tinjauan pustaka

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kacang Tanah
Arachis hypogaea yang dikenal dengan kacang tanah diperkenalkan oleh
Linnaeus pada tahun 1753. Hampir satu abad yang lalu, ditemukan lima spesies
liarnya yaitu A. glabrata, A. prostrate, A. pusilla, A. tuberose, dan A. villosa yang
ditambahkan sebagai genus kacang-kacangan (Vall dan Simpson, 1994).
Suprapto (2004) menyatakan bahwa dalam dunia tumbuh-tumbuhan,
kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi
: Spermatopyta
Sub-Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Arachis
Spesies
: Arachis hypogaea L.
Kacang tanah mempunyai dua cara tumbuh yang berbeda, yaitu tegak dan
menjalar. Tipe tegak adalah jenis kacang tanah yang tumbuh lurus atau sedikit
miring ke atas, buahnya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun, umumnya pendek
(genjah), dan kemasakan buahnya serempak. Sementara itu, kacang tanah tipe
menjalar adalah jenis yang tumbuh ke arah samping, batang utama berukuran
panjang, buah terdapat pada ruas-ruas yang berdekatan dengan tanah dan
umumnya berumur panjang (Purwono dan Purnamawati, 2009).
Tanaman kacang
tanah
merupakan tanaman
menyerbuk
sendiri.
Penyerbukan silang alami dapat terjadi tetapi dalam jumlah yang sangat kecil
(0.5%). Bunga muncul dari buku-buku bagian bawah cabang dan 70-75% dari
bunga dapat membentuk ginofor. Rata-rata panjang ginofor yang membentuk
polong pada Arachis hypogaea adalah 7 cm atau kurang (Ono, 1979).
4
Varietas Kacang Tanah
Varietas kacang tanah, baik varietas lokal maupun varietas unggul yang
umum ditanam adalah tipe Spanish yang bercirikan polong berbiji 1-2. Selain itu,
juga masih ada kacang tanah yang ditanam dengan tipe Valencia yang dicirikan
dari polong berbiji 3-4. Sementara di daerah subtropis kebanyakan termasuk tipe
Virginia (Adisarwanto, 2001). Trustinah (2011) menambahkan warna ginofor tipe
Spanish adalah ungu, dan warna biji rose, ukuran polong sedang, dengan guratan
pada polong nyata, berpelatuk atau paruh, dan agak berpinggang.
Kacang tanah tipe Valencia seperti Singa, Badak, Sima, dan Zebra
sedangkan kacang tanah tipe Spanish seperti Jerapah dan Bison. Jerapah dan
Bison teridentifikasi toleran terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan dan
reproduktif. Varietas Singa, Turangga, Gajah dan Landak teridentifikasi toleran
pada lahan masam dengan kandungan Al tinggi. Varietas Gajah, Banteng, Tapir,
Kidang, Tupai, Domba, Mahesa, Panter, Kancil, Anoa, Tuban menunjukkan tahan
terhadap penyakit layu bakteri (Trustinah, 2011).
Perbedaan morfologi diantara tipe kacang tanah menentukan produktivitas
yang dicapai. Sementara perbedaan cara budidaya juga menentukan potensi hasil.
Sebagai contoh, budi daya kacang tanah antara Indonesia dan Amerika Serikat
memperlihatkan bahwa potensi hasil di daerah subtropis lebih tinggi dibanding
daerah tropis. Di samping itu, periode tumbuh di daerah subtropis lebih panjang
(dapat mencapai 4-5 bulan) sedangkan di daerah tropis hanya 3.0-3.5 bulan.
Utomo et al. (2005) menyatakan perbedaan morfologi ukuran polong atau
biji dapat dengan mudah dibedakan secara visual, polong atau biji besar juga
relatif mudah diwariskan kepada keturunannya. Rata-rata panjang polong varietas
Gajah adalah 26.21 mm, lebar biji varietas Gajah adalah 5.78 mm, bobot 10 biji
varietas Gajah adalah 1.47 g.
Kacang tanah varietas Bima dan Kancil relatif genjah, dapat dipanen pada
umur 90-95 hari. Hasil varietas Kancil 1.3-1.4 ton/ha sedangkan hasil varietas
Bima 1.6-2.5 ton/ha. Varietas Sima dan Turangga masing-masing dapat
berproduksi rata-rata 2 ton/ha dengan umur panen 100-110 hari. Kempat varietas
unggul kacang tanah tersebut tergolong tahan terhadap penyakit layu.
5
Subiharta et al. (2008) menyatakan varietas Jerapah memiliki rata-rata
jumlah polong isi sebesar 18.93 tetapi tidak berbeda dengan varietas Lokal
Sidoarjo, Kancil, Lokal Pati, Lokal Tuban dan Lokal Blora, sedangkan jumlah
polong terkecil ditunjukkan varietas Singa sebanyak 11.87. Namun, varietas Singa
memberikan hasil polong basah tertinggi (3,375 kg/ha) dan berbeda nyata dengan
varietas lain yang diuji. Hasil polong terendah adalah varietas Bison mencapai
1,620 kg/ha. Demikian pula bobot brangkasan varietas Singa memberikan hasil
tertinggi dan berbeda nyata dibanding varitas lain, yaitu sebesar 9,540 kg/ha.
Karakteristik Morfologi Kacang Tanah
Maesen dan Somaatmadja (1992) menyatakan bahwa kacang tanah
merupakan tanaman monocius yang berbentuk tegak atau menjalar dan
merupakan tanaman herba tahunan. Batang kacang tanah berbentuk bulat terdapat
bulu dan komposisi ruas pendek. Batang utama pada tipe tegak tingginya 30 cm
dengan sejumlah cabang lateral sementara pada tipe menjalar tinggi batangnya
mencapai 20 cm, cabang lateral dekat dengan tanah dan menyebar. Tinggi
tanaman kacang tanah umumnya 15-70 cm. Pitojo (2005) menambahkan bahwa
batang tanaman kacang tanah tidak berkayu. Tinggi batang rata-rata sekitar 50 cm,
namun ada yang mencapai 80 cm.
Kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap, terdiri atas empat anak
daun sedikit berbulu dengan tangkai daun agak panjang. Permukaan daun yang
sedikit berbulu berfungsi sebagai penahan atau penyimpan debu. Menurut
Suprapto (2004) helaian anak daun ini bertugas mendapatkan cahaya matahari
sebanyak-banyaknya.
Purnamawati et al. (2010) menyatakan bahwa banyaknya bahan kering
yang diakumulasikan tanaman menunjukkan perbedaan yang nyata antar varietas
pada awal pembungaan biasanya pada 26 hari setelah tanam (HST), pembentukan
ginofor (42 HST) dan pengisian biji (70 HST). Bahan kering yang diakumulasi
tanaman pada fase pemasakan menjelang panen (91 HST) tidak berbeda antar
varietas.
6
Fisiologi Pertumbuhan Kacang Tanah
Pertumbuhan tanaman dapat diekspresikan melalui beberapa cara.
Manifestasi pertumbuhan yang paling jelas adalah dari pertambahan tinggi
tanaman, namun hal tersebut bukanlah yang paling penting. Peningkatan berat
kering tanaman dapat dikatakan sebagai aspek yang penting dalam pertumbuhan
tanaman terutama untuk tanaman berjenis rerumputan. Sebagai bagian dari total
akumulasi berat kering tanaman daun memiliki fungsi penting dalam menerima
cahaya dan menyerap karbondioksida dalam proses fotosintesis (Brown, 1972).
Secara sederhana, fotosintesis merupakan suatu proses metabolik dalam
tanaman yang mengasimilasi karbon yang ada di udara menjadi karbohidrat.
Proses ini hanya dapat terjadi jika terdapat cahaya dan ketersediaan air.
Bersamaan dengan diserapnya karbon dari udara, tanaman melepaskan oksigen.
Selain faktor intensitas cahaya, umur daun sangat menentukan produktivitas daun
dalam aktivitas fotosintesis. Kapasitas kemampuan daun melakukan fotosintesis
berkembang
seiring
dengan perkembangan kedewasaan daun
mencapai
perkembangan dan pertumbuhan optimal. Pada fase awal pertumbuhannya, daun
muda masih menggantungkan asimilat dari daun dewasa lainnya (Gaffron, 1968).
Pada umumnya proses fotosintesis dilakukan oleh bagian tanaman yang
berwarna hijau atau mengandung kloroplas seperti daun, batang yang berwarna
hijau, bunga yang masih muda dan berwarna hijau atau bagian bunga yang
berwarna hijau seperti sepal dan petal. Fotosintesis ditemukan juga dapat terjadi
pada buah yang masih ada pada tahap awal perkembangan dan masih berwarna
hijau (Wahid, 1997).
Kemampuan fotosintensis berhubungan dengan kapasitas source sink
tanaman kacang tanah. Hubungan source sink merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap produktivitas tanaman pangan. Pada tanaman tingkat tinggi
source adalah daun dewasa yang berwarna hijau dan mampu melakukan
fotosintesis, sedangkan sink adalah tempat penyerapan atau gudang penyimpanan
asimilat di akar, biji, buah, dan pucuk (Marschner, 1995).
Perbedaan produksi bahan kering dari tiap waktu tanam tidak terlepas dari
pengaruh iklim pada saat itu. Produksi bahan kering akan meningkat apabila net
7
fotosintesis nya tinggi, dengan demikian semua kebutuhan (air, CO2 dan radiasi
surya) untuk proses tersebut terpenuhi secara optimum. Namun perlu diperhatikan
net fotosintesis akan turun bila peristiwa respirasi meningkat. Naik turunnya
respirasi tanaman tidak lepas dari cekaman lingkungan diantaranya adalah suhu,
bila suhu terlalu tinggi dapat meningkatkan respirasi yang pada akhirnya dapat
menurunkan produksi biomassa (Koesmaryo et al, 2001).
Menurut Brown (1972) ukuran pertambahan luas daun menjadi penting
karena menentukan ukuran pertambahan dalam kapasitas fotosintesis tanaman.
Kriteria pengukuran pertumbuhan daun yakni leaf area index atau disebut juga
indeks luas daun. Menurut Risdiyanto dan Setiawan (2007) indeks luas daun
(ILD) merupakan suatu peubah yang menunjukkan hubungan antara luas daun dan
luas bidang yang tertutupi. Secara konvensional penentuan nilai ILD dilakukan
dengan mengukur dan mengakumulasikan jumlah luas daun dalam satu bidang
tertentu dan dibagi dengan luas bidang tersebut.
Menurut Lakitan (1993), produkivitas meningkat dengan meningkatnya
ILD karena lebih banyak cahaya yang ditangkap tetapi nilai ILD yang terlalu
tinggi tidak lagi meningkatkan produkivitas karena sebagain daun yang ternaung
tidak melakukan fotosintesis secara optimal, bahkan lebih rendah dari laju
respirasinya. Selain kriteria ILD, terdapat analisis pertumbuhan lainnya yang
dapat dihitung, yaitu crop growth rate (CGR). CGR menunjukkan pertambahan
bahan kering pada tajuk tanaman.
Harsono et al. (2003) menyatakan pada penelitian di rumah kaca
menunjukkan bahwa varietas Singa lebih tahan terhadap kekeringan serta
mempunyai transpirasi lebih rendah dibandingkan varietas toleran lainnya.
Transpirasi lebih rendah dengan fotosintesis lebih tinggi pada varietas Singa
berdampak pada penggunaan air lebih efisien dan mampu memberikan hasil
polong lebih tinggi dibanding varietas rentan kering.
Terdapat pengelompokan varietas kacang tanah sesuai dengan kapasitas
source sink kacang tanah tersebut. Pengelompokan tersebut antara lain varietas
yang memiliki kapasitas source sink tinggi adalah varietas Biawak, Pelanduk,
Kancil dan Garuda 2. Varietas yang memiliki kapasitas source sink rendah adalah
varietas Turangga. Varietas yang memiliki kapasitas source tinggi dan sink rendah
8
adalah varietas Kidang, Mahesa, Jerapah, Gajah, dan Garuda 3, sedangkan
varietas yang memiliki kapasitas source rendah namun sink tinggi adalah varietas
Badak, Panter dan Kelinci (Purnamawati, 2011).
Produktivitas Kacang Tanah
Menurut Adisarwanto (2001) upaya meningkatkan produksi kacang tanah
dapat dilakukan dengan memperluas areal panen, meningkatkan produktivitas,
menekan senjang hasil, dan menekan kehilangan hasil. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan, mengurangi impor, dan meningkatkan ekspor. Upaya ini
akan dapat tercapai apabila ada kemitraan antara pemerintah, petani, dan swasta.
Selain itu, upaya meningkatkan produktivitas kacang tanah adalah dengan
menggunakan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi. Upaya ini dapat
dicapai bila penanaman diikuti dengan penerapan komponen teknologi produksi
secara efektif, efisien, dan benar. Selain itu, pengelolaan hara dan pengaturan
jarak tanam merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas.
Koesrini et al. (2006) menyatakan dengan pengelolaan hara kacang tanah mampu
berproduksi lebih dari 2 ton/ha polong kering dan lebih tinggi daripada rataan di
tingkat petani yang hanya 1 ton/ha polong kering. Namun, Kadekoh (2007)
menyatakan meningkatnya jarak tanam tidak meningkatkan hasil kacang tanah,
bahkan terdapat kecendrungan penurunan hasil polong jika kacang tanah ditanam
dalam jarak yang sangat rapat.
Menurut Adisarwanto (2001) perbedaan riil (nyata) tingkat hasil yang
diperoleh petani dibanding hasil demplot atau penelitian dikategorikan sebagai
suatu senjang hasil. Semakin besar perbedaan tersebut maka semakin besar pula
senjang hasil yang terjadi. Faktor yang mempengaruhi besarnya senjang hasil
tersebut yaitu fakor biotik dan abiotik serta faktor sosial ekonomi dalam proses
penerapan komponen paket teknologi produksi. Proses alih teknologi ke petani
untuk kacang tanah dapat dikatakan masih sangat rendah. Sebagai contoh, hasilhasil penelitian pada areal cukup luas sudah mencapai 2.0-2.5 ton/ha atau demplot
antara 1.5-2.0 ton/ha, sedangkan di tingkat petani masih sekitar 1.0 ton/ha.
9
Menurut Soedarjo et al. (2000) penentuan saat panen dan metode panen
dapat berpengaruh terhadap perolehan hasil. Peranan perbaikan cara panen
maupun penanganan pasca panen terhadap peningkatan produktivitas kacang
tanah adalah melalui penekanan kehilangan hasil saat panen dan perbaikan mutu
polong per biji. Polong tertinggal saat panen dianggap sebagai kehilangan hasil
polong saat panen dan tingkat kehilangan hasil polong kacang tanah pada saat
panen mencapai sekitar 8%.
Saat panen yang tidak tepat dengan cara tradisional merupakan salah satu
penyebab utama banyaknya hasil polong kacang tanah yang hilang dan
diperkirakan dapat mencapai 10-15%. Untuk itu, apabila panen dilakukan dengan
cara dan saat yang tepat serta ditunjang oleh alat mesin pertanian maka kehilangan
hasil tersebut dapat ditekan minimal menjadi 5%. Pengunaan alat perontok polong
kacang tanah merupakan salah satu upaya untuk menekan kehilangan hasil
(Adisarwanto, 2001).
Download