajerinya ke dalam suatu medium seni.
Blanche (1999) mengutarakan bahwa melukis sebagai bagian dari art therapy
menggunakan cat berbahan dasar air (akrilik, cat air, dan cat poster) melibatkan
pencampuran dua warna ataupun lebih secara bersamaan yang akan menjadi
campuran warna lain. Penggunaan dan pencampuran warna cat dalam permukaan
atau media lukis akan membuat efek yang menyenangkan saat orang yang melukis
membasahi kertas/kanvas pertama kali. Eksplorasi dan ekspresi diri melalui proses
artistik pun dapat dilakukan melalui melukis. Individu akan menemukan kemampuan
dan kesadaran dari dalam dirinya melalui program art therapy (Mayeski, 2012).
Ketika individu melukis, pembentukan konsep diri dapat dicapai melalui
keberhasilannya dalam melakukan kegiatan melukis dengan pembentukan identitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
dan labelling “aku mampu”. Persepsi positif pada diri individu akan berpengaruh
terhadap konsep dirinya.
Art therapy sudah banyak dilakukan di negara-negara maju, namun terapi ini
juga dapat dilakukan di Indonesia mengingat esensi dari art therapy ialah media
ekspresi diri. Art Therapy diutarakan oleh Evelin Witruk dalam health.kompas.com
sebagai terapi yang efektif untuk dikembangkan di Indonesia. Art therapy juga
dianggap berdampak besar karena mampu memberikan pelayanan psikologi bagi
mereka yang tengah mengalami masalah dan tekanan hidup. Beberapa penelitian
mengenai art therapy pun berhasil dilakukan. Penelitian terkait konsep diri pernah
dilakukan oleh Hidayah (2014) yang menemukan bahwa terapi seni memiliki
pengaruh terhadap konsep diri. Selain itu, Mukhlis (2011) melakukan penelitian
mengenai terapi membatik untuk menurunkan tingkat depresi. Art therapy juga dinilai
efektif pada klien dengan gangguan kepribadian (Haeyen; Hooren; Hutschemarkers,
2015). Terapi seni melalui melukis juga dilakukan pada pasien skizofrenia dan
ketergantungan narkoba (Anoviyanti, 2008) yang memandang efek katarsis sebagai
bagian penting dari art therapy. Art therapy juga memiliki peran pada regulasi emosi
korban kekerasan dalam rumah tangga (Nurani, 2015).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi melukis
yang menjadi salah satu teknik dalam art therapy sebagai media ekspresi diri untuk
meningkatkan konsep diri pada remaja di panti asuhan. Berdasarkan fenomena dan
studi literatur, peneliti berasumsi bahwa terapi melukis mampu meningkatkankan
konsep diri remaja panti asuhan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat peneliti tarik
sebuah rumusan masalah yaitu, “Apakah terapi melukis mampu meningkatkan konsep
diri remaja panti asuhan?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Hasil akhir yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah untuk
mengetahui pengaruh terapi melukis terhadap peningkatan konsep diri remaja
panti asuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
2.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
mengenai terapi melukis dan konsep diri dalam pengembangan ilmu psikologi,
khususnya psikologi sosial, psikologi perkembangan, psikologi pendidikan,
dan psikologi klinis.
b. Manfaat Praktis
1)
Bagi remaja panti asuhan, menggunakan terapi melukis untuk
meningkatkan konsep diri.
2)
Bagi Art Therapist, dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai
terapi
melukis,
sekaligus
sebagai
bahan
pertimbangan
untuk
menggunakan terapi melukis dalam peningkatan konsep diri.
3)
Bagi praktisi dan pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab pada anak
panti asuhan, dapat digunakan untuk membuat kelas seni lukis sebagai
bentuk terapi untuk membantu meningkatkan konsep diri remaja panti
asuhan.
4)
Bagi peneliti selanjutya, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
melakukan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai pengaruh terapi
melukis terhadap konsep diri.
commit to user
Download