2 Penelitan ini berfokus pada representasi nasionalisme dalam film “tanah surga… katanya” dengan mengunakan analisis semiotik. Nasionalisme menurut L. Stodard adalah suatu kepercayan yang dimilki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsan sebagai perasaan memilki secara bersama di dalam suatu bangsa (Kompasiana, 201). Sedangkan nasionalisme menurut I Basis Susilo adalah semangat atau cara berpikir yang dilandasi oleh cinta tanah air dan bangsa, sehingga memerlukan perwujudan konkrit yang bermacam-macam menurut situasi dan kondisi. Orang-orang muda pada jamanya mewujudkan kebangsanya dengan caranya sendiri-sendiri yang sesuai dengan kapasitas masing-masing. Sebagai contoh, Chairil Anwar mewujudkan rasa nasionalismenya dengan menuliskan sajak-sajak yang mengugah para pembacanya. Wage Rudolph pun mewujudkan rasa nasionalismenya dengan karya-karya musiknya yang mampu menyebarkan semangat para pejuang kemerdekan (dalam Wignjosoebroto et al,208). Dari hal tersebut dapat dimengerti bahwa rasa cinta tanah air dan bangsa memerlukan langkah konkrit yang pada akhirnya setiap orang dapat mewujudkanya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Berdasarkan penjelasan tentang definisi nasionalisme tersebut diatas, maka jelaslah bahwa semangat nasionalisme akan selalu mengikuti tantangan jamannya dan nasionalisme suatu bangsa dari jaman ke jaman selalu berbeda wujudnya, hal itu disesuaikan dengan tuntutan jaman (dalam Mansoer et al, 201, hlm. 8). Filmfilm di Indonesia mulai banyak menayangkan film-film yang membangkitkan rasa 3 nasionalisme. Beberapa film yang dipandang mengangkat tema nasionalisme adalah Garuda di Dadaku, Merah Putih, Nagabonar jadi 2, Denias: Senandung di Atas Awan, 5 cm, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan lain-lain. (KapanLagi.com 201). Dari banyaknya film dengan tema nasionalisme, di tahun 2012 muncul film berjudul Tanah Surga, Katanya yang disutradarai oleh Herwin Novianto. Film ini tayang dua hari sebelum perayaan kemerdekaan Indonesia yakni tanggal 15 Agustus 2012, yang seolah-olah menjadikan film ini sebagai kado bagi Indonesia. Film dengan durasi 90 menit ini cukup menarik perhatian penontonnya, dan sampai tanggal 26 Agustus 2012 tercatat yang menonton sudah mencapai 133.000 orang. Film Tanah Surga, Katanya tentu memiliki unsur intrinsik dalam film, salah satunya adalah pesan. Pesan dapat berupa gagasan, pendapat, dan sebagainya yang dituangkan dalam bentuk dan melalui lambang komunikasi diteruskan kepada orang lain. Hanafi (1999:192) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pesan, yaitu kode pesan, isi pesan, dan wujud pesan yang memiliki keterkaitan dengan isi cerita dan materi yang ingin disampaikan komunikator, sehingga dalam cerita tersebut akan tampak pesan yang ingin disampaikan kepada komunikan. Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti mengemukakan bahwa film Tanah Surga, Katanya ini merupakan salah satu film yang mengangkat tema nasionalisme. Karena menggugah rasa cinta kebangsaan bagi para penonton. Para penonton diajak melihat realita kehidupan di daerah perbatasan, yang 4 kehidupannya kurang diperhatikan. Bahkan untuk menuju ke daerah tersebut sangatlah susah. Berbeda dengan negara tetangga yang akses jalannya sangat mudah. Film ini menarik bagi peneliti karena anak-anak adalah karakter yang popular dalam industri perfilman di Indonesia. Namun demikian tidak banyak naskah akademik yang secara langsung membahas pengambaran anak-anak dalam film di Indonesia khususnya film anak-anak saat ini yang modern tentang nasionalisme. Beberapa penelitan sebelumnya telah membahas mengenai nasionalisme, diantaranya adalah ‘Nasionalisme Pemuda dalam Film Merah Putih’ dan ‘Nasionalisme dalam Film Nagabonar Jadi 2’. Namun menurut peneliti, yang membedakan penelitan ini dengan penelitan-penelitan sebelumnya tersebut adalah pada penokohan dan latar belakang yang menarik untuk diteliti. Pada film tanah surga katanya, tokoh utamanya dimainkan oleh seorang anak yang memiliki nilai nasionalisme yang tinggi berkat cerita-cerita sang kakek yang mana adalah seorang mantan pejuang Indonesia. Begitu pula dengan latar belakang yang sangat berbeda dengan film-film lainya. Apabila pada film-film sebelumnya memilki latar belakang kehidupan modern dan dunia metropolitan atau hanya sekedar lokasi jalanan kota dan sebagainya, maka pada film inimengunakan lokasi di pedalaman Kalimantan yang berbatas langsung dengan negara Malaysia. Sebagai media masa, film memilki kemampuan untuk mengkonstruksi realitas yang ada. Namun, tidak semua realitas yang ada dalam kehidupan nyata diangkat dalam sebuah film. Para pembuat film memilki kuasa dalam 5 menampilkan ulang realitas sebagai realitas kedua dan direkronstruksi melalui bahasa dan simbol-simbol yang dimodifikasikan sedemikian rupa dan telah disepakati bersama. Proses kerja media inilah yang disebut dengan representasi. Seperti yang disebutkan oleh Juliastuti (200) bahwa representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknan melalui sistem penandan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya, dan konsep representasi ini selalu melibatkan konstruksi terhadap realitas dan tetap mendasarkan diri pada realitas yang menjadi referensinya. Hubungan antara anak-anak, nasionalisme dan karakter bangsa merupakan suatu bentuk rasa cinta tanah air oleh para anak, dimana sifat anak yang diangap mengalami penurunan pada nilai-nilai nasionalisme khususnya pada generasi sekarang ini. Anak-anak merupakan orang-orang yang pada usianya memilki rasa nasionalitas yang tingi. Tokoh anak dalam film Tanah Surga Katanya merupakan orang-orang yang pada usianya memilki rasa cinta terhadap negara, hobi, kesukan atau apapun masing-masing apabila hal tersebut menurut mereka memang pantas untuk dijadikan hobi atau pantas untuk dicintai. Penelitan ini mengunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan mengunakan metode analisis semiotik Peirce, yaitu icon, index dan symbol karena peneliti ingin menganalisis dan menginterpretasikan film tanah surga katanya melalui tanda-tanda berupa icon (gambar para tokoh), index (dialog-dialog yang ada dalam film) dan symbol (sikap, mimik muka dan bahasa tubuh serta seting) yang ada dalam setiap scenenya. Dalam film ini akan dianalisis bagaimanakah pengambaran nasionalisme dalam film tanah surga katanya. 6 biasanya hanya menyampaikan pesan sebatas pada pesan informatif sehingga feedback yang ditimbulkan tidak dapat diketahui secara langsung. Namun fakta menunjukkan bahwa peranan media sekunder mampu memberikan efek yang luar biasa dengan peranan mempengaruhi opinion public dan sikap. Fiske menuturkan bahwa didalam komunikasi terdapat dua mahzab, yaitu mahzab proses dan mahzab semiotika. Mahzab proses menganggap apabila suatu pesan yang disampaikan tidak dapat menyampaikan makna yang diinginkan maka proses komunikasi dianggap tidak efektif atau bahkan gagal. Sedangkan mazhab semiotika menganggap bahwa perbedaan makna yang diterima oleh komunikan bukan merupakan indikasi kegagalan proses komunikasi, melainkan hal tersebut lebih disebabkan oleh pengalaman kultural dari tiap idividu yang berbeda. Semiotika, menurut Sobur adalah ilmu yang mengkaji tanda-tanda, yakni sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna. Tanda-tanda adalah segala sesuatu yang kita gunakan dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika pada dasarnya mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan. (Sobur, 2009:15). Salah satu tokoh yang terkenal dalam bidang penelitian semiotika adalah Ferdinand de Saussure yang lahir pada tahun 1915. Ia dikenal sebagai salah seorang pendiri linguistik modern. Saussure terkenal karena teorinya tentang tanda 7 (sign). Dari tanda tersebut Saussure menyusunnya menjadi dua bagian yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda) Saussure menjelaskan bahwa tanda merupakan kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa, apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa. Dalam tanda bahasa yang konkret, kedua unsur tersebut tidak bisa dilepaskan. (Bartens, 2001:180) Salah satu kajian yang relevan bagi analisis struktural atau semiotika adalah film karena ia dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu, bersamaan dengan tandatanda arsitektur, terutama indeksial, pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. (Van Zoest, 2003:128). Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Menurut UU No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman Nasional dijelaskan bahwa film adalah karya seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, yang ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik dan elektronik. Dalam penyampaian pesannya, setiap unsur film memiliki keterkaitan yang akan mempengaruhi makna dalam setiap adegan. 8 Film merupakan gambaran yang bergerak. Film dapat disebut juga sebagai transformasi kehidupan masyarakat, karena melalui film kita dapat melihat gambaran atau cerminan yang sebenarnya. Sebagai gambar yang bergerak, film adalah reproduksi dari kenyataan seperti apa adanya. Setiap film yang dibuat atau diproduksi pasti menawarkan suatu pesan kepada para penontonnya. Jika dikaitkan dengan kajian komunikasi, suatu film yang ditawarkan harusnya memiliki efek yang sesuai dan sinkron dengan pesan yang diharapkan, jangan sampai inti pesan tidak tersampaikan tapi sebaliknya efek negatif dari film tersebut justru secara mudah diserap oleh penontonnya. 1 Film mampu membawa penontonnya terbawa dalam suasana, hingga seringkali efek yang dirasakan tidak hanya datang saat menonton, tapi juga berkelanjutan. Salah satu contohnya adalah film yang diangkat dari novel ternama karya Stephany Meyer, The Twilight Saga. Sejak film pertamanya di-release, para penonton terus menantikan sequel dari film ini . Tidak hanya itu saja, sejumlah pecinta The Twilight Saga, yaitu Twihards yang ada diberbagai penjuru dunia pun ikut menirukan beberapa karakter yang ada dalam film tersebut. Mulai dari kostum, pernak-pernik dibuat semirip mungkin seperti tokoh aslinya. Selain itu juga para Twihards mengeluarkan segala kreativitasnya untuk menunjukan kecintaan mereka terhadap film The Twilight Saga ini. Hal itu membuktikan bahwa film mempunyai kekuatan yang besar dalam mempengaruhi khalayak. Kehadiran film ditengah masyarakat merupakan media komunikasi yang bisa dikatakan unik. Hal tersebut disebabkan karena film dapat dijadikan media 9 ekspresi seni yang memberikan jalan untuk pengungkapan kreatifitas, dan media budaya yang melukiskan kehidupan manusia dan kepribadian suatu bangsa. Perpaduan kedua hal tersebut menjadikan film sebagai media yang mempunyai peranan penting di masyarakat. Pada masa sekarang, perfilman Indonesia bahkan berkembang lebih pesat lagi, ditandai oleh banyaknya film Indonesia yang ditampilkan di bioskop Indonesia. Meskipun tema horror ,sex dan komedi masih mendominasi film – film Indonesia pada saat ini, tetapi di samping tema tersebut, Indonesia mampu melahirkan banyak film berkualitas international seperti Laksar Pelangi , Sang Pemimpi, Perempuan Berkalung Sorban, Merah Putih, Darah Garuda, dan sampai yang terakhir muncul film Sang Pencerah. Film Indonesia, perlahan tapi pasti, mulai mengembalikan kejayaannya di tanah air. Salah satu film Indonesia berkualitas yang memberikan banyak pesan moral kepada penontonnya, yaitu “Tanah Surga”. Film “Tanah Surga” merupakan film drama fiksi historis Indonesia yang dirilis tahun 2009. Tema yang diangkat dari film ini adalah perjuangan Bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Pada masa sekarang ini rasa nasionalis yang ada dalam diri penerus bangsa mulai memudar seiring perkembangan zaman. Masyarakat mulai tumbuh dengan rasa individualis yang tinggi, yakni lebih mementingkan dirinya sendiri dibandingkan kepentingan orang banyak. Namun melalui film ini, rasa cinta tanah air mulai melekat lagi pada diri masyarakat Indonesia, hal itu bisa dilihat dengan besarnya antusias penonton untuk lebih memilih menonton film Tanah Surga ini dibandingkan dengan film-film Hollywood yang sedang tayang di bioskop 10 Indonesia. Melalui film ini juga secara tidak langsung dapat membangkitkan lagi semangat para generasi muda Indonesia untuk lebih cinta kepada Negaranya sendiri. Berangkat dari pokok-pokok pikiran diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian semiotika mengenai film “Tanah Surga ”. Disini penulis akan menjelaskan tanda-tanda yang terdapat dalam film tersebut, tanda-tanda yang akan dimaknai adalah adegan-adegan yang memiliki nilai-nilai nasionalis pada film tersebut. Maka dari itu penulis mengangkat sebuah rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana analisis semiotika nilai-nilai nasionalis pada film “Tanah Surga”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka peneliti, mengidentifikasikan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana penanda (signifier) dalam nilai-nilai nasionalis yang ditampilkanpada adegan-adegan film “Tanah Surga”. 2. Bagaimana petanda (signified) dalam nilai-nilai nasionalis yang ditampilkan pada adegan-adegan film “Tanah Surga”. 3. Bagaimana realitas eksternal dalam nilai-nilai nasionalis yang ditampilkan pada adegan-adegan film “Tanah Surga”. 4. Bagaimana pesan moral pada film “Tanah Surga”. 1.3 Tujuan Penelitian 11 Berdasarkan paparan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui penanda (signifier) dalam nilai-nilai nasionalis yang ditampilkan pada adegan-adegan film “Tanah Surga”. 2. Untuk mengetahui petanda (signified) dalam nilai-nilai nasionalis yang ditampilkan pada adegan-adegan film “Tanah Surga” 3. Untuk mengetahui realitas eksternal dalam nilai-nilai nasionalis yang ditampilkan pada adegan-adegan film “Tanah Surga”. 4. Untuk mengetahui pesan moral film “Tanah Surga”. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, diharapkan penelitian ini memberikan manfaat : 1. Secara teoretis Penelitian ini memberikan manfaat dalam mengembangkan pengaplikasiaan teori semiotika. Selain itu dapat memberikan masukan secara umum mengenai perkembangan pola komunikasi yang dapat dilakukan melalui sebuah film, serta dapat memberikan manfaat tentang penggunaan metode semiotika khususnya semiotika Saussure dalam mengungkap makna dari setiap tanda yang ada pada adegan di film ini. 2. Secara praktis 12 Dengan penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran kepada para Sineas Indonesia agar lebih kreatif dalam membuat sebuah film yang berkualitas. Karena film pada zaman sekarang bisa dijadikan media massa yang paling ampuh untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. 1.5 Kerangka Pemikiran Film merupakan media massa yang untuk menikmatinya memerlukan penggabungan antara dua indra yakni indra penglihatan dan indra pendengaran. Maka dari itu film merupakan media komunikasi yang efektif dan kuat dengan penyampaian pesannya secara audiovisual. Sebagai salah satu bentuk media massa, dalam hal ini film juga harus bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat tentang apa yang akan disampaikan. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dan menghibur tetapi film sebagai media media massa juga dituntut untuk menjalankan fungsi edukatifnya untuk memberi pencerahan dan pendidikan kepada masyarakat melalui sajian audiovisual dalam film. Hal ini dikarenakan film mempunyai pengaruh yang kuat kepada masayarakat. Kuatnya pengaruh film sebagai salah satu media komunikasi massa, dikarenakan fungsi film itu sendiri. Film adalah media komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan tetapi untuk penerangan dan pendidikan. Dalam ceramah-ceramah penerangan atau pendidikan kini banyak digunakan film sebagai alat bantu untuk memberikan penjelasan (Effendy, 2004:209). Seiring dengan perkembangan teknologi, film bukan lagi menjadi hal yang sulit untuk dikonsumsi masyarakat luas, karena film kini hadir bukan saja lewat 13 bioskop atau theater, namun juga lewat kepingan DVD yang semakin mudah didapat. Selain itu, kini beberapa stasiun televisi swasta juga secara rutin menghadirkan film-film dari berbagai genre. Hal tersebut menjadikan film sebagai media, mampu menyampaikan pesannya secara luas ke banyak segmen. Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah film “Tanah Surga ", dan untuk memahami makna dalam film tersebut, peneliti menggunakan teori konstruksi sosial. Teori ini menjelaskan tentang masyarakat atau kelompok sosial dimana kita termasuk didalamnya, memiliki pandangan hidup tentang dunia. Artinya, melalui interaksi dengan orang lain, manusia mengkronstruksikan realitas, yaitu mempelajari cara-cara untuk menafsirkan pengalaman hidup manusia yang lainnya sehingga pada gilirannya melandasi tindakan kita. Selain itu film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengodekan pesan yang sedang disampaikan. Pada tingkatan paling dasar, misalnya, “suara di luar layar” mungkin hanya menguraikan objek dan tindakan yang ada di layar-bentuk paling umum dalam kebanyakan dokumenter. Namun unsur suara (voice over) dan dialog dapat juga mengkoding makna kesustraan, sebagaimana ketika gambar memudar diiringi bait : “pada zaman dahulu.” Pada tataran gambar bergerak, kode-kode gambar dapat diinternalisasikan sebagai bentuk reperesentasi mental. Sama halnya seperti adegan tertentu yang disertai dengan audio atau backsound tertentu. Backsound itu menjadi pengkodean pesan yang dapat menimbulkan makna tertentu. (Sobur, 2009:131). 14 Penyatuan gambar dan suara yang apik disertai dengan musik dan backsound dalam setiap adegan, sehingga memunculkan banyak tanda yang memiliki makna tertentu. Untuk menemukan arti di balik setiap tanda dalam sebuah film, maka peneliti menggunakan analisis semiotika Saussure dalam penelitian ini. Semiotika merupakan ilmu yang digunakan untuk mengkaji makna dalam setiap tanda. Pada dasarnya semiotika adalah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, dan mempertanyakan lebih lanjut ketika melihat atau membaca teks, termasuk yang tersembunyi di balik teks tersebut. Karena di balik teks tersebut terdapat sejumlah tanda atau sesuatu yang bermakna. Tanda sendiri merupakan sesuatu yang kita gunakan dalam mencari jalan di dunia ini. Semiotika menurut Umberco Eco, yang dikutip Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media mengatakan : Secara etimologis, semiotika berasal dari kata Yunanai, Semion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat mewakili yang lain. (2001:128). Sedangkan menurut Saussure yang dikutip Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi mengatakan bahwa, Semiotika atau semiologi merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat. (2009:12) Gambar 1.1 : Visualisasi model Saussure Tanda 15 Pertandaan Realitas Eksternal Tersusun Oleh Penanda (eksistensi fisik dari tanda) Petanda (konsep/ mental) Sumber : Fiske, John, 1990:66. Cultural and Communications studies. Tanda merupakan kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa, apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa. Dalam tanda bahasa yang konkret, kedua unsur tersebut tidak bisa dilepaskan. Tanda bahasa selalu mempunyai dua segi, yaitu : penanda (signifier) dan petanda (signified). Satu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda, petanda atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik (Sobur, 2003:46). Dari penjelasan di atas, kerangka pemikiran pada penelitian ini secara singkat tergambar pada bagan di bawah ini : 16 Gambar 1.2 Bagan Kerangka Pemikiran Rumusan Masalah Bagaimana Analisis Semiotika Nilai-nilai Nasionalis Pada Film “Tanah Surga” Teori Konstruksi Sosial Analisis Semiotika (Ferdinand de Saussure) Penanda (Signifier) Petanda (Signified) Realitas Eksternal Dialog dalam film Interpretasi peneliti Contoh dalam kehidupan nyata Nilai Nasionalis