analisis pergerakan nilai tukar rupiah dan empat mata uang negara

advertisement
i
ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN
EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN
OLEH
RUSNIAR
H14102056
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ii
RINGKASAN
RUSNIAR. Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Empat Mata Uang
Negara ASEAN. (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI).
Sejalan dengan upaya pencapaian integrasi ekonomi menuju Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) lebih dalam, stabilitas nilai tukar intra kawasan perlu
mendapatkan perhatian penting. Stabilitas nilai tukar diperlukan untuk
menciptakan kepastian usaha dan investasi kawasan yang pada gilirannya akan
mempengaruhi arus barang dan jasa lintas batas terutama pada negara – negara
yang sangat tergantung pada pasar Internasional. Stabilitas nilai tukar kawasan
menjadi tujuan jangka panjang sejalan dengan tujuan peningkatan integrasi
ekonomi regional secara substansial. Ketidakpastian nilai tukar di kawasan tidak
saja akan menghambat arus barang dan jasa tetapi juga arus modal.
Dengan semakin tertintegrasinya pasar keuangan Indonesia dengan pasar
keuangan Internasional dan sejalan dengan diterapkan sistem nilai tukar
mengambang bebas sejak 14 Agustus 1997, telah menyebabkan pergerakan nilai
tukar Rupiah menjadi rentan akibat pengaruh faktor internal dan eksternal. Nilai
tukar yang sangat berfluktuasi sangat menganggu proses bekerjanya kehidupan
ekonomi banyak negara yang mata uangnya bebas dipertukarkan dengan mata
uang negara lain, apalagi bagi negara dengan tingkat keterbukaan ekonomi dan
keuangannya tinggi. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka
kecil, sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global. Fluktuasi mata uang asing
sangat berpengaruh terhadap ekonomi domestik. Sehingga komitmen Indonesia
untuk mewujudkan MEA akan menghadapi banyak tantangan apabila tidak
berusaha untuk memperbaiki kondisi ekonomi demi mengejar ketertinggalan
dengan negara lain.
Bila dilihat dari perkembangan nilai tukar riil maupun nominal pada
periode Januari 1990 sampai dengan November 2008 Rupiah berfluktuasi paling
tajam dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Fluktuasi tertajam terjadi
ketika krisis ekonomi tahun 1998 dimana kurs Rupiah sempat terdepresiasi hingga
mencapai Rp 15.000/US$ dari sebelumnya yang berada pada nilai Rp 4.650/US$
di bulan Desember 1997. Menurut Setboonsorg dalam Annisa (2004) pada awal
Januari 1998 nilai Bath telah jatuh 40% Rupiah 80%, Peso 30%, Ringgit 40%
terhadap Dolar dari nilai Juli 1997. Dengan melemahnya nilai tukar mata uang
Rupiah menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik
itu untuk ekspor dan impor maupun dalam pembayaran hutang luar negeri.
Terdepresiasinya mata uang Indonesia menyebabkan perekonomian Indonesia
menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi.
Penelitian ini memiliki dua tujuan utama pertama, melakukan analisis
pergerakan nilai tukar Rupiah dibandingkan dengan mata uang di empat negara
ASEAN lainnya. Menganalisis kemungkinan bersatunya Rupiah dengan mata
uang lainnya dengan melihat respon dari guncangan yang dihadapi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari bulan Januari
1990 sampai bulan Oktober 2008. Data tersebut dibagi menjadi 2 bagian yakni
iii
sebelum krisis dan setelah krisis ekonomi. Data diperoleh dari International
Financial Statistic (IMF),CEIC. Model penelitian ini dilakukan dengan model
koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM).
Hasil empiris penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisa
Forecasting Error Decompotision of Variance (FEDV). Pergerakan nilai tukar
Rupiah sebelum krisis lebih dominan dipengaruhi oleh kurs Rupiah itu sendiri,
Ringgit dan Bath sedangkan Dollar Singapura dan Peso hanya memberikan sedikit
pengaruh pada pergerakan Rupiah. Sedangkan pada periode setelah krisis nilai
tukar Rupiah masih dominan dipengaruhi oleh Rupiah itu sendiri dan Dollar
Singapura, namun pengaruh Bath justru sangat kecil. Untuk nilai tukar mata uang
ASEAN lainnya sebelum krisis pergerakannya lebih banyak dipengaruhi oleh nilai
tukar mata uang lain, sedangkan pada periode setelah krisis pergerakannya lebih
dominan dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang itu sendiri. Berdasarkan hasil
analisis Impulse Response Function (IRF), pada periode sebelum krisis Rupiah
tidak responsif dalam merespon mata uang ASEAN lain, sementara itu setelah
krisis Rupiah cukup responsif dalam merespon nilai tukar ASEAN. Hal ini terjadi
karena perbedaan rezim nilai tukar yang ditetapkan dimana sebelum krisis
digunakan rezim nilai tukar mengambang terkendali (Manage Floating Exchange
Rate Regime) sehingga fluktuasi nilai tukar dibiarkan mengambang namun tetap
dikendalikan agar tetap stabil. Namun pada periode setelah krisis Rupiah terlihat
responsif karena sistem nilai tukar yang digunakan mengambang bebas (Free
Floating Exchange Rate). Berdasarkan kondisi tersebut kemungkinan Rupiah
bersatu dengan mata uang lainnya cukup besar terutama pada periode setelah
krisis, namun pada periode setelah krisis kemungkinanya lebih kecil karena
Rupiah kurang responsif.
Keterbatasan penelitian ini hanya mencangkup analisis pergerakan nilai
tukar Rupiah dengan empat mata uang di ASEAN melalui analisa deret waktu
yang merupakan analisa sebagian kecil dari banyak prasyarat dalam penetapan
mata uang tunggal. Untuk tahap selanjutnya sebaiknya dilakukan analisis
pergerakan seluruh mata uang baik di negara ASEAN maupun Asia Timur dengan
menggunakan variabel dummy agar dapat dilihat perbedaannya.
iv
ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN
EMPAT MATA UANG ASEAN
OLEH
RUSNIAR
H 14102056
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
v
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa
: Rusniar
Nomor Registrasi Pokok : H14102056
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan
Empat Mata Uang Negara ASEAN.
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Noer Azzam Achsani
NIP. 19681229 199203 1 016
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S.
NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Kelulusan:
vi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Agustus 2009
Rusniar
H14102056
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rusniar lahir pada tanggal 12 Agustus 1984 di Bogor.
Penulis anak terakhir dari enam bersaudara, dari pasangan M. Toha Supriatna
dengan Chaerani. Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SDN. Sempur Kaler,
kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada
tahun yang sama penulis diterima di SMUN 7 Bogor dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi
yaitu Institut Pertanian Bogor melalu jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi seperti Hipotesa sebagai Staff
Departemen Kewirausahaan.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan atas segala Rahmat yang telah
dilimpahkan Allah SWT, shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada
Muhammad SAW. Penulis mengucapkam syukur kepada Allah SWT atas segala
kesempatan dan kemudahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Analisis
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Empat Mata Uang ASEAN”, penelitian
imi ditulis dengan harapan agar dapat memberikan hambaran umum mengenai
pergerakan nilai tukar di kawasan ASEAN dalam upaya penerapan mayta uang
tunggalpada kawasan tersebut. Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D dan Prof. Isang Gonarsyah yang telah
memberikan bimbingan baik secara teoritis maupun teknis kepada penulis selama
proses pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis
sampaikan kepada segenap pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
penelitian ini diantaranya :
1. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si yang telah bersedia
menjadi dosen penguji dalam ujian sidang penulis serta memberikan
saran dan masukan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
2. Bapak Tomi Irawan M.App.Ec selaku komisi pendidikan yang telah
member saran dalam tatacara penulisan skrisi ini.
3. Seluruh Dosen dan Staf Departemen Ilmu Ekonomi.
4. Keluarga penulis yaitu Bapak Mohammad Toha dan Ibu Chaerani.
Terimakasih atas doa, ketulusan dan kesabaran yang telah diberikan
penulis selama ini.
5. Ade Holis serta Fickry yang telah membantu memberikan kemudahan
dalam proses pencarian dan pengolahan data.
6. Rika, Erni, Venti, Puput, Mila, Iyas, Rahma, Hani yang senatioasa
memotivasi penulis.
7. Humairoh yang telah membantu menjadi pembahas dalam seminar dan
teman seperjuangan yang selalu bersama.
ix
8. Rekan – rekan Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 39 yang senantiasa
membantu penulis dalam bertukaR pikiran selama proses pengerjaan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak
sekali kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik sabhat
diharapkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan yang ada. Semoga penelitian
ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2009
Rusniar
H1410056
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiii
I.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................... 7
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ............................................ 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................... 8
2.1. Tinjauan Teori ............................................................................................ 8
2.1.1. Pengertian Valuta Asing dan Pasar Valuta Asing ............................ 8
2.1.2. Definisi Nilai Tukar ......................................................................... 9
2.1.3. Cara Menyatakan Nilai Tukar .......................................................... 9
2.1.4. Bentuk Sistem Nilai Tukar ............................................................... 10
2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 12
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................................... 14
2.4. Kerangka Pemikiran Operasional .............................................................. 20
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 22
3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 22
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 22
3.3. Analisis Vector Autoregression (VAR) ..................................................... 23
3.4. Vector Error Correction Model (VECM) .................................................. 24
3.5. Pengujian Pra Estimasi............................................................................... 26
3.5.1. Uji Stasioneritas Data ....................................................................... 26
3.5.2. Penentuan Lag Optimal .................................................................... 27
3.5.3. Uji Kointegrasi ................................................................................ 28
3.6. Kausalitas Bivariat Granger ...................................................................... 29
xi
3.7. Analisis Impulse Response Function (IRF)................................................ 29
3.8. Analisisis Forecasting Error Decomposition Variance (FEDV).............. 29
3.9. Model Penelitian ........................................................................................ 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 31
4.1. Eksplorasi Data .......................................................................................... 31
4.2. Penstasioneran Data ................................................................................... 34
4.3. Penentuan Lag Optimal ............................................................................. 36
4.4. Uji Kointegrasi ........................................................................................... 38
4.5. Uji Kausalitas Bivariat Granger ................................................................ 39
4.6. Simulasi Analisis Impulse Respon (IRF) Sebelum Krisis Ekonomi .......... 41
4.6.1. Dollar Singapura .............................................................................. 41
4.6.2. Ringgit .............................................................................................. 44
4.6.3. Peso .................................................................................................. 46
4.6.4. Bath .................................................................................................. 48
4.6.5. Rupiah .............................................................................................. 51
4.7. Simulasi Analisis Impulse Respon (IRF) Setelah Krisis Ekonomi............. 53
4.7.1. Dollar Singapura .............................................................................. 53
4.7.2. Ringgit .............................................................................................. 55
4.7.3. Peso .................................................................................................. 57
4.7.4. Bath .................................................................................................. 59
4.7.5. Rupiah .............................................................................................. 61
4.8. Simulasi Dekomposisi Penduga Ragam Galat (FEDV) Sebelum Krisis ... 63
4.8.1. Dollar Singapura .............................................................................. 63
4.8.2. Ringgit .............................................................................................. 65
4.8.3. Peso .................................................................................................. 66
4.8.4. Bath .................................................................................................. 67
4.8.5. Rupiah .............................................................................................. 69
4.9. Simulasi Dekomposisi Penduga Ragam Galat (FEDV) Setelah Krisis ..... 70
4.9.1. Dollar Singapura .............................................................................. 70
4.9.2. Ringgit .............................................................................................. 71
4.9.3. Peso .................................................................................................. 72
xii
4.9.4. Bath .................................................................................................. 74
4.9.5. Rupiah .............................................................................................. 75
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 77
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 77
5.2. Saran ............................................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79
LAMPIRAN ......................................................................................................... 81
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
4.1.
Uji Stasioneritas Data Sebelum Krisis ................................................... 34
4.2.
Uji Stasioneritas Data Setelah Krisis ..................................................... 35
4.3.
Uji Lag Optimal Sebelum Krisis ........................................................... 36
4.4.
Uji Lag Optimal Setelah Krisis ............................................................. 37
4.5.
Uji Kointegrasi Berdasarkan Trace Statistics Sebelum Krisis............... 38
4.6.
Uji Kointegrasi Berdasarkan Trace Statistics Setelah Krisis ................. 38
4.7.
Uji Kausalitas Granger Sebelum Krisis ................................................. 39
4.8.
Uji Kausalitas Granger Setelah Krisis ................................................... 40
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1.
Grafik Pertumbuhan Ekonomi ASEAN 5 Periode 1992 - 2006 ............. 2
1.2.
Grafik Perekembangan Nilai Tukar Nominal ASEAN 5 ........................ 5
2.1.
Skema Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kurs Valas ....................... 19
2.2.
Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 21
4.1.
Respon Kurs Dollar Singapura Akibat Guncangan Kurs di ASEAN-4 .
Sebelum Krisis Ekonomi ........................................................................ 43
4.2.
Respon Kurs Ringgit Akibat Guncangan Kurs di ASEAN-4 Sebelum
Krisis Ekonomi ....................................................................................... 46
4.3.
Respon Kurs Peso Akibat Guncangan Kurs di ASEAN-4 Sebelum
Krisis Ekonomi ....................................................................................... 48
4.4.
Respon Kurs Bath Akibat Guncangan Kurs di ASEAN-4 Sebelum
Krisis Ekonomi ....................................................................................... 50
4.5.
Respon Kurs Rupiah Akibat Guncangan Kurs di ASEAN-4 Sebelum
Krisis Ekonomi ....................................................................................... 52
4.6.
Respon Kurs Dollar Singapura Akibat Guncangan Kurs ASEAN-4
Setelah Krisis Ekonomi ........................................................................... 55
4.7.
Respon Kurs Ringgit Terhadap Guncangan Kurs di ASEAN-4
Setelah Krisis Ekonomi ............................................................................ 57
4.8.
Respon Kurs Peso Terhadap Guncangan Kurs di ASEAN-4 Setelah
Krisis Ekonomi ....................................................................................... 59
4.9.
Respon Kurs Bath Terhadap Guncangan Kurs di ASEAN-4 Setelah
Krisis Ekonomi ....................................................................................... 61
4.10. Respon Kurs Rupiah Terhadap Guncangan Kurs di ASEAN-4
Setelah Krisis Ekonomi ........................................................................... 63
4.12
FEDV Dollar Singapura Sebelum Krisis ................................................ 64
4.13
FEDV Ringgit Sebelum Krisis ................................................................ 66
4.14
FEDV Peso Sebelum Krisis .................................................................... 67
4.15
FEDV Bath Sebelum Krisis .................................................................... 68
4.12
FEDV Rupiah Sebelum Krisis ................................................................ 70
4.13
FEDV Dollar Singapura Setelah Krisis................................................... 71
4.14
FEDV Ringgit Setelah Krisis .................................................................. 72
xii
4.15 FEDV Peso Setelah Krisis ....................................................................... 73
4.16 FEDV Bath Setelah Krisis ....................................................................... 75
4.17 FEDV Rupiah Setelah Krisis ................................................................... 76
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Plot Variabel Nilai Tukar 5 Negara ASEAN................................. 82
Lampiran 2. Uji Akar Unit ................................................................................. 83
Lampiran 3. Uji Lag Optimal ............................................................................ 88
Lampiran 4. Uji Kointegrasi .............................................................................. 90
Lampiran 5. Uji Kausalitas Granger .................................................................. 92
Lampiran 6. Impulse Response Function (IRF) ................................................. 94
Lampiran 7. Forecasting Error Decomposition of Variance (FEDV) ............... 99
1
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi ekonomi
berkembang
pesat,
di berbagai belahan dunia dewasa ini semakin
hampir
semua
negara
memiliki
keterbukaan
dan
ketergantungan yang semakin erat dengan negara lainnya. Hal ini mengakibatkan
peningkatan pada transaksi barang dan modal antar negara, baik dari kegiatan
perdagangan maupun dari kegiatan ekonomi lainnya. Pergerakan barang dan
modal yang relatif bebas tersebut juga berimplikasi pada persaingan global yang
semakin ketat, hal inilah yang menyebabkan hampir semua kehidupan dalam
suatu negara terpengaruh oleh ekonomi global sehingga tidak ada lagi negara yang
bersifat autarki yaitu terisolasi tanpa mempunyai hubungan ekonomi dan
keuangan dengan negara lainnya.
Pengaruh globalisasi ekonomi di ASEAN berdampak pada peningkatan
kerjasama ekonomi yang semakin luas terutama dengan negara – negara di
kawasan Asia Timur seperti China, Jepang dan Korea Selatan. Dewasa ini
ASEAN tumbuh sebagai wadah integrasi ekonomi yang dipandang oleh negara
dunia sebagai pasar potensial dan sumber penyedia kebutuhan dalam negeri bagi
negara yang tergabung didalamnya. Pertumbuhan ekonomi ASEAN sejak
didirikan terus meningkat, pada semester pertama tahun 2004 sangat
mengesankan. Perekonomian Malaysia, Singapura, Thailand mencatat prestasi
jauh diatas perkiraan, pertumbuhan ekonomi Singapura melesat hingga mencapai
8,8% di tahun 2004 sementara Indonesia dan Fhilipina juga mengalami
2
pertumbuhan walaupun tekesan lambat dengan pertumbuhan masing – masing
mencapai 5% dan 6,4%. Thailand misalnya telah mampu meningkatkan
perdagangan dengan negara di Asia Timur dengan pertumbuhan rata – rata 5
sampai 10%.
Gambar 1.1 Pertumbuhan ekonomi ASEAN 5 Periode 1992 – 2007
Sumber : ASEAN Statistical Yearbook 2006
Seiring dengan peningkatan globalisasi dan membaiknya kondisi ekonomi
ASEAN mengakibatkan terjadinya peningkatan pada transaksi keuangan
Internasional. Peranan nilai tukar sangat dibutuhkan dalam melakukan dan
mempermudah transaksi ekonomi antar negara terutama di kawasan ASEAN.
Sejak runtuhnya sistem Bretton Woods, nilai tukar bergerak semakin fleksibel
karena menerapkan sistem mengambang. Sistem ini memaksa nilai tukar
menyesuaikan diri dengan mekanisme pasar sehingga mengakibatkan pergerakan
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar di pasar uang menjadi sangat rentan terhadap
pengaruh ekonomi dan non ekonomi.
3
Pergerakan arus modal, barang maupun jasa yang semakin bebas bergerak
tanpa mengenal batas di wilayah ASEAN membuat arus pertukaran mata uang
negara di kawasan ASEAN dengan Rupiah semakin meningkat, karena setiap
negara akan tergantung pada mata uang negara lainnya hal ini berpengaruh
terhadap pergerakan nilai tukar mata uang tersebut. Gejolak nilai tukar yang
terjadi pada suatu negara akan berpengaruh terhadap kondisi makroekonomi
negara tersebut, apabila nilai tukar mata uang tersebut menguat maka
perekonomian negara tersebut dapat dikatakan meningkat dibanding dengan
negara lainnya.
Keterbukaan ekonomi yang semakin lebar dan terjadinya peningkatan
kerjasama antara ASEAN dan Asia Timur yang berimplikasi pada wacana
pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan tujuan akhir
membentuk suatu pasar tunggal seperti yang dilakukan oleh negara Eropa yang
menjurus pada penerapan mata uang tunggal (single currency) memberikan
peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi Indonesia terutama yang berkaitan
dengan kestabilan nilai tukar. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan
penelitian mengenai kemungkinan
pembentukan mata uang tunggal yang
berfokus pada nilai tukar di negara ASEAN dan Asia Timur dalam beberapa
periode. Namun dalam penelitian ini agar dapat dilihat perbedaan pergerakannya
maka akan dibagi menjadi dua periode waktu yakni sebelum dan sesudah krisis
ekonomi. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap empat mata uang di negara ASEAN dan
meneliti kemungkinan bersatunya Rupiah dengan mata uang lainnya.
4
1.2 Perumusan Masalah
Segera terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan
Visi ASEAN 2020 sebagai perluasan dari integrasi ekonomi dengan kawasan Asia
Timur. MEA menghimpun pasar bersama dengan penduduk 530 juta dan PDB
737 miliar US Dollar dan berfungsi sebagai pasar tunggal dan basis produksi pada
tahun 2020. Dengan terbentuknya ASEAN sebagai pasar tunggal, berarti terdapat
arus bebas modal, tenaga kerja, memberikan tempat yang murah bagi kegiatan
bisnis dan memberikan kesempatan bagi setiap kegiatan usaha di kawasan
ASEAN agar dapat berkembang dan berdaya saing global dan berakhir pada
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sejalan dengan upaya pencapaian integrasi ekonomi menuju Masyarakat
Ekonomi ASEAN lebih dalam, stabilitas nilai tukar intra kawasan perlu
mendapatkan perhatian penting. Stabilitas nilai tukar diperlukan untuk
menciptakan kepastian usaha dan investasi kawasan yang pada gilirannya akan
mempengaruhi arus barang dan jasa lintas batas terutama pada negara – negara
yang sangat tergantung pada pasar internasional. Stabilitas nilai tukar kawasan
menjadi tujuan jangka panjang sejalan dengan tujuan peningkatan integrasi
ekonomi regional secara substansial. Ketidakpastian nilai tukar di kawasan tidak
saja akan menghambat arus barang dan jasa tetapi juga arus modal. Dengan
semakin tertintegrasinya pasar keuangan Indonesia dengan pasar keuangan
Internasional dan sejalan dengan diterapkan sistem nilai tukar mengambang bebas
sejak 14 Agustus 1997, telah menyebabkan pergerakan nilai tukar Rupiah
menjadi rentan akibat pengaruh faktor internal dan eksternal. Nilai tukar yang
5
sangat berfluktuasi sangat menganggu proses bekerjanya kehidupan ekonomi
banyak negara yang mata uangnya bebas dipertukarkan dengan mata uang negara
lain, apalagi bagi negara dengan tingkat keterbukaan ekonomi dan keuangannya
tinggi .
Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka kecil sangat
rentan terhadap gejolak ekonomi global. Fluktuasi mata uang asing sangat
berpengaruh terhadap ekonomi domestik. Sehingga komitmen Indonesia untuk
mewujudkan MEA akan menghadapi banyak tantangan apabila tidak berusaha
untuk memperbaiki kondisi ekonomi demi mengejar ketertinggalan dengan negara
lain. Apalagi dewasa ini Indonesia baru bangkit dari keterpurukan akibat krisis
moneter di Kawasan Asia. Indonesia merupakan negara yang terkena dampak
terparah di Asia Tenggara.
Gambar 1. 2 Perkembangan Nilai Tukar Nominal ASEAN 5
Sumber: CEIC, 2008
6
Bila dilihat dari perkembangan nilai tukar di lima negara ASEAN pada
periode Januari 1990 sampai dengan November 2008 Rupiah berfluktuasi paling
tajam dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Pada pertengahan bulan Juni
1998 kurs Rupiah sempat terdepresiasi mencapai Rp 15.000/US$ dari sebelumya
yang berada pada nilai Rp 4.650/US$ di bulan Desember 1997. Terlihat bahwa
Indonesia mengalami depresiasi kurs tertajam dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Menurut Setboonsorg dalam Annisa (2004) pada awal Januari
1998 nilai Bath telah jatuh 40% Rupiah 80%, Peso 30%, Ringgit 40% terhadap
Dolar dari nilai Juli 1997. Dengan melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah
menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu
untuk ekspor dan impor maupun dalam pembayaran hutang luar negeri.
Terdepresiasinya mata uang Rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia
menjadi goyah sehingga dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap
mata uang domestik. Nilai tukar yang paling stabil pergerakannya diantar negara
ASEAN 5 adalah Dollar Singapura dan Ringgit baik sebelum maupun setelah
krisis ekonomi.
Berdasarkan pemaparan diatas, masalah yang akan dianalisis dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pergerakan nilai tukar Rupiah dibandingkan dengan empat
mata uang di negara ASEAN (Ringgit, Peso, Bath dan Dollar Singapura)
pada periode sebelum maupun setelah krisis ?
2. Apakah terdapat kemungkinan Rupiah dapat bergabung dalam penyatuan
mata uang ?
7
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Melakukan analisis pergerakan nilai tukar Rupiah dibandingkan dengan
empat mata uang asing lain di negara ASEAN baik pada periode sebelum
maupun setelah krisis.
2.
Menganalisis kemungkinan bersatunya Rupiah dengan mata uang lainnya.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi semua
kalangan terutama pemerintah, kalangan usaha dan masyarakat agar dapat
mempersiapkan diri untuk bersaing dan bergabung dalam pasar global sehingga
dapat bersatu menggunakan mata uang global.
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya mencangkup analisis pergerakan nilai tukar Rupiah
dengan empat mata uang di ASEAN dan analisa guncangan nilai tukar empat
negara ASEAN terhadap pergerakan Rupiah. Penelitian ini merupakan analisa
sebagian kecil dari banyak prasyarat dalam penetapan mata uang tunggal.
Dipilihnya 4 mata uang negara ASEAN yaitu Ringgit, Dollar Singapura, Bath dan
Peso karena keempat negara ini merupakan pelopor awal berdirinya ASEAN.
Periode waktu yang digunakan dimulai bulan Januari 1990 sampai Oktober 2008.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengertian Valuta Asing dan Pasar Valuta Asing
Valas atau foreign exchange ( forex) diartikan sebagai mata uang asing dan
alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai
transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan biasanya
mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral ( Hady, 2004).
Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan
hitung dalam transaksi keuangan dan ekonomi internasional disebut hard
currency yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang mengalami
apresiasi dengan mata uang lainnya. Sedangkan soft currency adalah mata uang
lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena
nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresi atau penurunan terhadap
mata uang lainnya. Soft currency biasanya digunakan oleh negara berkembang.
Pasar valuta asing adalah suatu tempat atau sistem dimana perseorangan,
perusahaan, dan bank dapat melakukan transaksi keuangan internasiomal dengan
jalan melakukan pembelian dan penjualan valas (Hady, 2004).
Fungsi dari pasar valuta asing antara lain :
1. Memungkinkan terjadinya transfer daya beli dalam nilai suatu mata uang
dengan mata uang lain.
2. Meningkatkan kemudahan dan efisiensi penyalesaian transaksi.
9
2.1.2 Definisi Nilai Tukar
Nilai tukar (foreign exchange rate) dapat didefinisikan sebagai harga
mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lainnya (Abimanyu,
2004).
Pengertian lain dari nilai tukar dikemukakan oleh Mankiw (2000) kurs
diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling
melakukan perdagangan. Nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai tukar nominal
dan nila tukar riil, nilai tukar nominal adalah harga mata uang suatu negara
dengan negara lainnya, sedangkan nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal dibagi
harga relatif dalam negeri dan luar negeri (negara mitra dagang) kurs riil dijadikan
sebagai acuan untuk mengukur daya saing suatu negara dengan negara lainnya.
Todaro (2004) nilai tukar adalah patokan nilai bagi Bank Sentral suatu
negara untuk membeli atau menjual mata uang domestik resmi yang berlebihan
terhadap mata uang asing. Tujuannya adalah untuk meningkatkan harga produk
ekspor dan sekaligus untuk menurunkan harga impor yang diukur berdasarkan
nilai tukar mata uang setempat.
2.1.3 Cara Menyatakan Nilai Tukar
Menurut Abimanyu (2004) ada dua cara untuk menyatakan nilai tukar :
a. Model Eropa
Model ini adalah cara yang paling umum digunakan dalam perdagangan
valuta asing antarbank seluruh dunia. Nilai tukarnya ditetapkan dengan
menghitung beberapa unit mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli mata
uang domestik.
10
b. Model Amerika
Model ini didefinisikan sebagai harga mata uang asing dalam mata uang
domestik, atau berapa besar nilai tukar domestik yang diperlukan untuk membeli
satu unit mata uang asing.
2.1.4 Bentuk Sistem Nilai Tukar
Setiap negara memiliki siatem nilai tukar yang berbeda sesuai dengan
keinginan pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar. Pembedaan ini didasarkan
pada besarnya cadangan devisa yang dimiliki suatu negara dan intervensi Bank
Sentral yang diperlukan untuk mempertahankan kurs pada level tertentu.
a. Sistem Nilai tukar Tetap (Fixed Exchange Rate)
Dalam sistem ini otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk
menstabilkan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Bank Sentral akan melakukan
jual beli valuta asing pada harga tetap. Untuk itu Bank Sentral harus memegang
cadangan devisa untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran
sehingga nilai tukar dapat dipertahankan. Intervensi tersebut memerlukan
cadangan devisa yang relatif besar. Kebaikan dari sistem ini adalah adanya
kepastian akan nilai tukar mata uang domestik dengan mata uang negara lain,
sehingga para eksportir dan importir dapat memperhitungkan transaksi
perdagangan dengan pihak lular negeri.
b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate)
Pergerakan nilai tukar pada sistem ini didasarkan pada prinsip mekanisme
pasar sehingga kekuatan dari penawaran dan permintaan akan berperan, jadi
pemerintah tidak ikut campur tangan dalam penentuan nilai tukar. Kebaikan dari
11
sistem ini adalah apabila terjadi surplus atau defisit pada neraca pembayaran
secara langsung akan menurunkan nilai tukar mata uang domestik. Selain itu Bank
Sentral tidak perlu memegang cadangan devisa yang besar untuk menjaga
likuiditas dan memiliki kesempatan yang lebih untuk melakukan kebijakan
independen.
c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Manage Floating Exchange Rate)
Dalam sistem ini otoritas moneter memiliki wewenang untuk melakukan
intervensi di pasar valuta asing. Hal ini dilakukan untuk melunakkan fluktuasi
jangka pendek tanpa mempengaruhi trend jangka panjang. Otoritas moneter dapat
menggunakan cadangan devisa untuk mengatasi kelebihan permintaan valuta
asing jangka pendek, sehingga dapat mengurangi tekanan depresiasi dan
sebaliknya. Intervensi dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal, moneter maupun
perdagangan.
d. Pegged Exchange Rate System
Sistem nilai tukar ini ditetapkan dengan mengaitkan mata uang domestik
dengan mata uang asing negara lain atau sejumlah mata uang tertentu.
12
2.2 Penelitian Terdahulu
Partisiwi (2008) menganalisis kemungkinan penyatuan mata uang
(Currency Unification) di ASEAN+3dari prasyarat OCA (Optimum Currency
Area), perhitungan OCA Indeks, cluster analysis, dengan perbandingan EMU
(European Monetary System) dan ASEAN/ASEAN+3. Metode analisis prasyarat
utama OCA dianalisis menggunakan korelasi pairwise. Metode OCA Indeks
diestimasi menggunakan model Ordinary Least Square (OLS) sedangkan cluster
analysis yang digunakan adalah bentuk cluster observations. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder 9 negara yang merupakan data statistik
bulanan tahun 1993:1 sampai 2007:9 yang diperoleh dari berbagai sumber.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak semua negara ASEAN+3
optimum membentuk currency union dan tidak semua prasyarat OCA dipenuhi
oleh negara-negara anggota ASEAN+3. Berdasarkan perhitungan OCA Indeks
yang dilakukan dengan menggunakan Amerika Serikat sebagai negara peg
didapatkan bahwa Jepang, Singapura, dan Malaysia dapat bergabung (tahap I)
yang kemudian disusul oleh menggabungan Korea, China, Thailand, dan Filipina
(tahap II). Sedangkan berdasarkan hasil cluster analysis dapat disimpulkan bahwa
dalam konteks ASEAN+3 posisi Indonesia berada dalam posisi akhir dalam
pembentukan currency union.
Euistina (2007) menganalisis pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap US
Dollar dan tiga mata uang asing di negara
Asia Timur serta dianalisis
keterkaitannya terhadap IHSG. Data yang digunakan berupa time series berbentuk
bulanan dari tahun 1992 -2002 dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum dan
13
awal krisis. Metode yang digunakan berupa Vector Auto Regression (VAR)
dengan menggunakan software Microfit. Variabel yang digunakan yaitu kurs
Rupiah terhadap Dollar, Yen, Yuan Won serta IHSG. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui integrasi pasar yang terjadi diantara nilai tukar mata uang asing
tersebut dan keterkaitannya terhadap IHSG. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa nilai tukar Rupiah mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi
dengan ketiga negara di Asia Timur, hubungan ini terjadi sangat kuat terutama
pada periode awal krisis ekonomi. Pada periode sebelum dan awal krisis juga
ditemukan bahwa terdapat keterkaitan antara kurs Rupiah terhadap US Dollar
dengan IHSG. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar terintegrasi dengan tiga mata uang negara Asia
Timur, sehingga jika terjadi pergerakan pada salah satu nilai tukar maka akan
direspon dengan pergerakan nilai tukar mata uang lainnya. Sedangkan fluktuasi
nilai tukar berpengaruh terhadap IHSG hanya pada periode sebelum krisis saja.
Berdasarkan hasil penelitian diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa
nilai tukar Rupiah saling terintegrasi dengan nilai tukar lainnya terutama dengan
nilai tukar mata uang di negara ASEAN dan Asia Timur. Rupiah mempunyai
kemungkinan untuk bersatu dengan nilai tukar lain namun membutuhkan jangka
waktu yang panjang dan bisa bergabung pada tahap terakhir dengan negara
lainnya.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang lain
terletak pada perbedaan metode analisis karena dalam penelitian ini akan
digunakan metode VECM dan melihat pengaruh guncangan nilai tukar lainnya.
14
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Dengan
semakin
terintegrasinya
perekonomian
secara
global
mengakibatkan ketergantungan negara terhadap valuta asing semakin meningkat.
Tuntutan perdagangan, investasi maupun tindakan spekulasi akan mengakibatkan
terjadinya aliran valuta asing baik kedalam maupun keluar negeri. Tinggi
rendahnya permintaan valas suatu negara akan berpengaruh pada fluktuasi nilai
tukar dalam negeri sehingga berdampak pada perekonomian suatu negara. Ada
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kurs valuta asing baik secara langsung
berdasarkan mekanisme pasar maupun secara tidak langsung (Hady, 2004).
Berdasarkan mekanisme pasar faktor yang berpengaruh terhadap valuta
asing dapat dilihat melalui dua sisi yakni sisi permintaan dan penawaran
a. Dari sisi permintaan kurs valas dipengaruhi oleh :
1. Pembayaran impor
Semakin besar impor barang dan jasa akan semakin besar pula permintaan
terhadap valuta asing yang digunakan dalam pembayaran impor, jika diasumsikan
penawaran valuta asing di dalam negeri tetap maka nilai tukar akan cenderung
melemah (terdepresiasi) terhadap mata uang asing. Sebaliknya jika impor
menurun maka permintaan terhadap valas juga akan semakin menurun, akibatnya
harga mata uang domestik relatif menjadi lebih mahal dibandingkan dengan harga
mata uang lainnya.
15
2. Aliran modal keluar ( capital outflow)
Aliran modal yang keluar meliputi pembayaran utang yang berupa cicilan
dan bunga baik yang dilakukan swasta maupun pemerintah, investasi keluar
negeri, pembayaran jasa kepihak asing. Semakin besar aliran modal keluar maka
akan semakin permintaan terhadap valuta asing akan meningkat sehingga nilai
tukar domestik melemah (terdepresiasi) sebaliknya bila aliran modal yang keluar
sedikit maka permintaan terhadap valas juga akan cenderung berkurang sehingga
nilai tukar akan terapresiasi.
b. Dari sisi penawaran kurs valuta asing dipengaruhi oleh :
1. Penerimaan hasil ekspor
Jika penerimaan hasil ekspor suatu negara meningkat, maka cadangan
devisa negara yang dinilai dalam bentuk valuta asing akan meningkat,
peningkatan ini akan menambah supply valas dimiliki suatu negara sehingga
supply valas akan meningkat, akibatnya posisi nilai tukar domestik terhadap mata
uang asing akan semakin menguat (terapresiasi). Sedangkan jika yang terjadi
adalah sebaliknya maka jumlah valuta asing yanag diterima akan menurun
sehingga nilai tukar akan terdepresiasi.
2. Aliran modal masuk (capital inflow)
Aliran modal masuk dapat berupa FDI, saham atau obligasi, penerimaan
jasa dari pihak asing, pinjaman luar negeri. Arus modal masuk akan sangat
berpengaruh terhadap jumlah valuta asing yang dimilki oleh negara, semakin
deras aliran modal yang masuk kedalam negeri maka akan terjadi peningkatan
pada supply valas, sehingga nilai tukar domestik akan cenderung menguat
16
(terapresiasi) dan harganya relatif mahal terhadap mata uang asing. Sedangkan
jika aliran modal yang masuk sedikit maka jumlah valuta asing yang masuk juga
akan sedikit sehingga nilai tukar akan mengalami depresiasi.
Sedangkan secara tidak langsung (diluar mekanisme pasar) faktor yang
berpengaruh terhadap kurs valuta asing antara lain :
1. Posisi BOT dan BOP (Balance of Trade dan Balance Of Payment)
Posisi BOP akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar mata
uang domestik terhadap mata uang asing. BOP dan BOT mencerminkan arus uang
masuk dan keluar dari suatu negara. BOP surplus mencerminkan adanya aliran
valuta asing yang masuk dalam perekonomian negara tersebut baik melalui
transaksi barang dan jasa maupun asset, sehingga menyebabkan bertambahnya
valuta asing dinegara tersebut dan mengakibatkan terjadinya apresiasi mata uang
domestik terhadap mata uang asing. Sedangkan BOP yang defisit menandakan
telah terjadinya aliran dana keluar neto keluar negeri sehingga terjadi exsess
demand terhadap valuta asing dan hal inilah yang mengakibatkan melemahnya
mata uang domestik. BOT surplus menggambarkan keadaan ekspor yang lebih
besar dibandingkan dengan impor, ketika ekspor meningkat maka arus uang yang
masuk dalam bentuk valuta asing kedalam negeri semakin besar. Sesuai dengan
teori, ketika penawaran meningkat melebihi permintaan terhadap mata uang asing
maka nilai tukar mata uang asing melemah dan mata uang domestik menjadi
menguat begitupun sebaliknya.
17
2. Tingkat Inflasi
Kenaikan inflasi yang mendadak dan besar disuatu negara akan
meningkatkan impor dinegara tersebut, hal ini terjadi karena harga barang
domestik secara umum lebih mahal dibanding dengan harga barang luar negeri
akibatnya dorongan masyarakat untuk membeli produksi luar negeri meningkat
sehingga kebutuhan terhadap penggunaan mata uang asing menjadi lebih banyak,
permintaan valas untuk membiayai impor akan. Sementara itu tingginya harga
barang dalam negeri akan mengakibatkan tereduksinya kemampuan ekspor
sehingga mengurangi suplai valuta asing dalam negeri. Peningkatan permintaan
terhadap mata uang asing yang disertai dengan penurunan penawaran mata uang
tersebut akan mengakibatkan mata uang domestik melemah.
3. Tingkat suku bunga
Ketika suku bunga dalam negeri meningkat sementara suku bunga luar
negeri tetap, maka minat investor untuk menanamkan modalnya didalam negeri
semakin tinggi karena return yang didapat juga diharapkan akan lebih tinggi
sehingga arus modal masuk akan meningkat. Permintaan terhadap mata uang
domestik meningkat sehingga
akan direspon dengan menguatnya mata uang
dalam negeri.
4. Tingkat Income
Income suatu negara dapat dilihat dari GNP maupun GDP jika keduanya
meningkat maka permintaan terhadap mata uang domestik akan semakin
meningkat. Dengan deikian nilai tukar mengalami apresiasi karena masyarakat
lebih memilih untuk menggunakan mata uang domestik.
18
5. Peraturan atau kebijakan pemerintah
Apabila peraturan atau kebijakan pemerintah yang dibuat menghambat
atau mempersulit aliran modal yang masuk kedalam negeri maka akan terjadi
depresiasi nilai tukar karena valuta asing yang masuk menurun.
6. Spekulasi
Spekulasi valas oleh para spekulan untuk mendapatkan keuntungan akan
menyebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap valuta asing sehingga
melemahkan nilai tukar domestik terhadap valuta asing.
7. Situasi politik dan keamanan
Jika politik dan keamanan dalam negeri tidak stabil akan menyebabkan
banyaknya modal yang dilarikan keluar negeri sehingga akan terjadi tekanan pada
nilai tukar dalam negeri yaitu terjadinya depresiasi nilai tukar.
Kegiatan ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah (fiskal maupun moneter)
yang mempengaruhi pendapatan, harga serta tingkat suku bunga secara tidak
langsung akan mempengaruhi kurs. Kebijaksanaan pemerintah misalkan
peningkatan pada pengeluaran akan menaikkan pendapatan dan harga. Makin
tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain), makin besar
kemungkinan untuk impor yang berarti semakin besar pula permintaan terhadap
valuta asing, sehingga harga mata uang sendiri turun. Demikian juga inflasi, akan
menyebabkan impor naik dan ekspor turun sehingga kurs valuta asing akan naik.
Kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung menarik modal masuk dari luar
negeri, kurs valuta asing akan turun sehingga mata uang domestik cenderung
terdepresiasi.
19
Disamping faktor – faktor ekonomi tersebut ada faktor non ekonomi yang
mempengaruhi perubahan kurs seperti faktor politis dan psikologi. Misalnya
kepanikan yang terjadi didalam negeri akan menyebabkan larinya dana keluar
negeri sehingga kurs valas akan naik (Nopirin, 2004).
Kegiatan Ekonomi
Kebijaksanaan
Pemerintah
( Fiskal & Moneter)
Pendapatan, Harga
dan Tingkat Bunga
Faktor Psikologi
Penawaran dan Permintaan
Valas
Kurs Valas
Gambar 2.1 Skema Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kurs Valas
Sumber: Nopirin, 2004
20
2.4 Kerangka Pemikiran Operasional
Globalisasi ekonomi mengakibatkan semakin eratnya interaksi dan
hubungan timbal balik antara negara yang tergabung didalamnya. Arus barang,
modal maupun jasa akan bergerak dengan bebas antar wilayah negara tanpa
mengenal batas. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan pada transaksi
keuangan. Arus pergerakan mata uang asing semakin deras antar negara, karena
digunakan sebagai alat dalam transaksi pembayaran baik dalam perdagangan
maupun keuangan. Sehingga fluktuasi nilai tukar mata uang asing akan
berpengaruh terhadap perkembangan mata uang domestik, terutama bagi negara
yang menganut sistem perekonomian kecil dan terbuka seperti Indonesia.
Pegerakan nilai tukar baik domestik maupun asing dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik secara langsung melalui mekanisme pasar maupun secara
tidak langsung. Dengan semakin terbukanya kondisi ekonomi global dan
didukung oleh kedekatan geografis dan historis serta hubungan ekonomi antar
negara di satu kawasan seringkali menjadi pendorong utama pembentukan
integrasi ekonomi dan keuangan regional dengan tujuan untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan kawasan yang dimaksud. Integrasi
ekonomi dan keuangan negara ASEAN dengan negara di kawasan Asia Timur
menjadi wacana yang akan direalisasikan paling lambat tahun 2020 yang
mengarah pada pembentukan mata uang tunggal seperti Euro di Eropa. Untuk
membentuk mata uang tunggal banyak faktor dan kendala yang harus dihadapi
oleh negara yang ada dalam kawasan tersebut salah satunya adalah komitmen
politik dan kesiapan untuk mengikuti sistem dan rezim keuangan yang disepakati.
21
Pergerakan dan stabilitas nilai tukar suatu negara dengan negara lain di
dalam kawasan menjadi faktor penting sebelum membentuk mata uang tunggal,
karena melalui pergerakan nilai tukar dapat diketahui respon timbal balik dari satu
nilai tukar terhadap nilai tukar lainnya. Dalam penelitian ini akan dilihat
pergerakan nilai tukar Rupiah dengan nilai tukar yang ada di negara ASEAN yaitu
Ringgit, Dollar Singapura, Peso, dan Bath dengan menggunakan model VECM
pengaruh guncangan dari keempat nilai tukar negara ASEAN tehadap Rupiah baik
dalam jangka pendek maupun panjang dengan menggunakan analisa VECM.
Mekanisme Langsung
Sisi Permintaan :
1. Impor
2. Capital
Outflow
Sisi Penawaran :
1. Ekspor
2. Capital Inflow
Pergerakan Nilai
Tukar
ASEAN :
1.Malaysia (Ringgit)
2.Singapura(Dolar
Singapura)
3. Thailand (Bath)
4. Philipina (Peso)
5.Indonesia (Rupiah)
Secara Tidak Langsung
1. Posisi
BOT
dan BOP
2. Inflasi
3. Tingkat Suku
Bunga
4. Tingkat
Income
5. Peraturan
Pemerintah
6. Spekulasi dan
Asia Timur kondisi
:
1.Jepang (Yen)
keamanan
2. Korea Selatan (Won)
3.RRC ( Yuan)
VECM
IRF
FEDV
Wacana Pembentukan Mata Uang Tunggal
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan : Bagian yang tidak diteliti
Bagian yang diteliti
22
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder berbentuk
time series berbentuk bulanan dari tahun 1990 - 2008. Dalam pengolahannya data
tersebut akan dibagi menjadi
dua periode yakni sebelum dan setelah krisis.
Periode sebelum krisis dimulai bulan Januari 1990 sampai Juni 1997 sedangkan
periode setelah krisis dimulai pada Agustus 1997 sampai Oktober 2008. Jenis data
yang digunakan untuk dianalisis berupa data kurs riil Rupiah, Ringgit, Dollar
Singapura, Peso, dan Bath terhadap Dollar AS. Data yang digunakan diubah ke
dalam bentuk logaritma natural untuk memudahkan hasil analisis. Data tersebut
diperoleh berbagai sumber seperti Bank Indonesia, Internasional Financial
Statistic (IFS) yang diterbitkan oleh IMF, CEIC dan publikasi yang diperoleh dari
media cetak maupun elektronik.
3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector
Autoregression (VAR) apabila data yang digunakan telah stasioner pada tingkat
level. Namun bila data belum stasioner pada tingkat level, maka analisis yang
dilakukan akan disesuaikan yaitu dengan menggunakan metode Vector Error
Corection Model (VECM). Hal ini perlu dilakukan karena bila kita meregresikan
variabel-variabel yang tidak stasioner maka akan menimbulkan fenomena
spurious regression (regresi palsu). Penggunaan metode ini diharapkan dapat
merepresentasikan bagaimana variabel nilai tukar suatu di suatu negara dapat
mempengaruhi variabel yang sama di negara lain dan sebaliknya. Pada penelitian
23
ini penulis akan menganalisis data tersebut dengan menggunakan program
ekonometrika Eviews 5.1 yang dilengkapi dengan interpretasinya.
3.3 Analisis Vector Autoregression (VAR)
VAR merupakan sebuah sistem persamaan yang dapat memperlihatkan
setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu
sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Dalam model ini
yang dijadikan sebagai peubah penjelas adalah lag dari peubah tak bebas
(dependen) yang ada dalam sistem persamaan, sehingga dapat dikatakan bahwa
semua variabel yang ada dalam VAR merupakan peubah endogen. VAR dengan
ordo p dan peubah n buah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai
berikut :
Yt  a0  at yt 1  a2 yt  2  ....  a p yt  p   t
dimana :
Y t : vektor peubah tak bebas ( y1t , y 2t ,..., y nt ) yang berukuran n x 1
a 0 : vektor intersep n x 1
a i : matriks parameter berukuran n x m untuk setiap i = 1,2, ...p
t
: vektor sisaan (
n
: Jumlah baris pada matriks n x m
m
: Jumlah kolom pada matriks n x m
 t ,  2t ,  3t ,....,  nt )
(3.1)
24
atau dapat juga disusun dalam bentuk matriks sebagai berikut :
Y1  a11a21a31a41 
Y  a a a a 
 2    21 22 23 24 
Y3  a31a32 a33 a34 

  
Y
a
a
a
a
n
   n1 n 2 n 3 nt 
Yt 1   1t 
Y   
 t 2    2 t 
Yt 3   3t 

 

Y

 t n   nt 
Asumsi yang harus dipenuhi dalam model VAR adalah :
1. Semua peubah tak bebas harus bersifat stasioner
2. Semua sisaan bersifat white noise, yakni memiliki rataan nol, ragam konstan
dan saling bebas.
3.4.
Vector Error Corection Model (VECM)
Menurut Verbeek dalam Nugraha (2006), ketika dua atau lebih variabel
yang terlibat dalam suatu persamaan pada data level tidak stasioner maka
kemungkinan terdapat kointegrasi pada persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan
uji kointegrasi terdapat persamaan kointegrasi dalam model yang digunakan maka
dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang
digunakan. Kebanyakan data time series stasioner pada perbedaan pertama. Maka
untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang dalam penelitian ini
akan digunakan model VECM. VECM standar didapat dari model VAR dengan
dikurangi xt-1. Adanya hubungan kointegrasi di antara kedua variabel
mengisyaratkan bahwa sebuah
formulasi error pada metode VAR dapat
diestimasi. Pendekatan VECM diawali dari ordo VAR p-1 sebagai tahapan untuk
memperoleh rank kointegrasi berdasarkan pengujian Johansen yang akan disusun
sebagai persamaan kointegrasi jangka panjang. Pada persamaan VECM telah
terkandung parameter jangka pendek dan jangka panjang yang memungkinkan
25
kita untuk mengetahui respon pada jangka pendek dan jangka panjang. Secara
umum VECM dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
p 1
Yt   i Yt i   0  1t   ' Yt 1   t
i 1
di mana :
∆Yt
= Yt - Yt-1
(p-1)
= ordo VECM dari VAR
Гi
= matriks koefisien regresi
Y t-i
= vektor lag variabel yang terdiri dari berbagai macam variabel yang
digunakan,
μ0
= vektor intercept
μ1
= vektor koefisien regresi
α
= matriks loading
β’
= vektor kointegrasi
Y t-1
= vektor lag pertama variabel dalam level.
(3.2)
26
3.5 Pengujian Pra-Estimasi
Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM, maka ada beberapa
tahapan yang harus dilakukan yaitu pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian
tersebut antara lain uji stasioneritas data, penentuan lag optimal, dan pengujian
kointegrasi.
3.5.1
Uji Stasioneritas Data
Data ekonomi time series pada umumnya bersifat stokastik atau memiliki
tren yang tidak stasioner artinya data tersebut mengandung akar unit. Untuk dapat
mengestimasi suatu model mengunakan data tersebut maka langkah pertama yang
haru dilakukan masalah uji stasioneritas data atau dikenal dengan unit root test.
Apabila data yang digunakan mengandung akar unit maka akan sulit untuk
mengestimasi suatu model dengan menggunakan data tersebut karena tren data
tersebut cenderung berfluktuasi tidak disekitar nilai rata-ratanya. Maka dapat
disimpulkan bahwa data yang stasioner akan cenderung untuk mendekati nilai
rata-ratanya dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (Gujarati, 2003). Uji akar
unit akan dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan Augmented Dickey
Fuller (ADF).
Keputusan hasil uji ADF ditentukan dengan melihat nilai statistik yang
dibandingkan dengan nilai kritikal McKinnon pada tabel Dickey-Fuller. Apabila
nilai statistik lebih besar dari pada tingkat kritis McKinnon, pada tingkat kritis
yang telah ditentukan, 1 persen, 5 persen, atau 10 persen, maka H0 diterima yang
berarti data mengandung akar unit atau tidak stasioner. Sebaliknya bila nilai
27
statistik
lebih kecil dari pada nilai kritis McKinnon maka H0 ditolak yang
mengindikasikan bahwa data stasioner.
3.5.2 Penentuan Lag Optimal
Tahap kedua yang harus dilakukan dalam membentuk model VAR yang
baik adalah menentukan panjang lag (ordo) optimal. Penentuan lag optimal dapat
diidentifikasi dengan menggunakan Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz
Criterion (SC), Hannan-Quinn Criterion (HQ), dan sebagainya.
Pada penelitian ini penentuan lag optimal hanya dilakukan berdasarkan
kriteria AIC. Di mana AIC mengikuti persamaan sebagai berikut :


2
(3.3)
AIC  log  t / N  2k / N
Di mana ∑εt2 adalah jumlah residual kuadrat, sedangkan N dan k masingmasing merupakan jumlah sampel dan jumlah variabel yang beroperasi pada
persamaan tersebut. Besarnya lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai
kriteria AIC yang terkecil.
Penentuan lag optimal dapat juga dilakukan dengan memperbandingkan
Adjusted R2 variabel VAR dari masing-masing kandidat selang. Selang optimal
akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai
Adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting di dalam sistem. Pada metode
VAR, lag yang terlalu panjang akan membuang derajat bebas dengan percuma
dan lag yang terlalu pendek dapat menyebabkan spesifikasi model yang salah.
28
3.5.3
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang
tidak stasioner mengalami kointegasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan
oleh Engle dan Granger pada tahun 1987 sebagai fenomena dimana kombinasi
linear dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menjadi stasioner.
Kombinasi linear ini dikenal dengan nama persamaan kointegrasi dan dapat
diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara
variabel.
Untuk menguji apakah kombinasi variabel yang tidak stasioner mengalami
kointegrasi, pengujian yang dapat dilakukan adalah uji kointegrasi Engle-Granger,
uji kointegrasi Johansen, maupun uji kointegrasi Durbin-Watson. Pengujian ini
dilakukan dalam rangka memperoleh hubungan jangka panjang antara variabel
yang telah memenuhi persyaratan dalam proses integrasi dimana semua variabel
telah stasioner pada derajat yang sama yaitu pada first difference. Salah satu uji
kointegrasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi
Johansen. Dengan H0 = non-kointegrasi, dan H1 = kointegrasi. Jika t trace
statistics > nilai kritis maka tolak H0 yang artinya persamaan tersebut
terkointegrasi.
29
3.6 Kausalitas Bivariat Granger
Kausalitas bivariat Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab
akibat di antara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Terjadi
kausalitas secara nyata atau tidak diketahui dengan membandingkan probabilitas
dengan nilai kritis yang digunakan. Pada penelitian ini bila probabilitas lebih
besar dari 0.05 maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan.
3.7 Analisis Impulse Response Function (IRF)
Analisis impuls respon adalah metode yang digunakan untuk menentukan
respon suatu variabel endogen terhadap guncangan (shock) variabel tertentu. IRF
juga digunakan untuk melihat guncangan dari satu variabel yang lain dan berapa
lama pengaruh tersebut terjadi. IRF dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui respon dinamik variabel nilai tukar Rupiah terhadap guncangan nilai
tukar pada empat negara ASEAN lainnya.
3.8 Analisis Forecasting Error Decomposition of Variance (FEDV)
Analisis dekomposisi varian atau dikenal dengan Forecasting Error
Decomposition of Variance (FEVD) digunakan untuk menghitung dan
menganalisis seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu
terhadap variabel endogen. FEVD menghasilkan informasi mengenai relatif
pentingnya masing-masing inovasi acak atau seberapa kuat komposisi dari
peranan variabel tertentu terhadap variabel lainnya dalam model VAR. Peramalan
dekomposisi varian dalam penelitian ini untuk melihat seberapa besar inovasi dari
variabel nilai tukar.
30
3.9 Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
 LSINt  a11a12 a13 a13 a15   LSINt i   1t 
 LMAL  a a a a a   LMAL   
t 
t i 

 21 22 23 24 25  
 2t 
 LPHILt   a31a32 a33 a34 a35   LPHILt i    3t 

 

  
 LTHAIt  a 41a 42 a 43 a 44 a 45   LTHAIt i   4t 
 LINA  a a a a a   LINA
  
t
t i

  51 52 53 54 55  
  5t 
Dimana :
LSINt
= Logaritma Nilai tukar Riil Dollar Singapura terhadap US Dollar pada
periode t
LMALt
= Logaritma Nilai tukar Riil Ringgit terhadap US Dollar pada periode t
LPHILt
= Logaritma Nilai tukar Riil Peso terhadap US Dollar pada periode t
LTHAIt = Logaritma Nilai tukar Riil Bath terhadap US Dollar pada periode t
LINAt
= Logaritma Nilai tukar Riil Rupiah terhadap US Dollar pada periode t
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Eksplorasi Data
Sebelum dilakukan pengolahan, data yang digunakan dalam analisis ini
diplotkan terlebih dahulu menurut waktu, dengan tujuan agar dapat dilihat
kecenderungan (trend) serta gambaran umum data tersebut. Data yang diplotkan
terdiri dari data kurs Rupiah, Ringgit, Peso, Bath, dan Dollar Singapura terhadap
Dollar. Data yang diplotkan berjumlah 214 bulan dengan periode waktu mulai
Januari 1990 hingga Oktober 2008. Data tersebut diplotkan dengan bantuan
perangkat Minitab, gambar pola datanya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar Plot data pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa variabel kurs
Rupiah memiliki slope (kecenderungan) yang curam dibanding dengan nilai tukar
lainnya. Trend Rupiah terus meningkat pada beberapa periode walaupun ada pula
kecenderungan menurun pada periode lainnya. Gejolak ini tidak terlepas dari
gejolak ekonomi maupun non ekonomi. Beberapa esensi penting yang dapat
diambil dari Lampiran 1 pertama, pada periode sebelum krisis ekonomi
pemerintah menerapkan kebijakan untuk mendorong ekspor dengan melakukan
depresiasi nilai tukar Rupiah, namun hal ini tidak berpengaruh pada peningkatan
ekspor tetapi justu membuat nilai tukar semakin melemah sehingga berlanjut pada
krisis moneter. Kedua, pada tahun 1997 terjadi krisis keuangan di Asia yang
dipicu oleh keputusan pemerintah Thailand untuk mendevaluasi mata uang Bath
pada tanggal 2 Juli 1997 yang kemudian berdampak menjalar pada mata uang
rupiah dan pemerintah mulai menerapkan rezim nilai tukar mengambang bebas,
terkait dengan semakin terkurasnya cadangan devisa negara akibat depresiasi
32
hingga mencapai 70 % bahkan sempat menginjak level Rp 16.000 per Dollar pada
kuartal pertama tahun 1997. Melemahnya nilai tukar Rupiah mendorong investor
asing menarik dananya pada waktu bersamaan dari Indonesia yang diinvestasikan
dalam bentuk portofolio surat berharga dan kepanikan mulai terjadi di pasar valas
terutama karena perusahaan dan Bank dalam negeri memborong devisa untuk
membayar atau melindungi kewajiban luar negerinya dari resiko nilai tukar. Arus
modal yang keluar semakin meningkat akibat kondisi sosial dan politik yang
semakin memburuk. Ketiga, pada periode setelah krisis di tahun 2000- 2004
berada pada kisaran Rp 8.000 per Dollar salah satu faktor peyebabnya adalah
terjadinya goncangan ekonomi dunia yaitu terjadinya tragedi WTO sehingga
keadaan perekonomian dunia menurun selain itu terjadi kesenjangan antara
permintaan dan penawaran di pasar valuta asing dan juga sentimen negatif
terhadap kondisi keamanan dalam negeri.
Ringgit memiliki slope yang lebih rendah dari nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar. Artinya fluktuasinya tidak terlalu tajam dibandingkan dengan fluktuasi
Rupiah terhadap Dollar. Dalam peride 1992-2006 telah terjadi fluktuasi sedikitnya
2 kali yaitu pada tahun 1998 dan tahun 2001. Gejolak ini terjadi sebagai akibat
gejolak ekonomi domestik yang tidak stabil karena krisis moneter. Pada tahun
1997, Malaysia memiliki defisit akun mata uang sebesar lebih dari 6 persen dari
GDP, selain itu serangan spekulator yang sangat kuat terhadap Ringgit Malaysia
sehingga Malaysia mengambangkan mata uangnya pada 17 Agustus 1997 dan
pada saat yang bersamaan bursa saham Kuala Lumpur jatuh 856 point akibatnya
ringgit jatuh secara tajam. Pada periode setelah krisis trend Rupiah terhadap
33
Ringgit relatif stabil namun gejolak terjadi sekitar tahun 2001 akibat pengaruh
ekonomi eksternal yang berakibat pada guncangan ekonomi dunia.
Dollar Singapura memiliki slope yang agak curam, hal ini terutama terjadi
pada periode krisis dimana kurs Rupiah terhadap Dollar Singapura mencapai
kisaran Rp 8.000 sampai Rp 9.000 kecenderungan ini terjadi karena krisis
ekonomi yang melanda sebagian negara di Asia. Dollar Singapura termasuk mata
uang yang berhasil terhindar dari tekanan spekulatif pada saat krisis karena
pemerintah Singapura berupaya mengatur pertukaran mata uangnya.
Bath memiliki slope sedikit curam, fluktuasi tajam terjadi pada periode
1997 dimana nilai tukar Rupiah terhadap Bath mengalami depresiasi terbesar.
Pendevaluasian Bath menjadi salah satu faktor penyebab depresiasi nilai tukar
pada periode tersebut, efek ini menimbulkan krisis di Asia yang menjalar ke
negara di kawasan ASEAN. Mata uang Bath terpukul oleh serangan spekulasi
besar, selain itu sekitar tahun 1997 baht dipatok pada kepada dolar sehingga Baht
jatuh tajam dan hilang setengah harganya. Penyebab lain jatuhnya mata uang Bath
adalah ketidakstabilan di pasar saham Thailand dimana pasar saham Thailand
jatuh hingga mencapai 75% pada tahun 1997 akibatnya perusahaan keuangan
Thailand bangkrut dan kondisinya semakin parah dan menjalar terutama pada
negara dikawasan ASEAN.
Peso memiliki kecenderungan kurs meningkat akan tetapi memiliki slope
yang lebih redah dibandingkan dengan nilai tukar lainnya. Terlihat bahwa
fluktuasi kurs terbesar terjadi antara bulan Januari 1998 hingga Juni 1998.
Philipina memiliki cadangan devisa yang rendah karena tingginya defisit dalam
34
neraca tahun
berjalan, selain itu serangan para spekulan di
Philipina yang
memburu Dollar dan melepas Peso cukup tinggi hal ini mengakibatkan harga
Dollar naik dengan pesat.
4.2 Penstasioneran Data
Agar data yang digunakan tidak menghasilkan regresi palsu, maka
sebelumnya seluruh data yang digunakan dalam model persamaan harus
distasionerkan terlebih dahulu. Penstasioneran data diuji dengan menggunakan
Augmented Dickey Fuller (ADF) melalui perangkat lunak Eviews 5.1.
Pengujian kestasioneran data perlu dilakukan karena data yang tidak
stasioner tidak dapat dimasukkan kedalam model VAR biasa melainkan harus
dimasukan kedalam model VECM (Vektor Error Correction Model). Hasil
pengujian penstasioneran data baik pada periode sebelum maupun setelah krisis
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Penstasioneran Data Periode Sebelum Krisis
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
-2.249502
-0.349144
-0.116206
-1.552058
-1.559032
In Level
Nilai Kritis McKinnon
10%
5%
-1.614487
-1.944286
-1.614464
-1.944324
-1.614464
-1.944324
-1.614392
-1.944445
-1.614417
-1.944404
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
-5.508371
-2.760845
-3.988729
-2.654834
-2.674226
In First Difference
-1.614487
-2.589795
-1.614464
-1.944324
-1.614464
-1.944324
-1.614392
-1.944445
-1.614417
-1.944404
Variabel
Nilai ADF
Sumber: Lampiran 2
Keterangan
Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
35
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Penstasioneran Data Periode Setelah Krisis
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
-1.353211
-1.535062
-1.637144
-1.158045
-1.556023
In Level
Nilai Kritis McKinnon
10%
5%
-1.615075
-1.943324
-1.615062
-1.943344
-1.615075
-1.943324
-1.615062
-1.943344
-1.615075
-1.943324
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
-9.400040
-17.26831
-11.07833
-8.648300
-10.06591
In First Difference
-1.615062
-1.943344
-1.615062
-1.943344
-1.615062
-1.943344
-1.615062
-1.943344
-1.615062
-1.943344
Variabel
Nilai ADF
Keterangan
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Sumber: Lampiran 2
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa pada periode sebelum krisis ekonomi
terdapat satu variable yang statsioner pada level karena nilai t statistic ADF-nya
lebih kecil dibandingkan nilai kritis McKinnon yaitu Dollar Singapura sedangkan
nilai tukar yang lainnya tidak statsioner pada level karena nilai t statistic ADF-nya
lebih besar. Sehingga membuat kita harus melakukan uji akar unit pada tingkat
first difference. Pada tingkat first difference semua variabel terlihat stasioner
karena nilai t statistiknya ADF-nya lebih kecil dibandingkan dengan nilai kritis
McKinnon pada suatu tingkat kritis 5% dan 10%. Begitu pula pada periode setelah
krisis ekonomi dimana semua variabel tidak stasioner dalam level sehingga
dilakukan pengujian pada tingkat first difference dan hasilnya semua variabel
yang digunakan dalam model menjadi stasioner karena nilai ADF nya lebih besar
dibandingkan dengan nilai kritis Mc Kinnon hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
36
4.3 Penentuan Lag Optimal
Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan
masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakannya lag
optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag
optimal yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike
Information Criteria (AIC) yang terkecil. Hasil pengujian lag optimal dapat
dilihat pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3. Uji Lag Optimal Sebelum Krisis
Lag (Bulan)
AIC
0
-26.00119
1
-27.04981
2
-27.0338
3
-26.89267
4
-27.36242
5
-27.60966
6
-27.69866*
7
-27.46271
8
-27.37282
* angka AIC terkecil
Sumber: Lampiran 3
Perhitungan nilai AIC untuk masing-masing lag mengindikasikan bahwa
nilai AIC yang terkecil pada periode sebelum krisis yaitu -27.69866 terdapat pada
lag enam. Karenanya pada analisis VAR akan digunakan lag enam sebagai lag
optimumnya. Dengan demikian sesuai dengan ordo VAR yang didapat, maka
dapat dibentuk persamaan VAR periode sebelum krisis sebagai berikut :
6
6
6
6
6
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
6
6
6
6
6
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
LSIN t   i LSIN t i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t i   i LINAt  i   t
LMALt   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt  i   t
(4.1)
(4.2)
37
6
6
6
6
6
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
6
6
6
6
6
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
LPHIL t   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt  i   t
LTHAI t   i LSIN t i   i LMALt i   i LPHIL t i   i LTHAI t i   i LINAt i   t
6
6
6
6
6
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
LINAt   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt  i   t
(4.3)
(4.4)
(7)
(4.5)
Tabel 4.4. Uji Lag Optimal Setelah Krisis
Lag (Bulan)
AIC
0
-27.02730
1
-27.15388
2
-27.89567
3
-27.92524*
4
-26.81953
5
-26.80978
6
-26.61749
7
-26.62057
8
-26.55711
* angka AIC terkecil
Sumber: Lampiran 3
Sementara itu pada periode setelah krisis berdasarkan perhitungan nilai
AIC untuk masing-masing lag mengindikasikan bahwa nilai AIC yang terkecil
pada yaitu -27.95524 terdapat pada lag tiga. Karenanya pada analisis VAR akan
digunakan lag tiga sebagai lag optimumnya. Dengan demikian sesuai dengan ordo
VAR yang didapat, maka dapat dibentuk persamaan VAR periode setelah krisis
sebagai berikut :
3
3
3
3
3
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
3
3
3
3
3
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
3
3
3
3
3
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
LSIN t   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt  i   t (4.6)
LPHIL t   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt  i   t (4.7)
LMALt   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt i   t (4.8)
38
3
3
3
3
3
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
LTHAI t   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt  i   t
3
3
3
3
3
i 1
i 1
i 1
i 1
i 1
LINAt   i LSIN t  i   i LMALt  i   i LPHIL t  i   i LTHAI t  i   i LINAt  i   t
(4.9)
(4.10)
4.4 Uji Kointegrasi
Proses integrasi dapat dilakukan apabila seluruh variabel telah memenuhi
persyaratan, yaitu stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat I(1) atau dengan
kata lain stasioner pada tingkat first difference. Uji kointegrasi pada periode
sebelum krisis dilakukan pada lag lima, di mana lag lima adalah lag optimal VAR
dikurang satu. Sementara itu pada periode setelah krisis uji kointegrasi dilakukan
pada lag dua setelah lag optimal dikurangi satu. Hasil uji kointegrasi
menggunakan Test Johanssen’s Trace Statistic dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 4.5. Uji Johanssen’s Trace Statistic Sebelum Krisis
Hypothesized
Eigenvalue
Trace
5 Percent
1 Percent
No. of CE(s)
Statistic
Critical Value Critical Value
None **
0.418099
112.7130
88.80380
99.09876
At most 1
0.227307
60.35770
63.87610
69.76865
At most 2
0.184016
38.37548
42.91525
45.87646
At most 3
0.132452
19.46291
25.87211
27.45324
At most 4
0.064986
6.249063
12.51798
16.745737
** signifikan pada tingkat 5% dan 1%
Sumber: Lampiran 4
Tabel 4.6. Uji Johanssen’s Trace Statistic Setelah Krisis
Hypothesized
Eigenvalue
Trace
5 Percent
No. of CE(s)
Statistic
Critical Value
None **
0.343870
53.51743
38.33101
At most 1*
0.200456
34.41163
32.11832
At most 2
0.170611
23.75732
25.82321
At most 3
0.055477
7.248575
19.38704
At most 4
0.037250
4.821115
12.51798
** signifikan pada tingkat 5% dan1 %
Sumber: Lampiran 4
* signifikan pada tingkat 1%
1 Percent
Critical Value
40.89769
46.67465
30.86579
23.56762
16.98765
39
Uji Johanssen’s Trace Statistic digunakan untuk mengetahui jumlah
persamaan kointegrasi di dalam sistem. Untuk menentukan jumlah persamaan
yang terkointegrasi dilakukan dengan membandingkan estimasi trace statistic
terhadap nilai kritisnya (critical value), yang mana pada penelitian ini digunakan
tingkat kritis 5 persen. Sebuah persamaan dikatakan terkointegrasi apabila nilai
trace statistic-nya lebih besar dari pada nilai kritis yang digunakan. Pada periode
sebelum krisis terdapat satu persamaan yang terkointegrasi pada nilai kritis 5%
dan 1%, sedangkan setelah krisis dapat diketahui bahwa terdapat dua persamaan
yang terkointegrasi pada taraf signifikansi 5% dan 1%.
4.5 Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas bivariat dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas yang
mungkin terjadi di antara variabel-variabel dalam model. Pada penelitian ini uji
kausalitas dilakukan dengan menggunakan Granger Causality yang hasilnya
teringkas pada Tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7. Uji Kausalitas Granger Sebelum Krisis
Variabel
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
2,89
8,09
0,87
2,94
2,62
1,55
1,27
Bebas
Variabel
Terikat
LSIN
LMAL
4,56
LPHIL
0,47
LTHAI
4,08
LINA
5,76
Sumber: Lampiran 5
2,78
1,25
9,59
3,09
2,01
1,33
7,35
0,23
1,32
40
Tabel 4.8. Uji Kausalitas Granger Variabel Nilai Tukar Setelah Krisis
Variabel
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
Bebas
Variabel
Terikat
LSIN
LMAL
3.38
LPHIL
1.39
LTHAI
0.06
LINA
5.37
Sumber: Lampiran 5
10.79
3.40
0.21
0.07
2.54
1.58
4.14
2.26
8.23
2.02
1.61
3.80
2.18
2.89
2.09
3.43
Angka-angka pada tabel adalah nilai F-stat untuk masing-masing hipotesis
kausalitas Granger. Pada uji kausalitas bivariat, H0 yang diuji adalah tidak adanya
hubungan kausalitas di antara kedua variabel, sementara H1 adalah adanya
hubungan kausalitas di antara kedua variabel. Untuk menerima atau menolak H0
digunakan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis yang
digunakan. Bila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis yang telah ditentukan
maka H0 ditolak atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas pada
variabel-variabel yang diuji.
Pada Tabel 4.7 dan 4.8 angka-angka yang dicetak tebal menunjukkan
signifikansi pada taraf nyata 5 persen. Dari uji Granger Bivariat diketahui pada
periode sebelum krisis terdapat hubungan kausalitas dua arah antara Dollar
Singapura-Ringgit, Bath-Dollar Singapura, Ringgit-Bath, dan Rupiah-Bath.
Sedangkan pada periode seteleh krisis terrdapat hubungan kausalitas dua arah
antara Dollar Singapura-Ringgit, Dollar Singapura-Bath, Dollar Singapura dan
Rupiah. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar yang
memiliki hubungan kausalitas yang kuat baik pada periode sebelum maupun
sesudah krisis adalah Dollar Singapura dan Ringgit.
41
4.6 Simulasi Impulse Response Function (IRF) Variabel Nilai Tukar ASEAN
5 Sebelum Krisis
Impulse Response adalah respon sebuah variabel dependen jika mendapat
guncangan atau inovasi variabel independen sebesar satu standar deviasi. Kita
akan melihat respon dari masing – masing nilai tukar terhadap guncangan nilai
tukar pada lima negara ASEAN.
4.6.1
Dollar Singapura
Guncangan kurs Ringgit sebesar satu standar deviasi sebelum krisis
ekonomi pada bulan pertama belum memberikan pengaruh pada pergerakan kurs
Dollar Singapura. Guncangan kurs Ringgit mulai berpengaruh pada bulan ketiga,
guncangan sebesar satu standar deviasi akan mengakibatkan Dollar Singapura
terapresiasi sebesar 0,1 persen. Guncangan kurs Ringgit terhadap Dollar
Singapura hanya terlihat pengaruhnya hingga bulan keenam dan untuk bulan
selanjutnya guncangan kurs Ringgit mengakibatkan Dollar Singapura bergerak
relatif stabil yakni terapresiasi sebesar 0,5 persen. Apresiasi Dollar Singapura
terjadi hingga bulan kesepuluh, pengaruh guncangan mulai hilang sekitar bulan
kesebelas dimana guncangan kurs menyebabkan pertumbuhan yang relatif stabil
dengan apresiasi rata – rata sebesar 0,5 persen. Guncangan Ringgit cukup
berpengaruh terhadap pergerakan Dollar Singapura hal ini terjadi karena semakin
eratnya transaksi perdagangan maupun modal pada kedua kawasan tersebut.
Malaysia merupakan salah satu negara yang paling banyak menanamkan modal di
Singapura. Selain itu perdagangan yang dilakukan Singapura di Kawasan intra
ASEAN juga cukup tinggi.
42
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi sebelum krisis pada
periode pertama belum terlihat memberikan pengaruh pada pergerakan kurs
Dollar Singapura. Pada bulan ketiga guncangan kurs Peso mengakibatkan Dollar
Singapura mengalami depresiasi sebesar 0,1 persen. Respon guncangan mulai
terlihat pada bulan kelima dimana Dollar Singapura akan terdepresiasi sebesar 0,3
persen. Pada bulan keenam hingga bulan keduapuluh mengakibatkan pergerakan
Dollar Singapura stabil mulai dengan depresiasi sebesar 0,4 persen.
Guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi sebelum krisis pada
periode pertama belum memberikan pengaruh pada pergerakan Dollar Singapura.
Pada bulan kedua guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi akan
mengakibatkan Dollar Singapura terdepresiasi sebesar 0,2 persen. Kemudian
setelah bulan kelima Dollar Singapura akan
terlihat terapresiasi sebesar 0,1
persen. Setelah bulan kelima hingga keduapuluh guncangan kurs Bath akan
mengakibatkan Dollar Singapura terapresiasi dengan nilai stabil yakni 0,3 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa guncangan kurs Bath memberikan pengaruh pada
pergerakan Dollar Singapura dimulai pada bulan kedua hingga bulan keenam
karena terlihat berfluktuasi. Namun pada periode selanjutnya Dollar Singapura
akan terlihat stabil pergerakannya dalam merespon guncangan Bath.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi sebelum krisis
ekonomi pada bulan pertama belum direspon oleh pergerakan Dollar Singapura.
Pada bulan keempat guncangan Rupiah sebesar satu standar deviasi akan
mengakibatkan Dollar Singapura terdepresiasi sebesar 0,4 persen. Guncangan
kurs Rupiah terhadap Dollar Singapura terus mengalami trend kenaikan hingga
43
bulan ketujuh pada periode tersebut Dollar Singapura akan mengalami apresiasi
sebesar 0,6 persen. Pada periode selanjutnya Dollar Singapura relatif stabil dalam
menghadapi guncangan Rupiah.
Berdasarkan gambar dibawah ini dapat disimpulkan bahwa respon Dollar
Singapura dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN
terlihat kurang responsif. Guncangan Ringgit dan Bath akan mengakibatkan
pergerakan Dollar Singapura menjadi terapresiasi dan pengaruhnya terlihat setelah
bulan kelima, namun guncangan Peso dan Rupiah justru mengakibatkan kurs mata
uang tersebut terdepresiasi. Respon Dollar Singapura akibat guncangan nilai tukar
ASEAN 4 dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1. Respon Dollar Singapura terhadap Guncangan Kurs ASEAN 4
Sebelum Krisis
44
4.6.2. Ringgit
Guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu standar deviasi sebelum
krisis ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada depresiasi Ringgit
sebesar 0,2 persen. Pada bulan kedua memberikan pengaruh pada depresiasi
Ringgir sebesar 0,5 persen. Pada bulan kelima Ringgit merespon dengan
pergerakan yang menurun yaitu terdepresiasi sebesar 0,4 persen. Sedangkan pada
bulan selanjutnya Ringgit akan terlihat stabil dalam mengahadapi guncangan
Dollar Singapura, mulai bulan keenam hingga keduapuluh Ringgit mengalami
depresiasi sebesar 0,3 persen dalam mengahadapi guncangan sebesar satu standar
deviasi pada Dollar Singapura.
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi sebelum krisis pada
periode pertama belum berpengaruh pada pergerakan Ringgit. Pada bulan ketiga
guncangan kurs Peso akan mengakibatkan Ringgit terdepresiasi sebesar 0,4
persen. Pada bulan kelima dan selanjutnya guncangan Peso akan mengakibatkan
Ringgit terdepresiasi sebesar 0,6 persen. Guncangan kurs Peso terhadap Ringgit
hanya terlihat pengaruhnya pada bulan kedua hingga bulan kelima dan pada
periode setelah itu Ringgit akan terlihat stabil dengan depresiasi rata – rata 0,5
persen.
Guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi sebelum krisis pada
periode pertama belum berpengaruh pada pergerakan Ringgit. Pada bulan ketiga
guncangan kurs Bath akan mengakibatkan Ringgit terapresiasi sebesar 0,3 persen.
Guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi pada bulan kelima akan
mengakibatkan Ringgit terapresiasi sebesar 0,4 persen. Setelah bulan tersebut
45
hingga bulan keduapuluh Ringgit akan mengalami apresiasi yang stabil dalam
merespon guncangan kurs Bath dengan nilai rata – tara sebesar 0,5 persen.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi sebelum krisis
ekonomi pada bulan pertama belum berpengaruh pada pergerakan Ringgit.
Ringgit mulai merespon guncangan Rupiah pada bulan kelima dimana guncangan
sebesar satu standar deviasi pada Rupiah akan menyebabkan Ringgit terdepresiasi
sebesar 0,2 persen. Pada bulan keenam guncangan Rupiah sebesar satu standar
deviasi akan mengakibatkan Ringgit terdepresiasi sebesar 0,3 persen. Untuk bulan
selanjutnya guncangan Rupiah akan mengakibatkan Ringgit terdepresiasi dengan
nilai yang relatif stabil berada pada kisaran 0,4 persen.
Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa respon Ringgit
dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN terlihat
berbeda. Guncangan Dollar Singapura, Peso dan Rupiah akan mengakibatkan
Ringgit menjadi terdepresiasi dan pengaruhnya terlihat setelah bulan kelima,
namun guncangan Bath sebelum krisis justru mengakibatkan kurs mata uang
tersebut terapresiasi. Respon Ringgit terlihat kurang responsif dalam menghadapi
guncangan nilai tukar disebabkan karena pada periode tahun 1990 – 1997
Malaysia sudah tiga kali berganti rezim nilai tukar yakni nilai tukar fleksibel,
rezim nilai tukar tetap dan nilai tukar menambang terkendali. Hal ini
mengakibatkan Ringgit bergerak stabil dalam merespon nilai tukar lainnya.
Pergerakan Ringgit dalam merespon guncangan dapat dilihat pada Gambar 4.2
berikut.
46
Gambar 4.2 Respon Ringgit terhadap guncangan Kurs ASEAN 4 Sebelum Krisis
4.6.3.Peso
Respon Peso terhadap guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu
standar deviasi pada bulan pertama mengakibatkan Peso terdepresiasi sebesar 0,04
persen. Mulai bulan kedua Peso merespon pergerakan Dollar Singapura, pada
bulan kelima Peso akan mengalami depresiasi hingga mencapai 0,6 persen akibat
guncangan Dollar Singapura. Pada bulan keenam hingga bulan keduapuluh trend
Peso terus mengalami peningkatan dalam merespon guncangan Dollar Singapura
hingga terdepresiasi sebesar 0,8 persen.
Pada bulan pertama guncangan kurs Ringgit sebesar satu standar deviasi
memberikan pengaruh pada pergerakan Peso sebesar 0,07 persen. Pada periode
keempat Peso mengalami depresiasi sebesar 0,3 persen dalam merespon
47
guncangan Ringgit. Sementara itu pada periode kesepuluh hingga selanjutnya
depresiasi Peso terus meningkat hingga mencapai 0,7 persen dalam menghadapi
guncangan sebesar satu standar deviasi Ringgit. Pada bulan selanjutnya Peso akan
bergerak relatif stabil dalam menghadapi guncangan Ringgit dengan pergerakan
rata – rata 0,8 persen.
Pada horizon pertama guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi
memberikan pengaruh pada apresiasi Peso yaitu sebesar 0,1 persen. Pada periode
kedua Peso mengalami apresiasi sebesar 0,2 persen dalam merespon guncangan
Bath. Sementara itu pada periode keempat hingga bulan ketujuh Peso mengalami
depresiasi yang meningkat hingga mencapai 0,5 persen. Pada periode selanjutnya
Peso akan bergerak relatif stabil dalam merespon guncangan sebesar satu standar
deviasi kurs Bath dengan depresiasi mencapai 0,6 persen.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi sebelum krisis
ekonomi pada bulan pertama akan mengakibatkan kurs Peso terapresiasi sebesar
0,3 persen. Pada bulan kelima guncangan Rupiah sebesar satu standar deviasi
akan mengakibatkan Peso teapresiasi sebesar 0,5 persen. Guncangan kurs Rupiah
terhadap Peso terus mengalami trend kenaikan hingga bulan keduapuluh, pada
bulan kelima dan selanjutnya Peso akan mengalami apresiasi dengan nilai yang
relatif stabil yakni mencapai 0,7 persen dalam mengahadapi guncangan satu
standar deviasi kurs Rupiah.
Berdasarkan gambar dibawah ini dapat disimpulkan bahwa respon Peso
dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN kurang
responsif. Guncangan Dollar Singapura, Ringgit dan Bath akan mengakibatkan
48
pergerakan Peso menjadi terdepresiasi namun guncangan Rupiah justru akan
mengakibatkan kurs mata uang tersebut terapresiasi. Pada periode 1990 – 2005
Fhilipina menganut rezim nilai tukar mengambang bebas sehingga pergerakannya
mengikuti mekanisme pasar. Respon Peso akibat guncangan nilai tukar ASEAN 4
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Respon Peso terhadap guncangan Kurs ASEAN 4 Sebelum Krisis
4.6.4 Bath
Guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu standar deviasi sebelum
krisis ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada apresiasi Bath
sebesar 0,3 persen. Pada bulan ketiga guncangan Dollar Singapura sebesar satu
standar deviasi akan mengakibatkan Bath terdepresiasi sebesar 0,2 persen.
Guncangan kurs Dollar Singapura terhadap Bath terus mengalami trend
49
penurunan hingga bulan keduapuluh, pada bulan keempat hingga keduapuluh
Bath akan mengalami depresiasi yang relatif stabil dan sangat kecil yakni 0,03
persen.
Pada horizon pertama guncangan kurs Ringgit sebesar satu standar deviasi
memberikan pengaruh pada pergerakan Bath sebesar 0,08 persen. Pada bulan
kelima Bath mengalami apresiasi sebesar 0,1 persen dalam merespon guncangan
Ringgit. Sementara itu pada bulan keenam hingga keduapuluh depresiasi Bath
terus meningkat hingga mencapai 0,2 persen. Depresiasi Bath cukup stabil dalam
mengahadapi guncangan Ringgit sebesar satu standar deviasi hingga periode
keduapuluh.
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi sebelum krisis pada
periode pertama belum memberikan pengaruh terhadap pergerakan Bath. Pada
bulan kelima guncangan kurs Peso akan mengakibatkan Bath terdepresiasi sebesar
0,1 persen. Pada periode keenam Bath justru mengalami kenaikan depresiasi
hingga mencapai 0,2 persen. Setelah bulan keenam guncangan kurs Bath direspon
oleh pergerakan yang relatif stabil pada Peso dengan nilai depresiasi hamper
mencapai 0,3 persen.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi sebelum krisis
ekonomi pada bulan pertama akan mengakibatkan kurs Bath terapresiasi sebesar
0,04 persen. Pada bulan kelima guncangan Rupiah sebesar satu standar deviasi
akan mengakibatkan Bath terdepresiasi sebesar 0,2 persen. Guncangan kurs
Rupiah terhadap Bath terus mengalami trend kenaikan hingga bulan keduapuluh,
namun nilainya relatif stabil dengan depresiasi mencapai 0,3 persen.
50
Berdasarkan gambar dibawah ini dapat disimpulkan bahwa respon Bath
dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN terlihat
berbeda. Guncangan Dollar Singapura, Peso dan Rupiah akan mengakibatkan
pergerakan Peso menjadi terdepresiasi namun guncangan Ringgit justru akan
mengakibatkan kurs mata uang tersebut terapresiasi. Respon Bath kurang
responsif dalam menghadapi guncangan nilai tukar lainnya gal ini terjadi karena
pada periode Januari 1970 hingga Juni 1970 Thailand menetapkan nilai tukar tetap
sehingga otoritas moneter memiliki kekuatan untuk menjaga kestabilan Bath.
Respon pergerakan Bath dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Respon Bath terhadap guncangan Kurs ASEAN 4 Sebelum Krisis
51
4.6.5 Rupiah
Guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu standar deviasi sebelum
krisis ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada depresiasi Rupiah
sebesar 0,1 persen. Pada bulan ketiga guncangan kurs Dollar Singapura sebesar
satu standar deviasi akan mengakibatkan Rupiah terapresiasi sebesar 0,1 persen.
Guncangan kurs Dollar Singapura terhadap Rupiah terus mengalami kestabilan
hingga periode keduapuluh dimana nilai tukar Rupiah akan mengalami apresiasi
sebesar 0,1 persen ketika mengalami guncangan sebesar satu standar deviasi pada
Dollar Singapura.
Guncangan kurs Ringgit sebesar satu standar deviasi sebelum krisis
ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada depresiasi Rupiah
sebesar 0,05 persen. Pada bulan kelima guncangan Ringgit sebesar satu standar
deviasi akan mengakibatkan Rupiah terapresiasi sebesar 0,2 persen. Pada bulan
keenam hingga selanjutnya Rupiah akan mengalami apresiasi sebesar 0,1 persen
dalam menghadapi guncangan Ringgit sebesar satu standar deviasi. Mulai bulan
keenam Rupiah mengalami kestabilan dalam merespon guncangan sebesar satu
standar deviasi pada Ringgit.
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi sebelum krisis pada
periode pertama belum memberikan pengaruh pada pergerakan Rupiah. Pada
bulan kedua guncangan kurs Peso akan mengakibatkan Rupiah terdepresiasi
sebesar 0,09 persen. Pada bulan kedua guncangan kurs Peso akan mengakibatkan
Rupiah terdepresiasi hampir mencapai 0,1 persen, respon tersebut relatif stabil
hingga bulan keduapuluh.
52
Pada horizon pertama guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi
belum memberikan pengaruh terhadap pergerakan Rupiah. Pada bulan kelima
Rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,1 persen dalam merespon guncangan Bath.
Sementara itu pada bulan kesepuluh hingga selanjutnya apresiasi Rupiah
mencapai 0,07 persen dalam menghadapi guncangan sebesar satu standar deviasi
pada Bath. Berdasarkan gambar dibawah ini dapat disimpulkan bahwa respon
Rupiah dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN terlihat
kurang responsif. Hal ini terjadi karena pada periode November 1978 hingga Juni
1997 Indonesia menganut rezim nilai tukat mengambang terkendali dimana
otoritas moneter berusaha agar Rupiah bergerak relatif stabil.
Gambar 4.5 Respon Rupiah terhadap guncangan Kurs ASEAN 4 Sebelum Krisis
53
4.7 Simulasi Impulse Response Function (IRF) Variabel Nilai Tukar ASEAN
5 Setelah Krisis
4.7.1 Dollar Singapura
Guncangan kurs Ringgit sebesar satu standar deviasi setelah krisis
ekonomi pada bulan pertama belum memberikan pengaruh pada pergerakan kurs
Dollar Singapura. Guncangan kurs Ringgit mulai berpengaruh pada bulan kedua,
guncangan sebesar satu standar deviasi akan mengakibatkan Dollar Singapura
terdepresiasi sebesar 0,2 persen. Guncangan kurs Ringgit terhadap Dollar
Singapura pada bulan kelima sebesar satu standar deviasi akan mengakibatkan
Dollar Singapura terdepresiasi sebesar 0,1 persen. Pada bulan kesembilan hingga
selanjutnya Dollar Singapura bergerak stabil dengan depresiasi mencapai 0,1
persen.
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi setelah krisis pada
periode pertama belum terlihat memberikan pengaruh pada pergerakan kurs
Dollar Singapura. Pada bulan kedua guncangan sebesar satu standar deviasi
mengakibatkan Dollar Singapura terdepresiasi sebesar 0,1 persen. Pada bulan
kelima guncangan kurs Peso akan mengakibatkan Dollar Singapura terapresiasi
sebesar 0,2 persen. Setelah bulan kelima hingga selanjutnya guncangan kurs Peso
mengakibatkan Dollar Singapura mengalami kenaikan dimana pada bulan
kesepuluh Dollar Singapura mengalami apresiasi sebesar 0,1 persen. Guncangan
kurs Peso akan mengakibatkan pergerakan Dollar Singapura menjadi stabil mulai
bulan keenam hingga keduapuluh.
Guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi sebelum krisis pada
periode pertama belum memberikan pengaruh pada pergerakan Dollar Singapura.
54
Pada bulan keempat guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi akan
mengakibatkan Dollar Singapura terapresiasi sebesar 0,3 persen. Pada bulan
kelima guncangan sebesar satu standar deviasi kurs Bath akan mengakibatkan
Dollar Singapura terapresiasi sebesar 0,3 persen. Setelah bulan kelima hingga
keduapuluh guncangan kurs Bath akan mengakibatkan Dollar Singapura
terdepresiasi dengan nilai stabil yakni 0,06 persen.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi setelah krisis
ekonomi pada bulan pertama belum direspon oleh pergerakan Dollar Singapura.
Pada bulan kedua guncangan Rupiah sebesar satu standar deviasi akan
mengakibatkan Dollar Singapura terapresiasi sebesar 0,2 persen. Guncangan kurs
Rupiah terhadap Dollar Singapura terus mengalami trend kenaikan hingga bulan
kelima, pada periode tersebut Dollar Singapura akan mengalami apresiasi sebesar
0,5 persen. Pada periode selanjutnya Dollar Singapura relatif stabil dalam
menghadapi guncangan Rupiah.
Berdasarkan gambar dibawah ini dapat disimpulkan bahwa respon Dollar
Singapura setelah krisis terlihat lebih responsif dibandingkan dengan sebelum
krisis hal ini terjadi karena Singapura telah menetapkan rezim nilai tukar
mengambang bebas sehingga Dollar Singapura terlihat lebih berfluktuasi.
Guncangan Peso dan Rupiah akan mengakibatkan pergerakan Dollar Singapura
menjadi terapresiasi, namun guncangan Ringgit dan Bath justru mengakibatkan
kurs mata uang tersebut terdepresiasi.
55
Gambar 4.6. Respon Dollar Singapura terhadap Guncangan Kurs ASEAN Setelah
Krisis
4.7.2 Ringgit
Guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu standar deviasi setelah
krisis ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada depresiasi Ringgit
sebesar 1 persen. Pada bulan ketiga Ringgit akan mengalami depresiasi sebesar
0,6 persen dalam menghadapi guncangan sebesar satu standar deviasi pada kurs
Dollar Singapura, mulai bulan kelima hingga keduapuluh Ringgit mengalami
depresiasi sebesar 0,5 persen dalam menghadapi guncangan sebesar satu standar
deviasi pada Dollar Singapura.
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi setelah krisis pada
periode pertama belum berpengaruh pada pergerakan Ringgit. Pada bulan kedua
guncangan kurs Peso akan mengakibatkan Ringgit terdepresiasi sebesar 0,4
56
persen. Pada bulan kelima guncangan Peso akan mengakibatkan Ringgit
teapresiasi sebesar 0,02 persen. Pada periode setelah itu Ringgit akan terlihat
stabil, dimana pada bulan keenam hingga keduapuluh Ringgit akan mengalami
apresiasi sebesar 0,2 persen.
Guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi setelah krisis pada
periode pertama belum berpengaruh pada pergerakan Ringgit. Pada bulan kedua
guncangan kurs Bath akan mengakibatkan Ringgit terdepresiasi sebesar 0,4
persen. Guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi pada bulan kelima akan
mengakibatkan Ringgit terapresiasi sebesar 0,3 persen. Setelah bulan tersebut
hingga bulan keduapuluh Ringgit akan mengalami depresiasi yang stabil dalam
merespon guncangan kurs Bath dengan nilai sebesar 0,06 persen.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi setelah krisis
ekonomi pada bulan pertama belum berpengaruh pada pergerakan Ringgit.
Ringgit mulai merespon guncangan Rupiah pada bulan kedua dimana guncangan
sebesar satu standar deviasi pada Rupiah akan menyebabkan Ringgit teapresiasi
sebesar 0,2 persen. Pada bulan kelima guncangan Rupiah sebesar satu standar
deviasi akan mengakibatkan Ringgit terapresiasi sebesar 0,3 persen. Untuk bulan
selanjutnya guncangan Rupiah akan mengakibatkan Ringgit terdepresiasi dengan
nilai yang relatif stabil yakni 0,5 persen.
Berdasarkan gambar dibawah dapat disimpulkan bahwa respon Ringgit
dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN setelah krisis
terlihat berbeda berbeda dibanding sebelum krisis pada periode September 1998
sampai dengan Desember 2005 Malaysia melakukan peg terhadap nilai tukarnya.
57
Gambar 4.7. Respon Ringgit terhadap Guncangan Kurs ASEAN 4 Setelah Krisis
4.7.3. Peso
Respon Peso terhadap guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu
standar deviasi pada bulan pertama setelah krisis berpengaruh pada depresiasi
Peso sebesar 1 persen. Pada bulan kedua Peso akan mengalami depresiasi hingga
mencapai 1,4 persen dalam merespon guncangan Dollar Singapura. Pada bulan
kelima Peso mulai terlihat stabil dalam merespon guncangan satu standar deviasi
Dollar Singapura dimana Peso akan terdepresiasi pada kisaran 1,1 persen.
Pada bulan pertama setelah krisis guncangan kurs Ringgit sebesar satu
standar deviasi memberikan pengaruh pada depresiasi Peso sebesar 5 persen. Pada
bulan
kelima Peso mengalami depresiasi sebesar 9 persen dalam merespon
guncangan Ringgit. Pada periode selanjutnya Peso akan bergerak stabil dalam
58
menghadapi guncangan Ringgit dimana guncangan sebesar satu standar deviasi
pada Ringgit akan mengakibatkan Peso terdepresiasi sebesar 1 persen.
Pada horizon pertama setelah krisis guncangan kurs Bath sebesar satu
standar deviasi memberikan pengaruh pada depresiasi Peso yaitu sebesar 4 persen.
Pada bulan ketiga Peso mengalami penurunan depresiasi sebesar 3 persen dalam
merespon guncangan Bath. Pada periode kesepuluh hingga selanjutnya Peso akan
bergerak relatif stabil dalam menghadapi pergerakan Bath dengan depresiasi
sebessar 2 persen.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi setelah krisis
ekonomi pada bulan pertama akan mengakibatkan kurs Peso terdepresiasi sebesar
2 persen bulan kedua Rupiah terapresiasi sebesar 0.002 persen. Pada bulan
ketujuh hingga selanjutnya Peso akan mengalami kestabilan yaitu terdepresiasi
sebesar 1 persen.
Berdasarkan gambar dibawah ini dapat disimpulkan bahwa respon Peso
dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN setelah krisis
terlihat lebih responsif hal ini terjadi karena Fhilipina menerapkan sistem nilai
tukar mengambang bebas. Guncangan Dollar Singapura, Ringgit dan Bath akan
mengakibatkan pergerakan Peso menjadi terdepresiasi namun guncangan Rupiah
justru akan mengakibatkan kurs mata uang tersebut terapresiasi.
59
Gambar 4.8. Respon Peso terhadap Guncangan Kurs ASEAN 4 Setelah Krisis
4.7.4. Bath
Guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu standar deviasi setelah
krisis ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada depresiasi Bath
sebesar 2 persen. Pada bulan kelima guncangan kurs Dollar Singapura sebesar
satu standar deviasi akan mengakibatkan Bath terdepresiasi sebesar 1 persen. Pada
bulan keenam hingga selanjutnya Bath mengalami depresiasi yang relatif stabil
yakni mencapai 1 persen dalam menghadapi guncangan sebesar satu standar
deviasi kurs Dollar Singapura.
Pada horizon pertama setelah krisis guncangan kurs Ringgit sebesar satu
standar deviasi memberikan pengaruh pada apresiasi Bath sebesar 9 persen. Pada
bulan kelima Bath mengalami depresiasi sebesar 1 persen dalam merespon
guncangan Ringgit. Sementara itu pada periode selanjutnya Bath akan bergerak
60
relatif stabil yakni akan merespon guncangan kurs Ringgit dengan nilai mencapai
1 persen.
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi setelah krisis pada
bulan pertama belum memberikan pengaruh terhadap pergerakan Bath. Pada
bulan kelima Bath mengalami depresiasi sebesar 0,3 persen dalam merespon
guncangan Peso. Sementara itu pada bulan selanjutnya Bath akan bergerak relatif
stabil dalam merespon guncangan kurs Peso dimana Bath akan terdepresiasi
hingga mencapai 2 persen.
Guncangan kurs Rupiah sebesar satu standar deviasi setelah krisis
ekonomi pada bulan pertama akan mengakibatkan kurs Bath terdepresiasi sebesar
0,6 persen. Pada bulan kelima guncangan Rupiah sebesar satu standar deviasi
akan mengakibatkan Bath terdepresiasi sebesar 0,7 persen. Guncangan kurs
Rupiah terhadap Bath pada bulan kesepuluh hingga selanjutnya Bath terdepresiasi
secara stabil sebesar 0,4 persen. Berdasarkan gambar dibawah ini dapat
disimpulkan bahwa respon Bath dalam menghadapi guncangan empat mata uang
di negara ASEAN lebih responsif dibandingkan sebelum krisis hal ini terjadi
karena pada bulan Juli tahun 1997 Thailand mulai menerapkan sistem
mengambang bebas. Guncangan Dollar Singapura, Ringgit, Peso dan Rupiah akan
mengakibatkan Bath terdepresiasi.
61
Gambar 4.9. Respon Bath terhadap Guncangan Kurs ASEAN 4 Setelah Krisis
4.7.5 Rupiah
Guncangan kurs Dollar Singapura sebesar satu standar deviasi setelah
krisis ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada depresiasi Rupiah
sebesar 4 persen. Pada bulan kelima guncangan kurs Dollar Singapura sebesar
satu standar deviasi akan mengakibatkan Rupiah terapresiasi sebesar 0,07 persen.
Guncangan kurs Dollar Singapura terhadap Rupiah terus mengalami kestabilan
hingga periode keduapuluh dimana nilai tukar Rupiah akan mengalami apresiasi
sebesar 0,05 persen ketika mengalami guncangan sebesar satu standar deviasi
pada Dollar Singapura.
Guncangan kurs Ringgit sebesar satu standar deviasi setelah krisis
ekonomi pada bulan pertama memberikan pengaruh pada depresiasi Rupiah
sebesar 3 persen. Pada bulan kelima guncangan Ringgit sebesar satu standar
62
deviasi akan mengakibatkan Rupiah terapresiasi sebesar 4 persen. Pada bulan
keenam hingga selanjutnya Rupiah akan mengalami depresiasi secara stabil
sebesar 5 persen dalam menghadapi guncangan Ringgit sebesar satu standar
deviasi.
Guncangan kurs Peso sebesar satu standar deviasi setelah krisis pada
periode pertama belum memberikan pengaruh pada pergerakan Rupiah. Pada
bulan kelima guncangan kurs Peso akan mengakibatkan Rupiah terapresiasi
sebesar 1 persen. Pada bulan kesepuluh guncangan kurs Peso akan mengakibatkan
Rupiah terapresiasi sebesar 0,5 persen, respon tersebut relatif stabil hingga bulan
keduapuluh.
Pada horizon pertama guncangan kurs Bath sebesar satu standar deviasi
belum memberikan pengaruh terhadap pergerakan Rupiah. Pada bulan kelima
Rupiah mengalami apresiasi sebesar 1 persen dalam merespon guncangan Bath.
Sementara itu pada bulan kesepuluh depresiasi Rupiah mencapai 3 persen dalam
menghadapi guncangan sebesar satu standar deviasi pada Bath.
Pada bulan
kesepuluh hingga selanjutnya Rupiah akan mengalami depresiasi yang relatif
stabil hingga mencapai 2 persen.
Berdasarkan gambar dibawah ini dapat disimpulkan bahwa respon Rupiah
dalam menghadapi guncangan empat mata uang di negara ASEAN setelah krisis
terlihat lebih responsif, hal ini terjadi karena Indonesia nulai menerapkan nilai
tukar mengambang bebas sejak Juli 1997 sehingga nilai tukar Rupiah terlihat
lebih berfluktuasi.
63
Gambar 4.10. Respon Rupiah terhadap Guncangan Kurs ASEAN 4 Setelah Krisis
4.8 Simulasi Dekomposisi Penduga Ragam Galat Nilai tukar ASEAN 5
Sebelum Krisis
Analisa Forecasting Error Decompotision of Variance (FEDV) digunakan
untuk mengetahui bagaimana peranan atau kontribusi nilai tukar dalam
menjelaskan fluktuasi nilai tukar mata uang lainnya di ASEAN 5 serta berapa
besar persentasenya dalam mempengaruhi nilai tukar lainnya. Analisa FEDV
dalam penelitian ini diproyeksikan selama 40 bulan agar dapat dianalisis efek
jangka panjangnya.
64
4.8.1. Dollar Singapura
Untuk variabel Dollar Singapura pada interval peramalan bulan pertama
hingga bulan ke 10 fluktuasi Dollar Singapura lebih dominan disebabkan oleh
guncangan Dollar Singapura itu sendiri, untuk selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran.6 Pada bulan pertama ke depan fluktuasi Dollar Singapura disebabkan
oleh guncangan Dollar Singapura itu sendiri sebesar 89,50 persen. Sedangkan
pengaruh Ringgit, Peso, Bath dan Rupiah belum nampak. Pada periode 20 bulan
ke depan, fluktuasi Dollar Singapura paling besar dipengaruhi oleh guncangan
Bath Thailand sebesar 35,50 persen. Sementara Dollar Singapura hanya mampu
mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 20,60 persen pada periode tersebut. Pada
periode 40 bulan kedepan Bath lebih dominan mempengaruhi Dollar Singapura
selanjutnya Ringgit, Rupiah dan Peso. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam
jangka panjang pada periode sebelum krisis variabilitas Dollar Singapura lebih
banyak dipengaruhi oleh nilai tukar negara-negara lain terutama Bath dan Ringgit.
100%
80%
L INA
60%
L THAI
L P HIL
40%
L MAL
20%
L S IN
0%
1 3 5 7 9 11131517192123252729313335373941
Gambar 4.11. FEDV Dollar Singapura Sebelum Krisis
65
4.8.2. Ringgit
Untuk variabel Ringgit pada interval peramalan periode pertama fluktuasi
Ringgit disebabkan Ringgit itu sendiri sebesar 89,50 persen dan Dollar Singapura
sebesar 10,49 persen, sedangkan pengaruh guncangan Peso, Bath dan Rupiah
masih belum nampak pada periode ini untuk selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran. Pada bulan kesepuluh ke depan fluktuasi Ringgit masih dominan
dipengaruhi oleh guncangan Ringgit itu sendiri sebesar 33,31 persen kemudian
Bath Thailand sebesar 25,28 persen. Hingga periode 20 bulan
ke depan,
guncangan Ringgit masih sangat dipengaruhi oleh Bath Thailand sebesar lebih
dari 30 persen dan persentase ini terus meningkat hingga periode ke 40. Pada
periode 30 bulan kedepan guncangan Dollar Singapura dan Rupiah juga
memberikan pengaruh terhadap fluktuasi Ringgit, masing – masing sebesar 15,23
persen dan 18,77 persen.
Pada periode 40 bulan ke depan, fluktuasi Ringgit paling besar
dipengaruhi oleh guncangan Bath. Sementara Peso memberikan kontribusi yang
paling kecil diantara keempat nilai tukar lainnya. Sementara Ringgit sendiri hanya
mampu mempengaruhi sebesar 24,31 persen. Hasil dari analisis FEDV ini
mengindikasikan bahwa pada jangka panjang guncangan nilai tukar negara lain
cukup memberikan pengaruh terhadap pergerakan Ringgit, kecuali nilai tukar
Peso karena persentasenya relatif lebih kecil dibanding dengan nilai tukar lainnya.
Hasil analisis ragam galat untuk nilai tukar Ringgit secara grafis dapat dilihat
pada gambar berikut:
66
Gambar 4.12. FEDV Ringgit Sebelum Krisis
4.8.3. Peso
Berdasarkan hasil simulasi analisis dekomposisi varian yang ditunjukkan
oleh gambar dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai tukar Peso pada bulan
petama hingga bulan keempat relatif kuat dipengaruhi oleh Peso itu sendiri
sebesar 83,70 persen. Pada periode 10 bulan kedepan fluktuasi Peso lebih
dominan disebabkan oleh guncangan nilai tukar Dollar Singapura dan dan Bath
masing – masing sebesar 44,81 persen dan 15,83 persen. Guncangan Dollar
Singapura mampu mempengaruhi fluktuasi fluktuasi Peso hingga periode 30
bulan kedepan sementara itu pada periode selanjutnya guncangan nilai tukar
tersebut mengalami penurunan. Pada periode 20 dan 30 bulan kedepan selain
Dollar Singapura guncangan nilai tukar Bath ternyata memiliki pengaruh yang
besar terhadap pergerakan Peso yakni sebesar 16 hingga 18 persen, sementara itu
mulai periode pertama hingga 30 kedepan Rupiah masih belum nampak dalam
mempengaruhi pergerakan Peso namun pada periode 40 Rupiah mulai nampak
memberikan kontibusi pada pergerakan Peso sebesar 1997 persen. Hal ini terjadi
67
pula pada nilai tukar Ringgit, guncangan Ringgit mulai memberikan pengaruh
terhadap pergerakan Peso pada periode 40 bulan kedepan sebesar 27,30 persen.
Nilai tukar yang paling dominan berpengaruh terhadap pergerakan Peso dalam
jangka panjang sebelum krisis adalah Bath Thailand sebesar 38,40 persen. Baik
dalam jangka panjang maupun jangka pendek pergerakan dari empat nilai tukar
ASEAN cukup berpengaruh terhadap pergerakan Peso. Hasil analisis ragam galat
untuk nilai tukar Peso secara grafis dapat dilihat pada gambar berikut :
100%
80%
LINA
60%
LTHAI
LP HIL
40%
LMAL
LS IN
20%
0%
1 3 5 7 9 111315171921 232527293133353739
Gambar 4.13. FEDV Peso Sebelum Krisis
4.8.4 . Bath
Untuk nilai tukar Bath dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai tukar Bath
saat bulan pertama hingga periode 40 bulan kedepan lebih dominan dipengaruhi
oleh Bath itu sendiri. Pada bulan pertama Bath mempengaruhi Bath itu sendiri
hingga mencapai 61,73 persen kemudian Dollar Singapura sebesar 16,80 persen,
sementara guncangan Rupiah masih belum nampak pada pergerakan Ringgit pada
periode tersebut. Pada periode 10 bulan kedepan Ringgit dan Rupiah sangat
68
berpengaruh terhadap pergerakan Bath sebesar masing – masing sebesar dan
18,45 persen. Ringgit mampu mempengaruhi pergerakan Bath hingga periode 40
bulan kedepan, kontribusi Ringgit cukup besar terhadap pergerakan Bath baik
dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Begiru pula dengan Rupiah dan
Dollar Singapura, guncangan Rupiah mulai terlihat pada periode 10 bulan
kedepan hingga mencapai 18,76 persen, sementara Dollar Singapura mampu
mempengaruhi Bath baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek pada
kisaran 13 hingga 16 persen. Nilai tukar yang paling kecil kontibusinya terhadap
pergerakan Bath adalah Peso karena dalam jangka panjang dan jangka pendek
nilai tukar ini mampu mempengaruhi Bath hanya mencapai 3 hingga 7 persen. Hal
ini mengindikasikan bahwa variabilitas nilai tukar Bath selain dominan
dipengaruhi oleh nilai tukar Bath itu sendiri, juga dominan dipengaruhi oleh
Ringgit, Dollar Singapura dan Rupiah. Hasil analisis ragam galat untuk nilai tukar
Bath secara grafis dapat dilihat pada gambar berikut :
100%
80%
LINA
60%
LTHAI
LP HIL
40%
LMAL
LS IN
20%
0%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Gambar 4.14. FEDV Bath Sebelum Krisis
69
4.8.5. Rupiah
Untuk variabel nilai tukar Rupiah setelah krisis dapat disimpulkan bahwa
fluktuasi nilai tukar Rupiah pada periode pertama hingga periode keempat lebih
dominan dipengaruhi oleh guncangan Rupiah itu sendiri yakni sebesar 56,01
persen dan 30,05 persen. Sementara itu nilai tukar yang juga dominan
berpengaruh terhadap pergerakan Rupiah pada periode pertama adalah Ringgit
dan Dollar Singapura masing – masing sebesar 23,89 persen dan 12,48 persen
sementara Bath dan Peso sangat kecil memberikan kontribusi terhadap pergerakan
Rupiah pada priode ini. Sementara itu pada periode 10 bulan kedepan Ringgit
sangat dominan memengaruhi Rupiah, hal ini terjadi hingga periode 40 bulan
kedepan dimana kontibusi dari Ringgit dalam mempengaruhi Rupiah mencapai
kisaran 23 hingga 26 persen. Begitu pula dengan Bath, nilai tukar ini paling
dominan berpengaruh terhadap pergerakan Rupiah hingga periode 40 bulan
kedepan dengan kisaran 37 hingga 40 persen. Dollar Singapura merupakan nilai
tukar yang menduduki posisi ketiga setelah Bath dan Ringgit yang paling besar
kontribusi guncangannya dalam mempengaruhi Rupiah. Dollar Singapura mampu
mempengaruhi Rupiah pada kisaran 12 hingga 15 persen. Nilai tukar Peso terlihat
sangat kecil pengaruhnya terhadap pergerakan Rupiah baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek. Berdasarkan hasil analisis mengindikasikan bahwa
variabilitas nilai tukar sangat dominan dipengaruhi oleh empat nilai tukar empat
negara ASEAN dalam jangka pendek dominan dipengaruhi oleh Rupiah itu
sendiri sedangkan dalam jangka panjang dominan dipengaruhi oleh Bath dan
Ringgit.
70
100%
80%
L INA
60%
L THAI
L P HIL
40%
L MAL
L S IN
20%
0%
1 3 5 7 9 11131517192123 2527293133353739
Gambar 4.15. FEDV Rupiah Sebelum Krisis
4.9 Simulasi Dekomposisi Penduga Ragam Galat Variabel Nilai tukar
ASEAN 5 Setelah Krisis
4.9.1 Dollar Singapura
Untuk variabel Dollar Singapura pada interval peramalan periode pertama
100 persen pergerakannya sangat disebabkan oleh guncangan Dollar Singapura itu
sendiri, sementara itu pengaruh guncangan dari empat nilai tukar lainnya masih
belum nampak. Guncangan nilai tukar Ringgit mulai terlihat berpengaruh
dominan pada pergerakan Dollar Singapura pada periode 10 bulan kedepan yakni
sebesar 15,77 persen, sedangkan pengaruh dari nilai tukar lainnya relatif kecil.
Hingga periode 40 bulan kedepan guncangan niai tukar Dollar Singapura masih
dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar lebih dari 60 persen meskipun dengan
persentase yang semakin menurun.
Pada periode 20 bulan kedepan guncangan Ringgit dan Bath sudah mulai
nampah dalam memberikan kontribusi pada pergerakan Dollar Singapura dengan
persentase yang terus meningkat hingga periode 40 bulan kedepan yang mencapai
15 hingga 20 persen untuk Ringgit dan 13 persen lebih untuk Bath. Sementara itu
71
guncangan nilai tukar Peso dan Rupiah memberikan kontribusi yang sangat kecil
bagi pergerakan Dollar Singapura baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa variabilitas
nilai tukar Dollar Singapura setelah krisis dalam jangka pendek dominan
dipengaruhi oleh dirinya sendiri, sedangkan dalam jangka panjang sangat
dominan dipengaruhi oleh nilai tukar Ringgit dan Bath.
100%
80%
L INA
60%
L THAI
L P HIL
40%
L MAL
L S IN
20%
0%
1 3 5 7 9 1113 151719 21232527 293133 353739
Gambar 4.16. FEDV Dollar Singapura Setelah Krisis
4.9.2 Ringgit
Untuk nilai tukar Ringgit sesuai dengan gambar dapat disimpulkan bahwa
pergerakan nilai tukar Ringgit pada bulan pertama hingga bulan ke 40 relatif kuat
dipengaruhi oleh nilai tukar Ringgit itu sendiri masing – masing sebesar 87 persen
sampai 92 persen, selain itu guncangan nilai tukar Dollar Singapura juga sudah
mulai nampak pada priode tersebut dengan kontrribusi sebesar 12,56 persen.
Namun guncangan nilai tukar lainnya justru tidak terlihat pada periode tersebut.
Pada periode 10 bulan kedepan kontribusi guncangan nilai tukar lainnya sudah
mulai terihat walaupun dengan nilai yang relatiuf kecil, dalam periode tersebut
72
Dolllar Singapura memberikan kontribusi yang terus menurun terhadap
pergerakan Ringgit hingga periode ke 40 dimana nilainya mencapai 1,3 persen.
Begitu pula dengan nilai tukar lainnya pada periode 30 dan 40 kedepan
kontribusinya justru semakin kecil dalam mempengaruhi pergerakan Ringgit.
Bahkan Rupiah dan Peso tidak terlihat kontribusinya baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek. Berdasarkan hasil analisis tersebut mengindikasikan
bahwa variabilitas nilai tukar Ringgit seteleh krisis baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek sangat dominan dipengaruhi oleh Ringgit iru sendiri,
sementara pengaruh dari guncangan nilai tukar lainnya relatif kecil terhadap
pergerakan Ringgit.
100%
80%
L INA
60%
L TH AI
L P H IL
40%
L MAL
L S IN
20%
0%
1 3 5 7 9 1113 151719 21232527 293133 353739
Gambar 4.17. FEDV Ringgit Setelah Krisis
4.9.3. Peso
Berdasarkan hasil simulasi analisis dekomposisi varian yang ditunjukkan
oleh gambar dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai tukar Peso pada bulan
petama hingga bulan keempat relatif kuat dipengaruhi oleh Peso itu sendiri
sebesar 89,37 persen dan 63,70 persen. Pada periode 10 bulan kedepan fluktuasi
73
Peso lebih dominan disebabkan oleh guncangan nilai tukar Ringgit dan Bath
masing – masing sebesar 33,20 persen dan 9,01 persen. Guncangan Ringgit
mampu mempengaruhi fluktuasi fluktuasi Peso hingga periode 40 bulan kedepan
dengan persentase yang terus meningkat. Pada periode 20 dan 30 bulan kedepan
selain Ringgit guncangan nilai tukar Bath ternyata memiliki pengaruh yang besar
terhadap pergerakan Peso yakni sebesar 12 hingga 14 persen, sementara itu mulai
periode pertama hingga 40 bulan kedepan Rupiah masih belum nampak dalam
mempengaruhi pergerakan Peso. Begitupula dengan Dollar Singapura walaupun
mampu memberikan pengaruh tapi nilainya sangat kecil baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang berada pada kisaran 2 hingga 7 persen. Analisis
tersebut mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang maupun pendek nilai
tukar Peso lebih dominan dipengaruhi oleh Peso itu sendiri. Selanjutnya nilai
tukar yang berpengaruh terhadap peregerakan Peso dalam jangka panjang adalah
Ringgit, Bath dan Dollar Singapura.
100%
80%
L INA
60%
L TH AI
L P H IL
40%
L MAL
L S IN
20%
0%
1 3 5 7 9 1113 151719 21232527 293133 353739
Gambar 4.18. FEDV Peso Setelah Krisis
74
4.9.4 Bath
Untuk nilai tukar Bath dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai tukar Bath
saat bulan pertama hingga periode 40 bulan kedepan lebih dominan dipengaruhi
oleh Bath itu sendiri. Pada bulan pertama Bath mempengaruhi Bath itu sendiri
hingga mencapai 51,29 persen kemudian Dollar Singapura sebesar 37,29 persen,
sementara guncangan Rupiah masih belum nampak pada pergerakan Bath. Pada
periode 10 bulan kedepan Ringgit dan Dollar Singapura sangat berpengaruh
terhadap pergerakan Bath sebesar masing – masing sebesar 29,30 persen dan
14,32 persen. Dollar Singapura mampu mempengaruhi pergerakan Bath hingga
periode 40 bulan kedepan, kontribusi Dollar Singapura cukup besar terhadap
pergerakan Bath baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Begitu pula
dengan Ringgit, guncangan Ringgit mulai terlihat pada periode 10 bulan kedepan
hingga mencapai 14,32 persen dengan persentase yang terus mengalami kenaikan
hingga periode 40. Nilai tukar yang paling kecil kontibusinya terhadap pergerakan
Bath adalah Peso dan Rupiah karena dalam jangka panjang dan jangka pendek
nilai tukar ini hanya mampu mempengaruhi Bath mencapai 4 hingga 9 persen
saja. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas nilai tukar Bath selain dominan
dipengaruhi oleh nilai tukar Bath itu sendiri juga dipengaruhi oleh Bath dan
Dollar Singapura baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
75
100%
80%
L INA
60%
L THAI
L P HIL
40%
L MAL
L S IN
20%
0%
1 3 5 7 9 1113 151719 21232527 293133 353739
Gambar 4.19. FEDV Bath Setelah Krisis
4.8.5
Rupiah
Untuk variabel nilai tukar Rupiah dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai
tukar Rupiah setelah krisis pada periode pertama hingga periode 40 lebih dominan
dipengaruhi oleh guncangan Rupiah itu sendiri yakni sebesar 77,27 persen dan
42,71 persen. Sementara itu nilai tukar yang juga dominan berpengaruh terhadap
pergerakan Rupiah pada periode pertama adalah Ringgit dan Dollar Singapura
masing – masing sebesar 12,27 persen dan 12,27 persen sementara Bath dan Peso
sangat kecil memberikan kontribusi terhadap pergerakan Rupiah pada priode ini.
Sementara itu pada periode 10 bulan kedepan Dollar Singapura sangat dominan
mempengaruhi Rupiah, hal ini terjadi hingga periode 40 bulan kedepan dimana
kontibusi dari Dollar Singapura dalam mempengaruhi Rupiah mencapai kisaran
12 hingga 37 persen. Begitu pula dengan Ringgit nilai tukar ini paling dominan
berpengaruh terhadap pergerakan Rupiah hingga periode 40 bulan kedepan
dengan kisaran 13 hingga 19 persen. Berdasarkan hasil analisis mengindikasikan
76
bahwa variabilitas nilai tukar Rupiah setelah krisis baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang
sangat dominan dipengaruhi oleh Rupiah itu sendiri
selain itu dipengaruhi oleh Dollar Singapura dan Ringgit. Sementara itu Nilai
tukar Peso dan Bath terlihat sangat kecil pengaruhnya terhadap pergerakan Rupiah
baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
100%
80%
L INA
60%
L TH AI
L P H IL
40%
L MAL
L S IN
20%
0%
1 3 5 7 9 111315171921 232527293133 353739
Gambar 4.20. FEDV Rupiah Sebelum Krisis
77
V.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan analisa Forecasting Error Decompotision of Variance (FEDV),
pergerakan Rupiah sebelum krisis lebih dominan dipengaruhi oleh Rupiah itu
sendiri, Ringgit dan Bath sedangkan Dollar Singapura dan Peso hanya
memberikan sedikit pengaruh pada pergerakan Rupiah. Pada periode setelah
krisis nilai tukar Rupiah masih dominan dipengaruhi oleh Rupiah itu sendiri
Ringgit dan Dollar Singapura, namun pengaruh Bath justru sangat kecil. Untuk
nilai tukar mata uang ASEAN lainnya sebelum krisis pergerakannya lebih
banyak dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang lain, sedangkan pada periode
setelah krisis pergerakannya lebih dominan dipengaruhi oleh nilai tukar mata
uang itu sendiri
2. Pada periode sebelum krisis Rupiah kurang responsif dalam merespon
guncangan nilai tukar mata uang ASEAN lainnya sementara itu setelah krisis
pergerakan Rupiah dalam menghadapi guncangan terlihat lebih responsif. Hal
ini terjadi karena perbedaan pada sistem nilai tukar yang ditetapkan dimana
pada periode sebelum krisis Indonesia menganut sistem nilai tukar terkendali
sedangkan setelah krisis menganut nilai tukar mengambang bebas. Berdasarkan
kondisi tersebut Rupiah memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk bersatu
dengan mata uang lainnya terutama pada periode setelah krisis.
78
5.2 Saran
1. Jika dilihat dari respon pergerakannya nilai tukar Rupiah sangat rentan
terhadap guncangan nilai tukar lainnya terutama setelah krisis oleh karena itu
harus dilakukan upaya lebih lanjut dalam memelihara stabilitas nilai tukar di
kawasan agar nilai tukar Rupiah dapat tertintegrasi dengan nilai tukar lainnya
sehingga upaya untuk bergabung dengan nilai tukar lainnya di kawasan
ASEAN dapat terealisasi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar semua prasyarat terbentuknya
mata uang
negara.
tunggal di kawasan ASEAN dapat dipenuhi masing – masing
79
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, Defa. 2004. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perdagangan
Bilateral Intra
ASEAN. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Abimanyu. 2004. Memahami Kurs Valuta Asing. FE-UI, Depok.
Arnold. 2006. Dampak Ketidakpastian Nilai Tukar terhadap Volume Perdagangan
Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Arifin, Syamsul, R. Winantyo dan Yati Kurniati. 2007. Integrasi Keuangan dan Moneter
Di Asia Timur (Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia). Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Arifin, Syamsul. 2008. Bangkitnya Ekonomi Asia Timur ( Satu Dekade Setelah Krisis).
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Arsana, I Gede Putra. 2005. VAR (Vector AutoRegressive). Lab Komputasi
Universitas Indonesia.
ASEAN Statistical Yearbook. 2006. The ASEAN Secretariat, Jakarta.
Darwin. 2005. Posisi Indonesia dan negara – negara ASEAN dalam Globalisasi.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan(JEP),Vol 12, No 1: 15-26.
Euistina. 2007. Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar, Yen, Yuan
dan Won [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen,Institut Pertanian
Bogor.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno [penerjemah].
Erlangga, Jakarta.
Hady, Hamdy. 2004. Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan Keuangan
Internasional) .Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hanie. 2006. Analisis Konvergensi Nominal dan Riil diantara Negara-negara
ASEAN-5, Jepang dan Korea Selatan [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kurniati, Yati. 2007. Kerjasama Nilai Tukar. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Krugman, Paul R dan Maurice Obsfelt.1999. Ekonomi Internasional (Teori dan
Kebijakan). Haris Munandar dan Faisal Basri [Penerjemah]. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
80
Lumbanraja, Granson Tulando. 2006. Analisis Pengaruh Foreign Direct
Investment terhadap Nilai Tukar Rupiah [skripsi]. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Mankiw,
N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi.
[penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Nurmawan,
Imam
Mishkin, Frederic S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial
Markets. Colombia University.
Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman. 2006. Ekonometrika. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Noor, Iskandarsyah. 2006. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Rupiah (Suatu Analisis Model Moneter dengan Menggunakan
Cointegration dan ECM) [Tesis]. Program Studi Ilmu Ekonomi,
Universitas Indonesia.
Nopirin. 2004. Ekonomi Internasional. BPFE, Yogyakarta.
Nugraha, Fickry Widya. 2006. Efek Perubahan (Pass-Through Effect) Kurs
terhadap Indeks Harga Konsumen di ASEAN-5, Jepang, dan Korea
Selatan [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Pasaribu, Syamsul Hidayat, Djoni Hartono, dan Tony Irawan. 2005. Pedoman
Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Partisiwi, Tities. 2008. Analisis kemungkinan penyatuan mata uang (Currency
Unification) di ASEAN+3 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Todaro.2000. Ekonomi Pembangunan. Erlanggga, Jakarta.
Wiloto,
Chirstovita. Integrasi Negara ASEAN. [Bisnis Indonesia]
http//www.bisnisindonesia.co.id/202.158.49.150/kolom/2.id.738.html.[
20 Juni 2009]
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Plot Variabel Nilai Tukar 5 Negara ASEAN
Trend Analysis Plot for IDR/USD
Trend Analysis Plot for MYR/USD
Linear Trend Model
Yt = 930,646 + 46,4822*t
Linear Trend Model
Yt = 2,54678 + 0,00630133*t
16000
Variable
Actual
Fits
Accuracy Measures
MAPE
31
MAD
1372
MSD
3355250
IDR/USD
12000
10000
8000
6000
Variable
Actual
Fits
4,5
Accuracy Measures
MAPE 10,5493
MAD
0,3370
MSD
0,1580
4,0
MYR/USD
14000
3,5
3,0
4000
2000
2,5
0
1
23
46
69
92
115 138 161 184 207
bulan
1
23
46
Trend Analysis Plot for THB/USD
92
115 138
bulan
161
184
207
Trend Analysis Plot for SGD/USD
Linear Trend Model
Yt = 24,7350 + 0,0796682*t
Linear Trend Model
Yt = 1,64978 - 0,000196800*t
55
1,9
Variable
Actual
Fits
Accuracy Measures
MAPE 12,9617
MAD
4,4000
MSD
28,6392
45
40
35
Variable
Actual
Fits
1,8
Accuracy
MAPE
MAD
MSD
1,7
SGD/USD
50
1,6
1,5
30
1,4
25
1,3
1
23
46
69
92
115 138
bulan
161
184
207
1
23
46
69
92
115 138
bulan
Trend Analysis Plot for PP/USD
Linear Trend Model
Yt = 21,5010 + 0,156429*t
60
Variable
Actual
Fits
Accuracy Measures
MAPE 12,9002
MAD
4,9229
MSD
35,6866
50
PP/USD
THB/USD
69
40
30
20
1
23
46
69
92
115 138
bulan
161
184
207
161
184
207
Measures
7,05952
0,11200
0,01775
83
Lampiran 2. Uji Akar Unit
A.1 Pada Tingkat Level sebelum krisis
a. Rupiah
Null Hypothesis: LINA has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 4 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.559032
-2.590622
-1.944404
-1.614417
0.9702
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. Ringgit
Null Hypothesis: LMAL has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.349144
-2.590065
-1.944324
-1.614464
0.7838
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
c. Peso
Null Hypothesis: LPHIL has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.116206
-2.590065
-1.944324
-1.614464
0.6411
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
d. Dollar Singapura
Null Hypothesis: LSIN has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-2.249502
-2.589795
-1.944286
-1.614487
0.0243
84
Lanjutan Lampiran 2. Uji Akar Unit
e. Bath Thailand
Null Hypothesis: LTHAI has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 5 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.552058
-2.590910
-1.944445
-1.614392
0.9697
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
A.2 Pada Tingkat First Difference Sebelum Krisis
a. Rupiah
Null Hypothesis: D(LINA) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 4 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.674226
-2.590622
-1.944404
-1.614417
0.0004
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. Ringgit
Null Hypothesis: D(LMAL) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.760845
-2.590065
-1.944324
-1.614464
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
c. Peso
Null Hypothesis: D(LPHIL) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-3.988729
-2.590065
-1.944324
-1.614464
0.0001
85
Lanjutan Lampiran 2. Uji Akar Unit
d. Dollar Singapura
Null Hypothesis: D(LSIN) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.508371
-2.589795
-1.944286
-1.614487
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
d. Bath
Null Hypothesis: D(LTHAI) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 4 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.654834
-2.590910
-1.944445
-1.614392
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
B.1 Pada Tingkat Level Setelah Krisis
a. Rupiah
Null Hypothesis: LINA has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.556023
-2.583011
-1.943324
-1.615075
0.1122
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. Ringgit
Null Hypothesis: LMAL has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-1.535062
-2.583153
-1.943344
-1.615062
0.1167
86
Lanjutan Lampiran 2 . Uji Akar unit Variabel
c. Peso
Null Hypothesis: LPHIL has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.637144
-2.583011
-1.943324
-1.615075
0.0957
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
d. Dollar Singapura
Null Hypothesis: LSIN has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.353211
-2.583011
-1.943324
-1.615075
0.1625
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
c. Bath
Null Hypothesis: LTHAI has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.158045
-2.583153
-1.943344
-1.615062
0.2242
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
B.2Pada Tingkat First Difference Setelah Krisis
a. Rupiah
Null Hypothesis: D(LINA) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-10.06591
-2.583153
-1.943344
-1.615062
0.0000
87
Lanjutan Lampiran 2. Uji Akar Unit
b. Ringgit
Null Hypothesis: D(LMAL) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-17.26831
-2.583153
-1.943344
-1.615062
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
c. Peso
Null Hypothesis: D(LPHIL) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-11.07833
-2.583153
-1.943344
-1.615062
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
d.. Dollar Singapura
Null Hypothesis: D(LSIN) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.400040
-2.583153
-1.943344
-1.615062
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
e. Bath
Null Hypothesis: D(LTHAI) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.648300
-2.583153
-1.943344
-1.615062
0.0000
88
Lampiran 3. Uji Lag Optimal
a. Uji Lag Optimal Sebelum Krisis
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D(LSIN) D(LMAL) D(LPHIL) D(LTHAI) D(LINA)
Exogenous variables: C
Date: 05/01/09 Time: 13:04
Sample: 1990:01 1997:06
Included observations: 90
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1136.052
1206.667
1230.978
1249.831
1295.265
1331.027
1359.892
1374.628
1395.718
NA
131.4901
42.46187
30.78419
68.93452
50.13923*
37.16751
17.27707
22.30197
3.51E-18
1.23E-18
1.26E-18
1.47E-18
9.45E-19
7.72E-19
7.57E-19*
1.06E-18
1.33E-18
-26.00119
-27.04981
-27.0338
-26.89267
-27,36242
-27.60966
-27.69866*
-27.46271
-27.37282
-25.85947
-26.1995*
-25.4749
-24.62517
-24.38633
-23.92497
-23.30537
-22.36083
-21.6235
-25.94412
-26.70741*
-26.40608
-25.97962
-26.16404
-26.12595
-25.92962
-25.40834
-25.03312
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
89
Lanjutan Lampiran 3. Uji Lag Optimal
b. Uji Lag Optimal Setelah Krisis
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D(LSIN) D(LMAL) D(LPHIL) D(LTHAI) D(LINA)
Exogenous variables: C
Date: 05/01/09 Time: 14:04
Sample: 1997:08 2008:10
Included observations: 135
Lag
LogL
LR
FPE
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1616.384
1664.568
1682.995
1704.029
1724.089
1749.778
1762.054
1787.038
1811.342
NA
91.57294
33.51848
36.50592
33.14118
39.64484*
18.93329
35.10049
32.13756
1.86E-18
1.27E-18*
1.42E-18
1.52E-18
1.67E-18
1.69E-18
2.12E-18
2.20E-18
2.33E-18
AIC
SC
HQ
-27.02730 -26.51892* -26.58753
-27.15388 -26.32434 -26.73599*
-27.89567 -25.63819 -26.39288
-27.92524* -24.99562 -26.09273
-26.81953 -24.33555 -25.77631
-26.80978 -23.76199 -25.54588
-26.61749 -22.98151 -25.10835
-26.62057 -22.40358 -24.87347
-26.55711 -21.81443 -24.62736
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
90
Lampiran 4. Uji Kointegrasi
a. Uji Kointegrasi Sebelum krisis
Date: : 05/01/09 Time: 13:23
Sample(adjusted): 1990M01 1997M06
Included observations: 90 after adjusting endpoints
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: LSIN LMAL LPHIL LTHAI LINA
Lags interval (in first differences): 1 to 6
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace
Statistic
5%
Critical Value
1%
Critical Value
None **
At most 1
At most 2
At most 3
At most 4
0.418099
0.227307
0.184016
0.132452
0.064986
112.7130
60.35770
38.37548
19.46291
6.249063
88.80380
63.87610
42.91525
25.87211
12.51798
99.09876
69.76865
45.87646
27.45324
16.745737
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 5% level
Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen
Statistic
5%
Critical Value
1%
Critical Value
None *
At most 1
At most 2
At most 3
At most 4
0.418099
0.227307
0.184016
0.132452
0.064986
40.35526
23.98222
18.91257
13.21385
6.249063
38.33101
29.11832
25.82321
19.38704
12.51798
42.87676
30.98774
26.98747
20.25438
15.98453
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 1% level
* denotes rejection of the hypothesis at the 5% level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
91
Lanjutan Lampiran 4. Uji Kointegrasi
b. Uji Kointegrasi Setelah krisis
Date: : 05/01/09 Time: 13:13
Sample(adjusted): 1997M08 2008M10
Included observations: 135 after adjusting endpoints
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: LSIN LMAL LPHIL LTHAI LINA
Lags interval (in first differences): 1 to 3
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace
Statistic
5%
Critical Value
1%
Critical Value
None **
At most 1*
At most 2
At most 3
At most 4
0.343870
0.200456
0.170611
0.055477
0.037250
53.51743
34.41163
23.75732
7.248575
4.821115
38.33101
32.11832
25.82321
19.38704
12.51798
40.89769
46.67465
30.86579
23.56762
16.98765
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level
Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen
Statistic
5%
Critical Value
1%
Critical Value
None *
At most 1
At most 2
At most 3
At most 4
0.343870
0.200456
0.170611
0.055477
0.037250
53.51743
28.41163
23.75732
7.248575
4.821115
38.33101
32.11832
25.82321
19.38704
12.51798
40.90847
35.98476
37.87363
20.98376
18.93837
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
92
Lampiran 5. Uji Kausalitas Granger
a. Uji Kausalitas Granger Sebelum Krisis
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/01/09 Time: 12:32
Sample: 1990M01 1997M06
Lags: 6
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
LMAL does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LMAL
84
2.78511
4.56607
0.02013
0.03456
LPHIL does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LPHIL
84
3.01783
0.47875
0.09140
0.58237
LTHAI does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LNTHAI
84
2.89689
4.08068
0.01013
0.00014
LINA does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LINA
84
2.94525
5.76501
0.02784
0.04563
LPHIL does not Granger Cause LMAL
LMAL does not Granger Cause LPHIL
84
2.33188
1.25249
0.82384
0.60022
LTHAI does not Granger Cause LMAL
LMAL does not Granger Cause LTHAI
84
8.09937
9.5937
0.03409
0.01751
LINA does not Granger Cause LMAL
LMAL does not Granger Cause LINA
84
2.62934
3.09401
0.00494
0.00612
LTHAI does not Granger Cause LPHIL
LPHIL does not Granger Cause LTHAI
84
0.87189
7.35248
0.64950
0.00513
LINA does not Granger Cause LPHIL
LPHIL does not Granger Cause LINA
84
1.55327
0.23573
0.09002
0.08945
LINA does not Granger Cause LTHAI
LTHAI does not Granger Cause LINA
84
1.27442
1.32703
0.52568
0.61456
93
Lanjutan Lampiran 5. Uji Kausalitas Granger
b. Uji Kausalitas Granger Setelah Krisis
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/01/09 Time: 12:32
Sample: 1997:08 2008M10
Lags: 3
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
LMAL does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LMAL
132
10.79991
3.38992
0.04064
0.00132
LPHIL does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LPHIL
132
2.54818
1.39982
0.24032
0.81547
LTHAI does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LNTHAI
132
8.23722
0.06328
0.02586
0.03456
LINA does not Granger Cause LSIN
LSIN does not Granger Cause LINA
132
3.80998
5.37355
0.04232
0.01174
LPHIL does not Granger Cause LMAL
LMAL does not Granger Cause LPHIL
132
1.58054
3.40974
0.51264
0.04396
LTHAI does not Granger Cause LMAL
LMAL does not Granger Cause LTHAI
132
2.02773
0.21802
0.64158
0.63433
LINA does not Granger Cause LMAL
LMAL does not Granger Cause LINA
132
2.18713
0.07001
0.93283
0.74355
LTHAI does not Granger Cause LPHIL
LPHIL does not Granger Cause LTHAI
132
1.61518
4.14019
0.80383
0.00027
LINA does not Granger Cause LPHIL
LPHIL does not Granger Cause LINA
132
2.89084
2.26979
0.01044
0.34516
LINA does not Granger Cause LTHAI
LTHAI does not Granger Cause LINA
132
2.09288
3.43753
0.62221
0.04097
94
Lampiran 6. Impulse Response Function
a. Impuls Respon Sebelum Krisis Ekonomi
1. Dollar Singapura
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.009291
0.010002
0.008835
0.007689
0.006815
0.006203
0.005823
0.005621
0.005535
0.005515
0.005525
0.005545
0.005563
0.005577
0.005586
0.005591
0.005593
0.005594
0.005594
0.005593
0
-0.00036
-0.00143
-0.00271
-0.00379
-0.00454
-0.00498
-0.00526
-0.00528
-0.00537
-0.00528
-0.00525
-0.00523
-0.00521
-0.00528
-0.00519
-0.00519
-0.00519
-0.00519
-0.00519
0
-0.000319
0.000549
0.001786
0.002755
0.003358
0.003681
0.003823
0.003864
0.003856
0.003836
0.003804
0.003783
0.003769
0.003762
0.003758
0.003757
0.003757
0.003757
0.003758
0
0.001543
0.00067
-0.00087
-0.00198
-0.00274
-0.00317
-0.00337
-0.00344
-0.00344
-0.00342
-0.00339
-0.00337
-0.00335
-0.00334
-0.00333
-0.00333
-0.00333
-0.00333
-0.00333
0
0.001148
0.002549
0.003812
0.004764
0.005374
0.005706
0.005855
0.005897
0.005889
0.005863
0.005836
0.005815
0.005801
0.005793
0.005789
0.005788
0.005788
0.005788
0.005789
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.002656
0.005172
0.005638
0.005034
0.004331
0.003797
0.003457
0.003252
0.003156
0.003122
0.003127
0.003131
0.003144
0.003156
0.003164
0.003168
0.003171
0.003172
0.003172
0.003172
0.011251
0.011488
0.010889
0.009957
0.009119
0.008489
0.008084
0.007859
0.007757
0.007726
0.007735
0.007746
0.007764
0.007777
0.007787
0.007792
0.007795
0.007796
0.007796
0.007796
0
0.002359
0.003324
0.004141
0.004858
0.005381
0.005696
0.005854
0.005914
0.005923
0.005981
0.005892
0.005875
0.005863
0.005856
0.005852
0.005885
0.005885
0.005865
0.005851
2. Ringgit
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0
-0.00186
-0.00257
-0.00339
-0.00424
-0.00489
-0.00653
-0.00552
-0.00561
-0.00563
-0.00562
-0.00556
-0.00558
-0.00557
-0.00556
-0.00555
-0.00555
-0.00555
-0.00555
-0.00555
0
-0.000397
0.000595
0.001582
0.002369
0.002907
0.003227
0.003388
0.003451
0.003467
0.003447
0.003428
0.003412
0.003399
0.003392
0.003388
0.003386
0.003386
0.003386
0.003386
95
Lanjutan Lampiran 6. Impulse Response Function
3. Peso
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.000724
0.000361
0.001585
0.003497
0.005096
0.006197
0.006853
0.007188
0.007321
0.007346
0.007322
0.007285
0.007251
0.007226
0.007211
0.007203
0.007199
0.007198
0.007198
0.007199
0.021727
0.021906
0.019723
0.017614
0.016206
0.015341
0.014863
0.014643
0.014575
0.014582
0.014618
0.014655
0.014685
0.014705
0.014717
0.014723
0.014725
0.014725
0.014724
0.014724
-0.001738
-0.002986
-0.000248
0.002161
0.003829
0.004917
0.005542
0.005854
0.005968
0.005978
0.005945
0.005903
0.005868
0.005843
0.005828
0.005828
0.005817
0.005816
0.005816
0.005817
-0.00039
-0.00022
-0.00204
-0.00388
-0.00539
-0.00621
-0.00679
-0.00693
-0.00706
-0.00699
-0.00696
-0.00692
-0.00689
-0.00687
-0.00686
-0.00685
-0.00685
-0.00685
-0.00685
-0.00685
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.003655
0.003366
0.002484
0.001732
0.001143
0.000728
0.000474
0.000342
0.000289
0.000279
0.000287
0.000301
0.000314
0.000324
0.000330
0.000333
0.000334
0.000335
0.000335
0.000334
0.000808
0.000813
1.20E-06
-0.00091
-0.00166
-0.00217
-0.00246
-0.00267
-0.00265
-0.00266
-0.00264
-0.00262
-0.00261
-0.00267
-0.00259
-0.00259
-0.00258
-0.00258
-0.00258
-0.00258
0
-0.000447
0.000402
0.001314
0.001974
0.002372
0.002582
0.002671
0.002694
0.002686
0.002667
0.002649
0.002635
0.002626
0.002629
0.002618
0.002617
0.002617
0.002618
0.002618
0.005458
0.006147
0.005222
0.004137
0.003336
0.002832
0.002553
0.002423
0.002389
0.002382
0.002401
0.002422
0.002438
0.002450
0.002457
0.002466
0.002461
0.002462
0.002461
0.002461
-0.000417
0.002579
0.004008
0.005261
0.006436
0.007342
0.007917
0.008224
0.008355
0.008389
0.008378
0.008351
0.008324
0.008304
0.008291
0.008283
0.008285
0.008279
0.008279
0.008279
4. Bath
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
-0.000429
0.000501
0.001446
0.002331
0.002982
0.003397
0.003607
0.003701
0.003725
0.003716
0.003697
0.003678
0.003664
0.003654
0.003649
0.003647
0.003646
0.003646
0.003646
0.003647
96
Lanjutan Lampiran 6. Impulse Response Function
5. Rupiah
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
LSIN
LMAL
LPHIL
0.00127
-0.00044
-0.00140
-0.00172
-0.00174
-0.00165
-0.00156
-0.00148
-0.00142
-0.00138
-0.00137
-0.00136
-0.00136
-0.00136
-0.00136
-0.00136
-0.00136
-0.00136
-0.00136
-0.00136
0.00058
-0.00152
-0.00218
-0.00240
-0.00238
-0.00227
-0.00214
-0.00204
-0.00197
-0.00194
-0.00192
-0.00191
-0.00191
-0.00191
-0.00191
-0.00191
-0.00192
-0.00192
-0.00192
-0.00192
0
0.000719
0.000925
0.001017
0.000949
0.000822
0.000703
0.000616
0.000562
0.000533
0.000521
0.000517
0.000519
0.000521
0.000524
0.000525
0.000527
0.000527
0.000528
0.000528
LTHAI
0
-0.00051
-0.00101
-0.00123
-0.00127
-0.00107
-0.00093
-0.00082
-0.00075
-0.00072
-0.00075
-0.00069
-0.00069
-0.00069
-0.00077
-0.00078
-0.00077
-0.00076
-0.00078
-0.00075
LINA
0.006194
0.007217
0.007707
0.007766
0.007674
0.007546
0.007419
0.007337
0.007275
0.007245
0.007232
0.007229
0.007233
0.007233
0.007235
0.007237
0.007238
0.007239
0.007239
0.007239
b. Impuls Respon Setelah Krisis Ekonomi
1. Dollar Singapura
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.015206
0.016957
0.015004
0.014358
0.014299
0.013536
0.013942
0.014095
0.013996
0.013757
0.013758
0.013585
0.013442
0.013439
0.013475
0.013493
0.013534
0.013586
0.013601
0.013605
0
0.001891
0.001873
0.000578
0.001203
0.001149
0.000807
0.000996
0.001576
0.001822
0.001947
0.002051
0.002039
0.001935
0.001848
0.001769
0.001717
0.001701
0.001712
0.001736
0
0.00148
-0.00076
-0.00116
-0.00229
-0.00269
-0.00284
-0.00252
-0.00241
-0.00211
-0.00187
-0.00176
-0.00178
-0.00189
-0.00186
-0.00192
-0.00197
-0.00199
-0.00199
-0.00198
0
-5.11E-06
-0.000295
-0.002287
-0.003325
-0.002637
-0.001388
-0.000513
0.000335
0.000901
0.001032
0.000831
0.000559
0.000279
6.54E-05
-4.53E-05
-6.42E-05
-2.91E-05
3.38E-05
9.69E-05
0
-0.00256
-0.00187
-0.00334
-0.00414
-0.00478
-0.00524
-0.00605
-0.00605
-0.00576
-0.00554
-0.00534
-0.00508
-0.00494
-0.00494
-0.00498
-0.00503
-0.00509
-0.00514
-0.00516
97
Lanjutan Lampiran 6. Impulse Response Function
2. Ringgit
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.014227
0.009657
0.006735
0.005455
0.005701
0.005697
0.006493
0.006004
0.005735
0.006039
0.005975
0.005557
0.005469
0.005589
0.005588
0.005571
0.005639
0.005698
0.005707
0.005706
0.01957
0.014292
0.011147
0.011647
0.014182
0.012454
0.011405
0.012482
0.013228
0.013196
0.013268
0.013478
0.013428
0.013291
0.013195
0.013126
0.013072
0.013069
0.013082
0.013098
0
0.004434
0.000436
0.000758
-0.001378
-0.000797
-0.000964
-0.000866
-0.000847
-0.000289
-2.64E-05
-5.27E-05
-7.53E-05
-6.37E-05
-0.000132
-0.000233
-0.000264
-0.000275
-0.000276
-0.000272
0
0.004344
0.002525
-0.003785
-0.003424
-0.001476
-0.000328
-6.79E-05
0.001099
0.001802
0.001776
0.001449
0.001168
0.000894
0.000682
0.000583
0.000574
0.000625
0.000701
0.000765
0
-0.00478
-0.00292
-0.00467
-0.00378
-0.00435
-0.00601
-0.00674
-0.00606
-0.00579
-0.00594
-0.00559
-0.00519
-0.00512
-0.00518
-0.00526
-0.00525
-0.00532
-0.00538
-0.00539
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.012418
0.014278
0.010194
0.012812
0.011739
0.012167
0.010677
0.010956
0.010633
0.010913
0.010753
0.010605
0.010447
0.010464
0.010442
0.010426
0.010462
0.010523
0.010554
0.010566
0.005748
0.010148
0.007072
0.009777
0.009737
0.010333
0.008751
0.009526
0.009846
0.010107
0.010135
0.010403
0.010497
0.010425
0.010327
0.010247
0.010182
0.010136
0.010124
0.010132
0.01884
0.021066
0.021984
0.019912
0.020525
0.018885
0.019167
0.018326
0.018875
0.018929
0.019418
0.019427
0.019566
0.019576
0.019559
0.019468
0.019412
0.019377
0.019359
0.019354
0.004068
0.002571
0.003987
-8.14E-05
-0.000148
0.000385
0.000806
0.001266
0.002097
0.003199
0.003492
0.003516
0.003316
0.003108
0.002821
0.002622
0.002522
0.002516
0.002557
0.002618
3. Peso
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0.002646
0.001706
-0.001586
0.003526
0.000935
0.001397
-0.000736
-0.000668
-0.001015
-0.000777
-0.000978
-0.000687
-0.000275
-6.18E-05
-2.19E-05
-5.01E-07
-1.42E-05
-7.77E-05
-0.000156
-0.000198
98
Lanjutan Lampiran 6. Impulse Response Function
4. Bath
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.019161
0.022797
0.018406
0.014817
0.013964
0.014474
0.014799
0.014942
0.015153
0.015602
0.015675
0.015458
0.015271
0.015224
0.015167
0.015113
0.015121
0.015164
0.015197
0.015218
0.009119
0.010416
0.009436
0.010124
0.010601
0.009587
0.007867
0.007728
0.008016
0.008232
0.008386
0.008665
0.008855
0.008896
0.008852
0.008782
0.008718
0.008675
0.008647
0.008638
0
0.006497
0.004944
0.004327
0.003026
0.002672
0.002189
0.001612
0.001479
0.001689
0.001998
0.002125
0.002238
0.002325
0.002338
0.002297
0.002239
0.002202
0.002177
0.002164
0.011087
0.016467
0.017225
0.010903
0.007685
0.006455
0.006174
0.006092
0.006877
0.007991
0.008696
0.008969
0.008983
0.008877
0.008667
0.008463
0.008319
0.008258
0.008265
0.008293
0.006157
0.004256
0.003073
0.004976
0.006938
0.007326
0.005837
0.004922
0.004599
0.004388
0.004081
0.004141
0.004438
0.004652
0.004753
0.004817
0.004844
0.004819
0.004768
0.004725
LSIN
LMAL
LPHIL
LTHAI
LINA
0.033103
0.045004
0.040233
0.034799
0.041778
0.043498
0.042196
0.042669
0.045192
0.045969
0.044943
0.044104
0.043635
0.043126
0.042669
0.042553
0.042679
0.042876
0.043042
0.043175
0
0.00538
-0.00548
-0.01124
-0.01556
-0.01099
-0.00902
-0.00701
-0.00635
-0.00516
-0.00485
-0.00528
-0.00604
-0.00659
-0.00676
-0.00694
-0.00699
-0.00689
-0.00675
-0.00664
0
0.017163
0.023137
0.017152
0.018149
0.026312
0.034316
0.035536
0.035051
0.034099
0.032421
0.029872
0.028036
0.027336
0.027366
0.027716
0.028233
0.028762
0.029141
0.029312
0.062443
0.036699
0.022414
0.016584
0.022952
0.021863
0.020178
0.020327
0.023629
0.026372
0.027369
0.027665
0.027987
0.027889
0.027216
0.026578
0.026256
0.026119
0.026068
0.026124
5. Rupiah
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0.045411
0.038547
0.022638
0.000348
-0.000798
0.001567
0.002285
0.000413
-0.000219
-8.82E-05
-2.64E-05
-0.000479
-0.000684
-0.000147
0.000348
0.000539
0.000618
0.000701
0.000695
0.000595
99
Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
a. Forecast Error Decomposition of Variance Sebelum Krisis
1. Dollar Singapura
Period S.E
LSIN
LMAL
0.008421 89.50973 10.49027
1
0.012615 72.45678 17.36314
2
0.015985 66.42911 15.51965
3
0.020013 62.00723 14.88049
4
0.025853 59.23696 15.39051
5
0.032973 53.71655 16.64844
6
0.037987 46.63853 17.67369
7
0.044241 41.23249 17.93103
8
0.051982 36.38566 17.32354
9
10 0.065386 33.31722 16.82863
11 0.083836 31.58495 16.40663
12 0.101159 30.12407 16.22666
13 0.120758 29.09447 16.07809
14 0.142326 28.24566 15.92628
15 0.169507 27.68955 15.87903
16 0.201559 27.20445 15.84338
17 0.236201 26.67238 15.74728
18 0.279006 26.17668 15.64073
19 0.331443 25.82355 15.53073
20 0.396377 25.60073 15.49576
21 0.472431 25.42412 15.46459
22 0.558405 25.20146 15.42163
23 0.662966 24.99484 15.36946
24 0.791787 24.84835 15.32419
25 0.950012 24.76294 15.30796
26 1.139548 24.69672 15.29473
27 1.363375 24.61749 15.27477
28 1.635409 24.54826 15.25396
29 1.966309 24.50452 15.23947
30 2.365904 24.47732 15.23579
31 2.844868 24.44828 15.23071
32 3.419298 24.41122 15.22093
33 4.118541 24.38166 15.21127
34 4.968879 24.36593 15.20548
35 5.996349 24.35682 15.20384
36 7.233347 24.34513 15.20124
37 8.724716 24.33009 15.19672
38 10.53411 24.31898 15.19307
39 12.72734 24.31377 15.19138
40 15.37767 24.31021 15.19103
LPHIL
LTHAI
0
0
1.908817 11.83496
7.434535 14.69578
11.40654 21.00678
12.05079 20.58616
14.26692 19.72974
15.46988 17.42466
17.62708 16.70567
17.18249 16.63572
16.84046 21.24445
15.45289 28.11726
13.97887 30.99219
12.31869 32.53238
10.63015 32.03812
9.500577 32.34696
8.851257 33.58108
8.402909 34.50265
8.000386 35.21766
7.503793 35.23681
7.114225 35.50816
6.748257 35.92452
6.362213 36.06337
6.019401 36.16113
5.727846 36.26076
5.536733 36.62737
5.367545 37.05502
5.165993 37.21708
4.976438 37.23477
4.816128 37.21899
4.707825 37.31084
4.620625 37.43647
4.533194 37.46846
4.462329 37.47364
4.407138 37.49628
4.365525 37.55865
4.323742 37.6096
4.278696 37.60532
4.243478 37.59498
4.219027 37.60705
4.201588 37.64013
LINA
0
1.797033
5.114473
8.558058
19.05176
22.67046
25.72127
26.29371
27.28716
23.88653
20.09735
19.39416
19.29612
19.79185
19.30817
18.50399
18.31268
18.24464
18.48902
18.45217
18.43464
18.69378
18.85174
18.87118
18.67944
18.52542
18.58057
18.64668
18.67156
18.63315
18.61746
18.67222
18.70189
18.69756
18.67931
18.68608
18.72303
18.73926
18.73275
18.72179
100
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
2.Ringgit
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.014427 10.49027 89.50973
0.028039 17.36314 72.45678
0.040731 15.51965 66.42911
0.054622 14.88049 62.00723
0.069011 15.39051 59.23696
0.088205 16.64844 53.71655
0.116746 17.67369 46.63853
0.149857 17.93103 41.23248
0.191375 17.32354 36.38566
0.242766 16.82863 33.31722
0.309588 16.40663 31.58495
0.395423 16.22666 30.12407
0.493497 16.07809 29.09447
0.609895 15.92628 28.24566
0.750836 15.87903 27.68955
0.926548 15.84338 27.20445
1.143115 15.74728 26.67237
1.398565 15.64073 26.17668
1.704935 15.53073 25.82355
2.076473 15.49576 25.60073
2.531126 15.46459 25.42412
3.083629 15.42163 25.20146
3.745298 15.36997 24.99484
4.544646 15.32419 24.84836
5.516346 15.30796 24.76294
6.697648 15.29473 24.69672
8.126352 15.27477 24.61749
9.844924 15.25397 24.54826
11.92249 15.23948 24.50452
14.44253 15.23579 24.47732
17.49676 15.23071 24.44828
21.18941 15.22093 24.41122
25.64655 15.21127 24.38166
31.03983 15.20545 24.36593
37.57381 15.20386 24.35682
45.48241 15.20124 24.34513
55.04387 15.19672 24.33009
66.60077 15.19307 24.31898
80.58707 15.19138 24.31377
97.52034 15.19103 24.31021
LPHIL
LTHAI
0
0
3.670922 5.665344
3.569504 11.95435
4.678306 13.50687
4.252315 11.75401
4.514102 10.97492
4.888637 13.84147
5.308765 17.51188
5.509602 22.23405
5.248419 25.28684
4.955829 27.47639
4.832158 29.89325
4.640795 31.42079
4.506854 32.65605
4.338674 33.32198
4.278893 33.96632
4.289301 34.77156
4.277202 35.36907
4.243279 35.75642
4.189883 35.91802
4.169298 36.11933
4.176301 36.44171
4.171005 36.71197
4.157305 36.89449
4.137948 36.99433
4.129644 37.10193
4.127648 37.23795
4.118233 37.33355
4.107052 37.38496
4.099135 37.41619
4.098479 37.46226
4.100233 37.52106
4.097357 37.55758
4.093027 37.57324
4.090161 37.58426
4.090039 37.60408
4.090302 37.62798
4.088585 37.64086
4.086699 37.64593
4.085929 37.65152
LINA
0
0.843901
2.527389
4.927179
9.366198
14.14598
16.95777
18.01592
18.54714
19.31889
19.57627
18.92393
18.76603
18.66515
18.77077
18.70695
18.51955
18.53632
18.64601
18.79561
18.82276
18.75898
18.75318
18.77571
18.79683
18.77698
18.74214
18.74619
18.76407
18.77165
18.76027
18.74656
18.75222
18.76239
18.76496
18.75951
18.75498
18.75857
18.76222
18.76131
101
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
3.Peso
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.022935 7.726604 8.572917
0.032484 15.67039 7.872405
0.048569 24.60694 10.98638
0.062642 34.28988 14.09753
0.072975 37.69926 17.43108
0.090439 36.89986 18.29638
0.103466 39.55662 18.86175
0.117303 40.69912 17.88287
0.129926 42.90938 16.45473
0.138967 44.81717 15.83712
0.158699 43.60334 15.00011
0.175088 43.44069 14.61816
0.191257 42.34526 13.85301
0.204089 42.57838 13.21391
0.213827 43.73499 12.76958
0.231104 43.94518 12.48081
0.246421 44.62389 11.78176
0.261859 44.11412 10.95762
0.275898 44.14294 10.27735
0.287676 44.75127 9.991864
0.305413 44.69726 9.940335
0.318569 45.33556 9.609817
0.328064 45.73089 9.185537
0.336118 46.39959 8.778857
0.343325 47.16124 8.438634
0.354173 47.41517 8.004175
0.361696 47.71467 7.700048
0.366699 47.57668 7.829752
0.371786 47.19085 8.227759
0.378764 46.11134 8.818639
0.388022 44.39266 9.780919
0.407201 40.32637 12.61672
0.444578 34.07255 16.80297
0.498241 27.67819 20.35708
0.573205 21.88894 22.85139
0.672195 17.52481 25.05532
0.824907 14.36535 26.93992
1.036228 12.68077 27.66505
1.290833 11.80846 27.60459
1.598716 11.46245 27.30938
LPHIL
LTHAI
83.70048
0
74.01979 2.371846
57.94631 6.240884
41.83649 9.102209
34.48858 9.305887
27.71779 14.88998
23.82249 15.14682
22.55359 16.29226
21.72693 16.45099
21.42289 15.13353
21.36557 17.25585
21.06581 17.65432
21.74907 18.67127
21.92278 18.45037
21.83244 17.14228
21.92868 17.07075
21.99119 17.02314
22.59538 18.00443
22.75089 18.53012
22.67122 18.08123
22.54293 18.39751
22.51019 18.20359
22.91213 17.99826
23.21818 17.55934
23.52444 16.93773
24.20914 16.66477
24.80268 16.21874
25.23289 15.78291
25.20614 15.69304
24.70155 16.37733
24.24023 16.46814
22.28585 17.52991
18.72716 20.42209
14.91959 24.49403
11.36038 28.96217
8.367744 31.26335
5.944921 33.40882
4.444067 35.54068
3.653935 37.14758
3.213883 38.04018
LINA
0
0.065657
0.219493
0.673983
1.075264
2.196075
2.612367
2.572177
2.457964
2.789289
2.775242
3.221012
3.381459
3.834559
4.520718
4.574583
4.580053
4.328446
4.298702
4.504414
4.421976
4.340855
4.173232
4.044029
3.937994
3.706877
3.564013
3.577767
3.682259
3.991281
5.118057
7.241146
9.975301
12.55116
14.93727
17.78878
19.34099
19.66951
19.78608
19.97456
102
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
4.Bath
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.019256 16.80703 13.93201
0.031297 14.63563 20.05516
0.045185 11.96052 20.46651
0.059226 11.08937 22.86283
0.074448 11.90054 25.78374
0.096947 12.85016 27.50171
0.121978 13.70271 26.70785
0.155425 13.52399 25.31379
0.197773 13.59963 24.41667
0.253219 13.63311 24.26729
0.324815 13.78023 24.33125
0.406179 13.94267 24.52053
0.502768 14.05261 24.63668
0.618842 14.28324 24.77179
0.762587 14.47294 24.83888
0.941406 14.59307 24.71173
1.154663 14.65866 24.55649
1.412109 14.68253 24.48859
1.724055 14.75544 24.51277
2.103395 14.82477 24.56496
2.564014 14.87875 24.54046
3.116789 14.91773 24.48409
3.783867 14.94746 24.43591
4.596185 14.98872 24.41333
5.583548 15.02169 24.40045
6.779819 15.04079 24.37414
8.220122 15.05537 24.35469
9.961054 15.07018 24.35115
12.07096 15.09182 24.35405
14.62675 15.10977 24.34997
17.71907 15.12013 24.33305
21.45415 15.12759 24.31819
25.97436 15.13454 24.31271
31.44936 15.14315 24.31208
38.07498 15.14973 24.30963
46.08707 15.15362 24.30333
55.77235 15.15732 24.29851
67.49263 15.16137 24.29698
81.68114 15.16566 24.29585
98.84857 15.16845 24.29316
LPHIL
LTHAI
7.52174 61.73923
4.685886 57.23721
5.763636 56.49064
4.397625 51.92279
3.574184 43.55075
3.461885 39.32916
3.648992 38.00916
4.195844 39.06329
4.357887 39.38864
4.391074 39.24957
4.372651 39.30695
4.186437 38.91309
4.051388 38.70784
3.908717 38.26755
3.889736 38.05028
3.964611 38.21344
4.007466 38.30248
4.023525 38.27464
4.001911 38.06797
3.991687 37.88358
4.007846 37.85451
4.016663 37.84053
4.027707 37.82617
4.034216 37.78709
4.045125 37.76992
4.057337 37.79431
4.057555 37.79013
4.054695 37.76272
4.053255 37.72949
4.057659 37.71741
4.065156 37.72971
4.068378 37.73159
4.069716 37.72245
4.070814 37.71125
4.072965 37.70759
4.075234 37.71069
4.075675 37.70806
4.076014 37.70231
4.077076 37.69912
4.078654 37.70038
LINA
0
3.38611
5.318693
9.727386
15.19078
16.85709
17.93128
17.90308
18.23717
18.45896
18.20893
18.43727
18.55148
18.76867
18.74817
18.51715
18.47507
18.53072
18.66191
18.73556
18.71844
18.74099
18.76281
18.77665
18.76287
18.73344
18.74226
18.76125
18.77138
18.76533
18.75196
18.75425
18.76058
18.76271
18.76008
18.75712
18.76044
18.76333
18.76229
18.75937
103
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
5.Rupiah
S.E
LSIN
LMAL
1 0.011577 12.48229 23.89871
2 0.028485 8.648436 25.10807
3 0.042772 7.939921 26.66081
4 0.059691 8.077002 25.70624
5 0.076693 8.035135 27.01975
6 0.105025 9.538716 28.17936
7 0.147091 10.91056 28.02437
8 0.195941 11.54114 26.65292
9 0.255162 11.54908 25.91892
10 0.325021 12.04562 26.03769
11 0.418052 12.50989 26.55973
12 0.532732 13.01853 26.51096
13 0.665328 13.23248 26.21468
14 0.823439 13.42332 25.86118
15 1.017136 13.67879 25.72411
16 1.262686 13.91967 25.59948
17 1.563825 14.09645 25.37303
18 1.920799 14.19248 25.14724
19 2.349757 14.28615 25.01916
20 2.872087 14.42597 24.98948
21 3.513952 14.55384 24.94801
22 4.291948 14.64851 24.83006
23 5.224447 14.70761 24.71017
24 6.352597 14.76509 24.63748
25 7.725288 14.83359 24.61337
26 9.395622 14.89053 24.58415
27 11.41308 14.92995 24.53131
28 13.84102 14.95947 24.48345
29 16.77954 14.99083 24.45736
30 20.34623 15.02577 24.44336
31 24.67122 15.05205 24.42132
32 29.89779 15.06898 24.39044
33 36.20794 15.08206 24.36771
34 43.84676 15.09688 24.35818
35 53.10212 15.11272 24.35316
36 64.30509 15.12428 24.34296
37 77.84681 15.13189 24.32906
38 94.21706 15.13833 24.31959
39 114.0331 15.14556 24.31557
40 138.0248 15.15251 24.31242
Period
LPHIL
LTHAI
1.836698 5.767359
6.672075 29.53817
5.024422 30.43577
4.701289 33.65721
3.114694 28.77149
2.998133 29.10227
3.169555 32.43848
3.581374 35.50906
3.597924 37.52027
3.356763 36.99793
3.263018 36.56965
3.316647 36.71806
3.385514 37.08012
3.452317 37.31376
3.476698 37.11211
3.585233 37.13954
3.700595 37.38859
3.766285 37.58487
3.785229 37.59845
3.786911 37.46195
3.824255 37.44615
3.876476 37.56495
3.910457 37.65664
3.928886 37.66928
3.940393 37.62581
3.963051 37.63055
3.985455 37.67433
3.997612 37.69099
4.004818 37.67575
4.013385 37.65548
4.027392 37.66693
4.039658 37.69273
4.045403 37.69912
4.048401 37.68892
4.052287 37.67984
4.058306 37.68568
4.063263 37.69587
4.065597 37.69651
4.067296 37.69147
4.069706 37.68938
LINA
56.01494
30.03324
29.93915
27.85827
33.05892
30.18152
25.45719
22.71555
21.41381
21.56199
21.09771
20.43586
20.08728
19.94943
20.00838
19.75607
19.44133
19.30913
19.31102
19.33569
19.22775
19.08006
19.01519
18.99927
18.98776
18.93172
18.87896
18.86847
18.87124
18.86201
18.83234
18.80834
18.80571
18.80762
18.80234
18.78877
18.78001
18.78007
18.78018
18.77599
104
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
a. Forecast Error Decomposition of Variance Setelah Krisis
1.Dollar Singapura
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.013048
100
0
0.020141 96.16533 3.289079
0.024929 92.31299 6.668668
0.028534 89.03451 9.197359
0.031735 85.74047 11.04529
0.034802 82.52944 12.44618
0.037762 79.66421 13.55537
0.040589 77.24867 14.45192
0.043271 75.25772 15.17972
0.045814 73.62134 15.77226
0.048232 72.26784 16.25814
0.050547 71.13753 16.66135
0.052749 70.18346 17.00028
0.054871 69.36957 17.28877
0.056915 68.66823 17.53709
0.058888 68.05819 17.75296
0.060797 67.52303 17.94228
0.062649 67.04992 18.10961
0.064447 66.62872 18.25856
0.066196 66.25148 18.39199
0.067901 65.91145 18.51219
0.069564 65.60359 18.62105
0.071187 65.32349 18.72009
0.072775 65.06757 18.81058
0.074329 64.83281 18.89358
0.075851 64.61671 18.96999
0.077343 64.41712 19.04056
0.078807 64.23223 19.10594
0.080244 64.06045 19.16667
0.081655 63.90046 19.22324
0.083043 63.75107 19.27607
0.084408 63.61126 19.32557
0.085751 63.48015 19.37186
0.087074 63.35694 19.41542
0.088377 63.24094 19.45644
0.089668 63.13154 19.49512
0.090926 63.02819 19.53166
0.092174 62.93045 19.56624
0.093406 62.83773 19.59901
0.094621 62.74979 19.63018
LPHIL
LTHAI
0
0
0.075646 0.003532
0.456988 0.085805
0.733769 0.660526
0.833209 1.887521
0.834456 3.470569
0.803378 5.049616
0.768389 6.442736
0.737488 7.613587
0.711581 8.585676
0.689887 9.394893
0.671568 10.07371
0.655952 10.64833
0.642562 11.13936
0.630989 11.56288
0.620909 11.93144
0.612059 12.25487
0.604232 12.54084
0.597263 12.79545
0.591018 13.02356
0.585391 13.22907
0.580296 13.41519
0.575659 13.58453
0.571423 13.73926
0.567537 13.88118
0.563967 14.01183
0.560656 14.13255
0.557596 14.24428
0.554752 14.34813
0.552104 14.44486
0.549631 14.53518
0.547317 14.6197
0.545147 14.69897
0.543107 14.77346
0.541187 14.84359
0.539376 14.90973
0.537665 14.97222
0.536046 15.03134
0.534512 15.08736
0.533057 15.14053
LINA
0
0.466416
0.475558
0.373835
0.493512
0.719493
0.927431
1.088283
1.211485
1.309246
1.389232
1.455851
1.511973
1.559737
1.600811
1.636489
1.667764
1.695404
1.720006
1.742043
1.761896
1.779874
1.796231
1.811176
1.824884
1.837503
1.849158
1.859955
1.869986
1.879329
1.888052
1.896216
1.903872
1.911067
1.917841
1.924229
1.930265
1.935975
1.941386
1.946521
105
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
2.Ringgit
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.014048 12.56497 87.43503
0.021492 9.292871 87.29425
0.027128 6.770183 88.97357
0.031671 5.299924 90.28602
0.035657 4.393861 91.06742
0.039321 3.795544 91.47996
0.042747 3.374616 91.70072
0.045946 3.061898 91.83127
0.048961 2.820125 91.91778
0.051809 2.627978 91.98002
0.054513 2.472041 92.02721
0.057097 2.343269 92.06438
0.059557 2.235254 92.09458
0.061926 2.143395 92.11977
0.064209 2.064332 92.14121
0.066413 1.995573 92.15974
0.068546 1.935236 92.17595
0.070615 1.881851 92.19026
0.072626 1.834297 92.20299
0.074582 1.791666 92.21439
0.076488 1.753236 92.22467
0.078347 1.718467 92.23398
0.080164 1.686691 92.24246
0.081945 1.657702 92.25021
0.083679 1.631097 92.25732
0.085382 1.606593 92.26387
0.087052 1.583952 92.26992
0.088697 1.562968 92.27553
0.090299 1.543467 92.28074
0.091879 1.525295 92.28567
0.093433 1.508323 92.29014
0.094962 1.492434 92.29438
0.096466 1.477529 92.29837
0.097947 1.463518 92.30211
0.099406 1.450324 92.30564
0.100844 1.437877 92.30897
0.102261 1.426115 92.31211
0.103666 1.414984 92.31508
0.105039 1.404434 92.38179
0.106401 1.394426 92.32058
LPHIL
LTHAI
0
0
0.777863 0.03094
1.354189 0.100829
1.630677 0.354991
1.707291 0.781621
1.704701 1.257457
1.681287 1.691004
1.657179 2.052872
1.636728 2.347925
1.619766 2.589391
1.605516 2.789232
1.593406 2.956541
1.583047 3.098114
1.574139 3.219126
1.566428 3.323568
1.559703 3.414534
1.553792 3.494432
1.548559 3.565143
1.543894 3.628155
1.539871 3.684655
1.535938 3.735598
1.532519 3.781765
1.529406 3.823796
1.526856 3.862223
1.523948 3.897649
1.521543 3.929971
1.519832 3.959984
1.517826 3.987799
1.515345 4.013465
1.513561 4.037738
1.511895 4.060236
1.510335 4.081298
1.508872 4.101056
1.507496 4.119629
1.506201 4.137119
1.504979 4.153618
1.503824 4.169209
1.502732 4.183964
1.501696 4.197949
1.500713 4.211223
LINA
0
2.604079
2.801231
2.428387
2.050221
1.762336
1.552376
1.396786
1.277446
1.182852
1.105999
1.042408
0.989004
0.943568
0.904458
0.870445
0.840596
0.814195
0.790666
0.769577
0.750563
0.733333
0.717647
0.703306
0.690145
0.678023
0.666823
0.656442
0.646795
0.637806
0.629641
0.621575
0.614176
0.607245
0.600718
0.594561
0.588742
0.583236
0.578017
0.573063
106
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
3.Peso
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.021862 7.519922 3.100198
0.030744 10.87087 14.57113
0.037267 9.782464 21.69303
0.042845 8.294162 26.14789
0.048177 7.070364 28.71769
0.053373 6.158209 30.28324
0.058363 5.490418 31.34667
0.063093 4.991693 32.13218
0.067556 4.608087 32.73594
0.071772 4.305331 33.20938
0.075769 4.061467 33.58707
0.079575 3.861614 33.89413
0.083211 3.695269 34.14851
0.086698 3.554857 34.36276
0.090051 3.434815 34.54574
0.093285 3.331062 34.70382
0.096417 3.240506 34.84175
0.099437 3.160791 34.96314
0.102375 3.090086 35.07084
0.105231 3.026948 35.16693
0.108012 2.970225 35.25329
0.110723 2.918988 35.33129
0.113369 2.872478 35.40216
0.115954 2.830075 35.46666
0.118484 2.791244 35.52577
0.120967 2.755565 35.58009
0.123387 2.722665 35.63018
0.125766 2.692232 35.67651
0.128102 2.663998 35.71949
0.130396 2.637733 35.75947
0.132658 2.613238 35.79677
0.134866 2.590341 35.83162
0.137047 2.568889 35.86428
0.139193 2.548758 35.89494
0.141307 2.529807 35.92378
0.143398 2.511957 35.95095
0.145443 2.495107 35.97661
0.147467 2.479176 36.00086
0.149464 2.464091 36.02382
0.151435 2.449786 36.04567
LPHIL
LTHAI
89.37988
0
73.95959 0.056412
67.46632 0.407916
63.70747 1.358691
60.88963 2.849461
58.54098 4.485128
56.60076 5.969293
55.03312 7.205233
53.77834 8.206642
52.77024 9.017938
51.95122 9.681671
51.27648 10.23128
50.71278 10.69187
50.23573 11.08232
49.82734 11.41689
49.47396 11.70646
49.16543 11.95938
48.89376 12.18212
48.65277 12.37972
48.43755 12.55627
48.24419 12.71477
48.06952 12.85875
47.91097 12.98803
47.76639 13.10658
47.63403 13.21513
47.51246 13.31488
47.40024 13.40685
47.29649 13.49194
47.20024 13.57087
47.11078 13.64434
47.02719 13.71278
46.94913 13.77679
46.87657 13.83676
46.80734 13.89307
46.74276 13.94603
46.68191 13.99593
46.62447 14.04304
46.57016 14.08757
46.51873 14.12975
46.46996 14.16974
LINA
0
0.541996
0.650271
0.491793
0.472856
0.532438
0.592986
0.637851
0.671001
0.697115
0.718571
0.736496
0.751567
0.764332
0.775252
0.784696
0.792929
0.800184
0.806623
0.812367
0.817531
0.822195
0.826429
0.830295
0.833825
0.837073
0.840068
0.842838
0.845409
0.847834
0.850034
0.852114
0.854067
0.855901
0.857625
0.859254
0.860784
0.862235
0.863608
0.864915
107
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
4. Bath
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.017435 37.29224 2.126738
0.029613 36.64574 6.758793
0.039008 35.00338 9.803741
0.046455 33.45357 11.58034
0.052787 32.23067 12.59489
0.058462 31.30365 13.20556
0.063708 30.60317 13.61218
0.068601 30.06588 13.90975
0.073192 29.64459 14.14029
0.077521 29.30712 14.32409
0.081624 29.03182 14.47321
0.085532 28.80371 14.59617
0.089274 28.61207 14.69892
0.092859 28.44903 14.78629
0.096314 28.30876 14.86120
0.099649 28.18684 14.92636
0.102877 28.07993 14.98348
0.106006 27.98542 15.03396
0.109046 27.90137 15.07894
0.112003 27.82593 15.11915
0.114884 27.75802 15.15542
0.117695 27.69652 15.18826
0.120446 27.64057 15.21815
0.123124 27.58943 15.24545
0.125756 27.54253 15.27054
0.128323 27.49935 15.29356
0.130845 27.45947 15.31486
0.133324 27.42252 15.33466
0.135749 27.38819 15.35293
0.138136 27.35621 15.37001
0.140482 27.32635 15.38595
0.142796 27.29841 15.40088
0.145061 27.27226 15.41487
0.147297 27.24758 15.42802
0.149499 27.22439 15.44041
0.151676 27.20252 15.45209
0.153816 27.18186 15.46312
0.155926 27.16231 15.47356
0.158002 27.14378 15.48346
0.160058 27.12625 15.49284
LPHIL
LTHAI
9.285157 51.29588
7.812314 47.06502
6.572446 45.12701
5.854041 44.69488
5.447331 44.95557
5.206087 45.40546
5.048993 45.82979
4.936245 46.17531
4.849827 46.44879
4.781256 46.66824
4.725731 46.84807
4.680026 46.99794
4.641811 47.12441
4.609395 47.23228
4.581546 47.32519
4.557367 47.40598
4.536158 47.47685
4.517422 47.53955
4.500745 47.59528
4.485806 47.64526
4.472346 47.69029
4.460157 47.73107
4.449067 47.76818
4.438933 47.80208
4.429636 47.83319
4.421078 47.86182
4.413173 47.88827
4.405856 47.91277
4.399046 47.93554
4.392709 47.95674
4.386791 47.97654
4.381253 47.99507
4.376059 48.01245
4.371178 48.02879
4.366582 48.04416
4.362247 48.05866
4.358152 48.07237
4.354278 48.08533
4.350606 48.09762
4.347122 48.10927
LINA
0
1.718129
3.493497
4.417211
4.771679
4.879311
4.905864
4.912823
4.916497
4.919288
4.921157
4.922223
4.922784
4.923098
4.923303
4.923457
4.923582
4.923686
4.923776
4.923854
4.923923
4.923986
4.924042
4.924094
4.924141
4.924185
4.924225
4.924262
4.924296
4.924328
4.924358
4.924386
4.924413
4.924438
4.924461
4.924483
4.924504
4.924523
4.924542
4.924565
108
Lanjutan Lampiran 6. Forecast Error Decomposition of Variance
5.Rupiah
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
S.E
LSIN
LMAL
0.067042 12.27385 1.317033
0.101198 11.74257 8.340266
0.126295 13.57625 11.42083
0.146361 16.70226 13.19032
0.164324 20.11958 14.34347
0.181198 23.14612 15.18367
0.197167 25.57666 15.82969
0.212235 27.47485 16.33491
0.226442 28.96855 16.73318
0.239871 30.16589 17.05085
0.252617 31.14345 17.30833
0.264766 31.95397 17.52067
0.276391 32.63506 17.69858
0.287551 33.21435 17.84971
0.298297 33.71255 17.97962
0.308675 34.14532 18.09244
0.318706 34.52466 18.19137
0.328437 34.85981 18.27865
0.337887 35.15806 18.35636
0.347085 35.42515 18.42596
0.356036 35.66572 18.48864
0.364772 35.88353 18.54539
0.373304 36.08165 18.59702
0.381645 36.26265 18.64418
0.389808 36.42865 18.68743
0.397803 36.58143 18.72724
0.405641 36.72252 18.76475
0.413337 36.85321 18.79805
0.420878 36.97461 18.82968
0.428294 37.08768 18.85914
0.435583 37.19324 18.88665
0.442753 37.29201 18.91239
0.449808 37.38464 18.93652
0.456754 37.47168 18.95927
0.463596 37.55362 18.98055
0.470339 37.63089 19.00068
0.476986 37.70388 19.01976
0.483542 37.77294 19.03769
0.490018 37.83838 19.05475
0.496394 37.90048 19.07092
LPHIL
LTHAI
0.822394 8.312535
0.389064 5.308694
0.407878 3.525344
0.397104 2.624983
0.352225 2.085032
0.305323 1.716124
0.266902 1.449981
0.237149 1.251857
0.214054 1.100202
0.195744 0.981004
0.180891 0.885047
0.168615 0.806197
0.158314 0.740279
0.149558 0.684369
0.142032 0.636358
0.135496 0.594686
0.129769 0.558179
0.124709 0.525934
0.120206 0.497244
0.116174 0.471554
0.112542 0.448416
0.109254 0.427468
0.106264 0.408414
0.103531 0.391006
0.101026 0.375042
0.098719 0.360348
0.096589 0.346779
0.094616 0.334213
0.092784 0.322535
0.091077 0.311661
0.089484 0.301509
0.087993 0.292015
0.086594 0.283101
0.085284 0.274731
0.084044 0.266851
0.082877 0.259419
0.081775 0.252399
0.080733 0.245757
0.079745 0.239464
0.078807 0.233492
LINA
77.27419
74.21946
71.06974
67.08533
63.09976
59.64877
56.87677
54.70124
52.98406
51.60652
50.48228
49.55054
48.76776
48.10201
47.52944
47.03206
46.59609
46.21097
45.86813
45.56116
45.28468
45.03436
44.80665
44.59863
44.40786
44.23226
44.07011
43.91991
43.78038
43.65044
43.52912
43.41566
43.30914
43.20911
43.11494
43.02614
42.94224
42.86287
42.78766
42.71633
109
110
111
Download