BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sejarah manajemen menurut William (2008:44) sebagai bidang studi manajemen mungkin berusia 125 tahun, tetapi ide-ide dan praktek manajemen benarbenar telah digunakan sejak awal sejarah yang tercatat. Robbins dan Coulter (2012:36) menjelaskan bahwa: “manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. “ Griffin (2011:7) menjelaskan bahwa “manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.” Dari beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen adalah proses pengkoordinasian sekelompok orang dengan arahan-arahan untuk mencapai tujuan perusahaan, secara efektif dan efisien. Perusahaan yang memiliki manajamen yang baik adalah perusahaan yang mejalankan fungsi efektif dan efisien. Efisien berarti menggunakan berbagai sumber daya secara bijaksana dan dengan cara yang hemat biaya, sehingga produk atau jasa yang dihasilkan berkualitas tinggi namun dengan biaya yang relatif rendah, sedangkan efektif berarti membuat keputusan yang tepat dan mengimplementasikannya dengan sukses. Menurut Samson dan Richard (2012:6) Manajer memiliki tantangan dan peluang, apapun ukuran dan industri atau sektor yang mereka bekerja, harus dapat mempertimbangkan mengenai tantangan baru di temat kerja di pemerintahan, bisnis dan individu, yaitu dengan tiga tingkatan: - Tantangan dalam Pemerintahan - Tantangan dalam Bisnis - Tantangan dalam Individual sebagai Karyawan 7 8 2.1.1 Manajemen Operasi Menurut Prasetya dan Lukiastusi, (2009) manajemen operasi adalah “serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa berlangsung disemua organisasi, baik perusahaan manufaktur mapun jasa.” Berikut di bawah ini adalah Aliran dalam Operasi Manajemen menurut Plunkett, Allen, dan Attner, (2013:580) : Gambar 2.1 Aliran Operasi Sumber: Plunkett, Allen, dan Attner (2013:580) Menurut Heizer dan Render (2009:56-57), “diferensiasi, biaya rendah dan respons yang cepat dapat dicapai saat manajer membuat keputusan efektif dalam sepuluh wilayah manajemen operasional. Keputusan ini dikenal sebagai keputusan operasi (operations decisions).“ Berikut sepuluh keputusan manajemen operasional yang mendukung misi dan menerapkan strategi: 1. Perancangan barang dan jasa. Perancangan barang dan jasa menetapkan sebagian besar proses transformasi yang akan dilakukan. Keputusan biaya, kualitas dan sumber daya manusia bergantung pada keputusan perancangan. 9 2. Kualitas. Ekspektasi pelanggan terhadap kualitas harus ditetapkan, peraturan dan prosedur dibakukan untuk mengidentifikasi serta mencapai standar kualitas tersebut. 3. Perancangan proses dan kapasitas. Keputusan proses yang diambil membuat manajemen mengambil komitmen dalam hal teknologi, kualitas, penggunaan sumber daya manusia dan pemeliharaan yang spesifik. Komitmen pengeluaran dan modal ini akan menentukan struktur biaya dasar suatu perusahaan. 4. Pemilihan lokasi. Keputusan lokasi organisasi manufaktur dan jasa menentukan kesuksesan perusahaan. 5. Perancangan tata letak. Aliran bahan baku, kapasitas yang dibutuhkan, tingkat karyawan, keputusan teknologi dan kebutuhan persediaan mempengaruhi tata letak. 6. Sumber daya manusia dan rancangan pekerjaan. Manusia merupakan bagian yang integral dan mahal dari keseluruhan rancang sistem. Karenanya, kualitas lingkungan kerja diberikan, bakat dan keahlian yang dibutuhan, dan upah yang harus ditentukan dengan jelas. 7. Manajemen rantai pasokan. Keputusan ini menjelaskan apa yang harus dibuat dan apa yang harus dibeli. 8. Persediaan. Keputusan persediaan dapat dioptimalkan hanya jika kepuasan pelanggan, pemasok, perencanaan produksi dan sumber daya manusia dipertimbangkan. 9. Penjadwalan. Jadwal produksi yang dapat dikerjakan dan efisien harus dikembangkan. 10. Pemeliharaan. Keputusan harus dibuat pada tingkat kehandalan dan stabilitas yang diinginkan. Menurut Heizer dan Render (2009:51), perusahaan mencapai misi mereka melalui tiga cara yakni: 1. Bersaing dalam diferensiasi. Diferensiasi berhubungan dengan penyajian sesuatu keunikan. Diferensiasi harus diartikan melampaui ciri fisik dan atribut jasa yang mencakup segala sesuatu mengenai produk atau jasa yang mempengaruhi nilai. 2. Bersaing dalam biaya. 10 Kepemimpinan biaya rendah berarti mencapai nilai maksimum sebagaimana yang diinginkan pelanggan. Hal ini membutuhkan pengujian sepuluh keputusan manajemen operasi dengan usaha yang keras untuk menurunkan biaya dan tetap memenuhi nilai harapan pelanggan. Strategi biaya rendah tidak berarti nilai atau kualitas barang menjadi rendah. 3. Bersaing dalam respons. Keseluruhan nilai yang terkait dengan pengembangan dan pengantaran barang yang tepat waktu, penjadwalan yang dapat diandalkan dan kinerja yang fleksibel. Respons yang fleksibel dapat dianggap sebagai kemampuan memenuhi perubahan yang terjadi di pasar dimana terjadi pembaruan rancangan dan fluktuasi volume. Tiga strategi yang ada masing-masing memberikan peluang bagi para manajer operasi untuk meraih keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing berarti menciptakan sistem yang mempunyai keunggulan unik atas pesaing lain. Idenya adalah menciptakan nilai pelanggan (customer value) dengan cara efisien dan efektif. 2.1.2 Manajemen Risiko (Risk Management) 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Risiko Menurut Siahaan (2007:22), manajemen risiko adalah : “suatu proses dengan metode-metode tertentu supaya suatu organisasi mempertimbangkan risiko yang dihadapi setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi, atau risiko portofolio kegiatan organisasi. “ Selanjutnya, menurut Christopher dan Dorofee (2008:8) "Risk management is an ongoing process inidentifying risk and implementing plans to their appoint". Fokus manajemen risiko adalah mengenal pasti risiko dan mengambil tindakan tepat terhadap risiko. Tujuannya adalah secara terus menerus menciptakan/menambah nilai maksimum kepada semua kegiatan organisasi. Kegiatan apapun yang dilakukan harus menciptakan nilai tambah. Dengan manajemen risiko diungkap pemahaman tentang adanya potensi risiko upside dan downside dengan segala faktor-faktor yang dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan,dan mengurangi probabilitas kegagalan dan ketidak pastian pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. 11 Oleh karena itu,dapat dikatakan bahwa setiap orang harus selalu berusaha untuk mencegah terjadinya risiko,artinya bahwa adanya upaya untuk meminimum kan risiko yang terjadi. Dan pencegahan risiko tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. 2.1.2.2 Macam-macam Risiko Menurut Djojosoedarso (2005:3), risiko dibedakan dengan berbagai macam cara, antara lain: 1. Menurut sifatnya risiko dapat dibedakan kedalam: • Risiko yang tidak disengaja (risiko mumi) adalah risiko yang apabila terjadi dapat menimbulkan kerugian dan terjadi tanpa disengaja, misalnya: risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, penggelapan, pengacauan, dan sebagainya. • Risikoyang disengaja (risiko spekulatit) adalah risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar ketidak pastian dapat memberikan kentungan kepadanya, misalnya: risiko utang piutang, perjudian, perdagangan berjangka (hedging), dan sebagainya. • Risiko fundamental adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang saja, tetapi banyak orang, seperti: banjir, angin topan dan sebagainya. • Risiko khusus adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti: kapal kandas, pesawat jatuh, tabrakan mobil, dan sebagainya. • Risiko dinamis adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat dibidang ekonomi, ilmu dan teknologi. Kebalikannya disebut risiko statis, seperti: risiko hari tua, risiko kematian dan sebagainya. 2. Dapat tidaknya risiko tersebut dialihkan kepada pihak lain, maka risiko dapat dibedakan kedalam: • Risiko yang dapat dialihkan kepada pihak lain, dengan mempertanggungkansuatu objek yang akan terkena risiko kepada 12 perusahaan asuransi, dengan membayar sejumlah premi asuransi, sehingga semua kerugian menjadi tanggungan pihak asuransi. • Risiko yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain dapat diasuransikan); umumnya meliputi semua jenis spekulatif. (tidak 13 Menurut sumber/penyebab timbulnya, risiko dapat dibedakan kedalam: • Risiko intern, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri, seperti, kecelakaan kerja, kesalahan manajemen dan sebagainya. • Risiko ekstern, yaitu risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan kebijakan pemerintah, dan sebagainya. 2.1.2.3 Penanggulangan Risiko Menurut Djojosoedarso (2005:4), upaya-upaya untuk menanggulangi risiko harus selalu dilakukan, sehingga kerugian dapat dihindari atau diminimurnkan. Sesuai dengan sifat dan objek yang terkena risiko, ada beberapa cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk rnerninirnurnkan risiko, antara lain: 1. Melakukan pencegahan dan pengurangan terhadap kernungkinan terjadinya peristiwa yang rnenirnbulkan kerugian; 2. Melakukan retensi, artinya rnentolerir/rnernbiarkan untuk sernentara terjadinya kerugian, dan untuk rnencegah terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut disediakan sejurnlah dana untuk rnenanggulanginya ; 3. Melakukan pengendalian terhadap risiko; 4. Mengalihkan / memindahkan risiko kepada pihak lain. 2.2 Pengertian Produk, Produk cacat, Produk Rusak Produk merupakan sesuatu yang dapat dirasakan manfaatnya oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Perusahaan dituntut untuk menciptakan suatu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen. Pengertian produk menurut Ahyari (2001:7) “Produk adalah hasil dari kegiatan produksi yang mempunyai wujud tertentu, mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia tertentu”. Menurut Kotler dalam bukunya manajemen pemasaran (2002:448) “Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”. Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2002:451-453) mengklasifikasikan produk menjadi 3 macam berdasarkan karakteristik produk tersebut, yaitu: 1. Daya tahan dan keberwujudan 14 Produk dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok menurut daya tahan dan wujudnya, yaitu: a. Barang yang tidak tahan lama (non durable goods), yaitu barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan, misalnya makanan, sabun, bir, minyak tanah, kertas tisu, dan sebagainya. b. Barang tahan lama (durable goods), yaitu barang berwujud yang biasanya dapat digunakan berkali-kali, contohnya seperti meja, kursi, mobil, mesin, pakaian, dan sebagainya. c. Jasa (service), jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan mudah habis, contohnya mencakup potongan rambut, reparasi. 2. Klasifikasi Barang Konsumen Produk dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam: a. Barang Convinience, adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera dan dengan usaha minimum, contohnya meliputi produk tembakau surat kabar, sabun. b. Barang Shopping, merupakan barang-barang yang karakteristiknya dibandingkan, berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga dan gaya dalam proses pemilihan, dan pembelian, contohnya meliputi meja, kursi, pakaian, peralatan rumah tangga. c. Barang Khusus (Special goods), adalah barang-barang dengan karakteristik unik atau identifikasi merek dimana untuk memperoleh barang-barang itu sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya, contohnya meliputi merek dan jenis barang mewah, mobil, komponen stereo. d. Barang unsought, adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau diketahui namun secara normal konsumen tidak berfikir untuk membelinya, contohnya detektor asap, pengolah makanan, batu nisan, tanah kuburan, ensiklopedia. 15 3. Klasifikasi Barang Industri Barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan cara barang itu memasuki proses produksi dan harga relatifnya, yaitu: a. Barang baku dan suku cadang (material and part), adalah barangbarang yang sepenuhnya memasuki produk yang dihasilkan. Barangbarang itu terbagi menjadi dua kelas, yaitu: • Bahan mentah, yaitu produk pertanian (misalnya gandum, kapas, ternak, buah, dan sayuran) dan produk alam (misalnya ikan, kayu, minyak mentah, biji besi). • Bahan baku dan suku cadang hasil manufaktur, yaitu bahan baku komponen (misalnya besi, benang semen, semen, kabel) dan suku cadang komponen (misalnya motor kecil, ban, cetakan). b. Barang Modal (capital items) adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan atau pengolahan produk akhir, meliputi instalasi dan peralatan. c. Perlengkapan dan jasa bisnis, adalah barang dan jasa tidak tahan lama yang membantu pengembangan atau pengolahan produk akhir. Barang-barang itu dibagi dalam dua jenis: • Perlengkapan operasi (misalnya pelumas, batu bara, kertas tulis, pensil) atau barang untuk pemeliharaan dan perbaikan (misalnya cat, paku, sapu) • Jasa bisnis, meliputi jasa pemeliharaan dan perbaikan (misalnya pembersihan jendela, reparasi mesin) dan jasa konsultasi bisnis (misalnya konsultasi manajemen, hukum, periklanan). Salah satu tujuan perusahaan dalam kegiatan pengendalian kualitas adalah menekan jumlah produk cacat dan produk rusak sehingga biaya produk yang dikeluarkan tidak terlalu besar dan tidak mengecewakan konsumen. Pengertian produk cacat menurut Halim (2000:143) adalah : “Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar namun secara ekonomis bila diperbaiki lebih menguntungkan dibanding langsung dijual. Dengan 16 kata lain biaya perbaikan terhadap produk cacat masih lebih rendah dari hasil penjualan produk cacat tersebut setelah diperbaiki”. Produk cacat dapat disebabkan karena hal-hal sebagai berikut : a. Produk cacat yang disebabkan oleh sulitnya pengerjaan. b. Produk cacat yang sifatnya normal dalam perusahaan. c. Produk cacat yang disebabkan kurangnya pengendalian dalam perusahaan. Sedangkan pengertian produk rusak menurut Halim (2000:139) adalah : “Produk rusak adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar yang ditentukan. Produk rusak mungkin dapat diperbaiki namun biaya perbaikan yang dikeluarkan akan lebih besar dari hasil jualnya setelah diperbaiki. Dengan kata lain secara ekonomis tidak menguntungkan, jadi produk rusak tidak akan diproses lebih lanjut”. Dari segi dapat atau tidaknya produk rusak dijual, produk rusak dapat digolongkan menjadi dua yaitu: 1. Produk rusak yang laku dijual Produk rusak yang laku dijual pada umumnya harga jualnya relatif rendah dibandingapabila produk tersebut tidak mengalami kerusakan. 2. Produk rusak yang tidak laku dijual Produk rusak yang tidak laku dijual dimungkinkan karena tingkatkerusakan produk terlalu tinggi, sehingga produk tersebut sudah kehilangan nilai kegunaan. Adapun penyebab timbulnya produk rusak adalah : a. Produk rusak yang disebabkan oleh sulitnya pengerjaan. b. Produk rusak yang terjadinya bersifat normal dalam perusahaan. c. Produk rusak karena kesalahan atau kurangnya pengendalian proses produksi. 17 2.3 Teknik Kendali Mutu Acceptance sampling merupakan salah satu bentuk statistical quality control (SQC), yang digunakan untuk menentukan apakah suatu kiriman barang diterima atau ditolak dengan cara menginspeksi satu atau lebih sampel. Dalam acceptance sampling, pihak penjual atau produsen menghadapi risiko kirimannya ditolak karena jumlah barang rusak dalam sampel sudah melewati batas toleransi, padahal secara keseluruhan kiriman barang baik. Sebaliknya, pihak pembeli atau penerima menghadapi risiko menerima suatu kiriman karena jumlah barang rusak dalam sampel masih di bawah batas toleransi, padahal secara keseluruhan barang yang dikirimkan tidak baik. Menurut Suryadi (2009), mutu suatu produk adalah suatu kondisi fisik, sifat, dan kegunaan suatu barang yang dapat memberi kepuasan konsumen secara fisik maupun psikologis, sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan. Pengertian dalam pengendalian mutu sama dengan yang terdapat dalam statistik bahwa sampel adalah bagian yang mewakili populasi. Sampel dianggap dapat mewakili populasi. Pengukuran sampel terdapat konsep pengukuran yang dikenal dengan istilah gaging concepts. Konsep ini diperlukan karena hasil ukuran suatu sampel dapat berbeda dan pengukuran ulang atas suatu sampelhasilnya bisa berbeda, perbedaan tersebut bisa juga karena orang yangmengukur berbeda. Gaging concepts meliputi tiga hal sebagai berikut. a. Ketepatan (accuracy), yakni kesepakatan tentang ukuran dari suatu alat ukur. b. Pengulangan (repeatability), yakni tingkat variasi dari berbagai pengukuran ulang. c. Kemampuan memproduksi kembali (reproducibility), yakni tingkat variasi dari pengukur yang berbeda orang. Menurut Suryadi (2009), peranan kendali mutu barang atau jasa menjadi bertambah besar dan penting dengan adanya perkembangan selera akibat peradaban manusia yang berubah. Perubahan selera tersebut mendorong konsumen untuk selalu mencari barang yang nilai gunanya lebih sempurna dan baik. Akibat ditemukan teknologi baru, nilai guna mutu barang menjadi lebih baik dan sempurna. Hal ini mendorong anggota masyarakat untuk memperbaiki selera dalam meningkatkan 18 kebutuhan hidupnya, jadi ada hubungan timbal balik antara adanya perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup konsumen. Hal ini pun mengakibatkan para produsen harus melakukan antisipasi secara terus-menerus, agar kelangsungan bisnis dapat dipertahankan. Memang terdapat berbagai upaya mempertahankan bisnis, antara lain dengan membantu mutu barang melalui penggunaan teknologi dan alatalat yang digunakan dalam proses produksi, namun demikian proses produksi melalui produknya perlu diawasi dengan menggunakan suatu metode. Metode statistical quality control sangat bermanfaat sebagai alat untuk mengendalikan mutu. Pengendalian mutu juga untuk pengawasan pemakaian bahanbahan, berarti secara tidak langsung statistical quality control bermanfaat pula untuk mengawasi tingkat efisiensi, jadi statistical quality control digunakan sebagai alat untuk mencegah kerusakan dengan cara menolak dan menerima berbagai produk yang dihasilkan artinya untuk mengawasi mutu produk. Tujuan pengendalian mutu adalah sebagai berikut. a. Mengawasi pelaksanaan proses produksi agar sesuai dengan rencana. b. Mengawasi bahan baku sejak diterima, disimpan, dan dikeluarkan darigudang bahan baku. Menurut Suryadi (2009), Statistical quality control dapat dilakukan terhadap produk atau barang setengah jadi yang merupakan hasil proses produksi. Artinya produk akhir atau barang setengah jadi diuji melalui pengambilan sampel untuk diuji, sehingga dapat ditarik suatu gambaran tentang keadaan mesinnya yakni berjalan baik atau tidak. Pengawasan bahan baku harus dilakukan secara fisik dan secara kimiawi. Selanjutnya Acceptance Sampling digunakan dengan berbagai alasan, misalnya karena pengujian yang dapat merusakkan produk, karena biaya inspeksi sangat tinggi, karena 100% inspeksi yang dilakukan memerlukan waktu yang lama, atau karena pemasok memiliki kinerja yang baik tetapi beberapa tindakan pengecekan tetap harus dilaksanakan, atau pun karena adanya isu-isu mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap produk yang dihasilkan. Ada beberapa keunggulan dan kelemahan dalam Acceptance Sampling. Menurut Besterfield (1998), keunggulannya antara lain : Lebih murah, Dapat meminimalkan kerusakan dan perpindahan tangan, Mengurangi kesalahan dalam inspeksi, dan 19 Dapat memotivasi pemasok bila ada penolakan bahan baku. Sementara kelemahannya antara lain: Adanya resiko penerimaan produk cacat atau penolakan produk baik Sedikit informasi mengenai produk Membutuhkan perencanaan dan pengdokumentasiaan prosedur pengembalian sampel, dan Tidak adanya jaminan mengenai sejumlah produk tertentu yang akan memenuhi spesifikasi. Acceptance sampling merupakan proses pembuatan keputusan yang berdasarkan pada unit-unit sample dari sejumlah produk yang dihasilkan perusahaan atau yang dikirim oleh pemasok. Acceptance Sampling dapat dilakukan untuk data atribut dan data variabel. Acceptance Sampling untuk data atribut dilakukan apabila inspeksi mengkasifikasikan produk sebagai produk yang baik dan produk yang cacat tanpa ada pengklasifikasian tingkat kesalahan atau cacat produk tersebut. Dalam Acceptance Sampling untuk data variabel, karekteristik kualitas ditunjukkan dalam setiap sampel. Oleh karenanya, dalam Acceptance Sampling untuk data variabel dilakukan pula perhitungan rata-rata sampel dan penyimpangan atau deviasi standar sampel tersebut. Apabila rata-rata sampel berada diluar jangkauan penerimaan, maka produk tersebut akan ditolak. Selain terbagi untuk data atribut dan data variabel, Acceptance Sampling juga mencakup pengambilan sampel atau inspeksi dengan mengadakan pengembalian dan perbaikan dan pengambilan sampel atau inspeksi tanpa mengadakan pengembalian dan perbaikan. Hal ini dilakukan selama inspeksi, dan pengembalian serta perbaikan yang dilakukan juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Klasifikasi lain dalam Acceptance Sampling adalah pada teknik pengambilan sampelnya, yaitu sampel tunggal, sampel ganda, dan sampel banyak. Prosedur pengambilan sampel pasti merupakan sampel tunggal. Pengambilan sampel ganda berati apabila sampel yang diambil tidak cukup memberikan informasi, maka diambil lagi sampel yang lain. Pada pengambilan sampel banyak, tambahan sampel dilakukan setelah sampel kedua. 20 2.2.1. Penarikan Sampel Penerimaan Menurut Heizer dan Render (2009), pemeriksaan penerimaan merupakan bagian yang diperlukan dalam proses pembuatan dan boleh juga diterapkan terhadap bahan-bahan yang masuk, produk setengah jadi pada berbagai tahapan menegah pada proses pembuatan, serta terhadap produk jadi. Pemeriksaan peneriman boleh juga dilaksanakan oleh para pembeli produk-produk hasil pembuatan tadi. Diperkenalkannya pengendalian inventory tepat pada waktunya (JIT = Just In Time) memmbuat prosedur penarikan sampel formal oleh pembeli menjadi tidak praktis kecuali untuk maksud audit mutu. Pemasok (supplier) diisyaratkan untuk melakukan semua pemeriksaan penarikan sampel dan menyediakan bukti statistik pengendalian dan produk yang diterima untuk setiap lot yang dikirimkan. Bukti ini dapat mengambil bentuk bagan kendali hasil, hasil pemeriksaan, dan indeks mutu. Kebanyakan pemeriksaan penerimaan ini dilakukan melalui penarikan sampel. Seringkali pemeriksaan 100% menjadi tidak praktis atau tidak ekonomis. Lagipula, mutu produk yang diterima boleh jadi sebenarnya akan lebih baik bila dihasilkan melalui prosedur penarikan sampel penerimaan statistik modern daripada melalui pemeriksaan 100%. 2.2.2 Pemilihan Rencana Penarikan Sampel untuk Meminimalkan Rata-rata Pemeriksaan Total Menurut Heizer dan Render (2009), masalah tentang pemeriksan total minimum tergantung pada jumlah lot yang ditolak yang harus dirinci (yaitu, diperiksa 100%). Pada gilirannya, hal ini tergantung pada tingkat mutu produk yang diserahkan. Dalam menganalisis dan mengevaluasi berbagai rencana penarikan sampel, lebih mudah bila masalah ini ditetapkan dalam Rata-rata Pemeriksaan Total [ATI (Average Total Inspection)] dan Rata-rata Bagian yang diperiksa [AFI(Average Fraction Inspected)]. Untuk rencana penarikan sampel tunggal, ATI dan AFI didapat dari : a. ATI = nPa + N(1 – Pa) atau = n + (N – n)(1 – Pa)…………………………………………..(2.1) 21 b. AFI = ATI/N………………………………………………………..(2.2) c. AOQ = pa. p ( N − 1) …………………………………………………(2.3) N d. AOQL = Max AOQ…………………………………………………...(2.4) Keterangan : n = Sampel yang diambil dalam pemeriksaan Pa = Probabilitas Penerimaan N = Jumlah dalam satu lot p = Proporsi kesalahan ATI (Average Total Inspection) adalah Rata-rata Pemeriksaan Total, menunjukkan rata-rata jumlah sampel yang diinspeksi setiap unit yang dihasilkan. Apabila produk yang dihasilkan tidak ditemukan adanya kesalahan atau ketidaksesuaian, maka produk tersebut akan diterima melaui rencana sampel yang dipilih dan hanya sebanyak n unit yang akan diinspeksi. Di sisi lain, apabila dari produk yang dihasilkan memiliki 100 persen produk yang mengalami ketidaksesuaian, banyaknya unit yang diinspeksi akan sebanyak N unit, dengan asumsi produk yang mengalami ketidaksesuaian atau kesalahan tersebut disaring. AFI (Average Fraction Inspected) adalah rata-rata bagian yang diperiksa, dimana nilai AFI didapat dari rata-rata pemeriksaan total dibagi dengan ukuran lot, N, dan umumnya digunakan dalam analisis untuk meralat pola-pola pemeriksaan. AOQ adalah tingkat kualitas rata-rata dari suatu departemen inspeksi. Disini sampel yang diambil harus dikembalikan untuk mendapatkan perbaikan bila produk tersebut ternyata rusak atau cacat atau adanya kesalahan. AOQ mengukur rata-rata tingkat kualitas output dari suatu hasil produksi. Apakah N adalah banyaknya unit yang dihasilkan dan n sebagai unit sampel yang diinspeksi. Sementara p adalah bagian kesalahan atau ketidaksesuaian dan Pa merupakan probabilitas penerimaan produk tersebut. AOQL (Average Outgoing Quality Level) adalah batas rata-rata mutu keluaran. Suatu perkiraan hubungan yang berada diantara bagian kesalahan pada 22 produk sebelum inspeksi (incoming quality), apabila incoming quality baik, maka outgoing quality juga harus baik. Sebaliknya, bila incoming quality buruk, maka outgoing quality juga akan tetap baik (dengan asumsi tidak ada kesalahan dalam inspeksi). Hal ini disebabkan perencanaan sampel akan menyebabkan semua produk ditolak dan diuji secara lebih detail. Dengan kata lain, incoming quality sangat baik ataupun buruk, outgoing quality akan cenderung baik 23 2.4 Kerangka Pemikiran PT. Cahaya Lestari Permai Abadi Produk Cacat Acceptance Sampling AQL LTPD Alpha Beta Hasil Analisis Kesimpulan dan Saran Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2015