Ringkasan Khotbah Minggu, 16 April 2017, oleh Ps. dr. Liem Pik Jiang, M. Th. BERHATI-HATILAH MENGAMBIL KEPUTUSAN Kejadian 6:1-8 Ketika Adam dan Hawa berbuat dosa, Tuhan tidak mengutuk mereka berdua. Ketika Kain berbuat dosa, Tuhan mengutuk Kain. Mengapa demikian? Sederhana, karena Kain menolak kasih dan pengampunan Tuhan. Secara sadar dan sengaja ia terus menolak Tuhan. Allah telah memperingatkan bahwa dosa sangat menggodanya, iblis ada di balik semuanya itu, tetapi Kain benar-benar secara sadar memberontak. Akibat pemberontakan Kain adalah dikutuk, artinya ia terpisah dari Allah untuk selama-lamanya. Atau ia tidak ada sangkut pautnya dengan Allah. Ia kehilangan posisi/statusnya sebagai anak Allah. Sejak itu ia hanya disebut sebagai anak Adam, atau anak manusia itu (Adam). Bahkan lebih jauh lagi Kain disebut sebagai anak iblis dalam Perjanjian Baru. Hal tersebut dijelaskan kembali oleh Rasul Yohanes (1 Yoh. 3:7-12). Kejadian 4 dan 5 memperbandingkan keturunan Kain yang jahat berhadapan dengan keturunan Set yang hidup benar. Ada garis keturunan yang jahat tetapi ada garis keturunan yang baik. Yang menjadi permasalahan penafsiran di sini adalah "anak-anak Allah menikahi anak-anak manusia". Beberapa orang menafsirkan bahwa itu adalah perkawinan antara "malaikat dengan manusia". Penafsiran tersebut salah total, karena: (1). Melanggar firman Tuhan bahwa malaikat tidak dirancang untuk kawin-mengawin. (2). Bertentangan dengan kebudayaan linguistik/bahasa orang Yahudi. Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Keturunan Set (anak-anak Allah) mengadakan kawin campur dengan keturunan Kain (anak-anak manusia), dan kemudian melahirkan orang-orang yang disebut sebagai "gagah perkasa", dan "kenamaan". Kata gagah perkasa berasal dari kata "giborim", yang sesuai konteks berarti "kumpulan pria yang suka menindas", dan terkenal (kenamaan) jahatnya. Sebagai akibat perkawinan campur tersebut, garis keturunan kudus tercemar dosa, dan merusak moral populasi manusia secara menyeluruh di muka bumi. Manusia menjalani cara hidup yang benar-benar rusak di muka bumi ini. Sebagai akibatnya Tuhan sangat bersedih (nakham) mengetahui bahwa manusia telah mencapai kerusakan moral secara total, kemudian Tuhan memutuskan untuk memusnahkan manusia dari muka bumi, kecuali keluarga Nuh yang didapati tetap menjalankan kehidupan yang benar di muka bumi. Ia berbeda dibandingkan dengan banyak manusia dan bahkan kerabatnya yang lain. Hasilnya adalah kemusnahan 99% manusia di muka bumi ini. Itu semua terjadi karena anak-anak Tuhan keputusan yang salah. Dalam keseharian, kita akan diperhadapkan dalam berbagai proses pengambilan keputusan. Kita telah melihat bahwa dalam sejarah manusia ada peristiwa di mana anak-anak Tuhan yang melampaui batas yang Tuhan kehendaki menuai akibat yang mengerikan. Prinsip apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini? 1. Keputusan yang dibuat berdasarkan perasaan/nafsu/keinginan/kepentingan sesaat dapat menimbulkan masalah. Masalah yang muncul dapat berupa masalah kecil hingga masalah yang mengerikan. Contoh: Mengapa keluarga Raja Daud berantakan? (Amnon memperkosa Tamar, Absalom membunuh anak-anak Daud yang lain, Absalom meniduri gundik-gundik ayahnya di atas balkon istana di depan mata bangsa Israel, Absalom mengadakan kudeta dan berencana membunuh Daud, dll.). Itu terjadi karena Daud membuka celah dosa. Ia memperkosa Batsyeba di balkon istananya (2 Sam. 11:2-4). Kejadian umum di masyarakat hari-hari ini, ada banyak orang mengambil keputusan berdasarkan: Perasaan (Contoh: Memilih pasangan hidup - 2 Kor 6:14-18), Nafsu/keinginan/pemikiran sesaat (Contoh: Makan sembarangan, Tidak berpikir panjang ketika memutuskan sesuatu), Kepentingan sesaat (Contoh: Membenarkan atau menyalahkan sesuatu berdasar yang menguntungkan dirinya). 2. Keputusan yang dibuat berdasarkan perasaan/nafsu/keinginan/kepentingan sesaat dapat melukai hati Tuhan. Dapatkah Anda membayangkan penderitaan seorang ayah yang menyaksikan anaknya tidak menjalani hidup yang benar? Respon umat Tuhan yang menolak Tuhan Yesus sangat menyedihkan hati Tuhan (Luk. 13:31-35). Tuhan yang demikian baik bagi kita telah mengaruniakan segala-galanya. Itulah sebabnya kita perlu belajar untuk memuliakan Allah dengan keputusan-keputusan yang kita buat. Dalam setiap keputusan perenungan perlu dilakukan: Apakah keputusan kita sejalan dengan kehendak Tuhan atau ambisi pribadi kita? Apakah keputusan kita memuliakan Tuhan? Apakah keputusan kita direncanakan dengan baik dan berhatihati? 3. Tuhan peduli pada pertobatan dan keselamatan kita. Mengapa Tuhan memerintahkan Nuh membuat bahtera? Apakah untuk menyelamatkan binatang? Tidak! Selama 120 tahun Nuh berkhotbah agar orang-orang bertobat, tetapi tidak ada orang yang mau mendengarkannya. Masa 120 tahun adalah waktu yang cukup panjang untuk Tuhan menanti dengan sabar agar manusia bertobat (1 Pet. 3:1820). Sebenarnya proyek pembuatan bahtera merupakan bentuk khotbah untuk memberi kesempatan terakhir kepada manusia untuk bertobat, sekaligus sebagai tindakan profetik yang menjelaskan tindakan Allah jika mereka menolak untuk bertobat! Jika manusia bertobat, maka Tuhan bisa saja membatalkan datangnya banjir besar yang memusnahkan manusia pada zaman itu. Kita bisa saja pernah membuat keputusan-keputusan salah di masa lalu, tetapi jika kita segera bertobat dan mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka Tuhan akan menolong kita di tengah kesulitan yang terjadi sebagai akibat keputusan-keputusan tersebut. Tuhan menolong Daud dalam kesulitan yang dialaminya karena dosanya karena Daud bertobat dan mencari pertolongan Tuhan (2 Sam. 12:12-13). Kesulitan karena Absalom - doa Daud memohon pertolongan Tuhan (2 Sam. 15:31-32). Seringkali kesalahan yang dibuat masih bisa diperbaiki, tetapi masalahnya, orang seringkali berkeras hati hingga masalah menjadi demikian berat hingga tidak dapat diperbaiki lagi. Itulah sebabnya pertobatan segera sangatlah penting. Amin!