BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel dari Minyak Nabati 2.1.1. Minyak Nabati Biodiesel didefinisikan sebagai monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Krawczyk, 1996). Biodiesel merupakan sejenis bahan bakar yang termasuk kedalam kelompok bahan bakar nabati (BBN), bahan bakunya berasal dari berbagai sumber daya nabati yaitu kelompok minyak dan lemak seperti minyak kacang tanah, miyak sawit, miyak kemiri, minyak jarak pagar ,minyak kelapa dan minyak berbagai tumbuhan lain yang mengandung trigliserida. Ketika minyak kacang tanah diolah menjadi biodiesel maka terjadi perubahan krakteristik fisika dan kimia, dengan teknologi asam lemak bebas dipisahkan dari trigliserida melalui proses transesterifikasi akan dikonversi menjadi biodiesel. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol. Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel : 1. Minyak nabati ( yaitu trigliserida ) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari biodiesel (metil ester). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen). 2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar Universitas Sumatera Utara di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran 3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding metil ester asam-asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka setana metil ester. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 %-berat) asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan. Sifat biodiesel mirip dengan sifat minyak diesel, sehingga biodiesel menjadi bahan utama pengganti bahan bakar diesel. Konversi rigliserida menjadi metil ester atau etil ester melalui proses transesterifikasi mengurangi berat molekul trigliserida hingga sepertiganya, mengurangi viskositasnya hingga seperdelapannya, dan sedikit meningkatkan titik nyalanya. Viskositas biodiesel mendekati viskositas minyak diesel. Esternya mengandung 10-11% berat oksigen, yang mana mendorong pembakaran pada mesin lebih baik dibanding hidrokarbon dari minyak diesel. Pada umumnya bahan bakar nabati (BBN) ini bersifat menyerupai minyak solar, sehingga sangat prosfektif untuk dikembangkan. Apalagi biodiesel memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan solar, yakni: a. Bahan bakar ramah linkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah ) sesuai dengan isu- isu global, b. Cetane number lebih tinggi (>57) sehngga efisien pembakaran lebih baik dibandingkan minyak solar; c. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradable ); Universitas Sumatera Utara d. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui, dan e. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal. Pada umumnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol dengan katalis KOH atau NaOH adalah katalis yang umum digunakan. Namun didalam penelitian ini kami mencoba mereaksikan trigliserida dengan methanol ditambah cosolvent eter dengan katalis CaO dan perlakuan yang dilakukan adalah lama reaksi, dimana perlakuan pertama lama reaksi selama 1 jam, perlakuan kedua lama reaksi 2 jam dan perlakuan yang ketiga lama reaksi selama 3 jam. Pada prisipnya proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilan dengan mereaksikan minyak kacang dengan methanol melalui reaksi transesterifikasi yang diberi katalis menjadi senyawa ester dengan produk samping gliserin seperti reaksi dibawah ini. Katalis ( CaO) Minyak/lemak + Metanol/eter FAME + Gliserol 2.1.2 Komposisi dalam Minyak Nabati Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliseridatrigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan FFA), monogliserida dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah pembuatan biodiesel adalah (Mittelbach, 2004): Universitas Sumatera Utara a. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyaklemak, dan b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak dan minyak-lemak. 2.1.2.1 Trigiliserida Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. 2.1.2.2 Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada injektor (Destiana, M, dkk, 2007). Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini dinamakan tahap preesterifikasi. Universitas Sumatera Utara 2.2. Bahan Baku Biodiesel Biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati dan lemak hewani, dari minyak nabati seperti kelapa sawit, jarak pagar, kelapa, minyak jelanta, kemiri kacang tanah. Minyak nabati mengandung 90-98% trigliserida dan sejumlah kecil mono dan digliserida.Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Dalam minyak nabati pada umunya terdapat lima jenis asam lemak yaitu: asam stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat dan asam palmitat termasuk jenis asam lemak jenuh ,asam oleat, asam linoleat, asam linolenat termasuk asam lemak tak jenuh, jika asam lemak terlepas dari trigliseridanya maka akan menjadi lemak asam bebas(free fatty acids = FFA). Minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan FFA yaitu: 1. Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5% 2. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4% 3. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20% (Kinast, 2003) Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu: 1. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basa untuk refined Oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah. 2. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa. Minyak biji kacang tanah mengandung 76- 82 % asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari 40- 45 % asam oleat dan 30- 35 % asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5 %. Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan kestabilan minyak. (Ketaren, 1986 ). Universitas Sumatera Utara Dari hasil uji gaskromatografi (GC) terhadap minyak turunan biji kacang tanah yang digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan biodiesel telah ditunjukkan bahwa kandungan asam lemak bebas (FFA) < 1,5 % yaitu : 0,58, berdasakan kandungan FFA maka untuk memperoleh biodiesel dari minyak turunan biji kacang tanah dapat dilakukan dengan proses transeseterifikasi dengan katalis basa. 2.3 Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogacea L.) berasal dari Amerika Selatan. Di Indonesia dari sekian jenis kacang-kacangan, produksi kacang tanah menempati urutan kedua setelah kedelai. Kacang tanah merupakan tanaman bahan makanan dan bahan industri yang sudah lama dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia. Bijinya mengandung protein dan lemak yang cukup. Gambar 2.1 Kacang Tanah Universitas Sumatera Utara Minyak kacang tanah seperti juga minyak nabati lainnya merupakan salah satu kebutuhan manusia, yang digunakan baik sebagai bahan pangan (edible purpose) maupun bahan nonpangan (non edible purpose). Sebagai bahan pangan minyak kacang tanah dipergunakan untuk minyak goreng, bahan dasar pembuatan margarine dan mentega putih. Sebagai bahan non pangan minyak kacangn tanah banyak digunakan dalam industri sabun, face cream, shaving cream, pencuci rambut dan bahan kosmetik lainnya. Sejarah perkembangan biodiesel dunia telah mencatat Rudolf Diesel telah merekayasa mesin diesel memakai minyak kacang tanah sebagai bahan bakarnya. Minyak kacang tanah mengandung 76–82 % asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari 40–45 % asam oleat dan 30–35 % asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5 persen. Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan kestabilan minyak. Kestabilan minyak akan bertambah dengan cara hidrogenasi atau dengan penambahan anti-oksidan. Dalam minyak kacang tanah terdapat persenyawaan tokoferol yang merupakan anti-oksidan alami dan efektif dalam menghambat proses oksidasi minyak kacang tanah. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kacang Tanah KOMPOSISI Asam Lemak Jenuh 1. 2. 3. 4. Miristat Palmirat Sitearat Behenat 1921 USA 1934 AFRIKA BARAT 1945 ARGENTINA (%) (%) (%) 17,1 17,7 21,9 - - 0,4 6,3 8,2 11,4 4,9 3,4 2,8 5,9 6,1 7,3 61,1 60,4 42,3 21,8 21,5 33,3 - - 2,4 Asam Lemak Tidak jenuh 1. Oleat 2. Linoleat 3. Heksa Dekanoat Bailey. A.E. ( 1950 ). 2.4. Bahan Baku Untuk Proses Produksi Biodiesel 2.4.1. Alkohol. Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang rantai carbon dengan proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai pendek. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol dan etanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan carbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol, untuk mendapatkan hasil biodiesl yang Universitas Sumatera Utara sama penggunaan etanol 1,4 kali lebih banyak dibanding dengan metanol. Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastic dan karet terbuat dari batu bara. Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Pemisahan gliserin dengan menggunakan ethanol lebih sulit dari methanol dan jika tidak berhati-hati akan berakhir dengan emulsi. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3 ( Tambun, 2009 ). 2.4.2. Katalis Untuk memisahkan minyak nabati dari gliserol dalam reaksi transesterifikasi perlu ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi atau merupakan suatu zat antara yang aktif, tanpa katalis proses pembuatan biodiesel dengan reaksi transesterifikasi dapat berlangsung pada temperature 2500C (Widyastuti, 2007 ). Katalis yang dapat digunakan dapat berupa katalis homogen atau heterogen. a. Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa/alkali seperti kaLiwm hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH) (Darnoko, 2000). Penggunaan katalis homogen ini mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata, paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat pensucian, mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali (Widyastuti, 2007). Keuntungan dari katalis homogen adalah tidak dibutuhkannya suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi. Universitas Sumatera Utara b. Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan pada reaksi transeseterifikasi adalah CaO, MgO. Keuntungan menggunakan katalis ini adalah: mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang biaya katalis yang rendah, tidak korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan, dapat dipisahakan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali (Liw, 2005). Dalam reaksi transesterifikasi katalis akan memecahkan rantai kimia minyak nabati sehingga rantai ester minyak nabati akan terlepas ,begitu ester terlepas alkohol akan segera bereaksi dengannya dan membentuk biodiesel, sedangkan gliserin dan katalis yang tersisa akan mengendap setelah reaksi selesai. Penggunaan katalis tidak boleh terlampau banyak ataupun terlampau sedikit, penggunaan katalis yang terlampau banyak reaksi transesterifikasi akan menghasilkan emulsi, dan jika sedikit mengakibatkan pemisahan gliserol dan metil ester tidak sempurna 2.4.3. Cosolvent Eter Metode transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan reaksi yang lambat karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penambahan cosolvent kedalam campuran minyak nabati ,methanol dan katalis, sehingga penambahan cosolvent bertujuan untuk membentuk sistem larutan menjadi berlangsung dalam satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa kosolvent ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil ester yang kurang signifikan dibanding penambahan kosolvent (Baidawi, 2007), Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kelarutan antara minyak nabati dengan metanol, dalam methanol campuran reaktan membentuk dua lapisan (membentuk dua fase) dan diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati dapat larut di dalam methanol. Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan transper massa (perbedaan kelarutan minyak nabati dan methanol) adalah dengan menambahkan cosolvent kedalam campuran Universitas Sumatera Utara (Mahajan, 2006). Cosolvent sebaiknya tidak mengandung air, larut dalam alkohol (methanol), memiliki titik didih yang dekat dengan methanol .Yang dapat digunakan sebagai cosolvent diantaranya: dietil eter, THF (tetrahidronfuran), 1,4-dioxane, metal tersier butil ester (MTBE) dan diisopropyl eter (Baidawi, 2007). 2.5. Proses Pembuatan Biodiesel 2.5.1. Esterifikasi Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisikondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu. Universitas Sumatera Utara 2.5.2. Transesterifikasi Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini. Gambar 2.2 Transesterifikasi Trigliserida Menjadi Metil Ester Universitas Sumatera Utara Mekanisme transesterfikasi trigliserida menggunakan katalis CaO menjadi biodiesel diikuti dengan hadirnya anion metoksida. Pada langkah pertama, anion metoksida menyerang atom karbon karbonil dari molekul trigliserida untuk membentuk intermediate tetrahedral. Pada langkah kedua, intermediate tetrahedral meneruskan atom H+ dari permukaan CaO. Intermedate tetrahedral juga dapat bereaksi dengan methanol untuk membentuk anion metoksida. Pada langkah terakhir, penataan ulang dari intermediate etrahedral menghasilkan biodiesel dan gliserol. Keseluruhan reaksi dapat diperlihatkan pada gambar. 2.3 dibawah ini. CaO CH3OH + OCH3 H Ca O O R' C O O R' CH2 O "R C O + CH CH2 O C OCH3 H Ca O C O CH2 O CH O "R C R"' CH2 OCH3 O O O C O R' CH2 O "R R"' O- O R' C C O CH2 O O C O CH CH2 OCH3 O C "R C O + CH CH2 R"' O R C OCH3 + CaO - OO O R' R' C O CH2 O CH H + O "R C CH2 Ca O C O CH2 O CH O "R C CH2 OH O- O R' C O CH2 CH2 O OH O "R R C O C O CH + 3 CH3OH 3R C OCH3 + HC CH2 O OH OH CH2 ( Liw, 2007 ) Gambar 2.3 Mekanisme Katalisa CaO dalam Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol Universitas Sumatera Utara 2.5.3. Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984): 2.5.3.1. Pengaruh Air dan Asam Lemak Bebas Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida. 2.5.3.2. Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Bahan Mentah Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum. Universitas Sumatera Utara 2.5.3.3. Pengaruh Jenis Katalis Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 2500C. Transesterifikasi dari minyak nabati menjadi biodiesel (metil ester asam lemak, MEAL) dapat dikatalisis dengan basa dan asam .Katalis basa termasuk katalis basa homogen dan katalis basa heterogen. Secara umum menggunakan katalis homogen seperti NaOH, KOH dan aloksidanya. Transesterifikasi dengan menggunakan katalis alkali homogen lebih cepat daripada menggunakan transesterifikasi katalis asam. Dan harus dipertimbangkan untuk memisahkan katalis dari larutan produk. Katalis basa heterogen mempunyai banyak keuntungan: yaitu tidak korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan. Sementara itu, lebih mudah memisahkanya dari larutan produk dan dapat dirancang untuk memberikan aktivitas tertinggi, selektivitas dan katalis dengan daya tahan yang lebih lama .Sekarang ini, banyak tipe katalis heterogen yang telah ditemukan untuk transesterifikasi dari minyak sayuran menjadi biodiesel, seperti logam oksida alkali tanah, berbagai senyawa logam alkali seperti alumina atau zeolit. Bagaimanapun, untuk kebanyakan pendukung katalis-katalis alkali, komposisi aktifnya mudah berkarat oleh metanol dan mempunyai waktu hidup yang singkat. CaO merupakan basa yang lebih kuat dan CaO telah dipelajari sebagai katalis basa kuat padat oleh banyak peneliti (Liw, 2007). 2.5.3.4. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring. Universitas Sumatera Utara 3.5.3.5. Pengaruh Temperatur Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama. 2.5.3.6. Lama Reaksi Semakin lama waktu reaksi semakin banyak ester yang dihasilkan karena situasi ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk semakin lama bertumbukan. 2.5.3.7. Pengadukan Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen.antara gliserida dan alkohol pada saat terjadi reaksi transesterifikasi. Pada kenyataannya alkohol merupakan pelarut yang sangat buruk untuk gliserida (Mitelbach, 2004 ), sehingga reaksi transesterifikasi tidak berlangsung baik terutama awal reaksi. Pengadukan ( vigorous mixing ) dilaporkan sebagai salah satu cara untuk mencapai homogenitas antara gliserida dan alkohol. 2.6.Proses Produksi Biodiesel Minyak Kacang Tanah Metode yang digunakan untuk memproduksi minyak kacang tanah dapat dilakukan melalui proses transesterifikasi dengan cara mereaksikan trigliserida dengan methanol ditambah cosolvent eter dengan katalis CaO. Proses Transesterifikasi berlangsung selama 1 jam untuk perlakuan pertama, 2 jam untuk perlakuan kedua dan 3 jam untuk perlakuan ketiga pada suhu 650C. Campuran kemudian didiamkan, sehingga terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah adalah gliesrin dan lapisan atas adalah metil ester (biodiesel). Universitas Sumatera Utara Proses produksi biodiesel dari bahan baku minyak nabati berkadar FFA yang rendah dengan metode transesterifikasi terdiri dari: 1. Pencampuran katalis dan alkohol pada konsentrasi katalis antara 0,5- 1 wt% dan .10-20 wt % alkohol terhadap massa minyak nabati. 2. Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 550C-600C dengan kecepatan pengadukan yang konstan. 3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan sehingga terjadi pemisahan metil ester dengan gliserol. 4. Pencucian metil ester dengan menggunakan air hangat untuk memisahkan zatzat pengotor seperti sisa alkohol, sisa katalis, gliserol, dan sabun, kemudian dilanjutkan dengan drying untuk menguapkan air yang terkandung dalam biodiesel ( Hambali, 2008). Universitas Sumatera Utara Proses pembuatan biodiesel dari turunan minyak kacang tanah dapat dilihat pada diagram gambar 2.4 dibawah ini : Biji Kacang Tanah Ekstraksi biji kacang Rota Vapor hasil ekstraksi Minyak biji kacang Titrasi/GC Katalis CaO Metanol /Eter Reaktor; 1jam, 2 jam dan 3 jam Pencucian Pemisahan Gliserol Biodiesel Pemurnian Biodiesel FAME Gambar 2.4 Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kacang Tanah Pada gambar 2.4 menjelaskan minyak biji kacang tanah sebelum dimasukkan kedalam reactor terlebih dahulu ditambahkan cosolvent eter dan katalis CaO dalam larutan metanol, sedangkan hasil produksi dari reactor tersebut adalah biodiesel yang masih memerlukan prosses pencucian dan pemurnian sehingga diperoleh biodiesel yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar. Universitas Sumatera Utara 2.7. Sifat – sifat Penting dari Bahan Bakar Mesin Diesel 2.7.1. Densitas ( rapat massa ) Kerapatan suatu fluida ( ) dapat didefenisikan sebagai massa persatuan volume. ρ= m v (2.1) dengan: = rapat massa (kg/m3) m = massa (kg) v = volume (m3) 2.7.2. Viskositas Viskositas (kekentalan) merupakan sifat fluida untuk melawan tegangan geser pada waktu bergerak untuk mengalir, atau kekentalan dapat didefenisikan sebagai besarnya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan. Hukum viskositas Newton, menyatakan bahwa untuk laju perubahan bentuk sudut fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan viskositas.Maka besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran. u . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ∂y. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . h Diam Gbr. 2.5 Pendefenisian kekentalan dinamis berdasarkan hukum Newton aliran Viskositas Universitas Sumatera Utara Dari gambar secara matematis dapat ditulis: µ= τ ∂u (2.2) ∂y dengan: µ = kekentalan dinamink (Poise) τ = tegangan gesr fluida (Newton/m2) ∂u = kecepatan relative kedua permukaan (m/s) ∂y = tebal lapisan filem fluida (m) Kekentalan dinamik disebut juga kekentalan absolut viskositas gas meningkat terhadap suhu, tetapi viskositas cairan berkurang dengan naiknya suhu. Untuk tekanan-tekanan yang biasa, viskositas tidak tergantung pada tekanan dan tergantung pada suhu saja, untuk tekanan yang sangat besar gas-gas dan kebanyakan cairan menunjukkan variasi viskositas yang tidak menentu terhadap tekanan. Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolut) dengan densitas (rapat massa) fluida: υ= μ ρ (2.3) dengan: υ = viskositas kinematik (St) µ = viskositas dinamik (Poise) ρ = rapat massa (kg/m3) Viskositas kinematik berubah terhadap suhu dalam jangka yang lebih sempit dari viskositas dinamik. Universitas Sumatera Utara Satuan kekentalan dinamik ( absolute ) adalah Poise (P), atau senti Poise (cP). Satuan kekentalan kinematik adalah Stoke (St), atau senti stoke (cSt). 1P = 100 cP; 1 St = 100 cSt. Satuan Internasional untuk kekentalan dinamik adalah Ns/m2 sama dengan kg/ms, sedangkan untuk kekentalan kinematik adalah m2/s. dengan demikian diperoleh hubungan : 1 P = 10-1 Ns/m2 dan 1cP = 10-3 N s/m2 1 St = 10–4 m2/s dan 1 cSt = 10–6 m2/s Untuk mengubah dari kinematik (υ) menjadi viskositas dinamik (µ), kita perlu mengalikan υ dengan ρ dalam kg/m3. Untuk mengubah dari Stoke menjadi Poise kita mengalikan dengan kerapatan massa dalam gr/cm3, yang nilai angkanya sama dengan jenis gravitasi (Indartono, 2007). 2.7.3. Flash Point (Titik Nyala) Flash Point (titik nyala) dari cairan mudah terbakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar tersebut dapat terbakar ketika bereaksi dengan udara.Bila nyala terus terjadi secara terus menerus, maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya denotasi yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatan resiko bahaya saat penyimpanan. Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar semakin aman penanganan dan penyimpanannya (Tambun, 2009). 2.7.4. Kadar Air dan Sedimen Kadar air dan sedimen menunjukan persentase kandungan air dan sedimen yang terkandung dalam bahan bakar. Pada temperatur yang sangat dingin, air yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kristal dan menyumbat aliran bahan bakar (Tambun, 2009). Universitas Sumatera Utara 2.7.5. Pour Point (Titik Tuang) Titik Tuang (Pour Point) adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dialirkan untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku. Titik tuang yang terlalu tinggi akan mempersulitkan pengaliran bahan bakar (Tambun, 2009). 2.7.6. Cloud Point (Titik Kabut) Titik kabut adalah temperatur saat bahan bakar mulai tampak berkeruh bagaikan kabut ( berawan = cloudy). Hal ini terjadi karena munculnya kristal-kristal (padatan) di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih dapat meng-alir pada suhu ini, keberadaan Kristal dalam bahan bakar dapat mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa dan injector (Tambun, 2009). 2.7.7. Bilangan Cetana Bilangan cetana menunjukkan seberapa cepat bahan baker mesin diesel yang dapat diinjeksikan keruang bahan baker agar terbakar secara spontan. Bilangan cetana dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur hidrokarbon penyusun. Semakin rendah bilangan cetana maka semakin rendah pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan yang lebih tinggi (Toni, 2005) 2.7.8. Bilangan Iod Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak (Gunawan, 2001). Universitas Sumatera Utara 2.7.9. Sisa Karbon (Carbon Residu) Sisa karbon (carbon residu) yang tertinggi pada proses pembakaran akan menyebabkan terbentuknya endapan yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar menjadi aus. Dengan demikian semakin rendah sisa karbon, semakin baik efisiensi motor tersebut. 2.7.10. Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Nilai Kalor Bahan Bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan setiap satuan waktu. Makin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar semakin sedikit (Naibaho, 2009). Universitas Sumatera Utara 2.8. Persyaratan Kualitas Biodiesel Tabel 2.1 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006. Parameter dan satuannya o 3 Massa jenis pada 40 C, kg/m Viskositas kinematik o 2 pada 40 C, mm /s (cSt) Angka setana o Titik nyala (mangkok tertutup), C Titik Kabut (Cloud Point) Titik Tuang (Puor Point) Korosi bilah tembaga o ( 3 jam, 50 C) Residu karbon, %-berat, - dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi Air dan sedimen, %-vol. o Temperatur distilasi 90 %, C Abu tersulfatkan, %-berat Belerang, ppm-b (mg/kg) Fosfor, ppm-b (mg/kg) Angka asam, mg-KOH/g Gliserol bebas, %-berat Gliserol total, %-berat Kadar ester alkil, %-berat Angka iodium, g-I2/(100 g) Uji Halphen Batas nilai 850 – 890 Metode uji ASTM D 1298 Metode setara ISO 3675 2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104 min. 51 min. 100 ASTM D 613 ASTM D 93 ISO 5165 ISO 2710 ASTM D 2500 ASTMD 97 0 C C max. 18 max 18 maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160 maks. 0,05 maks 0,03 ASTM D 4530 ISO 10370 maks. 0,05 maks. 360 maks. 0,02 ASTM D 2709 ASTM D 1160 ASTM D 874 maks. 100 ASTM D 5453 maks. 10 AOCS Ca 12-55 AOCS Cd 3-63 AOCS Ca 14-56 AOCS Ca 14-56 *) dihitung AOCS Cd 1-25 AOCS Cb 1-25 ISO 3987 prEN ISO 20884 FBI-A05-03 0 maks. 0,8 maks. 0,02 maks. 0,24 min. 96,5 maks. 115 Negative FBI-A01-03 FBI-A02-03 FBI-A02-03 FBI-A03-03 FBI-A04-03 FBI-A06-03 (Soerawidjaja, 2006) Universitas Sumatera Utara