usulan penelitian - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel dari Minyak Nabati
2.1.1. Minyak Nabati
Biodiesel didefinisikan sebagai monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai
panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan
sebagai bahan bakar mesin diesel (Krawczyk, 1996). Biodiesel merupakan sejenis
bahan bakar yang termasuk kedalam kelompok bahan bakar nabati (BBN), bahan
bakunya berasal dari berbagai sumber daya nabati yaitu kelompok minyak dan lemak
seperti minyak kacang tanah, miyak sawit, miyak kemiri,
minyak jarak pagar
,minyak kelapa dan minyak berbagai tumbuhan lain yang mengandung trigliserida.
Ketika minyak kacang tanah diolah menjadi biodiesel maka terjadi perubahan
krakteristik fisika dan kimia, dengan teknologi asam lemak bebas dipisahkan dari
trigliserida melalui proses transesterifikasi akan dikonversi menjadi biodiesel.
Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa
organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati
adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida, sedangkan
biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol. Perbedaan wujud
molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam penilaian keduanya
sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
1.
Minyak nabati ( yaitu trigliserida ) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
biodiesel (metil ester). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami
perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa
kontak dengan udara (oksigen).
2.
Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar
Universitas Sumatera Utara
di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang
baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran
3.
Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding metil ester asam-asam
lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka
setana metil ester. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar
dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak nabati dan
biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 %-berat) asam-asam
lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester
asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak nabati menjadi produk
(yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka setana lebih tinggi, dan
relatif lebih stabil terhadap perengkahan.
Sifat biodiesel mirip dengan sifat minyak diesel, sehingga biodiesel menjadi bahan
utama pengganti bahan bakar diesel. Konversi rigliserida menjadi metil ester atau etil
ester melalui proses transesterifikasi mengurangi berat molekul trigliserida hingga
sepertiganya, mengurangi viskositasnya hingga seperdelapannya, dan sedikit
meningkatkan titik nyalanya. Viskositas biodiesel mendekati viskositas minyak
diesel. Esternya mengandung 10-11% berat oksigen, yang mana mendorong
pembakaran pada mesin lebih baik dibanding hidrokarbon dari minyak diesel.
Pada umumnya bahan bakar nabati (BBN) ini bersifat menyerupai minyak solar,
sehingga sangat prosfektif untuk dikembangkan. Apalagi biodiesel memiliki
kelebihan lain dibandingkan dengan solar, yakni:
a. Bahan bakar ramah linkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih
baik (free sulphur, smoke number rendah ) sesuai dengan isu- isu global,
b. Cetane number lebih tinggi (>57) sehngga efisien pembakaran lebih baik
dibandingkan minyak solar;
c. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai
(biodegradable );
Universitas Sumatera Utara
d. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat
diperbaharui, dan
e. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi
secara lokal.
Pada umumnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan
melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol dengan katalis
KOH atau NaOH adalah katalis yang umum digunakan. Namun didalam penelitian
ini kami mencoba mereaksikan trigliserida dengan methanol ditambah cosolvent eter
dengan katalis CaO dan perlakuan yang dilakukan adalah lama reaksi, dimana
perlakuan pertama lama reaksi selama 1 jam, perlakuan kedua lama reaksi 2 jam dan
perlakuan yang ketiga lama reaksi selama 3 jam.
Pada prisipnya proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilan
dengan mereaksikan minyak kacang dengan methanol melalui reaksi transesterifikasi
yang diberi katalis menjadi senyawa ester dengan produk samping gliserin seperti
reaksi dibawah ini.
Katalis ( CaO)
Minyak/lemak + Metanol/eter
FAME + Gliserol
2.1.2 Komposisi dalam Minyak Nabati
Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliseridatrigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat
dengan FFA), monogliserida dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen
lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah
pembuatan biodiesel adalah (Mittelbach, 2004):
Universitas Sumatera Utara
a. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyaklemak, dan
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining)
lemak dan minyak-lemak.
2.1.2.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam
karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan
lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida,
terdapat juga monogliserida dan digliserida.
2.1.2.2 Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat
meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada
injektor (Destiana, M, dkk, 2007). Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap preesterifikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Bahan Baku Biodiesel
Biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati dan lemak hewani, dari minyak
nabati seperti kelapa sawit, jarak pagar, kelapa, minyak jelanta, kemiri kacang
tanah. Minyak nabati mengandung 90-98% trigliserida dan sejumlah kecil mono dan
digliserida.Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak rantai panjang yang terikat
pada satu gugus gliserol. Dalam minyak nabati pada umunya terdapat lima jenis asam
lemak yaitu: asam stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam
linolenat. Asam stearat dan asam palmitat termasuk jenis asam lemak jenuh ,asam
oleat, asam linoleat, asam linolenat termasuk asam lemak tak jenuh, jika asam lemak
terlepas dari trigliseridanya maka akan menjadi lemak asam bebas(free fatty acids =
FFA). Minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan FFA yaitu:
1. Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%
2. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%
3. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20% (Kinast, 2003)
Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel
dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
1. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basa untuk refined Oil atau
minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA
yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa.
Minyak biji kacang tanah mengandung 76- 82 % asam lemak tidak jenuh yang terdiri
dari 40- 45 % asam oleat dan 30- 35 % asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian
besar terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5 %.
Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan kestabilan minyak. (Ketaren,
1986 ).
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji gaskromatografi (GC) terhadap minyak turunan biji kacang tanah yang
digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan biodiesel telah ditunjukkan
bahwa kandungan asam lemak bebas (FFA) < 1,5 % yaitu : 0,58, berdasakan
kandungan FFA maka untuk memperoleh biodiesel dari minyak turunan biji kacang
tanah dapat dilakukan dengan proses transeseterifikasi dengan katalis basa.
2.3 Kacang Tanah
Kacang tanah (Arachis hypogacea L.) berasal dari Amerika Selatan. Di Indonesia
dari sekian jenis kacang-kacangan, produksi kacang tanah menempati urutan kedua
setelah kedelai.
Kacang tanah merupakan tanaman bahan makanan dan bahan industri yang sudah lama
dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia. Bijinya mengandung protein dan lemak yang
cukup.
Gambar 2.1 Kacang Tanah
Universitas Sumatera Utara
Minyak kacang tanah seperti juga minyak nabati lainnya merupakan salah satu
kebutuhan manusia, yang digunakan baik sebagai bahan pangan (edible purpose)
maupun bahan nonpangan (non edible purpose). Sebagai bahan pangan minyak
kacang tanah dipergunakan untuk minyak goreng, bahan dasar pembuatan margarine
dan mentega putih. Sebagai bahan non pangan minyak kacangn tanah banyak
digunakan dalam industri sabun, face cream, shaving cream, pencuci rambut dan
bahan kosmetik lainnya. Sejarah perkembangan biodiesel dunia telah mencatat
Rudolf Diesel telah merekayasa mesin diesel memakai minyak kacang tanah sebagai
bahan bakarnya.
Minyak kacang tanah mengandung 76–82 % asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari
40–45 % asam oleat dan 30–35 % asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar
terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5 persen.
Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan kestabilan minyak.
Kestabilan minyak akan bertambah dengan cara hidrogenasi atau dengan penambahan
anti-oksidan. Dalam minyak kacang tanah terdapat persenyawaan tokoferol yang
merupakan anti-oksidan alami dan efektif dalam menghambat proses oksidasi minyak
kacang tanah.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kacang Tanah
KOMPOSISI
Asam Lemak Jenuh
1.
2.
3.
4.
Miristat
Palmirat
Sitearat
Behenat
1921 USA
1934 AFRIKA
BARAT
1945
ARGENTINA
(%)
(%)
(%)
17,1
17,7
21,9
-
-
0,4
6,3
8,2
11,4
4,9
3,4
2,8
5,9
6,1
7,3
61,1
60,4
42,3
21,8
21,5
33,3
-
-
2,4
Asam Lemak Tidak jenuh
1. Oleat
2. Linoleat
3. Heksa Dekanoat
Bailey. A.E. ( 1950 ).
2.4. Bahan Baku Untuk Proses Produksi Biodiesel
2.4.1. Alkohol.
Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang rantai
carbon dengan proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai pendek.
Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol dan
etanol
merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena
metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil
dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan karbon
sedangkan etanol memiliki dua ikatan carbon, sehingga lebih mudah memperoleh
pemisahan gliserol dibanding dengan etanol, untuk mendapatkan hasil biodiesl yang
Universitas Sumatera Utara
sama penggunaan etanol 1,4 kali lebih banyak dibanding dengan metanol. Kerugian
dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata,
paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastic dan karet terbuat dari batu bara.
Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah
bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil
pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening
seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air.
Pemisahan gliserin dengan menggunakan ethanol lebih sulit dari methanol dan jika
tidak berhati-hati akan berakhir dengan emulsi. Metanol dan etanol yang dapat
digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3,
sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3 ( Tambun, 2009 ).
2.4.2. Katalis
Untuk memisahkan minyak nabati dari gliserol dalam reaksi transesterifikasi
perlu ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa
ikut terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi atau merupakan suatu zat antara yang aktif,
tanpa katalis proses pembuatan biodiesel dengan reaksi transesterifikasi dapat
berlangsung pada temperature 2500C (Widyastuti, 2007 ).
Katalis yang dapat digunakan dapat berupa katalis homogen atau heterogen.
a. Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan
dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi
adalah katalis basa/alkali seperti kaLiwm hidroksida (KOH) dan natrium
hidroksida (NaOH)
(Darnoko, 2000). Penggunaan katalis homogen ini
mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak
kulit, mata, paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang
pada saat pensucian, mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali
(Widyastuti, 2007). Keuntungan dari katalis homogen adalah tidak dibutuhkannya
suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi.
Universitas Sumatera Utara
b. Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama
dengan reaktan dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan pada
reaksi transeseterifikasi adalah CaO, MgO. Keuntungan menggunakan katalis ini
adalah: mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup
katalis yang panjang biaya katalis yang rendah, tidak korosif, ramah lingkungan
dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan, dapat dipisahakan dari larutan
produksi sehingga dapat digunakan kembali (Liw, 2005). Dalam reaksi
transesterifikasi katalis akan memecahkan rantai kimia minyak nabati sehingga
rantai ester minyak nabati akan terlepas ,begitu ester terlepas alkohol akan segera
bereaksi dengannya dan membentuk biodiesel, sedangkan gliserin dan katalis yang
tersisa akan mengendap setelah reaksi selesai. Penggunaan katalis tidak boleh
terlampau banyak ataupun terlampau sedikit, penggunaan katalis yang terlampau
banyak reaksi transesterifikasi akan menghasilkan emulsi, dan jika sedikit
mengakibatkan pemisahan gliserol dan metil ester tidak sempurna
2.4.3. Cosolvent Eter
Metode transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang
lambat karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan tersebut dapat diatasi
dengan penambahan cosolvent kedalam campuran minyak nabati ,methanol dan
katalis, sehingga penambahan cosolvent bertujuan untuk membentuk sistem larutan
menjadi berlangsung dalam satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa kosolvent
ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil ester yang kurang signifikan
dibanding penambahan kosolvent (Baidawi, 2007), Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan kelarutan antara minyak nabati dengan metanol, dalam methanol campuran
reaktan membentuk dua lapisan (membentuk dua fase) dan diperlukan waktu
beberapa saat agar minyak nabati dapat larut di dalam methanol. Salah satu cara
untuk mengatasi keterbatasan transper massa (perbedaan kelarutan minyak nabati dan
methanol)
adalah
dengan
menambahkan
cosolvent
kedalam
campuran
Universitas Sumatera Utara
(Mahajan, 2006). Cosolvent sebaiknya tidak mengandung air, larut dalam alkohol
(methanol), memiliki titik didih yang dekat dengan methanol .Yang dapat digunakan
sebagai cosolvent diantaranya: dietil eter, THF (tetrahidronfuran), 1,4-dioxane, metal
tersier butil ester (MTBE) dan diisopropyl eter (Baidawi, 2007).
2.5. Proses Pembuatan Biodiesel
2.5.1. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau
resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam
praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung
ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C),
reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan
dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisikondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke
ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam.
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam
lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak
bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan
tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap
transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.2
dibawah ini.
Gambar 2.2 Transesterifikasi Trigliserida
Menjadi Metil Ester
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme transesterfikasi trigliserida menggunakan katalis CaO menjadi biodiesel
diikuti dengan hadirnya anion metoksida. Pada langkah pertama, anion metoksida
menyerang atom karbon karbonil dari molekul trigliserida untuk membentuk
intermediate tetrahedral. Pada langkah kedua, intermediate tetrahedral meneruskan
atom H+ dari permukaan CaO. Intermedate tetrahedral juga dapat bereaksi dengan
methanol untuk membentuk anion metoksida. Pada langkah terakhir, penataan ulang
dari intermediate etrahedral menghasilkan biodiesel dan gliserol. Keseluruhan reaksi
dapat diperlihatkan pada gambar. 2.3 dibawah ini.
CaO
CH3OH
+
OCH3
H
Ca
O
O
R'
C
O
O
R'
CH2
O
"R
C
O
+
CH
CH2
O
C
OCH3
H
Ca
O
C
O
CH2
O
CH
O
"R
C
R"'
CH2
OCH3
O
O
O
C
O
R'
CH2
O
"R
R"'
O-
O
R'
C
C
O
CH2
O
O
C
O
CH
CH2
OCH3
O
C
"R
C
O
+
CH
CH2
R"'
O
R
C
OCH3
+
CaO
-
OO
O
R'
R'
C
O
CH2
O
CH
H
+
O
"R
C
CH2
Ca
O
C
O
CH2
O
CH
O
"R
C
CH2
OH
O-
O
R'
C
O
CH2
CH2
O
OH
O
"R
R
C
O
C
O
CH
+
3 CH3OH
3R
C
OCH3
+
HC
CH2
O
OH
OH
CH2
( Liw, 2007 )
Gambar 2.3 Mekanisme Katalisa CaO dalam Transesterifikasi Trigliserida
dengan Metanol
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi
Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum.
Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel
melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
2.5.3.1. Pengaruh Air dan Asam Lemak Bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan
harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis
menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak
mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
2.5.3.2. Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Bahan Mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga
akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang
dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan
yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3.3. Pengaruh Jenis Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi
aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis
reaksi dapat berlangsung pada suhu 2500C. Transesterifikasi dari minyak nabati
menjadi biodiesel (metil ester asam lemak, MEAL) dapat dikatalisis dengan basa dan
asam .Katalis basa termasuk katalis basa homogen dan katalis basa heterogen. Secara
umum menggunakan katalis homogen seperti NaOH, KOH dan aloksidanya.
Transesterifikasi dengan menggunakan katalis alkali homogen lebih cepat daripada
menggunakan transesterifikasi katalis asam. Dan harus dipertimbangkan untuk
memisahkan katalis dari larutan produk.
Katalis basa heterogen mempunyai banyak keuntungan: yaitu tidak korosif, ramah
lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan. Sementara itu, lebih
mudah memisahkanya dari larutan produk dan dapat dirancang untuk memberikan
aktivitas tertinggi, selektivitas dan katalis dengan daya tahan yang lebih lama
.Sekarang ini, banyak tipe katalis heterogen yang telah ditemukan untuk
transesterifikasi dari minyak sayuran menjadi biodiesel, seperti logam oksida alkali
tanah, berbagai senyawa logam alkali seperti alumina atau zeolit. Bagaimanapun,
untuk kebanyakan pendukung katalis-katalis alkali, komposisi aktifnya mudah
berkarat oleh metanol dan mempunyai waktu hidup yang singkat. CaO merupakan
basa yang lebih kuat dan CaO telah dipelajari sebagai katalis basa kuat padat oleh
banyak peneliti (Liw, 2007).
2.5.3.4. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
Universitas Sumatera Utara
3.5.3.5. Pengaruh Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik
didih metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur yang rendah akan
menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih
lama.
2.5.3.6. Lama Reaksi
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak ester yang dihasilkan karena
situasi ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
semakin lama bertumbukan.
2.5.3.7. Pengadukan
Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran yang
homogen.antara gliserida dan alkohol pada saat terjadi reaksi transesterifikasi. Pada
kenyataannya alkohol merupakan pelarut yang sangat buruk untuk gliserida
(Mitelbach, 2004 ), sehingga reaksi transesterifikasi tidak berlangsung baik terutama
awal reaksi. Pengadukan ( vigorous mixing ) dilaporkan sebagai salah satu cara untuk
mencapai homogenitas antara gliserida dan alkohol.
2.6.Proses Produksi Biodiesel Minyak Kacang Tanah
Metode yang digunakan untuk memproduksi minyak kacang tanah dapat
dilakukan melalui proses transesterifikasi dengan cara mereaksikan trigliserida
dengan
methanol
ditambah
cosolvent
eter
dengan
katalis
CaO.
Proses
Transesterifikasi berlangsung selama 1 jam untuk perlakuan pertama, 2 jam untuk
perlakuan kedua dan 3 jam untuk perlakuan ketiga pada suhu 650C. Campuran
kemudian didiamkan, sehingga terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah adalah gliesrin
dan lapisan atas adalah metil ester (biodiesel).
Universitas Sumatera Utara
Proses produksi biodiesel dari bahan baku minyak nabati berkadar FFA yang rendah
dengan metode transesterifikasi terdiri dari:
1. Pencampuran katalis dan alkohol pada konsentrasi katalis antara 0,5- 1 wt%
dan .10-20 wt % alkohol terhadap massa minyak nabati.
2.
Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 550C-600C
dengan kecepatan pengadukan yang konstan.
3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan sehingga
terjadi pemisahan
metil ester dengan gliserol.
4. Pencucian metil ester dengan menggunakan air hangat untuk memisahkan zatzat pengotor seperti sisa alkohol, sisa katalis, gliserol, dan sabun, kemudian
dilanjutkan dengan drying untuk menguapkan air yang terkandung dalam
biodiesel ( Hambali, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Proses pembuatan biodiesel dari turunan minyak kacang tanah dapat dilihat pada
diagram gambar 2.4 dibawah ini :
Biji Kacang
Tanah
Ekstraksi
biji kacang
Rota Vapor
hasil ekstraksi
Minyak
biji
kacang
Titrasi/GC
Katalis
CaO
Metanol /Eter
Reaktor; 1jam, 2 jam dan 3 jam
Pencucian
Pemisahan
Gliserol
Biodiesel
Pemurnian
Biodiesel
FAME
Gambar 2.4 Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kacang Tanah
Pada gambar 2.4 menjelaskan minyak biji kacang tanah sebelum dimasukkan
kedalam reactor terlebih dahulu ditambahkan cosolvent eter dan katalis CaO dalam
larutan metanol, sedangkan hasil produksi dari reactor tersebut adalah biodiesel yang
masih memerlukan prosses pencucian dan pemurnian sehingga diperoleh biodiesel
yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Sifat – sifat Penting dari Bahan Bakar Mesin Diesel
2.7.1. Densitas ( rapat massa )
Kerapatan suatu fluida ( ) dapat didefenisikan sebagai massa persatuan
volume.
ρ=
m
v
(2.1)
dengan:
= rapat massa (kg/m3)
m = massa (kg)
v = volume (m3)
2.7.2. Viskositas
Viskositas (kekentalan) merupakan sifat fluida untuk melawan tegangan geser
pada waktu bergerak untuk mengalir, atau kekentalan dapat didefenisikan sebagai
besarnya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan.
Hukum viskositas Newton, menyatakan bahwa untuk laju perubahan bentuk sudut
fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan viskositas.Maka
besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang
bekerja dengan kadar geseran.
u
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ∂y. . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
h
Diam
Gbr. 2.5 Pendefenisian kekentalan dinamis berdasarkan hukum Newton aliran Viskositas
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar secara matematis dapat ditulis:
µ=
τ
∂u
(2.2)
∂y
dengan:
µ = kekentalan dinamink (Poise)
τ = tegangan gesr fluida (Newton/m2)
∂u = kecepatan relative kedua permukaan (m/s)
∂y = tebal lapisan filem fluida (m)
Kekentalan dinamik disebut juga kekentalan absolut viskositas gas meningkat
terhadap suhu, tetapi viskositas cairan berkurang dengan naiknya suhu. Untuk
tekanan-tekanan yang biasa, viskositas tidak tergantung pada tekanan dan tergantung
pada suhu saja, untuk tekanan yang sangat besar gas-gas dan kebanyakan cairan
menunjukkan variasi viskositas yang tidak menentu terhadap tekanan.
Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolut)
dengan densitas (rapat massa) fluida:
υ=
μ
ρ
(2.3)
dengan:
υ = viskositas kinematik (St)
µ = viskositas dinamik (Poise)
ρ = rapat massa (kg/m3)
Viskositas kinematik berubah terhadap suhu dalam jangka yang lebih sempit dari
viskositas dinamik.
Universitas Sumatera Utara
Satuan kekentalan dinamik ( absolute ) adalah Poise (P), atau senti Poise (cP).
Satuan kekentalan kinematik adalah Stoke (St), atau senti stoke (cSt). 1P =
100 cP; 1 St = 100 cSt. Satuan Internasional untuk kekentalan dinamik adalah
Ns/m2 sama dengan kg/ms, sedangkan untuk kekentalan kinematik adalah m2/s.
dengan demikian diperoleh hubungan :
1 P = 10-1 Ns/m2 dan 1cP = 10-3 N s/m2
1 St = 10–4 m2/s dan 1 cSt = 10–6 m2/s
Untuk mengubah dari kinematik (υ) menjadi viskositas dinamik (µ), kita perlu
mengalikan υ dengan ρ dalam kg/m3. Untuk mengubah dari Stoke menjadi Poise kita
mengalikan dengan kerapatan massa dalam gr/cm3, yang nilai angkanya sama dengan
jenis gravitasi (Indartono, 2007).
2.7.3. Flash Point (Titik Nyala)
Flash Point (titik nyala) dari cairan mudah terbakar adalah suhu terendah
dimana bahan bakar tersebut dapat terbakar ketika bereaksi dengan udara.Bila nyala
terus terjadi secara terus menerus, maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire
point). Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan
penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan
timbulnya denotasi yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk
ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatan resiko bahaya saat penyimpanan.
Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar semakin aman penanganan dan
penyimpanannya (Tambun, 2009).
2.7.4. Kadar Air dan Sedimen
Kadar air dan sedimen menunjukan persentase kandungan air dan sedimen
yang terkandung dalam bahan bakar. Pada temperatur yang sangat dingin, air yang
terkandung dalam bahan bakar membentuk kristal dan menyumbat aliran bahan bakar
(Tambun, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.7.5. Pour Point (Titik Tuang)
Titik Tuang (Pour Point) adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat
dialirkan untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku.
Titik tuang yang terlalu tinggi akan mempersulitkan pengaliran bahan bakar
(Tambun, 2009).
2.7.6. Cloud Point (Titik Kabut)
Titik kabut adalah temperatur saat bahan bakar mulai tampak berkeruh
bagaikan kabut ( berawan = cloudy). Hal ini terjadi karena munculnya kristal-kristal
(padatan) di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih dapat meng-alir pada suhu
ini, keberadaan Kristal dalam bahan bakar dapat mempengaruhi kelancaran aliran
bahan bakar di dalam filter, pompa dan injector (Tambun, 2009).
2.7.7. Bilangan Cetana
Bilangan cetana menunjukkan seberapa cepat bahan baker mesin diesel yang
dapat diinjeksikan keruang bahan baker agar terbakar secara spontan. Bilangan cetana
dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur hidrokarbon penyusun.
Semakin rendah bilangan cetana maka semakin rendah pula kualitas penyalaan
karena memerlukan suhu penyalaan yang lebih tinggi (Toni, 2005)
2.7.8. Bilangan Iod
Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap
sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod
dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak
(Gunawan, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.7.9. Sisa Karbon (Carbon Residu)
Sisa karbon (carbon residu) yang tertinggi pada proses pembakaran akan
menyebabkan terbentuknya endapan yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Hal
ini dapat menyebabkan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar
menjadi aus.
Dengan demikian semakin rendah sisa karbon, semakin baik efisiensi motor tersebut.
2.7.10. Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas.
Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna
disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Nilai Kalor Bahan Bakar
menentukan jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan setiap satuan waktu.
Makin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar
semakin sedikit (Naibaho, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Persyaratan Kualitas Biodiesel
Tabel 2.1 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.
Parameter dan satuannya
o
3
Massa jenis pada 40 C, kg/m
Viskositas kinematik
o
2
pada 40 C, mm /s (cSt)
Angka setana
o
Titik nyala (mangkok tertutup), C
Titik Kabut (Cloud Point)
Titik Tuang (Puor Point)
Korosi bilah tembaga
o
( 3 jam, 50 C)
Residu karbon, %-berat,
- dalam contoh asli
- dalam 10 % ampas distilasi
Air dan sedimen, %-vol.
o
Temperatur distilasi 90 %, C
Abu tersulfatkan, %-berat
Belerang, ppm-b (mg/kg)
Fosfor, ppm-b (mg/kg)
Angka asam, mg-KOH/g
Gliserol bebas, %-berat
Gliserol total, %-berat
Kadar ester alkil, %-berat
Angka iodium, g-I2/(100 g)
Uji Halphen
Batas nilai
850 – 890
Metode uji
ASTM D 1298
Metode setara
ISO 3675
2,3 – 6,0
ASTM D 445
ISO 3104
min. 51
min. 100
ASTM D 613
ASTM D 93
ISO 5165
ISO 2710
ASTM D
2500
ASTMD 97
0
C
C
max. 18
max 18
maks. no. 3
ASTM D 130
ISO 2160
maks. 0,05
maks 0,03
ASTM D 4530
ISO 10370
maks. 0,05
maks. 360
maks. 0,02
ASTM D 2709
ASTM D 1160
ASTM D 874
maks. 100
ASTM D 5453
maks. 10
AOCS Ca 12-55
AOCS Cd
3-63
AOCS Ca 14-56
AOCS Ca 14-56
*)
dihitung
AOCS Cd 1-25
AOCS Cb 1-25
ISO 3987
prEN ISO
20884
FBI-A05-03
0
maks. 0,8
maks. 0,02
maks. 0,24
min. 96,5
maks. 115
Negative
FBI-A01-03
FBI-A02-03
FBI-A02-03
FBI-A03-03
FBI-A04-03
FBI-A06-03
(Soerawidjaja, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Download